Selamat Jalan Pak Piet

KUPANG, PK---Ribuan pelayat, warga Kota Kupang dan sekitarnya, utusan dari daerah-daerah, sahabat kenalan dan simpatisan menghantar jenazah (alm) Piet Alexander Tallo, S.H ke Taman Makam Pahlawan Dharma Loka, Kota Kupang, Rabu (29/4/2009). Makam Gubernur NTT periode 1998-2003, 2003- 2008 itu satu deret dengan makam pendahulunya Gubernur El Tari.

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, yang menjadi inspektur upacara, atas nama masyarakat NTT mengucapkan selamat jalan kepada almarhum. "Atas nama masyarakat NTT, saya ucapkan selamat jalan Pak Piet, " kata Lebu Raya.

Sebelum dimakamkan, jenazah almarhum disemayamkan di Gereja Maranatha Oebufu dan Kantor Gubernur NTT, Jalan El Tari I, sebagai penghormatan terhadap almarhum. Acara pemakaman dilakukan secara kedinasan, diawali dengan ibadat yang dipimpin Pdt. Thobias Bani, mulai pukul 09.00 Wita di rumah duka di Jalan Amabi, Oebufu. 

Sebelum jenazah almarhum diserahkan pihak keluarga oleh Ny. Erny Tallo kepada inspektur upacara, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, tokoh adat dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) melantunkan natoni. Acara ini mengisahkan perjalanan hidup almarhum, termasuk menjabat Bupati TTS selama dua periode, 1983-1988, 1988- 1993, Wakil Gubernur NTT 1993- 1998, dan Gubernur NTT dua periode, 1998- 2003 dan 2003- 2008 serta pengabdian dan dedikasinya dalam membangun NTT.

Chris Tallo, adik kandung almarhum, dalam sambutannya mewakili keluarga di rumah duka mengatakan, Tuhan tak pernah bermain dadu terhadap semua peristiwa kematian yang dialami umat manusia, termasuk (alm) Piet Tallo. Kematian merupakan rencana Tuhan terhadap manusia ciptaanNya. Kematian juga merupakan peristiwa manusiawi yang tak bisa dihindari.

Chris menyampaikan terima kasih kepada Gubernur NTT sebelumnya, mulai dari El Tari hingga Herman Musakabe yang telah memberi dukungan dan pembinaan terhadap almarhum. 

"Atas nama keluarga, saya minta para staf dan masyarakat NTT untuk memaafkan almarhum selama kepemimpinannya, baik sebagai Bupati TTS, Wakil Gubernur NTT, Gubernur NTT maupun jabatan lainnya. Kami menyadari sebagai manusia, almarhum pasti seorang manusia yang tak sempurna. Hanya dengan cara itu, almarhum bisa masuk dalam kerajaan surga," pinta Chris.

Selaku inspektur upacara, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mengatakan, hidup manusia adalah sebuah ziarah yang dimulai sejak lahir hingga meninggal, bahkan sampai kehidupan kekal. Dalam konteks kebersamaan selama hidup, kematian pasti membawa duka bagi mereka yang ditinggalkan. Meninggalnya almarhum tak hanya membawa duka bagi keluarga, tapi juga pemerintah dan masyarakat NTT serta orang-orang yang pernah mengenalnya.


Menurut Lebu Raya, sebagian hidup almarhum dibaktikan untuk daerah ini. Karena itu, NTT telah kehilangan seorang putra terbaik, tokoh, guru dan bapak yang telah meletakkan dasar-dasar pembangunan. Karena itu, kata Lebu Raya, sangat pantas kalau sosok almarhum dijadikan tokoh panutan. 

"Saya minta kepada semua pihak agar semangat hidup dan semua aspek positif yang dilakukan almarhum tetap dijadikan sebagai pedoman hidup. Kita harus menjadikannya sebagai contoh dalam hidup dan karya kita dalam rangka mewujudkan NTT Baru. Almarhum adalah pekerja keras dan tak mau lamban dalam bekerja. Terkadang almarhum bersikap keras. Ini mau menunjukkan bahwa kerja haruslah dengan cepat dan tepat," kata Lebu Raya.

Sebagai penghormatan dan penghargaan, jenazah almarhum disemayamkan di Kantor Gubernur NTT beberapa menit lalu diberangkatkan ke TMP Dharma Loka untuk dikebumikan. 
Saat diantar ke TMP Dharma Loka, di pinggir kiri dan kanan jalan dipadati warga Kota Kupang yang memberikan penghormatan terakhir dengan caranya masing-masing. Ada yang melambaikan tangan, ada yang menatap tak bersuara dan ada yang berteriak memanggil nama almarhum. Ratusan kendaraan dan sepeda motor mengarak jenazah almarhum ke TMP Dharma Loka.

Di TMP Dharma Loka, jenazah almarhum dimakamkan melalui upacara militer oleh TNI. Almarhum dimakamkan satu deret dengan El Tari. Usai pemakaman dilanjutkan dengan tabur bunga di makam El Tari yang kemarin genap 31 tahun meninggal dunia. 

Pemakaman Piet Tallo dihadiri Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr, mantan Gubernur NTT, Hendrik Fernandez bersama Ny. Mia Fernandez, Herman Musakabe, Bupati TTU, Gabriel Manek, Bupati Rote Ndao, Lens Haning, Wakil Bupati Belu, Wakil Bupati Sumba Barat, Wakil Sumba Tengah, Wakil Sumba Barat Daya, Wakil Bupati Flotim, Wakil Bupati Sikka, Wakil Walikota Kupang, para pimpinan SKPD, anggota DPRD NTT seluruh PNS lingkup Setda NTT serta sanak keluarga serta simpatisan lainnya.(gem/den) 


Air Mata Lebu Raya

SUARA Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, tersekat. Tak kuasa menahan haru. Matanya memerah. Butir-butir air mata bening pun jatuh, menambah hening suasana di tenda duka. Semua yang hadir hanyut dalam duka. 

Suasana itu terjadi ketika Lebu Raya mengungkapkan kenangan saat pertama bertemu (alm) Piet Tallo saat masih menjabat Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) di SoE. Ketika itu Lebu Raya masih mahasiswa. Lebu Raya ke SoE dalam kegiatan GMNI. Dalam perjalanan waktu, pertemuan itu terajut lebih erat lagi ketika duet ini memimpin NTT. Piet Tallo menjadi gubernur dan Lebu Raya menjadi wakil gubernur untuk periode kepemimpinan 2003-2008. 

"Banyak nasihat yang beliau berikan. Beliau menyampaikan nasihat dengan santun dan kata-katanya penuh makna. Petuah itu tetap saya ingat dalam perjalanan hidup saya. Tak disangka, saya mendampingi beliau sebagai gubernur dan saya wakilnya. Kami pun mengakhiri kepemimpinan lima tahun dengan baik. Beliau selalu berpesan, jaga dan bina kebersamaan. Atas nama masyarakat NTT, saya mengucapkan selamat jalan Pak Piet," kata Lebu Raya meneteskan air mata. 

"Dia adalah seorang pendoa yang kuat. Suatu ketika, beliau datang ke ruang kerja saya dan mengajak saya untuk berdoa. Ini sesuatu yang sangat luar biasa bagi saya ketika bersama-sama memimpin daerah ini," kenang Lebu Raya.

Dihubungi Pos Kupang, Sabtu (25/4/2009) malam, saat Piet Tallo menghembuskan nafas terakhir di Jakarta, Lebu Raya juga mengungkapkan pesan yang diberikan beliau kepadanya saat dia menjabat Ketua GMNI Cabang Kupang. "Kalau mau besar, harus keluar dari lubang batu," kata Lebu Raya mengutip nasihat Piet Tallo.

Petuah itu dilukiskan Lebu Raya sarat makna. Awalnya, kata Lebu Raya, dia sulit menerjemahkan petuah itu. Lama kelamaan Lebu Raya mengerti petuah itu, dan keluar dari lubang batu memimpin PDIP NTT, mendampingi almarhum maju dalam pemilihan gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2003- 2008, dan unggul satu suara pada putaran kedua. 

"Saya sama sekali tak menyangka menjadi pendamping beliau. Saat pertemuan di SoE sama sekali tak ada bayangan bahwa kami harus bersama-sama memimpin NTT. Saya belajar banyak dari beliau," kata Lebu Raya. (gem/den)

Pos Kupang edisi Kamis, 30 April 2009 halaman 1

Manajemen RSUD Larantuka Diduga Gelapkan Pajak

LARANTUKA, PK -- Manejemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Larantuka diduga kuat menggelapkan pajak belanja obat dan obyek pajak lainnya tahun anggaran 2002-2004. Total pajak yang diduga digelapkan ini mencapai lebih dari Rp 95 juta.

Kasus ini sedang diselidiki Kejaksaan Negeri (Kejari) Larantuka sejak Februari 2009 lalu. Baik pihak kejaksaan maupun pihak rumah sakit menegaskan, orang yang bertanggung jawab dalam kasus ini ialah mantan Bendahara RSUD Larantuka, Wilibroda K Liliweri, alias Wiwin.

Namun, sumber Pos Kupang yang menginformasikan kasus ini menyebutkan, dua mantan Direktur RSUD Larantuka patut dimintai pertanggungjawabannya. Keduanya, yakni dr. Edward Kleruk (2002-2003) dan dr. Daslyati (2004-2005). Keduanya perlu dimintai pertanggungjawaban karena penyelewengan pajak ini terjadi tiga tahun berturut-turut. 

"Kasus ini sedang diusut jaksa. Beberapa pegawai rumah sakit termasuk direktur sekarang (dr. Yoseph Kopong Daten, Red) sudah dipanggil dan dimintai keterangannya oleh jaksa. Ibu Wiwin memang pelaku utamanya, tetapi saya pikir pimpinan waktu itu harus pula bertanggung jawab karena mengetahui adanya kasus ini. Kalau dia tidak tahu, berarti fungsi kontrol dan pengawasannya buruk," jelas sumber Pos Kupang di RSUD Larantuka, Rabu (29/4/2009) pagi.

Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU) RSUD Larantuka, Yohanes Ritan, ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, kemarin siang, membenarkan adanya kasus ini. Ritan mengatakan, kasus yang sama masih terjadi tahun 2005 berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kupang. Pada tahun 2005 ini, kata Ritan, BPK menemukan kasus pajak belum disetor ke kas negara lebih dari Rp 33 juta. Setelah temuan ini, pimpinan RSUD Larantuka memanggil Wiwin guna mengembalikan dana tersebut.

Perihal pajak 2002-2004 yang tidak disetor ke kas negara melalui Bank NTT Cabang Larantuka, Ritan mengatakan, murni tanggung jawab Wiwin selaku mantan bendahara. Ritan tidak mengetahui apakah mantan direktur saat itu melaksanakan tugas kontrol dengan baik atau tidak. "Saya baru masuk di sini tahun 2006 sehingga sebelumnya saya tidak tahu," kata Ritan.

Menurutnya, pendapatan pajak di RSUD Larantuka berasal dari beberapa obyek. Tetapi yang menonjol dari belanja obat dan peralatan kesehatan. Dari laporan yang ia ketahui, selama 2002-2004, total pajak yang tidak disetor oleh Wiwin lebih dari Rp 95 juta.

Kajari Larantuka, A I Kapuy, S.H, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Robert Silalahi, S.H, yang ditemui di ruang kerjanya, kemarin siang, juga membenarkan sedang mengusut kasus tersebut. Bahkan, kata Silalahi, dalam waktu dekat pihaknya menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan (dik).

"Kasusnya ialah pajak tidak disetor ke kas negara selama tiga tahun berturut-turut, 2002 sampai 2004. Dari hasil pemeriksaan sementara ini, mantan bendahara, Wilibroda K Liliweri yang melakukan. Dalam waktu dekat, kami akan periksa dia dan setelah itu kasusnya dinaikkan ke penyidikan," jelas Silalahi. (dar)

Pos Kupang edisi Kamis, 30 April 2009 halaman 1

Medah Bisa Tembus BPP

KUPANG, PK--Mantan Bupati Kupang, Drs. Ibrahim Agustinus Medah, calon anggota legislatif (caleg) nomor 11 untuk DPRD NTT dari Partai Golkar, diperkirakan bisa menembus bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk Daerah Pemilihan NTT I yang meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Rote Ndao. 

Untuk Dapil I, tinggal Kota Kupang yang belum diplenokan. Untuk Kabupaten Kupang dan Rote Ndao, Medah telah mengoleksi 66.962 suara, terdiri dari Kabupaten Kupang 35.972 dan Rote Ndao 11.525 suara. Untuk dua kabupaten ini, Golkar telah meraih 71.474 suara, terdiri dari Kabupaten Kupang 55.437 suara dan Rote Ndao 16.037 suara dari total suara sah 219.585, terdiri dari Kabupaten Kupang 166.432 dan Rote Ndao 53.153 suara. 

Rivalnya PDI Perjuangan baru mengumpulkan 23.261 suara sah terdiri dari Kabupaten Kupang 19.900 suara dan Rote Ndao 3.361 suara. Dari jumlah ini, Nelson Matara menempati peringkat atas dengan jumlah suara 8.903 menyusul Martha Nyoko Lomi 3.882 suara. Sementara Partai Demokrat mengumpulkan 21.588 suara. Caleg nomor urut 1, Marthen Kaseh telah mengumpulkan 412 suara. Tiga partai ini merupakan partai perolehan suara terbanyak pada pemilu kali ini. 

Untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), hasil pleno Kabupaten Kupang, Rabu (29/4), menunjukkan Abraham Paul Liyanto lebih unggul dari calon lain, dengan perolehan 28.628 suara. Menyusul Ir. Sarah L. Mboeik mendapat 26.266 suara. Diikuti Ir. Piter Djami Rebo, 21.750 suara.

Urutan keempat dan kelima, masing-masing diraih Carolina Nubatonis-Kondo dan Pdt. Lorry V. Lena-Foeh masing-masing 12.859 suara dan 11.349 suara. Rikardus Wawo yang unggul di beberapa daerah di daratan Flores, hanya mengumpulkan 1.977 suara. Jumlah suara DPD dari Kabupaten Kupang, sebanyak 167.290. 

Untuk DPR RI, juga Partai Golkar tetap memimpin dengan 39.159 suara. Sedangkan PDIP yang menempati urutan kedua di tingkat propinsi harus puas dengan posisi ketiga dengan perolehan suara 22.533. Demokrat berada pada posisi kedua, yakni 30.469 suara.

Caleg Golkar yang mengumpulkan angka terbanyak di tingkat pusat adalah Setya Novanto 17.126 suara. Caleg dari Partai Demokrat, Jefri Riwu Koreh, mengumpulkan 12.872 suara. Caleg lain hanya memperoleh 206 sampai 7.678 suara.
Herman Herry dari PDIP mendapat suara 11.417, caleg lain dari PDIP hanya 233 hingga 2.517 suara.

Baik tingkat propinsi maupun pusat, Partai Bulan Bintang merupakan partai terendah dalam perolehan suara di Kabupaten Kupang. Partai ini hanya mendapat 174 suara di propinsi dan 160 suara untuk DPR RI.

Di Larantuka
Dari Larantuka dilaporkan, Dapil Flores Timur 4 yang terdiri dari dua kecamatan di Pulau Solor (Kecamatan Solor Timur dan Solor Barat), diperkirakan tiga wajah baru dapat menduduki kursi DPRD Flotim. Ketiganya adalah Michael MOF Lewai alias Mell Fernandez dari Partai Golkar, Syafrudin Abas dari Partai Matahari Bangsa (PMB) dan Matias Enai dari Partai Gerindra. Satu kursi lain diperoleh calon legislatif dari PKPI atas nama Mikael Kolin yang saat ini masih aktif menjadi anggota DPRD Kabupaten Flotim.

Sementara Dapil 3 yang meliputi Kecamatan Adonara Barat, Adonara Tengah dan Wotan Ulumado, direbut caleg dari empat partai politik, yakni Golkar atas nama Marius Pati Payong, Demokrat (Theodorus Wungubelen), PPDI (Agustinus Payong Boli) dan PNKBI atas nama Anton Sili.

Di Dapil 4, Kolin meraih 1.307 dari 1.928 yang diraih PKPI. Mell Fernandez meraih 783 suara dari 1.717 suara perolehan Golkar. PMB mendapat 999 suara, 645 di antaranya berasal dari caleg nomor urut 1, Abas. Sedangkan kursi terakhir diraih Enai yang mendapat 524 suara dari 872 total suara Gerindra. 
Di Dapil 3, perolehan suara untuk Golkar, 1.913 suara (Payong menyumbang 539), Demokrat 1.836 (Wungubelen, 757), PPDI, 1.372 (Boli, 1.077) dan PNBKI, 851 (Sili, 457).

Perkiraan perolehan kursi oleh empat partai di dua dapil ini berdasarkan pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Flotim hingga Rabu (29/4/2009) pukul 14.20 Wita. KPU Flotim melakukan pleno rekapitulasi sejak Sabtu (18/4/2009). Hingga kemarin siang, baru 11 dari 18 PPK yang dirampungkan hasil rekapitulasi penghitungan suaranya. 

Sebelas PPK tersebut, yakni Solor Timur, Solor Barat (Dapil 4), Adonara Barat, Adonara Tengah dan Wotan Ulu Mado (Dapil 3), Klubagolit, Witihama, Adonara Timur, Adonara (Dapil 2), Wulanggitang dan Ilebura (Dapil 1). 

Perolehan suara tingkat pusat untuk 11 PPK yang sudah dipleno, Golkar unggul dengan 15.400 suara. Melchias Mekeng meraih 6.022). PDIP mendapat 7.179 suara, Honing Sonny menyumbang 3.524 suara. Demokrat mendapat 6.316 suara dan sebagiannya merupakan perolehan Beny Kabur Harman (3.233). 
Untuk DPRD NTT, Chris Boro Tokan meraih 2.041 suara dari suara Golkar 11.379. Posisi kedua PDIP (9.727), Viktor Mado Watun pendulang suara terbanyak 2.163. Demokrat di tempat ketiga (4.245) dan 1.516 suara berasal dari Gabriel Suku Kotan.
Untuk DPD, empat teratas dikuasai M. Adnan 13.761, Anton Bala 4.687, Martinus Ipir 4.575 dan Wilhelmus Sodi 4.505.(gem/ff/dar) 

Pos Kupang edisi Kamis, 30 April 2009 halaman 1

Pak Tua


MUSIM caleg caleg berguguran hampir mendekati puncaknya. Dan, segera berganti musim baru. Musim semi buat wajah baru atau muka lama naik panggung. Dari Ende dan Lembata tersiar warta, muka baru riang berpesta pora. Nagekeo, Ngada, Manggarai, Flotim, Sumba Timur, Sumba Barat, Alor, Rote Ndao, Kupang, TTS, TTU pun Belu mirip-mirip kendati belum pasti lantaran rekap KPU masih terseok-seok. Pelan mendayu. 

Tuan dan puan kiranya telah melihat setitik cahaya. Pemilu ini cenderung memilih yang muda energik, doyan remaja naik badan, suka perawan minim pengalaman. Demikianlah gambaran sementara hasil gempa politik 2009. Buah segar tsunami pemilu legislatif multipartai yang namanya masih sulit kuingat. Makin hari semakin bening siapa terlempar, siapa terdepak, siapa terbahak. Sebagian wajah lama niscaya mengucapkan sayonara kepada Dewan Terhormat. Yang bertahan tak banyak. Oh Pak Tua, sudahlah...!


Amboi... inilah politik yang memang repot tapi asyik. Potong sapi, potong babi, anjing, kambing, ayam, beras atau bagi uang pulsa saat sosialiasi belum tentu dibayar dengan suara. Pasang baliho tak ditengok, sebar kartu nama cuma mengendap di laci saku dan meja, sibuk mengetuk pintu ke pintu ternyata tertipu. 

Wajah lama tak lolos menguatkan pesan betapa suara rakyat tak bisa lagi ditipu. Pemilu lalu suara diatur partai induk. Ukurannya nomor urut. Nomor kepala atau kaki. Suara terbanyak belum tentu jadi. Kini di tahun 2009, formula suara terbanyak mengobrak-abrik tatatan. Pemalas tunggang-langgang. Oportunis meringis. Yang ingat diri dan kelompok selama lima tahun menampakkan diri secara telanjang. Ketahuan sudah siapa yang merakyat, siapa yang elitis. Siapa tokoh, siapa ditokoh- tokohkan atau menokohkan diri sendiri. Suara rakyat sungguh mujarab bukan?

Kira-kira begitu data (sementara) pesta demokrasi yang sudah bisa kita lihat. Warga sekampung ramai-ramai jadi caleg aneka partai di satu dapil. Mereka sekeluarga- serumpun. Mengail ikan di kolam yang sama; jaringan keluarga, kolega dan sahabat. Tidak masuk akal tapi tak ada yang mau mengalah. Semua egois, semua nekat. Hasilnya gigit jari sendiri. Urut dada yang sesak berdesak memikirkan duit dan energi yang telah terkuras. Sekarang mereka menatap orang lain menggenggam tiket Dewan. Bergumam diam-diam, ah seandainya... seandainya 9 April lalu suara warga sekampung-sekomunitas diarahkan pada salah satu caleg saja, maka lapanglah jalannya ke gedung Dewan. Mau bilang apa, penyesalan selalu datang belakangan. 

Satu tetes kesedihan adalah gempa politik musim ini mencerai-beraikan jalinan keluarga. Famili sikut-sikutan. Kawan berbenturan. Berharap tinggi meraih kursi tanpa timbang data betapa pendukung terbatas jumlah. Tidak mesti ahli statistik atau pakar matematika untuk tahu berapa suara DPT yang bisa direbut dalam satu dapil. Bius kuasa dan jabatan sungguh membutakan hati dan otak. Saudara bersaudara bertarung. Bertarung secara tidak fair dengan hasil sama-sama gagal. 

Gagal karena suara terbagi merata. Biar kecil-kecil asal semua dapat bagian. Harga kursi Pemilu 2009 pun "murah meriah". Di level DPRD Kabupaten/Kota cukup mengoleksi dua ratus lima puluh hingga tiga ratus suara sudah masuk titik aman dan berpeluang besar menyandang sapaan wakil rakyat yang terhormat.

Partai banyak bikin gara-gara. Tak bakal ada lagi mayoritas dalam tubuh Dewan lima tahun ke depan. Paling tinggi satu atau dua partai yang dapat membentuk fraksi sendiri. Yang lain wajib bergabung karena umumnya cuma bermodalkan satu dua kursi. Dunia persilatan lidah dan lobi di legislatif kita bakal lebih seru. Seribu satu jurus bakal beradu. Suara-suara akan semakin riuh. Pilkada berikut akan kena dampaknya. Kita akan menyaksikan pentas politik seribu rasa. Ramai rasanya!

Kita syukuri jika sungguh terjadi semakin banyak wajah segar di parlemen, entah kabupaten, propinsi maupun di Senayan. Setidaknya itu bermakna ada regenerasi- kaderisasi. Yang muda menggantikan Pak Tua. Mengambil posisi mereka yang sudah dua tiga periode menyandang wakil rakyat. 

Bahaya wajah baru cuma satu. Minim pengalaman. Masih polos-perawan. Belum paham lebatnya rimba raya parlemen, masih gelap peta persilatan legislator.  Namun, seiring berjalannya waktu tuan dan puan akan tahu jua. Tak butuh waktu lama bagi wajah baru untuk beradaptasi. Enam bulan cukup. Akan kelihatan idealismenya masih perawan atau jebol amat lekas. Wajah segar bugar tahun ini, tahun depan mulai kelihatan bopengnya. Tahun pertama tuan dan tuan dapat membedakan mana ular, mana merpati. Siapa preman, siapa pemikir, siapa punya otak, siapa asal omong, siapa bermutu, siapa sekadarnya saja. 

Empat hari silam beta terima surat elektronik dari seorang sobat. "Apa kado terindah bagimu sebagai warga Kota Kupang?" tanya si kawan di milis pertemanan kami. Dia buru-buru menjawab sendiri. "Kado terindah adalah listrik makin sering padam, air bersih masih sulit, sampah bung urus sendiri kan? Kemana gerang para wakilmu yang terhormat?

Beta mau jawab apa? Toh kawanku yang kupilih lima tahun lalu masih merapat ke KPU. Melihat-lihat angka, bertanya-tanya selalu: lolos atau tidak? Sekonyong- konyong syair lagu lama terngiang nyaring di kuping kiri, lima tahun sekali baru mereka ingat rakyat! (dionbata@poskupang.co.id)

Pos Kupang edisi Senin, 27 April 2009 halaman 1

NTT Mengenangmu

DALAM keheningan pekat masyarakat NTT saat ini, keikhlasan menjadi sedemikian bernilai di atas segalanya. Sebab dengan demikian, kendati kita amat berduka, kita mampu menyadari dan mengakui bahwa Piet A Tallo adalah putra terbaik daerah ini yang terlalu dini pergi. Sungguh tak ada satu kosa kata pun untuk menggambarkan seluruh makna kedukaan dan kehilangan yang kita rasakan saat ini. Terkecuali dengan satu ucapan syukur pada Sang Khalik bahwa kita pernah diizinkan untuk bersama-sama dengan Pak Piet dalam karya dan tugas pelayanan. Itulah karuniaNya. 

Bumi Flobamorata telah kehilangan seorang putra terbaik. Dedikasinya terhadap rakyat mengaplikasikan panggilan nurani dilakonkannya sampai akhir hayat. Di lapangan pelayanan, Pak Piet banyak melakukan terobosan dengan ide-ide cemerlang untuk membangun Flobamorata. 

Operasi 'Cinta Tanah Air' yang dipatrikannya untuk rakyat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sebagai bukti kepeduliannya terhadap rakyat yang telah membesarkannya. Pak Piet tak ingin melihat rakyatnya hidup melarat padahal banyak potensi yang harus dikembangkan untuk mengubah hidup menjadi makmur. Operasi 'Cinta Tanah Air' ini dilakonkannya dalam kesahajaan, terbuka, jauh dari kesan sombong. Hasilnya pun tetap membekas dan terpatri dalam-dalam nubari masyarakat TTS khususnya dan NTT umumnya. 

Tak heran, Pak Piet tidak saja dikenal dekat di hati insan birokrasi, tetapi di semua lapisan masyarakat. Akan tetapi, di balik kesahajaan, keramahan dan murah senyum itu, Pak Piet memiliki prinsip yang teguh. Ia tidak akan mau mengalah kalau prinsipnya digoyang, apalagi untuk masyarakat kecil. Pak Piet mengorbankan semuanya untuk rakyat, bahkan rela kehilangan harga diri sekalipun. Tetapi, dirinya tidak mau kehilangan Tuhan dan keluarga. Itulah bentuk pengorbanannya untuk Flobamorata.

Pak Piet adalah sosok yang selama pengabdiannya, baik sebagai Bupati TTS maupun Gubernur NTT, cukup gencar mendorong terjadinya perubahan di daerah ini. Beliau dengan lantang meneriakkan penghapusan stigma kemiskinan di NTT dengan meluncurkan berbagai program, antara lain, Tiga Batu Tungku. Kemiskinan adalah 'anak haram' yang harus dihapuskan dan tak boleh melabeli hidup dan kehidupan masyarakat NTT. Program ini menjadikannya sebagai sosok yang membawa angin perubahan di NTT dan dikenal sebagai pemimpin yang tulus, berdedikasi dan konsisten dalam memperjuangkan pembangunan di Flobamorata.

Pak Piet adalah pemimpin yang meramu karirnya dari bawah. Sejak masih mahasiswa sudah masuk dalam gelanggang politik. Puncaknya menjadi Bupati TTS, Wakil Gubernur NTT dan Gubernur NTT. Sepak terjangnya yang memasyarakat, membuat Pak Piet dikenang sebagai pemimpin yang banyak meninggalkan kesan dan pelajaran, terutama dalam membangun semangat kerukunan beragama di daerah ini dengan aneka etnis. Di bawah kepemimpinan seorang pluralis itulah NTT dikenal sangat aman. Beliau mampu memelihara kerukunan dan semua kita perlu belajar, terutama dalam menjaga kerukunan, meski beda etnis, suku dan agama.

Pun tak sedikit tantangan yang dihadapinya. Pernah ikut menangani dan membantu para keluarga yang datang mengungsi dari propinsi tetangga, Timor Timur, akibat kemelut sosial yang terjadi di sana. Semuanya diantisipasi dengan sigap memperlihatkan kematangannya sebagai aktivis. Berbagai peristiwa dan tantangan selalu dihadapinya dengan tenang. Pria kelahiran Tetaf, Timor Tengah Selatan (TTS), 27 Mei 1942, ini benar-benar pemimpin yang matang. Sebelum menjadi Bupati TTS selama dua periode, Pak Piet menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah NTT. Mulai dari instansi ini, karir politiknya terus menanjak. Langkahnya makin mantap setelah dia dipercaya menjadi Wakil Gubernur NTT dan Gubernur NTT 1998-2008. Dia adalah putra NTT yang dilahirkan dan dibesarkan di tanah leluhurnya (TTS) sehingga mengenali watak dan sifat serta potensi daerahnya. Sebagai gubernur, Pak Piet senantiasa melindungi dan menyejahterakan rakyat. Itu prinsipnya. Semangatnya tak pernah surut. Meski dalam kondisi sakit, ia tetap mengendalikan roda pemerintahan. Semuanya demi daerah dan rakyat NTT. 

Selalu ingin memberi lebih untuk orang yang dipimpinnya. Pun tak lelah menjelaskan dengan runtut dan detail berbagai program yang dijalankannya. Sarana pendidikan, kesehatan, pasar, dan tempat ibadah diperhatikannya sebagai sarana vital untuk memakmurkan rakyat. Itulah perangainya. Di keluarga, Pak Piet juga dikenal sebagai ayah yang hangat dan mengayomi. Betapapun sibuknya, perhatiannya terhadap keluarga tak berkurang. Nilai-nilai kehidupan yang patut dicontohi. NTT mengenangmu untuk selamanya. *

Salam Pos Kupang edisi Selasa, 28 April 2009 halaman 14

Raja Boti Nyatakan Belasungkawa

KUPANG, PK-- Raja Boti di Timor Tengah Selatan (TTS), Nama Benu, bersama adiknya, Laka Benu, dan lima orang pemangku adat lainnya melayat jenazah (alm) Piet A Tallo, di rumah duka, Jalan Amabi, Kupang, Selasa (28/4/2009). Kedatangan Raja Boti dan rombongannya itu sebagai tanda turut berbelasungkawa.

Penerjemah Kerajaan Boti saat ditemui menjelaskan, Raja Boti melayat (alm) Tallo karena ketika Raja Boti sebelumnya, Nune Benu, meninggal dunia 20 Maret 2005 lalu, (alm) Tallo mengirim utusan untuk menyatakan belasungkawa. Karena itu sepantasnya Raja Boti datang melayat almarhum di rumah duka. 
"Kedatangan raja dan pemangku adat itu juga untuk menyampaikan isi hati raja dan masyarakatnya rasa belasungkawa," kata penerjemah.

Penerjemah itu menambahkan, berita meninggalnya Piet Tallo didengar melalui siaran radio, Minggu (26/4/2009), sekitar pukul 18.00 Wita. Setelah mendengar berita itu, jelas penerjemah itu, pada Senin (27/4/2009), mereka langsung menuju Kupang. 

Kedatangan Raja Boti, Nama Benu, dan rombongannya, sebagaimana disaksikan Pos Kupang, diterima Vera Tallo, putri (alm) Piet Tallo, di teras rumah duka. Raja Boti dan rombongannya mengenakan pakaian adat Kerajaan Boti.
Sebelum menyerahkan satu lembar kain adat, salah seorang anggota rombongan, Suli Neolaka, berlutut dan menyampaikan rasa dukacita dari Kerajaan Boti. Ungkapan dukacita itu disampaikan dengan menggunakan bahasa adat. Usai penyampaian dukacita, Raja Boti dan rombongannya diberi kesempatan melihat jenazah (alm) Piet Tallo. 

Raja Boti, Nama Benu, saat ditanya kesannya tentang (alm) Piet Tallo, melalui penerjemahnya mengatakan, Piet Tallo semasa menjabat Bupati TTS sering melakukan kunjungan ke Kerajaan Boti. Dalam setiap kunjungannya itu, kata Nama Benu, Piet Tallo selalu berpesan agar budaya tidak boleh hilang. 

Pagar Betis
Menurut rencana, hari ini jenazah (alm) Piet Tallo dikuburkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dharma Loka, Kupang. Piet Tallo akan dimakamkan berdampingan dengan (alm) El Tari, yang pada hari ini genap 31 tahun meninggal dunia. 

Acara pemakaman akan diawali dengan ibadat di rumah duka, pukul 09.00 Wita, dilanjutkan dengan penyerahan jenazah dari keluarga kepada Pemerintah Propinsi NTT untuk disemayamkan di Kantor Gubenur NTT dan dilanjutkan dengan pemakaman secara kedinasan di TMP Dharma Loka dengan Inspektur Upacara Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. 

Warga yang belum sempat melayat diharapkan bisa melayat almarhum di Kantor Gubernur NTT. Warga yang tidak sempat melayat baik di rumah duka maupun kantor gubernur, juga bisa memberikan penghormatan terakhir dengan membuat pagar betis di rute yang akan dilalui jenazah almarhum, yakni rumah duka Jalan Amabi, Jalan WJ Lalamentik, Jalan Raya El tari masuk Kantor Gubernur NTT, dilanjutkan ke Jalan El Tari, Jalan Soeharto, Jalan Sudirman, Jalan Moh. Hatta, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan A Yani, Jalan Timor Raya hingga ke TMP Dharma Loka di Kelurahan Pasir Panjang. (den/gem)

Pos Kupang edisi Rabu, 29 April 2009 halaman 1

Mengenang Tallo, Melihat Kepastian

Oleh Tony Kleden

HARI Sabtu, 10 Maret 2007. Saya menemui Piet Alexander Tallo, S.H, di ruang kerjanya untuk suatu wawancara. Garis-garis ketuaan terlihat nyata di wajahnya. Tetapi semangatnya tetap prima. Seperti biasa, kata-katanya selalu jelas dan tegas. Kuat mengekspresikan apa yang ingin dikatakannya kepada lawan bicaranya. 

Sekenanya saya mengganggunya, "Bapak menjadi gubernur pada waktu yang salah, yakni ketika Indonesia baru dilanda krisis moneter dengan imbas yang begitu jauh dan ketika pengungsi Timor Timur membanjiri NTT.
"
Beliau diam sejurus. "Ya, salib itu harus dihadapi, bukan untuk dihindari. Tetapi saya percaya, bersama semua warga NTT kita bisa keluar dari setiap masalah yang ada," jawabnya serius. 

Tidak berhenti di situ, saya kemudian mengajukan sebuah pertanyaan, "Dibanding dengan semua yang pernah menjadi kepala daerah di NTT, hanya bapaklah orang yang paling lama menjabat sebagai kepala daerah. Menjadi Bupati Timor Tengah Selatan sepuluh tahun, menjadi Wakil Gubernur NTT lima tahun dan dua periode menjadi Gubernur NTT. Berarti 25 tahun bapak menjabat kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

Keberuntungan apa yang membuat garis tangan bapak seperti itu?" Sambil tersenyum, dia menjawab, "Semuanya sudah diatur Yang di Atas. Tidak ada yang kebetulan, semua orang punya jalan nasib sendiri-sendiri yang telah ditentukan. Saya sangat percaya itu." Dan, kami pun larut dalam dialog. Saat hendak pamit, beliau mengatakan, "Saya akan kontak kamu atau Dion (Dion DB Putra, Pemred Pos Kupang--Pen) kalau saya ingin ke Pos Kupang. Saya tidak mau kastau kapan saya pergi supaya jangan ada kesan formal." 

Secara pribadi, saya kurang dekat dengan Piet Tallo. Bertemu langsung dengannya pun cuma tiga kali. Pertama awal 1999 di Ende, ketika beliau memperkenalkan program Tiga Batu Tungku saat mulai menjabat sebagai gubernur. Kedua di ruang kerjanya itu; dan ketiga saat beliau memenuhi janjinya mendatangi Pos Kupang, Kamis 30 Agustus 2007 siang.

Tetapi dari tiga pertemuan itu, dan kemudian mengikuti sepak terjangnya sebagai Bupati TTS, wakil gubernur dan Gubernur NTT, satu kesan kuat dari sosok Tallo yang tertangkap, yakni aktif berpikir dan berbuat. Tallo adalah pemimpin yang tidak bisa tinggal diam. Dia sangat aktif, baik aktif berpikir, juga aktif melakukan apa yang diikhtiarkannya. 

Ketika memimpin TTS dua periode, boleh dibilang Tallo menjadi bupati primadona di NTT. Pada masanya, TTS menjadi kabupaten contoh di NTT untuk penerapan otonomi daerah. Sebuah polling nakal yang dibuat Pos Kupang tahun 1993 menempatkannya sebagai tokoh paling populer di NTT.

Sosok ini tidak bisa tenang, berpangku tangan saja. Dia akan sangat gerah dan gusar kalau rakyatnya duduk berpangku tangan saja. Di TTS, Piet Tallo dikenal sebagai bupati 'bertangan besi'. Dia tidak segan-segan menyumpal mulut rakyatnya dengan tanah kalau tidur 'melenggang kea' saja. Dia memimpin dengan 'tangan besi' karena ingin rakyatnya maju, keluar dari keterkungkungan. Dia ingin tampil sebagai sosok dengan semangat mesianik guna memberi asa bagi rakyatnya. 

Sesuatu yang selalu terkenang bagi siapa saja yang pernah kenal dekat dengannya adalah sikapnya yang pasti melihat realitas. Idiom tidak ada yang kebetulan di bawah kolong langit menjadi begitu simptomatik di mulut Tallo. Bahwa NTT terdiri dari keanekaragaman suku, budaya bukan merupakan sesuatu yang kebetulan. Bahwa geopolitik NTT kuat dicirikan oleh pertarungan antara Flores, Timor dan Sumba dan antara Katolik dan Protestan, juga bukan suatu kebetulan.

Tetapi di tangan Tallo, apa yang 'bukan kebetulan' itu diolah menjadi sumber kekuatan, modal sosial dan spirit budaya membangun NTT. Sikap, tingkah laku, pandangan hidup, kebiasaan masyarakat NTT sangat dihargainya sebagai modalitas meniti jembatan pembangunan di NTT. Dengan rumusan lain, Tallo menjadikan kekuatan sosial, budaya, adat NTT dan juga faktisitas yang faktual di NTT menjadi investasi paling penting membangun NTT. 'Membangun dengan apa yang ada pada rakyat' kemudian menjadi inti nukleus pemikiran Tallo. 

Kekuatan historis kultural dan historis religius menjadi pendekatan ampuh yang dipakainya menyelesaikan setiap soal dan masalah. Agaknya, pengalamannya sepuluh tahun menjadi Bupati TTS dan lima tahun menjadi Wakil Gubernur NTT membuka matanya melihat kekuatan budaya NTT menjadi aset yang begitu dahsyat. Program Tiga Batu Tungku pada periode pertama kepemimpinannya menjadi gubernur (1998-2003) dan kemudian Tiga Pilar Pembangunan pada periode kedua (2003-2008), karena itu, boleh dilihat sebagai pengejawantahan sikap dan pandangannya itu. 

Kristalisasi pandangannya, pola pendekatan yang dipakainya dan disain program pembangunan yang diterapkannya dapat dibaca sebagai upaya Tallo menjadikan NTT sebagai NTT yang sejati, bukan NTT dalam tiruan warna dan kacamata daerah lain. Dalam kata-katanya sendiri, "Kita harus mengembangkan kecerdasan masyarakat kita, meningkatkan mental dan sikap kerja. Kecerdasan yang berkembang, mentalitas yang penuh harapan, serta sikap kerja yang tangguh, semuanya adalah etos yang harus terus dimunculkan."

Hal lain yang menarik dari sosok Tallo adalah keramatnya angka tiga. Pasti tiga bukan kebetulan buat Tallo. Tiga Batu Tungku, Tiga Pilar Pembangunan, juga jelas bukan sekadar tiga. Dalam wawancara dengannya, Tallo memberi alasan mengapa programnya selalu tiga. "Tiga itu bagi saya adalah simbol Bapak, Anak dan Roh Kudus. Tiga juga punya nilai spiritual bagi saya. Ada iman, pengharapan dan kasih," kata Tallo.

Tampilnya Tallo di panggung politik NTT juga pasti bukan sebuah kebetulan sejarah. Dia tampil pada zamannya dan menjadi anak kandung zamannya ketika kondisi NTT hancur-hancurnya bersama Indonesia diterpa krisis moneter. Nasib NTT semakin parah, ketika arus besar warga Timor Timur mengalir ke NTT. 

Hari Sabtu, 25 April 2009 menjelang pergantian hari, Piet Tallo menghembus nafas terakhir disaksikan istri dan anak-anaknya. "Sudah selesai Ver," katanya kepada Vera, putrinya. Nafasnya sudah selesai. Putus. Jasadnya telah dingin dan kaku. Hari ini tubuh fana itu dibaring berkalang tanah. Tetapi Piet Alexander Tallo mewariskan contoh bagaimana mesti menghidupi kehidupan. Karena itu bukan kebetulan kalau lakon hidupnya akan menggairahkan begitu banyak orang setelah kematiannya. 

Si penyair Rainer Maria Rilke bukan sekadar merawak rambang ketika dia berteriak lantang, "Siapa pun yang dengan sungguh memahami dan merayakan kematian, pada saat itu juga memuliakan kehidupan. "Requiem aeternam dona ei, Domine. *

Pos Kupang edisi Rabu, 29 April 2009 halaman 1

Piet Alexander Tallo: That's All

Oleh John Bernando Seran

PNS di Belu

SEBELUM menguraikan lebih lanjut tentang siapa sebenarnya sosok Bapak Piet Alexander Tallo, SH menurut versi saya, pertama sekali perlu ditegaskan bahwa tulisan ini semata-mata hanyalah secuil kenangan, setitik memori dan seuntai catatan lepas yang memang tersimpan rapi dalam buku harian saya sejak tahun 1988 sampai dengan tahun 2008 yang khusus saya buat ketika berkomunikasi dan berinteraksi baik secara langsung 'man to man' maupun secara tidak langsung melalui media dengan pribadi Piet Alexander Tallo, SH. 

Setelah membaca kembali semua catatan harian tersebut saya mencoba mengkristalkannya dalam tiga terminologi yang merupakan resonansi dari hal-hal yang berada sebagai 'tremendum' dan 'fascinosum' dalam interaksi yang diwarnai suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) yang intens antara saya dengan beliau. Oleh karena itu, rangkaian tulisan ini pula tampaknya tidak dibuat dalam kondisi kebatinan yang menghantui para penulis sejarah masa lalu yang dikenal sebagai 'The battle of memories' yang cenderung menafsirkan suatu peristiwa belaka tetapi menyajikan kembali apa adanya makna dan pengertian yang terkandung dalam interaksi tersebut. 

Dengan demikian keseluruhan tulisan ini hanyalah relung-relung renung yang dapat saya maknai, saya rasakan dan saya keluarkan kembali untaian interaksi saya selama 20 tahun dengan sosok Bapak Piet Alexander Tallo, SH. Dalam konteks inilah dapat dikatakan tulisan ini lebih bersifat renungan pribadi yang mungkin 'subyektif' nuansa pembeberannya tetapi senantiasa difilterisasi dengan indikator rasionalitas yang dikonstruksi oleh struktur realitas sosial.

Berikut ini akan diuraikan tiga terminologi berupa nilai substantif yang saya peroleh dan yang saya maknai dalam interaksi dengan beliau. Tiga terminologi di atas tampaknya tidak dapat mewakili kebesaran dan ketokohan Bapak Piet Alexander Tallo tetapi hendaknya dapat memberi gambaran awal kepada siapa saja yang hendak memahami nilai-nilai agung dan luhur yang telah ditinggalkan beliau dari waktu ke waktu.

Pertama, pada bulan Mei tahun 1988 ketika Pak Piet (demikian sapaan akrab mahasiswa FH Undana Kupang) memberi ujian skripsi untuk salah seorang mahasiswa Fakultas Hukum (waktu itu saya duduk pada semester 6 FH Undana Kupang) di sela-sela waktu luangnya beliau menyatakan : seorang intelektual harus memandang suatu persoalan dari berbagai dimensi sebelum sampai pada suatu keputusan akhir, karena satu sudut pandang memiliki gambaran yang berbeda dengan sudut pandang yang lain, meskipun obyek yang disorot adalah satu 'understanding'. Makna yang saya tangkap pada waktu itu adalah bahwa sinar atau cahaya seorang guru atau dosen sebagai pengajar sekaligus pendidik tampak jelas dalam pribadi Bapak Piet Alexander Tallo. 

Ia mengajarkan Ilmu Pengetahuan Hukum yang diperolehnya di UGM untuk mahasiswa Fakultas Hukum Undana dengan sangat cerdas dan sangat mudah dipahami anak didiknya. Ia membagikan pengalaman mendidik yang beliau dapat di perantauan Yogyakarta untuk adik-adiknya, anak-anaknya di Fakultas Hukum Undana Kupang dengan sangat sistematis dan komprehensif ibarat seorang guru besar sedang memberi studium generale. Pada tataran ini tampak jelas upaya-upaya transfer of knowledge sebagai bagian substantif dalam interaksi perkuliahan di kampus dilakukan Bapak Piet A. Tallo dengan sangat cerdas, akurat dan penuh tanggung jawab. 

Kecintaan untuk mencerdaskan anak-anak NTT dan terobosannya untuk mempercepat proses up grade kualitas mahasiswa hukum khususnya di Undana Kupang ditunjukkannya dengan tetap menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Hukum Undana kendati beliau sudah menjadi Bupati Timur Tengah Selatan. Nilai tanggung jawab moral inilah yang ternyata senantiasa diberikan kepada masyarakat NTT dalam menapaki jalan-jalan panjang meraih kualitas pendidikan tinggi pada berbagai kesempatan beliau bertatap muka dengan makasiswa ataupum dengan kolega dosennya. 

Kedua, pada tahun 1991 ketika saya menemui beliau di SoE di ruang kerja bupati untuk meminta petunjuk, saran dan pendapat tentang bagaimana seharusnya seorang sarjana beraktivitas dan hidup di tengah masyarakat, beliau menunjukkan kepada saya sebuah aquarium yang berisi beberapa ekor ikan dan menyatakan : "Lihatlah nak ikan-ikan itu, sesekali berenang ke atas permukaan air, lain waktu berada di tengah-tengah aquarium dan pada saat yang lain berada di dasar aquarium".

Makna yang dapat dipetik dari perilaku ikan-ikan itu, kata beliau, dapat dijadikan gambaran bagaimana sebetulnya perilaku dan sikap atau tindakan yang harus ada pada diri seorang sarjana khususnya dan pemimpin pada umumnya. Seorang sarjana tidak selalu berada di atas menara gading, tetapi senantiasa hidup bersama dan di antara masyarakat karena ilmu pengetahuan itu, kata beliau lagi, adalah netral dan pemahaman akan ilmu bukan semata mata 'knowledge for knowledge' tetapi pada intinya adalah 'knowledge for what'.

Filosofi ilmu di air tersebut sebetulnya menggambarkan bahwa segala sesuatu yang dijalani seseorang tentu dipengaruhi oleh ruang dan waktu dan memiliki dinamika yang berubah dari waktu ke waktu. Momentum ini saya maknai sebagai perwujudan dari sikap Pak Piet sebagai seorang bapak yang senantiasa memberi arahan (direction), sebagai pemimpin yang senantiasa memberi contoh yang baik bagi orang-orang yang berada di sekelilingnya dan sebagai komandan yang memberi perintah untuk dilaksanakan. Dalam konteks menjadi pemimpin inilah, experience Pak Piet menunjukkan nilai surplus yang patut dijadikan contoh bagi masyarakat NTT dan birokrat NTT secara khusus.

Dalam sejarah kepemerintahan dan kemasyarakatan di NTT, perjalanan panjang Bapak Piet sebagai seorang birokrat tampaknya dapat diberikan julukan 'Super Star', tidak ada duanya karena hanya beliaulah satu-satunya Gubernur NTT yang mengemban tugas sebagai gubernur 10 tahun yang sebelumnya menjadi Bupati TTS selama 10 tahun, 5 tahun menjadi wakil gubernur dan beberapa tahun menjadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah NTT dan Kepala BKPMD NTT. Pengalaman ini sungguh luar biasa, tiada tandingan dan exellent, sehingga sebetulnya kepada beliau dapat diberikan gelar kepahlawanan di bidang kepemerintahan dan kemasyarakatan. Seorang pahlawan sejati senantiasa tidak pernah membanggakan kepahlawanannya baik dalam berkata-kata maupun dalam 'performance'. Konfigurasi inilah yang melekat pada diri Bapak Piet Alexander Tallo, SH. Dalam konteks sejarah NTT, Piet Alexander Tallo adalah bagian tak terpisahkan dalam perjuangannya untuk sekadar menggambarkan nilai-nilai sosial budaya yang dilestarikan dan ditumbuhkembangkan dalam proses membangun NTT. Dalam konteks sejarah, untaian perjuangan Piet Alexander Tallo dapat diklasifikasi sebagai langkah-langkah ke arah 'political finishing touch' dalam konteks 'generational history' yang telah menunjuk begitu besar pengaruh tokoh seperti Piet A. Tallo untuk NTT baik di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. 

Ketiga, pada tahun 1997 ketika saya mendapat kesempatan untuk bertemu beliau guna memohon saran untuk menentukan sikap dalam meniti karier sebagai seorang PNS yang barusan lulus tes CPNS, beliau dengan begitu penuh makna memberi gambaran yang ideal tentang pribadi seorang PNS. Menjadi PNS menurut beliau adalah menjadi pelayan masyarakat selain tentunya menjadi kelompok masyarakat yang senantiasa mengabdi untuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Kebesaran dan kelekatan beliau sebagai aparatur negara yang bertumbuh, berkembang dan menjadi gemilang di bidang PNS dan birokrat telah memancarkan nilai-nilai lebih (value added) dalam mensinergikan fungsi substantif yang diemban aparat pemerintahan yaitu fungsi memerintah (besturen functie) sebagai conditio sine qua non dengan fungsi pelayanan (verzorgen functie) sebagai fungsi relatif yang keduanya saling komplementer.

Dalam konteks kepiawaian Bapak Piet A. Tallo, dalam menjalankan fungsi dasar aparat pemerintah tersebut tampak terkristalisasi dalam kepribadian beliau yang sangat negarawan melampaui batas-batas kelaziman yang biasa dilakukan seorang aparat pemerintah. Elaborasi nilai-nilai kenegarawanan beliau tampak dalam berbagai tindakan dan kebijaksanaan yang telah dilakukan bagi semua elemen masyarakat NTT. Sebut saja contoh kontemporer seperti kebijakan dan langkah strategisnya dalam menangani masalah pengungsi Timor Leste dan upayanya untuk mengentaskan derajat segregasi rasional yang tinggi pada masyarakat NTT adalah buah-buah keberhasilannya dalam merajut nilai kenegarawanan tulen sang tokoh bangsa yang lintas agama, lintas ras dan lintas kepentingan. Dalam masa kepemimpinannya pula kita telah mencatat dengan tinta emas, kaderisasi kepemimpinan yang sistematis, heterogen dan tidak memihak sehingga serta merta telah tumbuh dan berkembang iklim stabilitas sosial dalam merangkai tahap-tahap dalam pembangunan masyarakat NTT. 

Dalam konteks inilah sebetulnya, dalam diri Bapak Piet Alexander Tallo tampaklah personifikasi yang transparan tentang seorang pribadi yang utuh, tokoh nasional yang serba bisa dan tentunya seorang hamba Allah yang mengabdikan seluruh hidup, kehidupan dan bahkan keluarganya untuk segala-galanya bagi masyarakat NTT. Karena itulah sudah sepantasnya dan seyogyanya kita boleh melepaspergikan beliau ke hadirat Allah di surga dengan seuntai kata kenangan "Bapak Piet Alexander Tallo, jasadmu boleh kembali ke tanah tetapi jiwa, semangat dan spirit yang telah bapak tunjukkan selama hidup di dunia ini biarlah menjadi kenangan yang selalu menghiasi langkah kami untuk mengingat dan mengenangmu hari kemarin, hari ini dan hari esok. Pak Piet adalah segalanya bagi kami di NTT, segalanya bagi bangsa dan negara. That's All'. *

Pos Kupang edisi Rabu, 29 April 2009 halaman 14

Piet Tallo Ajarkan Kerja Keras

MIKEL Sahani merasa sangat kehilangan atas kepergian (Alm) Piet Alexander Tallo, S.H. Karena itu sewaktu pertama kali mendengar kabar meninggalnya Piet Tallo, Sahani hanya bisa pasrah. Dia sedih karena si rambut perak itu telah pergi begitu cepat. Dia pergi meninggalkan begitu banyak orang yang masih mencintainya.

Sepenggal doa dia naikkan ke hadirat Yang Kuasa. Dia doakan orang yang sangat dekat dengannya itu agar arwahnya diterima di sisi Tuhan. 

Kepada Pos Kupang di rumah duka, Senin (27/4/2009), Sahani menuturkan, dia termasuk salah staf khusus di Ruangan Tata Usaha (UT) Pimpinan Kantor Gubernur saat ini. Bahkan, dia telah menjadi staf Piet Tallo sejak mantan Gubernur NTT itu menjabat sebagai Pelaksana Harian Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Propinsi NTT, tahun 1994.

"Saya menjadi stafnya sejak tahun 1994. Saat itu beliau masih di BKPMD. Dan saat beliau menjadi Wakil Gubernur NTT tahun 1996 sampai jadi Gubernur tahun 1998 hingga 2008, beliau tetap mengajak saya untuk jadi stafnya," kata Sahani.

Menurut Sahani, ada dua hal penting yang selalu diajarkan oleh mantan Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) dua periode tersebut, yakni kerja keras dan disiplin. "Beliau selalu menekankan kepada kami untuk selalu bekerja keras, baik di kantor maupun di lingkungan tempat kami tinggal. Selain itu, beliau juga mengarahkan kami untuk disiplin dalam bekerja. Karena memang beliau sendiri pun pekerja keras dan disiplin tinggi," tutur Sahani mengenang Tallo.

Buat Sahani, Piet Tallo adalah pemimpin besar yang luar biasa hebatnya. "Beliau pemimpin besar, merakyat, dan peduli terhadap rakyat. Baik rakyat yang miskin, kaya, yang berpendidikan, atau yang tidak bersekolah. Semuanya dia terima kalau datang ke kantor," ungkap Sahani.

Di mata Sahani, Piet Tallo adalah figur pemersatu segala jenis suku di NTT. "Beliau telah menunjukkan kemampuannya untuk menyatukan semua suku dan agama di NTT demi kemajuan bersama," kata Sahani. (ff)


Data diri 
NAMA : Piet Alexander Tallo, SH
NIP : 62005400
Tempat/Tgl Lahir : Tepas-Timor Tengah Selatan, 27 Mei 1942
Isteri : Ny. Ernie Ch. Tallo
Jumlah Anak : 3 orang: 2 putri, 1 putra
Pendidikan : FH UGM tahun 1970

Beberapa Jabatan Penting:

1. Kepala Dinas Pendapatan Daerah NTT, 29 Januari 1974- tahun 1983
2. Bupati TTS tahun 1983-1993.
3. Pelaksana Harian Ketua BKPMD NTT , tangal 25 Januari 1994-7 November 1995.
4. Ketua BKPMD NTT tanggal 7 November 1995-23 Agustus 1996.
5. Wakil Gubernur NTT, tanggal 23 Agustus 1996- 15 Juli 1998
6. Gubernur NTT tanggal 15 Juli 1998- 16 Juli 2008

Pos Kupang 28 April 2009 halaman 1

Piet A Tallo dan NTT yang Bermartabat

Oleh Viktus Murin

Wartawan Pos Kupang (1992-1995)


TAK ada yang dapat dilakukan untuk mengenang 'kepergian' orang baik, kecuali merenungkan dalam-dalam tentang kebaikannya dan berupaya meneladani kebaikannya itu. Mungkin inilah yang sedang terjadi pada kita warga Nusa Tenggara Timur hari-hari ini, saat mengenang sosok Piet Alexander Tallo, salah seorang tokoh besar NTT. Wafatnya Piet A Tallo mengguratkan dukacita mendalam bagi segenap warga NTT. 

Gubernur NTT dua periode ini (1998-2003 dan 2003-2008) telah berpulang kepada Sang Khalik Agung, Sabtu 25 April 2009 sekitar jam 20.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Seturut kacamata imaniah, kita percaya bahwa Tuhan telah menyembuhkan beliau secara tuntas dari sakit yang telah lama mendera tubuhnya. Dalam kesedihan yang masih menempel di relung hati, penulis pun membatin: "Masihkah akan lahir lagi pemimpin NTT yang berkarakter kuat seperti Piet A Tallo?"

Mengenang Pak Piet adalah mengenangkan sosok pemimpin yang berkarakter kuat. Ia tidak pernah alpa memberi sentuhan kultural pada basis dan arah kebijakan pemerintahannya. Melalui program-program pembangunan yang digagasnya, tampaknya ia lebih mengutamakan 'pembentukan karakter NTT', bahwa kekhasan alam NTT dan kekayaan kultural masyarakat NTT merupakan kekuatan yang dahsyat. Pak Piet selalu memberi petuah bahwa 'Pembangunan NTT harus dimulai dari apa yang dimiliki oleh rakyat'. Petuah ini tampaknya berdempetan erat dengan upayanya untuk membentuk karakter kepemimpinan di NTT, bahwa hal yang terpenting adalah bagaimana para pemimpin dapat menjaga martabat rakyatnya sekaligus daerahnya.

Adalah benar bahwa dalam konteks ber-NKRI, bantuan dana pembangunan dari pemerintah pusat merupakan kemestian, mengingat pendapatan negara berupa pajak dan lain sebagainya yang dikelola oleh pemerintah pusat, sesungguhnya berasal dari keringat rakyat di republik ini. Namun, hal itu jangan sampai membuat para pemimpin di NTT menjadi miskin kreativitas dalam mengelola potensi alam dan budaya NTT sendiri guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sangat mungkin bahwa melalui basis kebijakan dan program-program pemerintahannya, Pak Piet lebih mengutamakan terjaganya martabat NTT dengan membuat NTT mampu berdiri di atas kaki sendiri. Artinya, bantuan pemerintah pusat semestinya hanya diposisikan sebagai penopang, di hadapan pendapatan daerah yang seharusnya diperoleh melalui kerja keras, keseriusan, dan keikhlasan para pemimpin dalam mengelola kekayaan alam dan budaya NTT.

Teguh pada Prinsip
Menengok sejenak ke masa lalu, jejak-jejak karakter ketokohan dan kepemimpinan Pak Piet mulai menjadi 'pusat perhatian' publik saat ia menjabat Bupati Timor Tengah Selatan (TTS). Kala itu, ia menggulirkan 'program khusus' yang mengejutkan banyak pihak dan sempat mengundang kontroversi. Program yang dikenal sebagai 'Operasi Cinta Tanah Air' itu diperuntukkan bagi warga TTS yang kedapatan tidak sedang bekerja pada jam-jam produktif. Ia tanpa ragu akan memasukkan seonggok tanah ke dalam mulut siapa pun warga TTS yang ia dapati sedang duduk-duduk tanpa aktivitas di saat jam kerja produktif. Melalui operasi ini, konon ia bertekad mengubah mentalitas rakyat setempat agar berubah menjadi masyarakat produktif. Kendati operasi ini mendapat 'sorotan' dari pemerintah pusat, Pak Piet tetap bergeming. Apa yang didapati kemudian oleh TTS? Perlahan tapi pasti, TTS terus berkembang, bahkan TTS akhirnya dinyatakan sebagai wilayah percontohan otonomi daerah di NTT.

Melompat sejenak ke masa yang lain, saat NTT 'diguncang' oleh eksodus pengungsi Timor Timur (kini Timor Leste) pasca jajak pendapat yang dimotori Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1999 silam. Merespons lambannya sikap pemerintah pusat dalam menangani tekanan persoalan sosial akibat eksodus pengungsi Timtim, Pak Piet mengungkapkan analogi yang terasa mengiris hati. "Ibaratnya orang miskin membantu orang susah," ujar Pak Piet dalam suatu wawancara untuk menggambarkan kesulitan NTT menghadapi eksodus pengungsi Timtim. Ia teguh pada prinsipnya untuk terus menolong semampunya para pengungsi Timtim atas nama persaudaraan dan kemanusiaan. Namun, dengan analogi itu, Pak Piet sesungguhnya ingin mengusik perhatian pemerintah pusat agar memberikan perhatian ekstra terhadap dampak eksodus pengungsi Timtim ke wilayah NTT.

Terlepas dari kekukuhan sikap Pak Piet terhadap sebuah kebijakan yang telah 
ditempuhnya, beliau tetaplah seorang pemimpin yang hangat pada siapa saja yang ia temui. Sekali ia mengenal nama seseorang, ia tidak akan pernah melupakannya sampai kapan pun. Itulah yang membuat siapa saja yang pernah mengenalnya selalu akan merasa dekat dengannya. Bagaimana pula Pak Piet selaku gubernur memperlakukan para staf atau bawahannya di kantor? Sebelum 'merantau' ke Jakarta, saat masih menjadi aktivis mahasiswa dan wartawan di Kupang, beberapa kali penulis berkesempatan bertemu Pak Piet. Ketika itu, penulis menyaksikan bagaimana Pak Piet 'menegur' bawahannya yang kurang sigap dan cekatan dalam bekerja. Dengan bahasa yang lugas dan suara yang keras Pak Piet 'memarahi' bawahannya, namun tidak terasa sama sekali nada kebencian di dalamnya. Yang terdengar adalah nada nasehat dari seorang bapak kepada anaknya. Yang terasa adalah semangat mengayomi dari pemimpin kepada yang dipimpin.

Berbasis Adat-Budaya
Pak Piet adalah pemimpin yang memegang teguh adat dan budaya dalam setiap ucapan, sikap, dan tindakannya. Bersamaan dengan itu, ia pun seorang religius yang taat. Ia merespons setiap peristiwa publik sebagai peristiwa bermartabat yang merupakan bagian dari penyelenggaraan dan berkat Tuhan. Pandangan-pandangan Pak Piet selalu berorientasi historik, tidak melupakan sejarah. Ia pun selalu mengingatkan setiap orang agar tidak boleh lupa pada adat, budaya, dan asal-usul. Watak kepemimpinannya memang berbasis kuat pada adat dan budaya.

Penulis menyimpan 'kenangan yang tak ternilai harganya' dari Pak Piet saat beliau berkenan memberikan sambutan untuk meresmikan peluncuran buku penulis, "Menabur Asa di Tanah Asal" di Hotel Kristal Kupang, 7 Februari 2006 yang lalu. 
Melalui tulisan ini, izinkan penulis me-review sejumlah pointers penting dari sambutan beliau kala itu, yang semoga bermanfaat bagi segenap pembaca. Pertama, Pak Piet mengatakan, NTT dalam keterisolasiannya telah menimbulkan paradigma dan stigma yang keliru seperti yang selama ini kita dengar. Kedua, Pak Piet mengatakan, para penulis NTT telah mendorong terjadinya perubahan values atau tata nilai pada manusia-manusia NTT (Pak Piet menyebutkan beberapa nama wartawan/penulis yang mewakili generasi masing-masing, yakni Hendrikus Ola Hadjon/Azas, Damyan Godho dan Valens Doy (Alm)/Pos Kupang yang sudah menghasilkan ratusan orang penulis baru, Antonius Un/Gatra, Yuzak Riwu Rohi/Timex, dan Cyrillus Kerong/Bisnis Indonesia, juga Alo Liliweri yang pemikirannya diakui Pak Piet banyak digunakan oleh beliau).

Ketiga, Pak Piet mengatakan, melalui karya tulis atau apa pun, seseorang memberikan tiga hal kepada lingkungannya, yakni kekuatan dan daya untuk sukses, inspirasi yang memiliki rasa respek dan kesetiaan pada profesi, serta proteksi terhadap masa depan dan kepribadian. Keempat, Pak Piet menyebut contoh ungkapan dalam bahasa Lamaholot, "Kajo puke wai mata' untuk mengatakan bahwa jangan sampai kita lupa pada asal-usul. Menurut beliau, hal-hal yang kita alami di NTT sekarang ini karena kita lupa asal-usul, lupa diri, dan lupa segalanya.


Kelima, Pak Piet mengatakan, orang NTT jangan saling mencakar, tapi dari hati yang jernih harus menumbuhkan kebersamaan. Tidak mungkin prestasi dan prestise diperoleh dengan cara sendiri-sendiri atau melalui perbedaan yang tajam, namun harus dengan memupuk kebersamaan. Keenam, Pak Piet mengatakan, para pemimpin NTT di masa mendatang harus memiliki karakter serta tidak boleh keluar dari adat dan budaya. Ketujuh, Pak Piet mengatakan, untuk dapat maju setara dengan daerah lain, orang NTT tidak boleh kerdil dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.

Pak Piet yang baik hati, jasa-jasamu tak mungkin terlupakan. Engkau telah berbuat banyak bagi rakyat NTT, rakyat yang sangat engkau cintai hingga ajal datang menjemputmu. Pak Piet yang terkasih, kini engkau telah terlelap tenang dan damai dalam tidur abadi. Engkau meninggalkan begitu banyak kenangan untuk rakyat NTT. Pak Piet yang tercinta, doa-doa dari relung hati kami segenap rakyat NTT telah dipanjatkan kepada TUHAN Yang Maha Pengasih. Semoga doa-doa kami ikut pula menghantar jiwamu memasuki Kerajaan Surgawi, sekaligus mampu menjadi kekuatan spirit bagi keluarga berduka yang ditinggalkan. "Doa adalah lagu hati yang membimbing ke hadapan singgasana Tuhan, meski ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang meratap," begitu ucap Kahlil Gibran. *

Pos Kupang edisi Selasa, 28 April 2009 halaman 14

Piet Tallo Dimakamkan di TMP Dharma Loka

KUPANG, PK-- Jenazah Piet Alexander Tallo, S.H, Gubernur NTT dua periode, 1998 hingga 2008, akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dharma Loka, Kelurahan Pasir Panjang, Kupang, Rabu (29/4/2009). 

Hal ini disampaikan wakil keluarga, Christian Tallo, di rumah duka, Jalan Amabi, Kelurahan Oebufu, Kupang, Minggu (26/4/2009). Informasi ini juga dibenarkan putri almarhum, Piet A. Tallo, Ina Tallo.

Chris Tallo dan Ina Tallo mengatakan, pihak keluarga dan Pemerintah Propinsi NTT, sudah menyepakati tempat dan jadwal pemakaman. "Jenazah bapak akan dimakamkan di TMP Dharma Loka," kata Ina Tallo. 

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya mengatakan, Pemerintah Propinsi NTT telah membicarakan rencana pemakaman itu dengan pihak keluarga. Pemerintah, kata Lebu Raya, meminta jenazah almarhum dimakamkan di TMP Dharma Loka dan keluarga menyetujuinya. "Saya minta keluarga merelakan itu. Beliau memang milik keluarga, tetapi beliau juga milik masyarakat Nusa Tenggara Timur, "kata Lebu Raya. 

Tata cara pemakaman, jelas Lebu Raya, diatur sesuai tata upacara pemakaman pejabat negara setelah diserahkan oleh keluarga. "Kita berharap semua proses penyelenggaraan perkabungan hingga pemakaman berjalan sesuai dengan tata upacara yang direncanakan," ujarnya.

Secara terpisah, Vera Tallo, putri bungsu dari almarhum Piet Tallo menuturkan, ia bersama Ibu Erni Tallo yang mendampingi ayahnya menjelang ajal menjemput. Vera mengaku tidak ada pesan khusus untuk anak-anak dan keluarga. "Saat saya mencium, bapak, bapak hanya mengatakan sudah selesai ver, sudah selesai ver, " ujar Vera. 

Ia menambahkan, Rabu (22/4/2009), almarhum masuk ICU. "Bapak masuk ICU tiga kali, sejak Rabu. Bapak masuk ICU terakhir hari Sabtu, (25/4/2009). Hari itu kondisi fisik bapak menurun drastis. Bapak menghembuskan nafas terakhir pukul 20. 23 WIB, "katanya. 

Satu jam menjelang tibanya jenazah almarhum Piet Tallo, ratusan kerabat membanjiri Bandar Udara El Tari Kupang. Selain keluarga almarhum, juga para pejabat dan 
masyarakat Kota Kupang. 

Tepat pukul 12.18 Wita, masyarakat berdesakan di depan pintu penjemputan, ketika pesawat Mandala mendarat di landasan pacu Bandara El Tari. Isak tangis keluarga, sahabat kenalan membahana membelah keheningan. 

Disaksikan Pos Kupang, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya mendampingi Ny. Erni Tallo dan anak-anak turun dari pesawat Mandala. Rombongan langsung menuju ruang very importan person (VIP Room). Di sana telah menunggu putri sulung, Ina Tallo dan anggota keluarga lain serta para pejabat di antaranya, Asisten Tata Praja Setda NTT, Yos A. Mamulak, Ketua DPRD NTT, Drs. Melkianus Adoe, anggota DPRD NTT, Jonathan Kana, Kadis Pertambangan dan Energi Propinsi NTT, Yohanes Bria Seran, Kepala SMAN 4 Kupang, Dra. Rachel B. Tallo. 

Mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe tiba di VIP Room Bandara El Tari pukul 11.45 Wita, disusul Wagub NTT, Ir. Esthon Foenay pukul 12.00 Wita, Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe, pukul 12.02Wita, dan Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek pada pukul 12.09 Wita. 

Ny. Erni Tallo yang dimintai komentarnya mengatakan, "Dia (Piet Tallo, Red ) telah pulang ke rumah Bapa. 44 Tahun kami bersama, sekarang dia tinggalkan beta (saya,Red) sendiri,"

ujar Ny. Erni Tallo, saat menyalami satu-persatu pejabat, keluarga, dan masyarakat yang menjemput jenazah almarhum. Para wartawan dari berbagai media massa cetak dan elektronik, juga tidak ketinggalan.

Anggota Satpol PP yang ditugaskan langsung menjemput peti jenazah di tangga pesawat kemudian diangkut dengan mobil ambulans hitam keluar dari landasan pacu. Begitu mobil ambulans keluar dari landasan pacu Bandara El Tari, para pejabat, keluarga dan kerabat kenalan langsung berebutan untuk menyaksikan jenazah almarhum. Beberapa orang tampak berebut memasukkan tangannya untuk menyentuh peti jenazah dari jendela mobil ambulans.

Puluhan kendaraan roda dua dan empat yang mengantar jenazah ke rumah duka, Jalan Amabi, Kelurahan Oebufu, berderet sepanjang sekitar satu kilo meter.

Desak-desakan para pelayat mengerumuni peti jenazah saat disemayamkan di rumah duka. Sesaat sebelum peti dibuka di tengah kerumunan, Vera, putri almarhum kesulitan mencari kain tiran untuk menutupi jenazah ayahnya.

Pemimpin Berhati Hamba 
Inilah ungkapan pertama yang diutarakan Ny. Erni ketika ditemui Pos Kupang. "Papi selalu penuhi permintaan saya,"kata Ny. Erni. Ny. Erni selalu menguatkan suaminya dan selalu berkata "pasti ada mujizat karena papi selalu memberikan yang terbaik untuk nusa dan bangsa," kata Erny Tallo.

Putri sulung Piet Tallo, Ina Tallo mengatakan, "Papi orang yang kuat, ia pekerja keras, penuh kasih dan mengajarkan banyak hal tentang hidup."

Saat meraih gelar sarjana 15 tahun lalu, tutur Ina Tallo, almarhum menitip pesan," hidup ini perjuangan, jangan andalkan papi, Ina harus bisa cari kerja sendiri, karena kita punya Tuhan." 

Ina membuktikan nasihat ini dengan bekerja di salah satu perusahaan BUMN di Denpasar, dan memperkenalkan diri apa adanya bukan ada apanya. "Satu kebanggaan saya pada Papi, dia orang yang berhati mulia karena selalu melayani siapa saja, tanpa mengenal status dan sangat menjaga perasaan orang lain. Bagi saya, Papi adalah pemimpin berhati hamba," kata Ina Tallo.

Di tengah rasa harunya terhadap sosok sang ayah, masih tersisa satu penyesalan. "Saya menyesal tidak bisa menengok Papi di saat terakhir hidupnya," ujar Ina sambil menyeka air matanya. Saat almarhum dirawat di rumah sakit, Ina sedang bertugas di Denpasar dan tidak mengira ayahnya akan pergi secepat itu.

Endi Metkono, staf yang bekerja di ruangan gubernur sejak 1984, saat beliau masih menjabat wakil gubernur, menuturkan, dia kagum dengan kepribadian Piet Tallo. 12 Tahun lamanya ia menemani almarhum menjalani tugasnya menjadi wakil gubernur hingga dua periode menjabat Gubernur NTT. "Suara beliau memang kasar, tapi hatinya sungguh lemah lembut. Ia selalu memperhatikan kesulitan yang saya hadapi, ujar Endi." (den/dd/aa/gg/gem)

Pos Kupang edisi Senin, 27 April 2009 halaman 1

Kata Mereka tentang Piet Tallo

Herman Musakabe (mantan Gubernur NTT)
Semasa menjadi Gubernur NTT (1993 - 1998), kita saling mengisi. Saya punya latar belakang militer, beliau dari birokrat. Beliau punya pengalaman banyak sebagai birokrat. Banyak membantu saya dalam menjalankan tugas. (den)

Abdul Kadir Makarim (Ketua MUI NTT):
Beliau tokoh pemersatu umat. Beliau pemimpin yang bersahaja. Sikap kebapaannya tinggi. Beliau betul-betul diterima seluruh masyarakat. Tidak ada primordialisme. Kita harus teladani sikap kepemimpinan beliau, terutama pemimpin-pemimpin yang akan datang di negeri ini. (den)

Drs. Daniel Adoe (Walikota Kupang):
NTT kehilangan seorang peminpin besar, sederhana, kebapaan, dan pemimpin yang merangkul semua orang, rakyat kecil dengan tidak memandang siapa dan asal-usul orang itu. Beliau merangkul semua orang. Dalam sejarah pemerintahan, beliau tidak ada tandingannya. Dua kali menjadi Bupati TTS. Satu kali Wakil Gubernur, dan dua kali menjadi Gubernur NTT. Di Indonesia dan di dunia, belum ada seperti itu. Hal ini luar biasa. (den)

Drs. Mell Adoe (Ketua DPRD NTT):
Sebagai putra daerah, beliau sudah maksimal mengabdi kepada daerah. Seluruh masyarakat NTT wajar untuk berterima kasih. Kita kehilangan seorang tokoh panutan. Kesan saya, semasa beliau menjadi gubernur, dia sangat menjaga semangat kemitraan antara lembaga DPR dan pemerintah. (den) 

Joackhim Lopez (Bupati Belu):
Secara pribadi dan secara umum masyarakat NTT tentu sangat kehilangan seorang pemimpin seperti Pak Piet Tallo, S.H. Saya mengenal sosok almarhum sewaktu saya masih menjadi staf di Dispenda NTT, kemudian saya di Biro Ekonomi Setda NTT. Almarhum merupakan sosok pemimpin yang patut kita teladani khusus pejabat yunior sekarang. Almarhum merupakan sosok yang rendah hati, merakyat dan tidak primordial. Dia bergaul lintas etnis. Dia mengajarkan kita banyak hal dan itu patut kita teladani. Sewaktu beliau menjadi gubernur, kami tetangga sehingga saya cukup mengenal almarhum. (yon)

Ir. Paulus V.R Mella (Bupati TTS):
Piet A Tallo itu tokoh yang membawa pembaharuan tersendiri bagi masyarakat TTS. Pembaharuan yang dibawa Piet Tallo tidak akan pernah dilupakan masyarakat TTS selama memimpin periode 1983 hingga 1993. Masyarakat TTS tentu tidak akan melupakan jasa yang pernah beliau tanamkan di sini. Setiap warga TTS tentu akan memiliki kenangan tersendiri terhadap almarhum selama menjalankan tugas bupati dua periode di kabupaten ini. Almarhum membawa perubahan bagi TTS terutama perubahan pola pikir masyarakat. Perubahan terkait budaya warga TTS yang hidup merasa puas dengan apa adanya menjadi hidup ini harus ada pembaharuan-pembaharuan. (aly)

Pos Kupang edisi Senin, 27 April 2009 halaman 1

Selamat Jalan Pak Piet

TIDAK ada yang kebetulan di bawah kolong langit. Semuanya sudah dalam rencana Tuhan. Itulah salah satu ungkapan khas yang selalu diucapkan oleh Piet Alexander Tallo, S.H, dalam banyak kesempatan ketika memimpin NTT selama dua periode. Kini, Gubernur NTT periode 1998-2008, itu telah tiada. Bupati TTS dua periode itu telah menghadap Sang Khalik pada Sabtu (25/4/2009) malam di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. 

Piet Tallo menjadi Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) 1983-1988. Selama lima tahun memimpin TTS, rakyat setempat masih mencintainya sehingga melalui DPRD setempat dipilih kembali menjadi Bupati TTS untuk periode 1988-1993. Ketika memimpin TTS 1983 - 1993, Piet Tallo menjadi sangat populer tatkala ia mencetuskan Program Cinta Tanah Air. 

Di daerah yang terkenal sebagai penghasil kayu cendana di NTT itu, kepopuleran Piet Tallo muncul ketika ia memberi makan lumpur kepada rakyat yang malas bekerja dan tidak mau mengolah lahan untuk bercocok tanam. 

Ternyata program ini tidak serta merta diterima oleh masyarakat. Piet Tallo dikecam dan dihujat habis-habisan karena memberi makan lumpur kepada rakyatnya. Namun, dengan tenang Piet Tallo menampik hujatan itu dengan menyebutnya sebagai "lumpur kasih sayang kepada rakyat TTS".

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ketika itu, Soepardjo Rustam (Alm) turun langsung ke SoE, Ibukota Kabupaten TTS untuk mendengar langsung kisah "Operasi Cinta Tanah Air" sampai membuat Piet Tallo harus memberi makan lumpur kepada rakyatnya yang malas bekerja.

Akhirnya, semua orang pun menyadari bahwa tindakan yang diambil Piet Tallo, itu semata-mata untuk membangkit semangat rakyatnya untuk bekerja meski terasa kejam dan sadis, karena tidak mencerminkan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Setelah mengakhiri masa tugasnya di TTS, hampir dua tahun Piet Tallo tidak menduduki jabatan dalam pemerintahan. Namun, pada 1995-1996, Piet Tallo dipercayakan oleh Gubernur NTT (waktu itu), Herman Musakabe, menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) NTT.

Selepas dari BKPMD, Piet Tallo ditunjuk menjadi Wakil Gubernur NTT menggantikan SHM Lerrick sampai tahun 1998 mendampingi Herman Musakabe, yang saat itu menjabat sebagai gubernur. Habis masa jabatan Herman Musakabe sebagai Gubernur NTT, Piet Tallo maju menjadi calon Gubernur NTT bersama Gaspar Parang Ehok dan Daniel Woda Palle. Namun, Piet Tallo, akhirnya mendapat dukungan suara mayoritas di DPRD NTT menjadi Gubernur NTT periode 1998-2003.

Posisi Wakil Gubernur NTT saat itu dijabat oleh Johanis Pake Pani, mantan Bupati Ende dua periode dan Kadis Pariwisata NTT. Posisi wakil gubernur hanya ditunjuk oleh Mendagri berdasarkan usulan dari DPRD NTT. Ketika babak berikutnya suksesi kepemimpinan NTT digelar pada 2003, Piet Tallo juga kembali mencalonkan diri. Sebagai anggota dewan pertimbangan Partai Golkar NTT, Piet Tallo, ketika itu kesulitan mendapatkan pintu masuk.

Pasalnya, Ketua DPD Partai Golkar NTT saat itu, Daniel Woda Palle, juga mencalonkan diri. Woda Palle akhirnya mengundurkan diri dan menunjukkan Esthon L Foenay sebagai kandidat Gubernur NTT dari Partai Golkar untuk berhadapan dengan Piet Tallo.

Piet Tallo akhirnya memilih Frans Lebu Raya, Ketua DPD PDI Perjuangan NTT dan Wakil Ketua DPRD NTT pada saat itu untuk mendampinginya sebagai wakil gubernur.
Ketika pentas politik suksesi kepemimpinan NTT digelar pada Juni 2003, Piet Tallo dan Frans Lebu Raya, akhirnya keluar sebagai pemenangnya dengan menyingkirkan paket dari Partai Golkar atas nama pasangan Esthon L Foenay dan Gaspar Parang Ehok, serta pasangan dari Gabungan Fraksi NTT Bersatu DPRD NTT, atas nama Victor Bungtilu Laiskodat dan Simon Hayon.

Di penghujung akhir masa jabatannya sebagai Gubernur NTT, Piet Tallo mulai jatuh sakit, sehingga operasional pemerintahan diserahkan sepenuhnya kepada Wakil Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, yang kini telah menjabat sebagai Gubernur NTT periode 2008-2013.

Ketika memimpin daerah ini, ada banyak petuah yang disampaikan Piet Tallo kepada masyarakat dan para pejabat dalam banyak kesempatan. Misalnya, kearifan lokal. Ini mengajak rakyat untuk memberdayakan potensi-potensi lokal yang ada pada rakyat itu untuk kesejahterannya. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Piet Tallo mencanangkan program Tiga Batu Tungku, yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi. 
Selama masa tugasnya, Piet Tallo mendapat penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha dari Presiden Soeharto pada 21 Agustus 1989, Manggala Karya Kencana Kelas II dari Kepala BKKBN Haryono Suyono pada tahun yang sama, Anugrah Korpri Abdi Negara dari Ketua Umum Korpri H Feisal Tamin pada 2000.

Selain itu, mendapat Satya Lencana Karya Setia 20-30 tahun dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada 28 Oktober 2002 dan penghargaan dari Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR), tropi dari Paus Johannes Paulus II pada 1997 serta medali imamat 25 tahun Kepausan dari Paus Johannes Paulus II pada 2004.

Dari Dusun Kecil
Piet Tallo dilahirkan di Tefas, sebuah dusun kecil di wilayah Kabupaten TTS pada 27 Mei 1942, dari pasangan Ch B Tallo dan Ny M Tallo-Lodo. Ketika masih duduk di bangku sekolah rakyat (SR), pria pemilik rambut perak ini sudah menampakkan dirinya sebagai seorang pemimpin yang ditunjukkannya lewat sikap disiplin.

Setelah tamat dari SR GMIT SoE di Ibukota Kabupaten TTS pada 1955, ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Kupang. Setelah tamat di SMP Negeri tersebut pada 1958, Piet Tallo melanjutkan ke SMA Negeri Kupang dan tamat pada 1970.
Ia pun merantau ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Setelah menyelesaikan studinya di kota "Gudeg" Yogyakarta itu, Piet Tallo kemudian menyunting seorang wanita Jawa, Erny Christian.

Pada 15 Maret 1967, Piet Tallo dan Erny melangsungkan pernikahan suci sampai akhirnya dikarunia tiga orang anak, yakni Ch S Tallo, John Christian Tallo dan HO Tallo.

Selama masa muda, Piet Tallo dikenal banyak orang sebagai sosok seorang pria yang suka hidup berorganisasi, baik organisasi kepemudaan, keagamaan dan sosial politik. Ia pernah menjadi anggota GMKI antara 1961-1970, anggota Golkar sejak 1970, anggota Law Asian Conference (LAC) 1979.

Ia juga menjabat Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) sejak 2004, Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Golkar NTT antara 1994-1998 serta Ketua Dewan sesepuh SOSKI NTT dari 1990 sampai 1996.

Ketika masih duduk di bangku kuliah pun, Piet Tallo dipercayakan menjadi ajudan Rektor UGM Yogyakarta antara 1965-1967. Setelah tamat di UGM Yogyakarta, ia kembali ke NTT untuk mencari pekerjaan. Pada 1 September 1970, ia mulai meniti karirnya sebagai seorang pamong praja ketika diterima menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah NTT.


Tenaga sarjana ketika itu masih tergolong langka di NTT sehingga ia dipercayakan menjadi dosen di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Kupang antara 1972-1983 dan menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang antara 1972-1978.

Dalam kurun waktu tersebut, Piet Tallo mendapat banyak tugas di lingkungan pendidikan dan kepemudaan. Antara lain menjadi Ketua Komisariat Daerah (Komda) PSSI NTT dan Ketua Andalan Daerah Urusan Putra pada Kwartir Daerah Pramuka NTT. Antara tahun 1974-1983, Piet Tallo dipercayakan menjadi Kepala Dinas Pendapatan Daerah NTT. 

Selamat jalan Pak Piet, jasa dan pengabdianmu tetap akan dikenang oleh seluruh rakyat NTT. (lorens molan/ant/gem)

Pos Kupang edisi Minggu, 26 April 2009 halaman 1

NTT Berkabung

KUPANG, PK--Empat koma empat juta penduduk Nusa Tenggara Timur berkabung atas meninggalnya Piet Alexander Tallo, S.H, Gubernur NTT periode 1998-2008, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (25/4/2009) pukul 20.25 WIB. 

Piet Tallo yang meninggal dunai dalam usia 67 tahun, menderita penyakit asma kronis hingga paru-parunya terganggu. Pada 22 September 2007, sebelum mengakhiri masa jabatan kedua, Piet Tallo jatuh sakit hingga dirawat di RS Dr. Soetomo Surabaya, setelah sebelumnya sempat dirawat di RS Tebet, Jakarta.

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya yang sedang bertugas di Jakarta langsung melayat Piet Tallo di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Saat dihubungi ke telepon selulernya semalam, Lebu Raya mengatakan, pencanang program Tiga Batu Tungku, itu disemayamkan di rumah duka Gatot Subroto. Dan, pagi ini dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng untuk diterbangkan ke Kupang, NTT menggunakan pesawat Mandala.

Diperkirakan jenazah almarhum tiba di Kupang siang ini sekitar pukul 12.30 Wita. Untuk pemakamanan akan dikoordinasikan dengan pihak keluarga soal jadwalnya. Sedangkan tata upacaranya akan ditangani oleh pemerintah karena beliau adalah mantan pejabat negara. 

Atas nama pribadi, pemerintah dan masyarakat NTT, Lebu Raya menyatakan duka mendalam atas berpulangnya Gubernur NTT ke-7 itu. Menurut Lebu Raya, hampir seluruh hidupnya, Piet Tallo mengabdikan diri untuk NTT. "Pengabdiannya selama ini dan jasanya tetap dikenang. Kita doakan," kata Lebu Raya. 

Hal penting lainnya, demikian Lebu Raya, keteladanan, kebapaan dan kerja kerasnya tentu menjadi nilai yang harus diwarisi oleh masyarakat NTT. Selama mendampingi almarhum lima tahun sebagai wakil gubernur, Lebu Raya mengaku menimba banyak pengalaman. Almarhum selalu memberikan nasihat, terutama soal kesejahteraan rakyat NTT. 

"Sejak awal mendampingi beliau, saya menyampaikan hormat. Hormat karena beliau sebagai gubernur dan sebagai seorang bapak. Saya memetik banyak pengalaman soal kepemimpinan untuk diteruskan demi kemajuan NTT. Itulah kesan saya selama mendampingi beliau," kata Lebu Raya. 


Menurut Lebu Raya, almarhum selalu memperhatikan staf dan mengingatkan dalam petuah-petuah. "Saya bertemu beliau di TTS semasa menjabat bupati di sana, dan saya Ketua GMNI. Saya ingat betul petuahnya, "Nak Frans, kalau mau jadi besar harus keluar dari dalam batu.' Bagi saya itu luar biasa untuk sebuah perjuangan hidup. Saya tidak menduga beliau gubenur dan saya mendampingi sebagai wakilnya," kata Lebu Raya.

Lebu Raya mengatakan, banyak masyarakat NTT di Jakarta yang melayat. "Banyak masyarakat NTT memadati rumah sakit ini untuk melihat dari dekat jenazah beliau. Itu karena ketokohan dan keteladanan yang ditunjukkan semasa hidup. Kita doakan semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan," ujarnya.

Lebu Raya mengharapkan warga NTT, terutama masyarakat Kota Kupang menghargai beliau dengan menjemput jenazah di Bandara El Tari, Kupang. Selanjutnya partisipasi dalam keseluruhan proses hingga pemakaman perlu ditunjukkan.

Dalam suatu kunjungan ke Redaksi Pos Kupang tahun 2007, Piet Tallo sempat menyampaikan kondisi kesehatannya, yaitu paru-parunya bermasalah sehingga menyebabkan gangguan jantungnya. 

Asma Kronis 
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTT, dr. Stefanus Bria Seran, berdasarkan informasi yang diterimanya dari dr. Frans Humalesy (dokter pribadi Piet Tallo) di Jakarta, mengatakan, Piet Tallo meninggal karena menderita penyakit asma kronis. 
Menurut Bria, Piet Tallo memasuki puncak masa kritis di ruang perawatan sekitar pukul 20.00 WIB, Sabtu (25/4/2009, kemudian dipindahkan ke ruang ICU. Sekitar pukul 20.23 WIB, Piet Tallo menghembuskan nafas terakhir. 

Piet Tallo ke Jakarta pada 4 Maret 2008 untuk melakukan kontrol rutin di RSPAD Gatot Subroto sesuai skedul yang dibuat tim dokter. Tentang riwayat penyakitnya, Bria mengatakan, sakit sejak 24 Juli 2007. Sempat dilarikan ke RSU WZ Johannes Kupang, lalu dirujuk ke RS Tebet Jakarta. Selama hampir dua bulan dirawat, kondisinya membaik dan kembali ke Kupang, 22 Agutus 2008. 

Namun, pada 22 September 2007, ia kembali menjalani perawatan di RS Dr. Soetomo Surabaya selama empat bulan hingga 30 Januari 2008. Selama di RS Dr. Soetomo, Piet Tallo dioperasi dan sebuah ventilator dipasang melalui tenggorokannya sebagai alat bantu pernafasan. 


Di Kupang ia kembali menjalankan tugas sebagai Gubernur NTT, tetapi tidak maksimal. Sampai dengan berakhirnya masa jabatan gubernur 16 Juli 2008, ia berkantor di rumah jabatan Gubernur NTT.

Ketika Frans Lebu Raya dilantik menjadi Gubernur NTT menggantikan Piet Tallo, bersama keluarga ia pindah ke rumah pribadinya di Jalan Amabi-Maulafa-Kupang. Alat bantu pernafasan itu tetap menancap di lehernya. "Kamis (5/3/2009), beliau berangkat ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan rutin di RS Gatot Soebroto," kata Bria. 

Asisten I Setda NTT, Drs. Yosep A. Mamulak, yang ditemui di rumah duka, di Jalan Amabi- Maulafat Kupang, menjelaskan, jenazah Piet Tallo akan diberangkatkan dari Jakarta ke Kupang, Minggu (26/4/2009) siang, dengan pesawat Mandala. Jenazah tiba di Bandara El Tari sekitar pukul 12.30 Wita. Tentang tempat dan rencana pemakaman, Mamulak mengatakan pemerintah masih melakukan koordinasi dengan pihak keluarga. "Sampai dengan malam ini, jenazah Piet Tallo disemayamkan di RSPAD Gatot Subroto. 

Pantauan Pos Kupang hingga pukul 23.50 di rumah duka Jalan Amabi, Kelurahan Oebufu, tampak potret Piet Tallo terpampang di ruang tengah rumah duka. Potret itu diletakkan di atas sebuah meja kecil. Para kerabat dan kenalan terlihat sibuk, mempersiapkan ruangan itu. Rencananya di ruang itu menjadi tempat semayam jenazah Piet Tallo. 

Sejumlah pejabat tampak hadir di rumah duka, antara lain Kadistamben Propinsi NTT, Drs. Yohannes Bria, Karo Umum Setda NTT, Drs. Bruno Kupok, Kasubdin PLS pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga NTT, Marthen Dira Tome. Selain para pejabat, di sekitar rumah duka hingga badan jalan, banyak masyarakat yang datang. Di sisi jalan itu, dipadati mobil dan motor.

Sementara salah seorang putri Piet Tallo, Ina Tallo mengatakan, beliau ke Jakarta 4 Maret 2009 bersama Ny. Erni Tallo dan putri bungsunya, Vera Tallo serta dr.Frans Humalesi untuk check up dan memeriksa penyakit asma dan gangguan tenggorokan yang dideritanya sejak 24 Juli 2007 lalu, di RSPAD Gatot Subroto.

Menurut Ina, saat itu Piet Tallo dalam keadaan baik, namun setelah melakukan check up di RSPAD Gatot Subroto, asma dan gangguan tenggorokan kembali kambuh sehingga harus menjalani opname di ruang ICU RSPAD Gatot Subroto hingga menghembuskan nafas terakhir, disaksikan Ny. Erni Tallo dan Vera Tallo, anak bungsunya. 

Pantauan Pos Kupang, Sabtu (25/4/2009) pukul 22.30 Wita, sanak saudara dan keluarga serta sahabat kenalan terus berdatangan di rumah duka di Jalan Amabi, Kupang menyalami Ina Tallo, sebagai tanda turut berduka. Diantara pengunjung hadir Asisten I Setda NTT, Yos Mamulak dan Kasubdin PLS Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Propinsi NTT, Ir.Marthen Luther Dira Tome. 

Sambil memegang foto ayahnya, Ina terus meneteskan air mata. Sesekali ia menerima telepon yang datang dari berbagai daerah yang menanyakan keberadaan almahrum dan ia menjawab, bahwa bapak meninggal di Jakarta dan besok (hari ini) diterbangkan ke Kupang menggunakan pesawat Mandala Air. Tampak semua keluarga dan semua yang datang ke rumah duka langsung membersihkan dan membereskan ruangan bagian dalam dan luar. Puluhan warga yang datang tampak berdiri bergerombolan di halaman rumah di antara puluhan kendaraan roda dua dan empat. (gem/den/mas) 

Riwayat sakit:
24 Juli 2007: Dirujuk ke RS Tebet Jakarta karena menderita sakit asma kronis dan radang berat pada saluran pernapasan. Sebelum dirujuk dia sempat dilarikan ke RSU WZ Johannes Kupang.

22 Agustus 2007: Kembali ke Kupang dalam kondisi segar bugar

22 September 2007: Menjalani perawatan di RS Dr. Soetomo Surabaya. Di sana lehernya dioperasi untuk memasukkan ventilator sebagai alat bantu pernapasan melalui tenggorokannya.

30 Januari 2008: Kembali ke Kupang dengan selang bantu pernafasan tetap menancap di leher. Sampai dengan berakhirnya masa jabatan sebagai gubernur NTT 16 Juli 2008, ia menjalankan tugas sebagai gubernur dari rumah jabatan.

16 Juli 2008: Drs. Frans Lebu Raya dilantik menjadi gubernur NTT menggantikan dirinya. Ia dan keluarganya pindah ke rumah pribadi di Jalan Amabi, Maulafa, Kota Kupang. Selang bantu pernafasan tetap menancap di lehernya sambil terus melakukan kontrol ke rumah sakit.

4 Maret 2009: Ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta untuk melakukan kontrol rutin.

25 April 2009: Meninggal dunia di ICU RS Gatot Soebroto.

Pos Kupang edisi Minggu, 26 April 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes