Falungku


MESTINYA kita lebih lama dijajah Jepang daripada Belanda. Tiga ratus lima puluh tahun dijajah Belanda bangsa kita hanya dibuai dan dimanja-manja. Jepang mendidik pakai falungku (pukulan) dan sepak tulang kering. Nah itu baru cocok membentuk mental tempe macam bangsa kita. Wow!

Begitu kalimat pembuka seorang kawan saat diskusi sekenanya saja sambil makan jagung bakar di trotoar El Tari-Kupang tentang makna kemerdekaan RI baru-baru ini. Teman berpembawaan nyentrik itu melanjutkan, "Seandainya Jepang menjajah kita lebih dari 25 tahun, saya sangka mereka akan mewariskan etos kerja sekuat baja. Dengan etos kerja seperti itu Indonesia akan lebih cepat maju. Tidak terpuruk rapuh seperti sekarang."

Belanda, menurut temanku tadi, berwatak lembut menghanyutkan. Belanda piawai melemahkan lewat divide et impera. Meninabobokan suku bangsa di Nusantara. "Kalau tidak lembut dan membuai, mana mungkin Belanda bisa bertahan menjajah Indonesia selama tiga setengah abad?" ujarnya.

Baru-baru ini, lanjut si kawan nyentrik, dia mengikuti diskusi informal dengan beberapa tokoh di sebuah hotel di Jakarta. Dalam diskusi itu dia mendengar cerita tentang niat Jepang melakukan tukar guling wilayah dengan Indonesia. Jepang rela melepaskan seluruh wilayahnya kepada Indonesia dengan segenap kekayaan saat ini, kecuali manusia Jepang tentunya.


Kepada Indonesia, Jepang tidak minta Sabang sampai Merauke. Jepang hanya mau tukar guling dengan Pulau Sumatera. Cukup! Aset fisik di Sumatera silakan Indonesia ambil. Jepang rela membangun dari nol pulau itu dengan kondisi apa adanya saat ini. "Jepang yakin dalam waktu 25 tahun mereka akan mencapai kemajuan yang tidak pernah dibayangkan Indonesia," ujarnya.

Beta memilih jadi pendengar setia selama diskusi ngalor-ngidul sambil makan jagung bakar di malam Minggu itu. Tentang pengandaian jika Jepang lebih lama menjajah Indonesia maka Jepang mewariskan etos kerja setangguh baja bisa benar bisa juga tidak. Terbuka ruang untuk diperdebatkan.

Apakah penjajah Belanda lebih buruk daripada Jepang pun dapat memantik diskusi panjang. Yang namanya penjajah selalu mewarisi wajah buruk dan baik. Sisi gelap penjajahan Jepang di Indonesia tidak sedikit. Meski cuma 3,5 tahun menguasai Ibu Pertiwi, kebengisan "saudara tua" itu masih membekas di hati sebagian orang.

Lalu cerita tentang niat Jepang tukar guling wilayah dengan Indonesia, bikin beta ngakak. Rasanya sekadar kisah rekaan si nyentrik. Tapi beta mengambil sisi positifnya saja. Cerita joak alias setengah gombal itu setidaknya membuka labirin otak dan hati agar melihat wajah kampung tercinta dari sisi berbeda.

Jepang, siapa pun tahu betapa negara Matahari Terbit itu mampu bangkit dari keterpurukan. Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibumihanguskan bom atom tentara Sekutu 6 dan 9 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat. Jepang berbalik 180 derajat dari negara imperialis menjadi penguasa ekonomi dan teknologi. Kalau dulu Jepang menjajah dunia secara fisik politis, kini Jepang juga menguasai dunia termasuk Indonesia lewat produknya mulai dari bumbu masak sampai pendingin ruangan, dari sepeda motor hingga mobil mewah tunggangan petinggi bangsa Indonesia. Coba tanya diri tuan dan puan, adakah produk Jepang yang tidak melengkapi kehidupan sehari-hari kita? Kekuatan Jepang adalah kesungguhan merajut karakter bangsa yang tangguh. Bangsa yang mampu mengubah tantangan menjadi peluang. Ubah batu menjadi roti.

Mau melihat bukti? Tidak perlu jauh-jauh bertandang ke negeri Matahari Terbit. Tak perlu melanglang buang uang ke bumi Sakura atau ujung dunia seperti hobi pembesar kita selama puluhan tahun. Bukti itu ada di depan hidung. Di beranda Flobamora. Tepatnya di Magepanda, Kabupaten Sikka. Asian People Exchange (APEX), lembaga swadaya masyarakat dari Jepang bekerja sama dengan Yayasan Dian Desa (YDD) telah berhasil memproduksi minyak jatropha atau damar.

Bahan Bakar Minyak (BBM) nabati tersebut dapat menggerakkan mesin pembangkit listrik PLN di Kecamatan Magepanda selama pekan lalu. "Kabar baik, minyak damar diujicoba untuk generator PLN di Magepanda. Hasilnya memadai. Tadi malam telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara YDD dan PT PLN Wilayah NTT. PLN akan beli minyak damar," kata Direktur APEX, Dr. Nao Tanaka saat peresmian Jatropha Centre Wairita di Desa Waibleler, Kecamatan Waigete, Sikka, Kamis 26 Agustus 2010.

Jujur tuan dan puan. Beta kaget setengah mati membaca warta tersebut. Kok bisa ya? Tanpa banyak omong, tanpa publikasi luas, APEX dan YDD bekerja keras dan sukses membuktikan bahwa pohon damar itu bisa menghasilkan minyak jatropha. Salah satu sumber energi untuk menghidupkan mesin pembangkit listrik.

Kerja keras APEX dan YDD sungguh menampar wajah kita yang selama ini berkoar-koar menanam jatropha dengan hasil nol besar. Mati melulu. Gagal total. Kegagalan itu melemahkan semangat masyarakat menanam damar untuk menopang ekonomi keluarga. Mengunci mulut besar orang-orang yang dulu rajin bicara lewat media massa soal budidaya jatropha puluhan bahkan ratusan ribu hektar.

Kesuksesan APEX-YDD bagaikan pelita di tengah kegelapan Flobamora. Membangun kembali harapan bahwa kalau kita bekerja benar dan sungguh-sungguh, tak ada yang mustahil. Batu karang tandus pun bisa dikelola menjadi lahan subur yang menghasilkan buah damar bermutu dan berlimpah. Program yang dibiayai pemerintah Jepang Rp 6 miliar itu tidak sia-sia. Salut!

Terngiang lagi kisah teman nyentrik di atas tadi. Ini soal etos kerja. Karakter yang tangguh. Adakah yang mau belajar dari keberhasilan APEX-YDD? Siapa mengambil inisiatif? Beta yakin banyak yang sebatas kagum. Selesai!

Kesuksesan di Magepanda telah menghilangkan keragu-raguan bahwa damar adalah tanaman tak berguna di Flobamora. Mestinya kabar baik itu segera menular. Apa resepnya? Tidak usah pakai resep omong-kosong yang sudah terbukti gagal. Jangan percaya lagi mereka yang bermental proyek mengelola jatropha karena yang dia pikir cuma berapa yang wajib masuk ke kantong sendiri. Orang model begini baiknya di-falungku saja. Sepak tulang keringnya pakai sepatu boneng ala Nippon.

Menurut beta yang tidak ahli soal urusan damar, ya tiru saja cara kerja APEX-YDD. Tidak repot kan? Dan satu lagi, untuk kembangkan usaha ini hentikan program pembangunan bernada dasar manja, cengeng, tadah tangan, gaya sinterklas seperti pola raskin, BLT dan lain-lain. Program dengan pendekatan itu tidak merajut karakter tangguh. Hanya membuat rakyat terbuai. Terlena. Saat susah tunggu bantuan. Tidak ada usaha apa-apa. Gampang pasrah diri. Untuk mengubah damar jadi uang, tidak salah sesekali pakai trik falungku! Biar mental tempe tertempa. Jadi baja! He-he-he... (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang, Senin 30 Agustus 2010 halaman 1

Koro Bhera Butuh Sentuhan

NAMA desa ini sempat menjadi perhatian masyarakat Kabupaten Sikka dan NTT. Desa ini berada di wilayah pantai Selatan Flores atau oleh masyarakat setempat menyebutnya, Panser Sikka dan masuk dalam wilayah Kecamatan Mego. Desa Koro Bhera. Begitulah namanya.
Ada tiga dusun di Desa Koro Bhera yaitu Dusun Magetake, Uba Moru dan Wara. Kehidupan warga desa masih tradisional dan sederhana dan aktivitas warga ke sawah dan laut.

Masyarakat di desa ini yang memilih menjadi petani karena memiliki kebun dan lahan pertanian. Namun, hampir setiap tahun petani di desa ini tidak maksimal dalam mendapat hasil panen karena terserang hama keong.

Sementara warga yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan karena wilayah ni berada di daerah pesisir pantai selatan, meski laut di wilayah ini juga terkenal memilikki gelombang cukup besar dan ganas. Namun hasil tangkapan berupa ikan segar dan selalu diminati pembeli dari Kota Maumere.

Desa Koro Bhera telah menjadi desa mandiri. Namun persoalan dari tahun ke tahun selalu melilit masyarakat setempat.

Apa yang selalu melilit dan terus membelenggu warga Desa Koro Bhera? Ada tiga hal yang membuat desa ini perlu dapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka yakni jalan, air dan listrik atau dikenal dengan istilah JALI. Kalau JALI sudah ada warga Desa Koro Bhera pasti sejahtera.

Kades Koro Bhera, Chairul Dou, berkisah tentang desa yang ia pimpinan setahun ini.
Ia mengungkapkan, jalan masuk ke desa sejauh empat kilometer masih berupa bebatuan cadas. Kondisi jalan ini pada musim hujan berlumpur dan berdebu di musim panas. "Musim hujan makan lumpur dan musim panas makan debu," ungkap Chairul Dou.

Jalan masih membuat warga terisolir dan terbelakang di Pantai Selatan Flores-Sikka. Musim hujan warga sengsara jika ingin ke kota dan pasar. Kondisi jalan yang prihatin tersebut telah dikeluhkan dari tahun ke tahun. Warga desa terus berharap ada kemurahan hati dari pemimpin di Sikka guna memperhatikan jalan di Desa Koro Bhera. Desa Koro

Bhera punya potensi pertanian dan perkebunan. Sawah membentang luas dan komoditi tidak bisa dibawa ke kota dan pasar. Lahan persawahan terus dimakan hama dan petani terus menjerit. Hama kakao pun belum teratasi. Hanya satu permintaan warga jalan diperbaiki. Bukan saja masalah jalan, warga Desa Koro Bhera terus menjerit dan menangis karena air bersih yang mereka konsumsi tidak layak.

Dusun Magetake yang sudah menikmati air bersih. Namun saat ini air kembali macet sehingga warga harus minum air kali. Dua dusun lainnya Uba Moru dan Wara apalagi. Di Dusun Wara ada sumur gali tapi sama saja warga terus menderita. Masalah air memang masih terus membelenggu warga Desa Koro Bhera.


Kini warga masih meminta perhatian karena listrik di dua dusun yakni Uba Moru dab Wara belum ada. Di Desa Koro Bhera baru Dusun Magetake yang mendapat pelayanan listrik. Sementara dua dusun lainnya masih menunggu pelayanan yang sama.

Jangan biarkan potensi itu pergi seperti air laut yang sedang diterjang gelombang. Desa Koro Bhera perlu disentuh dan diperhatikan. Perhatian pemerintah dengan memperhatikan jalan, air dan listrik alias JALI. Itulah tanggungjawab pemerintah dalam mensejahterakan warganya. Desa Koro Bhera butuh sentuhan. (Aris Ninu)

Pos Kupang, 28 Agustus 2010 halaman 5

Percepat Pemilu Kada Flotim


LARANTUKA, PK -- Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya dan Penjabat Bupati Flores Timur (Flotim), Drs. Muhammad S. Wongso berjanji akan mempercepat pelaksanaan Pemilu Kada Flotim yang masih tertunda.

Meski demikian, keduanya tidak menjanjikan waktu karena kewenangan menetapkan waktu adalah KPUD setempat. Penjabat bupati hanya memfasilitasi pelaksanaannya.

Hal itu disampaikan gubernur dan penjabat bupati Flotim saat ditemui secara terpisah usai mengikuti prosesi pengambilan sumpah/janji dan pelantikan penjabat Bupati Flotim di lobi Gedung DPRD Flotim, Jumat (27/8/2010).

Pemilu Kada Flotim semula dijadwalkan 3 Juni 2010 lalu, namun tertunda untuk waktu yang belum ditentukan karena terhambat sejumlah masalah.


Wongso mengatakan, sebagai penjabat bupati dia bertugas menjalankan roda pemerintahan dan membantu memperlancar penyelenggaraan pemilu kada Flotim hingga serah terima jabatan bupati - wakil bupati definitif.

"Sebelum dilantik, saya bertemu dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat, khususnya Bapak Uskup dan Bapak Raja Larantuka. Saya memohon dukungan agar dapat membantu saya dalam melaksanakan tugas pemerintahan, termasuk proses pelaksanaan pemilu kada di Flotim. Sebagai penjabat bupati, saya ingin secepatnya proses pemilu kada di Flotim ini berjalan. Soal waktu, semuanya ada pada KPUD. Kami tidak bisa mengintervensi kecuali memfasilitasi segala hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan, termasuk anggaran," kata Wongso yang didampingi istrinya, Rosmiati Semsi - Wongso.

Mengenai tanggung jawabnya sebagai kepala daerah untuk menyelesaikan sejumlah kemelut yang sempat terjadi saat suksesi berjalan, Wongso mengakui dirinya menggunakan manajemen pendekatan hati. "Dengan pendekatan hati segala sesuatu dapat diselesaikan. Soal ini juga kami bicarakan bersama dengan Bapak Uskup dan Bapak Raja Larantuka. Karena dengan hati, kita semua bisa memahami dan menyelami apa yang mau dan diinginkan masyarakat," katanya.

Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dalam sambutannya di aula Balai Gelekat Lewotana mengatakan, proses penetapan penjabat Bupati Flotim sudah sesuai dengan prinsip legalitas hukum.

"Secara normatif proses ini sesuai ketentuan yang ada.
Bahwasanya pada saat setelah berakhirnya masa jabatan bupati dan wakil bupati belum ada bupati dan wakil bupati yang terpilih, maka gubernur mengajukan tiga nama kepada Mendagri untuk mendapat pertimbangan dan penetapan. Dan, pasal 132 PP Nomor 6/2005 mengamanatkan bahwa tiga nama yang diajukan gubernur sebagai penjabat bupati diangkat dari PNS yang memenuhi syarat, seperti pengalaman pemerintahan, menduduki jabatan struktural eselon II, DP-3 bernilai baik," kata Lebu Raya.


Prosesi pelantikan itu dihadiri Bupati - Wakil Bupati Flotim periode 2005 - 2010, Drs. Simon Hayon - Yoseph Lagadoni Herin, S.Sos bersama istri, Sekda Flotim, Fransiskus Diaz Alffi, Ketua dan Wakil Ketua DPRD dan anggota DPRD, para Muspida, Uskup, keluarga Kerajaan Larantuka, tokoh agama, tokoh masyarakat, para pemuda beserta para kadis, kabag di lingkup Pemkab setempat.

Lebu Raya mengatakan, tugas pokok yang harus dijalani penjabat bupati adalah melaksanakan tugas pemerintahan dan membantu kelancaran penyelenggaraan pemilihan secara langsung bupati dan wakil bupati definitif. Proses pelantikan ini, jelas Lebu Raya, menunjukkan tidak terjadi kevakuman penyelenggaraan pemerintahan pasca kepemimpinan bupati dan wakil bupati periode 2010 - 2015.

Namun, kata Lebu Raya, proses pelantikan ini membuat miris segenap warga Flotim. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu kada Flotim pada 3 Juni 2010 tidak dapat dilaksanakan karena sebagian tahapan pemilu kada mengalami penundaan.
"Kondisi ini mengingatkan kita akan kenyataan bahwa di Flotim setiap mengakhiri jabatan bupati dan wakil bupati selalu ada penundaan waktu sehingga selalu ada penjabat bupati," kata Lebu Raya.

Dia mengingatkan, sebelum kepemimpinan Simon Hayon - Yoseph Lagadoni Herin pada periode 2005 - 2010, dr. Husein Pankratius dilantik sebagai penjabat Bupati Flotim dan saat ini situasi yang sama berulang dengan dilantiknya Muhammad S. Wongso.

Menurut Gubernur, kenyataan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk bersepakat agar penundaan ini tidak boleh terulang lagi di waktu yang akan datang. "Karena itu, kepada penjabat bupati saya tugaskan untuk memperhatikan benar kondisi kebatinan ini. Benahi kembali tatanan sosial yang telah cedera. Rekatkan kembali kebersamaan yang telah disekat atas nama paket, dukungan kepada calon dan kepentingan politik praktis. Pulihkan gundah gulana yang terjadi dalam tatanan hidup masyarakat Flotim. Setelah semua kondisi dipulihkan, fasilitasi KPU Flotim yang sah untuk melakukan proses pemilu kada di daerah ini," imbuh putra Adonara ini.

Ia juga meminta kepada Penjabat Bupati agar bersama unsur pimpinan daerah dan parpol mengkondisikan kembali perhelatan pemilu kada di Flotim sebagai proses demokrasi yang santun, elegan dan humanis.

"Bersama tokoh masyarakat, tokoh agama citrakan kembali pemilu kada sebagai proses politik yang khas Kota Reinha. Semua mendoakan suksesnya pemilu kada di Flotim. Umat Katolik melakukan novena di seluruh wilayah Flotim, demikian pula umat Islam, Protestan, Hindu dan Budha di daerah ini," harapnya.

Ia juga mengingatkan kepada semua pihak agar memberikan ruang yang teduh kepada rakyat unuk menentukan pemimpinnya dalam pemilu kada nanti.

"Biarlah rakyat Flotim bebas memilih tanpa dipaksakan, tanpa diarahkan, tidak diskenariokan. Karena siapa pun dia yang telah diajukan parpol atau gabungan parpol telah memenuhi semua persyaratan yang diamanatkan oleh hukum," terangnya. (iva)

Pos Kupang 28 Agustus 2010 halaman 7

Pemilu Kada TTU: Pijar 1 Funan-Suni 5


KEFAMENANU, PK -- Lima pasangan calon bupati-wakil bupati TTU periode 2010-2015 sudah mendapatkan nomor urut sebagai peserta pemilihan umum kepala daerah (Pemilu Kada) TTU tahun 2010.

Nomor urut 1 ditempati paket Pijar, nomor 2 paket Gabriel-Simon, nomor 3 paket JD, nomor 4 paket Dubes, dan nomor 5 paket Funan-Suni.

Rapat pleno terbuka penarikan nomor urut berlangsung di sekretariat KPU TTU, Jumat (27/8/2010), sekitar pukul 10.00 Wita. Acara ini dibuka Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) TTU, Drs. Asterius da Cunha.

Urutan penarikan nomr urut calon dilakukan bergantian berdasarkan urutan pendaftaran di KPU TTU, tanggal 12-18 Juli 2010. Funan-Suni mendapat kesempatan pertama menarik nomor urut, disusul Gabriel-Simon, terus Dubes, Pijar, dan kelima JD.


Disaksikan Pos Kupang, sebelum penarikan nomor urut, Ketua Pokja Pencalonan, Lamur Isfridus, memberikan penjelasan teknis penarikan nomor urut. Para pasangan calon kemudian secara bergantian mengambil salah satu dari lima gulungan kertas dalam kotak yang telah disediakan oleh panitia.

Setelah itu, calon kepala daerah membuka perekat pada gulungan kertas tersebut dan menunjukkan nomor urutnya di depan pleno. Selanjutnya, panitia membuat berita acara, yang dibacakan oleh Isfridus.

Usai pembacaan berita acara, para calon menyatakan persetujuan terhadap berita acara. Terkait nomor urut, penulisan nama dan gelar serta foto diri, kemudian menandatanganinya di depan pleno.

Penarikan undian nomor urut disaksikan oleh Pemda TTU, Kapolres TTU, wakil dari Kodim TTU, Kejari Kefamenanu, Panwaslu, anggota KPU, pengurus partai politik, dan tim sukses kelima paket calon.

Nomor urut calon telah disahkan dalam berita acara, yang disetujui bersama serta ditandatangani masing-masing calon. (dd)

Nomor Urut Calon :
1. Pius Tjanai, S.Sos, M.M-Raymundus Loin, S.Ag, S.H, M.H (Pijar)
2. Drs. Gabriel Manek, M.Si-Simon Feka, S.E (Gabriel-Simon)
3. Joao Meko, S.H-Ir. Alexander Sanam (JD)
4. Raymundus Sau Fernandes, S.Pt-Aloysius Kobes, S.Sos (Dubes)
5. Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs. S.H, M.H-Drs. Nikolaus Suni, M.T (Funan-Suni).

Pos Kupang 28 Agustus 2010 halaman 1

Petaka di Hari Pasar

LEWOLEBA, PK---Keramaian Pasar Pada di Lembata, Senin (9/8/2010) pagi berubah menjadi tragedi. Sebanyak 11 penumpang Kapal Motor (KM) Hasmita Indah meninggal setelah kapal itu tenggelam dalam pelayaran dari Pantai Boleng, Kecamatan Ile Boleng, Flores Timur menuju Lembata.

Selain 11 penumpang tewas yang sudah ditemukan, sebanyak 30 penumpang lagi yang belum diketahui nasibnya. Sedangkan penumpang selamat sebanyak 47 orang. Kapal naas itu memuat 87 orang, termasuk anak buah kapal (ABK).

Dalam catatan Pos Kupang, musibah laut dengan jumlah korban banyak terakhir terjadi pada hari Selasa, 31 Januari 2006, ketika KMP Citra Bahari Mandiri milik JM Feri tenggelam di Pukuafu dalam pelayaran dari Kupang menuju Rote. Sebanyak 107 penumpang tewas.

Hampir semua penumpang dari desa-desa di pinggir Pantai Boleng di Pulau Adonara itu hendak mengikuti Pasar Pada di Pulau Lembata. Jarak kedua pulau ini relatif dekat, hanya dibatasi Selat Boleng. Banyak warga di pesisir Pantai Boleng menjual hasil kebunnya di Pasar Pada. Ada dua jalur alternatif yang bisa dipilih warga. Pertama, melalui jalur penyeberangan dari Boleng ke Waijarang (Lembata) yang relatif lebih dekat, sekitar 3-4 mil laut. Jarak dekat ini bisa ditempuh tak sampai setengah jam dengan perahu kecil. Tetapi jalur ini penuh risiko karena mesti berjibaku dengan derasnya arus di Boleng dan dari Tanjung Naga. Jika turun di Waijarang, warga juga mesti membayar jasa ojek atau angkutan pedesaan sekitar Rp 10.000-Rp15.000 ke Pasar Pada, di pinggiran Kota Lewoleba.
Alternatif kedua, melalui rute penyeberangan dari Boleng ke Lewoleba sekitar 10-12 mil laut dengan waktu tempuh lebih lama lagi.

Menurut keterangan yang diperoleh Pos Kupang, musibah yang menimpa KM Hasmita Indah dengan nakhoda Jacob Awam itu terjadi akibat mesin kapal mendadak mati. Saat bersamaan datang angin kencang dan arus kencang menghantam kapal itu. Kapal oleng ke kanan diikuti para penumpang. Para penumpang yang mulai panik berlarian dalam kapal, menyebabkan kapal hilang keseimbangan dan tenggelam.

Pankrasius Nama Tukan (72), seorang penumpang yang selamat menuturkan, setelah kapal tenggelam, semua penumpang kocar kacir, tercerai berai menyelamatkan diri dengan papan dan peralatan seadanya. Yang mampu berenang bisa saling berpegangan dengan bantuan peralatan seadanya. Tetapi banyak yang tak mampu bertahan. Beruntung saat kecelakaan itu, kapal motor penyeberangan dari Lewoleba-Waiwerang melintas di situ. Ada juga kapal feri yang lego jangkar di Pelabuhan Lewoleba. Sejumlah kapal lain dikerahkan ke tempat kejadian perkara melakukan penyelamatan.

Menurut Pankrasius kapal itu memuat penumpang melebih kapasitas kapal. "Bagi saya kalau jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas kapal, musibah ini sebenarnya tidak harus terjadi. Tetapi, semuanya sudah terjadi. Musibah ini karena penumpang panik dan lari ke kiri-kanan pada saat kapal miring sehingga kapal tenggelam," kata Pankrasius yang masih tampak trauma.

Pankrasius melukiskan badan kapal tersebut kurang seimbang antara dasar dan bagian atasnya. Kalau ada satu atau lebih orang duduk di bagian samping kapal akan sangat berpengaruh pada keseimbangan kapal.

Pantauan Pos Kupang di RSUD Lewoleba, Senin siang, semua korban selamat dan tewas dievakuasi ke RS menggunakan beberapa unit pick up dan ambulans. Korban selamat mengalami trauma diperiksa tim dokter dan diberikan obat-obatan sesuai keluhannya. Mereka diberi minum air teh hangat agar bisa tenang. Korban meninggal umumnya perempuan pedagang sayur-mayur dan buah-buahan yang setiap pekan membawa dagangannya dari Boleng ke Pasar Pada. (bb)


Untung Masih Pagi

KAPAL Motor Hasmita Indah bertolak dari Pantai Boleng, Adonara sekitar pukul 08.00 pagi. Dalam sepekan, kapal ini tiga kali bolak balik dengan rute yang sama, Pantai Boleng- Waijarang.

Entah mengapa, kemarin pagi, kapal dengan bobot 34 GT itu
mengangkut penumpang begitu banyak, melebihi kapasitas angkutnya. Dalam pelayaran jarak dekat itu terdapat 87 orang di atas kapal itu termasuk anak buah kapal.

Salah seorang penumpang selamat, Syafrudin Suban (25), menuturkan, dalam kapal itu juga terdapat lima unit sepeda motor yang diikat pada bagian depan kapal. Ketika hendak merapat di Waijarang, arus dan angin kencang menghantam. Kapal mengalami goncangan hebat. Nakhoda berusaha mengendalikan kapal dengan menepi ke pesisir Waijarang menghindari angin dan gelombang yang ada.

Namun usaha itu tidak memberikan manfaat besar bagi keselamatan semua penumpang. Karena tali pengikat yang digunakan mengikat lima unit sepeda motor putus mengakibatkan semakin kapal oleng. Penumpang pun menjadi panik, berlarian ke kiri-kanan kapal. Situasi jadi kacau. Kapal semakin tidak stabil, semakin oleng dan akhirnya tenggelam.
Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Adonara Timur, Ipda Abdul Rahman Aba, S.H, kepada Pos Kupang, Senin petang juga menjelaskan, sekitar satu jam perlayaran, kapal kayu itu terhempas arus keras di antara Waijarang dan Boleng. Kapal miring ke kanan membuat para penumpang yang kebanyakan kaum wanita yang hendak berjualan di Pasar Pada di pinggiran Kota Lewoleba itu panik. Mereka lari ke kanan kapal membuat posisi kapal tidak seimbang. Nakhoda tidak bisa mengendalikan dan kapal tenggelam bersama penumpang.

Berutung pada saat kejadian itu masih pagi, sehingga ada kapal penumpang dari Lewoleba hendak ke Larantuka dan kapal feri yang sandar di Lewoleba membantu mencari sehingga banyak penumpang yang tertolong. Jika musibah itu terjadi lepas tengah hari, bisa dipastikan lebih banyak penumpang tidak bisa diselamatkan karena arus dan angin di perairan itu lebih deras dan kencang pada siang hari.

Rahman mengatakan, 87 penumpang termasuk empat warga Lembata berasal dari 11 desa. Korban meninggal saat ini sebanyak 11 orang, tiga orang yang sudah lebih dahulu dibawa ke Adonara, yakni Emilia Dati, Beatrix Mita dan Kewa Sulaiman, selain delapan korban berada di Lewoleba. Polsek Adonara Timur telah membuka posko di pesisir pantai memantau penyelamatan para korban.

Koordinator Tim Penanggulangan Bencana (Tagan) Lembata, Andres Koban, mengatakan kapal tersebut juga mengangkut lima unit sepeda motor dan barang-barang jualan ke Pasar Lewoleba. "Pencarian masih dilakukan Tagana dibantu dua unit motor nelayan. Kami sudah buka posko bersama di Waijarang, masih butuh motor pencarian dan peralatan komunikasi," kata Andres. (ius/bb)


Korban KM Hasmita Indah
No Nama Umur Keterangan
1. Martina Ose ± 50 Meninggal dunia
2. Tuto Boli ± 60 Meninggal dunia
3. Susana Ose ± 50 Meninggal dunia
4. Benga Balo ± 50 Meninggal dunia
5. Dowa Pati ± 48 Meninggal dunia
6. Indah Boleng ± 13 Meninggal dunia
7. Agatha Ose ± 50 Meninggal dunia
8. Beti Lipa Boro ± 50 Meninggal dunia
9. Emilia Dati Meninggal dunia
10. Beatrix Mita Meninggal dunia
11. Kewa Sulaiman Meninggal dunia
Sumber: Olahan Pos Kupang

Pos Kupang, 10 Agustus 2010 halaman 1



Apolonia Selan Belum Ditemukan

LEWOLEBA, PK---Upaya pencarian Apolonia Selan (25), korban musibah tenggelamnya Kapal Motor (KM) Hasmita Indah di sekitar perairan Waijarang, Lembata, hingga Selasa (10/8/2010) petang, belum membuahkan hasil. Tim pencari mengerahkan sekitar 12 unit kapal nelayan dan speed boat mencari remaja putri asal Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) itu.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lembata, Anton Suban, dan Koordinator Tim Penanggulangan Bencana Alam (Tagana) Lembata, Andres Koban, dihubungi terpisah, kemarin, membenarkan upaya pencarian korban kapal naas yang tenggelam Senin (9/8/2010) pagi itu. Pencarian korban melibatkan tim SAR Kupang, SAR Maumere, Tagana Lembata dibantu masyarakat Desa Waijarang, Polair Polres Lembata dan Polres Flores Timur.

Anton menjelaskan, pencarian difokuskan di sekitar lokasi tenggelamnya KM Hasnita Indah dan perairan sekitarnya, namun belum membuahkan hasil. Pencarian lanjutan korban menunggu perintah Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, apakah dihentikan atau masih terus dilakukan.

"Pencarian hari ini belum membuahkan hasil, tetapi kita akan tetap melakukannya, hingga batas waktu yang belum ditentukan. Kami bekerja dan melaporkan apa yang sudah kami lakukan ke pak bupati dan menunggu instruksi selanjutnya," jelas Anton.
Sementara itu, hingga Selasa (10/8/2010) siang, baik jenazah korban meninggal, maupun puluhan korban yang sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lewoleba, sudah pulih dan dikembalikan ke keluarga masing-masing. Kecuali Susana Ose dan Indah Boleng, semua korban tewas sudah dievakuasi ke Boleng dengan KM Arkona, Senin sore. Susana Ose dan Indah Boleng dikuburkan di Lembata.

Anton juga mengklarifikasi jumlah korban meninggal 10 orang, bukan 11 orang. "Saya mau jelaskan bahwa korban meninggal dunia sesuai dengan data konfirmasi ke semua desa yang ada di Boleng, hanya berjumlah 10 orang, termasuk satu orang Lembata. Sedangkan korban hilang yang belum ditemukan juga hanya satu orang, dan bukan 23 orang, sebagaimana informasi sebelumnya," jelas Suban.

Sekretaris Dinsosnakertrans Lembata, Stef Talu, di Posko Waijarang, kemarin, menjelaskan bahwa jumlah penumpang KM Hasmita Indah seluruhnya 85 (bukan 87 seperti berita kemarin). Korban hilang juga cuma satu, yakni Apolonia Selan. Perbedaan jumlah terjadi karena penumpang dari Boleng ke Lewoleba tidak terdata identitasnya.

Disaksikan Pos Kupang di perairan Waijarang, kemarin, sejumlah speed boad dan kapal nelayan melakukan pencarian di sekitar lokasi tenggelamnya kapal. Tim pencari membangun posko di lapangan SDK Waijarang. Warga masyarakat Waijarang ikut membantu menyediakan makanan kepada tim.
KM Hasmita Indah tenggelam, Senin (9/8/2010) pagi dalam pelayaran dari Pantai Boleng, Kecamatan Ile Boleng, Flores Timur menuju Lewoleba, Lembata. Kapal naas ini tenggelam sesaat setelah mesin kapal mati, dan angin serta arus menghantam. Sebanyak 10 penumpang meninggal dalam musibah laut ini.

Nakhoda KM Hasnita Indah, Awan Jakob, menjalani pemeriksaan maraton di Mapolres Lembata sejak Senin hingga Selasa (10/8/2010). Dia resmi menjadi tersangka dan menghuni kamar tahanan Polres Lembata. Jakob dianggap paling bertanggung jawab atas musibah tenggelamnya Hasnita Indah yang menewaskan 10 penumpang.

"Jakob jadi tersangka dan ditahan selama 20 hari," kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Lembata, AKBP Marthin JH Johannis, S.H, melalui KBO Reskrim, Aiptu Jeffris Fanggidae, Selasa siang.

Jakob dinilai lalai mengemudikan perahu motornya, sehingga perahu motornya tenggelam dan menewaskan 10 penumpang dan hilangnya barang-barang bawaan penumpang. (bb/Pos Kupang, 11 Agustus 2010)


Hasnita Indah Bawa Penumpang Tujuh Kali Lipat

LEWOLEBA, PK --- Perahu Motor Hasnita Indah yang tenggelam pada hari Senin (9/8/2010) lalu, ternyata membawa penumpang lebih banyak tujuh kali lipat dari yang kapasitas muatnya. Sesuai dengan surat izin yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan Laut, Kantor Pelabuhan Larantuka, perahu motor ini hanya boleh membawa empat awak dan delapan penumpang.

Hal ini baru terungkap, setelah pada Kamis (12/8/2010) pagi, sekitar pukul 10.00 Wita, pihak penyidik Kepolisian Resor (Polres) Lembata, mendapat surat izin tersebut dalam berkas yang diserahkan pemilik PM Hasnita Indah, Abuthalib El Haq, saat dimintai keterangan perihal izin perahu motor miliknya itu.
Surat izin ini baru dikeluarkan Dinas Perhubungan Laut, Kantor Pelabuhan Larantuka, pada tanggal 4 Agustus 2010 lalu. Surat itu ditandatangani langsung Kepala Kantor Pelabuhan Larantuka, H. Mansyur Usman, dengan kapasitas lima GT.

Dengan demikian, penumpang yang diangkut pada Senin (9/8/2010) lalu, melampaui daya angkut perahu motor itu tujuh kali lipat, karena perahu naas itu membawa 84 penumpang, ditambah satu orang nakhoda dan lima orang Anak Buah Kapal (ABK), sehingga total 90 orang.

Kapolres Lembata, AKBP Marthin JH Johannis, SH, melalui Wakapolres Lembata, Kompol Renalzie Agus, S.IK, di Mapolres Lembata, Kamis (12/8/2010) siang, mengatakan, wajar kalau perahu motor ini tenggelam, karena memang jumlah penumpang dan barang bawaan jauh melebihi kapasitas yang diizinkan.

Karena itu, jelas Agus, pihaknya telah memeriksa nakhoda Hasnita Jaya, Adam Jacob (38), dan juga sudah ditetapkan menjadi tersangka dan resmi ditahan di ruang tahanan Mapolres Lembata.

Informasi lain yang berhasil dihimpun dari sumber Pos Kupang di Mapolres Lembata menyebutkan bahwa PM Hasnita Indah sudah beroperasi sejak sebulan yang lalu, sehingga dapat dipastikan, sebelumnya perahu motor ini beroperasi tanpa izin pelayaran.

"Kapal ini memang sudah beroperasi lama sebelumnya. Namun karena habis diperbaiki, dan baru jalan lagi satu bulan lalu. Tetapi ternyata surat izinnya baru keluar tanggal empat," jelas sumber tersebut. (bb)

Pos Kupang, 13 Agustus 2010 halaman 7

Barbar


SELASA, 6 Juli 2010. Dua bom molotov meledak di Kantor Majalah Tempo di Jalan Proklamasi No. 72 Menteng- Jakarta Pusat. Bom dilempar dua orang tak dikenal sekitar pukul 02.40 WIB. Bom meledak tepat di kaca depan kantor Tempo. Bom dilempar dari jarak sekitar 10 meter.

Satpam melihat dua orang mengendarai sepeda motor bebek, pakai jaket gelap dan menutup wajah dengan helm. Tidak ada korban jiwa, namun pelemparan bom itu merupakan teror terhadap pers. Bom itu meledak hanya beberapa hari setelah Majalah Tempo menurunkan liputan utama tentang Rekening Gendut milik sejumlah perwira polisi. Sampai detik ini polisi belum mengungkap siapa pelempar bom. Zero progress. Tidak ada perkembangan sama sekali!


JUMAT, 30 Juli 2010. Ardiansyah Matra'is (25), wartawan Merauke TV di Kabupaten Merauke, Papua, ditemukan tewas terapung di aliran Sungai Marau di kawasan Gudang Arang. Hasil otopsi menunjukkan ada bekas penganiayaan.
Sebelum Matra'is ditemukan tewas telah beredar pesan singkat (SMS) melalui telepon seluler berisi ancaman pembunuhan terhadap wartawan di Merauke. Ancaman terkait proses Pemilihan Umum Kepala Daerah Merauke Agustus 2010. Hampir sebulan ini polisi belum berhasil mengungkap siapa pembunuh Matra'is.

SENIN, 2 Agustus 2010. Saat melakukan tugas jurnalistik, tiga orang wartawan, Melky Pantur (Suara Flores), Ferdinan Ambo (TVRI NTT) dan Maksi MD (Sukses Indonesia), dikeroyok beberapa oknum pegawai negeri sipil (PNS) di ruang kerja Kepala Puskesmas Beokina, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selain dipukul, perangkat kerja para jurnalis seperti kamera dirusak, tas dan kartu pers pun dirobek oknum PNS di Puskesmas Beokina, sekitar 15 kilometer dari Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.

Dalam kesakitan para wartawan lari dari Puskesmas itu meninggalkan sepeda motor. Mereka masuk hutan kemudian ke jalan raya dan menumpang sepeda motor ojek menuju RSUD Ruteng. Pantur menderita lebam dan memar pada bagian wajah, hidung dan teliga. Dia juga mengaku pusing dan sesekali kesulitan bernapas akibat gebukan. Ambo sakit di leher karena dicekik. Maksi MD hanya dibentak.

JUMAT, 13 Agustus 2010. Kasus pembunuhan wartawan Harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin menjadi noda hitam dalam sejarah pers Indonesia. Kasus Udin kadaluarsa secara hukum karena telah berusia 14 tahun. Jelas tidak akan pernah lagi pengadilan untuk mengungkap kematian Udin. Kasus penganiayaan Udin terjadi Selasa, 13 Agustus 1996. Belasan tahun pembunuh Udin tidak bisa diungkap aparat penegak hukum Indonesia. Udin kuat dugaan dihabisi dengan keji karena karya jurnalistiknya pada tahun 1995-1996 mengeritik ketidakberesan penguasa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

SENIN, 16 Agustus 2010. Walikota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, H Muhidin menilai profesi wartawan itu hina. Bahkan berdosa karena wartawan suka mengoreksi kesalahan orang lain (kontrol sosial). "Pekerjaan wartawan itu berdosa," kata Muhidin usai memimpin apel perdana di lingkungan Pemkot Banjarmasin. Dia tidak sedang bercanda karena menyatakan siap kalau pers menuntutnya secara hukum. Muhidin baru dilantik sebagai walikota 12 Agustus 2010. Bayangkan, pejabat publik menilai profesi jurnalis menunaikan peran social control sebagai pekerjaan hina. Yang linglung itu siapa?

SABTU, 21 Agustus 2010. Ridwan Salamun, wartawan SUN TV (grup MNC), Wilayah Tual Maluku Tenggara, tewas saat meliput perkelahian dua kelompok masyarakat di daerah itu. Ridwan tewas akibat luka tebasan parang di kepala. Ia menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 08.00 WIT dalam perjalanan menuju rumah sakit. Ridwan sedang meliput bentrokan antara warga Banda Eli dan warga dusun Mangun, Desa Fiditan, Tual. Seseorang dari salah satu kelompok yang bertikai menyabetkan parang ke kepalanya.

Tuan dan puan, beta sengaja merilis "catatan harian" di atas sekadar menyegarkan ingatan betapa barbarisme itu nyata dalam keseharian kita. Kita baru saja merayakan HUT ke-65 kemerdekaan RI. Usia itu mestinya makin matang. Faktanya perilaku warga bangsa masih jauh dari tata aturan masyarakat beradab. Kekerasan fisik dan verbal diproduksi hari demi hari. Bukankah itu ciri bangsa barbar?

Ketika mengenang Udin yang kasusnya telah tertutup secara hukum dan melihat koruptor kelas kakap mendapatkan remisi serta grasi presiden untuk menghirup udara bebas dalam tempo sesingkat-singkatnya, hati sungguh teriris perih. Rasa keadilan terusik. Ketika mendengar niat perpanjang periodisasi masa kepresidenan dari dua menjadi tiga, mau dibawa ke mana negeri ini?

Wartawan jelas tidak sempurna dalam menunaikan profesinya. Pasti ada salah dan khilaf. Tapi mestikah dibalas dengan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa? Dalam sebulan dua wartawan Indonesia tewas. Inikah misi reformasi? Data PWI dan AJI menunjukkan trend kekerasan terhadap jurnalis meningkat drastis. Tahun 2009 hanya enam kasus kekerasan terhadap jurnalis. Tahun 2010 (Januari- Agustus) sudah 14 kasus. Fakta itu memberi pesan tegas, insan pers Indonesia tidak terlindungi dalam melaksanakan kegiatan jurnalistiknya. Pers adalah kelompok paling rentan terhadap tindak kekekerasan, baik dari negara maupun masyarakat.
Tentu insan pers tidak minta dikasihani. Mari selesaikan setiap masalah dengan akal sehat agar negeri tercinta boleh disebut punya martabat.

Sebagai pendengar radio, tuan tinggal pilih frekwensi untuk dengar berita atau musik. Sebagai pemirsa puan tinggal utik remote control. Sebagai pembaca koran atau majalah, tinggal pangku kaki sambil menikmati secangkir kopi pagi. Sebagai penikmat media online, cukup klik dan mainkan mouse. Puan dan tuan tak pernah tahu betapa panjang dan rumit menyajikan karya jurnalistik yang mungkin cuma semenit tuan dan puan nikmati. Tuan mungkin tak peduli betapa sebagian besar dari jurnalis itu pergi pagi pulang pagi. Berkeringat mengambil gambar dan suara. Bekerja nyaris 24 jam. Karya jurnalistik adalah buah dari kerja tim yang pelik.

Dengan berkata begini, bukan maksud beta mengatakan profesi jurnalis itu lebih dari yang lain. Semua profesi pun memeras keringat. Melalui jalan berduri. Punya tanggung jawab dan risiko masing-masing. Betapa indah bila semua profesi dihargai. Saling menghargai. Diapresiasi sepantasnya. Bukan dengan pukul atau tendang. Bunuh! Untuk Udin, Ardiansyah dan Ridwan, semoga beristirahatlah dalam damai kawan. Maju terus wartawan Indonesia. Kalian diutus untuk bersaksi tentang kebenaran dan keadilan. (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 23 Agustus 2010 halaman 1

Kloang Popot: Menjaga Kelestarian Mata Air

TERIK matahari di Kota Maumere langsung hilang saat kita memasuki kawasan pegunungan di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka. Kawasan yang terkenal dengan hasil tanaman perkebunan seperti vanili, cengkeh, cokelat, kemiri ini masih hijau. Udara di wilayah ini juga terasa sejuk. Demikian juga kawasan Desa Kloang Popot.

Masyarakat Desa Kloang Popot hingga kini masih terus menjaga keasrian alam, meski ada juga warga yang masih terus menebang hutan di lereng pegunungan Mapitara.

Desa Kolang Popot yang berjarak sekitar 35 km arah timur Kota Maumere kini dihuni sekitar 700 KK yang tersebar dalam tiga dusun masing-masing dusun Wualadu, Kloang Popot dan dusun Peli Baler. Sebagian besar masyarakat di tiga dusun ini menggantungkan hidup dari hasil tanaman perdagangan tersebut. Namun, mereka juga menanam aneka tanaman pangan lokal. Ada aneka jenis umbi-umbian, jagung dan kacang- kacangan. Sementara tanaman keras lainnya yang juga ditanam dan sering dijadikan pangan adalah kelapa. Bahkan mereka kini juga mengembangkan tanaman durian.

Meski hidup sedikit berkecukupan, masyarakat di desa ini masih memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Sungai Kaki Wair dan Jojet merupakan andalan utama mereka akan air bersih. Sejak tahun 2008 lalu, masyarakat di wilayah ini mulai berswadaya membangun jaringan pipa air dari sumber mata air langsung ke perkampungan penduduk.

Pemasangan pipa dan pembangunan bak penampung di mata air pada awalnya dilakukan oleh masyarakat Dusun Wualadu. Beberapa tokoh masyarakat, antara lain Wilem Wair, Florianus Salo, Lorensius Woga, Lorensius Hulir dan beberapa tokoh masyarakat lainnya mulai membangun jaringan pipa dari mata air Wair Toket yang berada di sekitar kaki Gunung Mapitara yang berjarak sekitar delapan km dari dusun tersebut. Dan, berkat swadaya masyarakat, air yang tadinya hanya bisa mengalir di sungai, kini langsung bisa sampai ke rumah masyarakat.

Langkah yang diambil warga Dusun Wualadu ini juga menginspirasi pemerintah dan masyarakat Desa Kloang Popot pada umumnya. Dan, tidak lama berselang melalui program PPK, masyarakat mulai membangun jaringan pipa dari sumber air Watu Wogat. Air yang dialiri ini untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat desa itu.

Langkah yang diambil masyarakat saat ini untuk menjaga kelestarian mata air tersebut adalah dengan melakukan aktivitas menanam di sekitar sumber mata mata air tersebut. Masyarakat juga dilarang menebang pohon di sekitar tempat itu. Sayang, di daerah lereng hingga puncak Gunung Mapitara yang merupakan wilayah serapan air untuk desa tersebut masih terus terjadi penebangan liar. Aktivitas penebangan ini berlangsung terus, bahkan ada beberapa titik yang sudah mulai habis. Bila ini terus berlangsung, maka sejumlah mata air yang berada di kaki gunung tersebut terancam kering.

Kloang Popot kini juga dikembangkan menjadi tujuan wisata. Sebab selain memiliki alam yang indah, di salah satu titik di desa ini juga terdapat sebuah batu meteor yang jatuh. Oleh masyarakat sekitar batu itu diberi nama dalah elat (bintang jatuh).

Konon kabarnya, batu ini pernah akan dipindahkan ke museum, namun belum bisa dibawa karena ada cerita magis. Hingga ini batu tersebut masih ada dan menjadi tontonan wisatawan yang berkunjung ke tempat itu. (Tanto Salo dan Alfred Dama)

Pos Kupang, 21 Agustus 2010 halaman 5

Merdeka


MERDEKA! Tak terasa usia negara tercinta bertambah satu tahun lagi. Kali ini kita merayakan hari ulang tahun ke-65 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selamat ulang tahun tanah tumpah darah. Semoga bahagia selalu dan panjang usia.

Tuan dan puan bahagia sebagai orang Indonesia? Silakan jawab sendiri. He-he-he. Beta sendiri bahagia untuk dua alasan. Pertama, bahagia lahir di sebuah kampung udik di Pulau Flores. Flores itu bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dan, NTT merupakan bagian dari NKRI. Jadi, kalau beta pegang kartu tanda penduduk (KTP) atau pasport berlogo burung Garuda itu sah dan diakui dunia internasional.

Kedua, beta bahagia karena NKRI masih tegak berdiri. Syukur kepada Tuhan yang Maha Kasih atas anugerah cuma-cuma ini. Seburuk-buruknya tata kelola ini negeri, Indonesia masih dipayungi Pancasila dan UUD 1945 yang telah diamandemen tanpa mengubah pembukaan. Bayangkan kalau seandainya pembukaan UUD 1945 berhasil diobok-obok? Ngeri kawan!


Artinya, fondasi negara kesatuan yang diletakkan para Bapak dan Ibu Bangsa masih berada di rel cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Karena itu beta berharap usia Indonesia masih terus bertambah. Sekurang-kurangnya tambah usia setahun lagi. Mengapa tidak berharap NKRI hidup seribu tahun lagi? Eitt....sabar dulu. Jangan buru-buru memvonis diriku cuma berpikir negatif.

Sebagai orang Indonesia asli (siapa yang tidak asli?) beta haqul yakin tuan dan puan juga melihat sejumlah keganjilan yang kian marak di persada Nusantara. Tidak jauh dari ibu kota negara, sekadar beribadat pun makin sulit dan dipersulit. Umat beragama yang sedang menjalankan ibadah dipukul, ditendang dan diusir oleh saudara sebangsa dan setanah air.

Kelompok organisasi massa berbasis agama kian rajin menekan pihak-pihak yang mereka anggap tidak sepaham dengan keyakinannya. Aksi mereka seolah tanpa kendala bahkan terkesan ditopang "tangan-tangan" tertentu yang kuat kuasa. Masuk akal jika pecinta damai di negeri ini prihatin dan sedih.

Aksi kekerasan semacam itu merupakan pertanda kuat munculnya kembali dominasi orang yang mengatasnamakan kelompok mayoritas untuk "menghabisi" minoritas. Jika tidak segera diatasi, kecenderungan itu merupakan bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Bom waktu itu akan meremuk-redamkan NKRI.

Aksi kekerasan terhadap kelompok umat beragama tertentu sudah berulang kali terjadi di depan mata polisi, pejabat pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Mereka bereaksi cepat dengan prinsip panas-panas tahi ayam. Berkata keras sesaat setelah kejadian. Mengimbau dan mendesak tumbuhkan toleransi sebagai jalan ampuh bagi negeri pluralis. Demi keharmonisan bangsa bhineka tunggal ika. Tapi bisanya ya cuma sebatas kata-kata itu. Aksi konkret no! Keberanian dan ketegasan pemimpin negara melindungi seluruh rakyat Indonesia cuma omong doang! Maka yang bringas atas nama mayoritas kian binal. Liar dan arogan! Nah, menurut kaum cerdik cendekia, ketika negara tak sanggup lagi melindungi seluruh rakyat, negara itu menuju kegagalan alias negara gagal.

Hari Minggu 15 Agustus 2010 atau dua hari menjelang HUT ke-65 RI, sekitar 1.500 orang Indonesia yang tergabung dalam Forum Solidaritas Kerukunan Umat Beragama (FSKUB) beraksi di depan Istana Negara-Jakarta. Dalam aksi damai tersebut mereka menuntut pemerintah bersikap tegas terhadap aksi kekerasan yang mengancam kerukunan beragama.

Anak SD pun tahu Istana Negara Jakarta adalah simbol kekuasaan pemerintah RI. Di situ ada kantor presiden. Tempat kepala negara bekerja. Mudah-mudahan pemimpin negeri tersentuh hatinya. Terbuka pandangannya bahwa kerukunan hidup warga bangsa sedang terluka. Tidak perlu malu mengakui kelompok minoritas merasa frustrasi dan tertindas. Inilah salah satu kado HUT ke-65 RI.

Dalam lamun tak karuan di tengah Kota Karang Kupang, batin bertanya apakah mungkin negara bernama Republik Indonesia akan merayakan usia satu abad, dua abad atau seribu tahun? Kegalauan bergelayut di usia 65 tahun. Ada tangis. Ada luka menganga. Di mana-mana. Ketika kemajemukan tidak diterima sebagai kekayaan Ibu Pertiwi, siapa menjamin Indonesia akan ada selama-lamanya? Dirgayahu RI. (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 16 Agustus 2010 halaman 1

Homo Sapiens dari Warloka

DI tengah hingar-bingar pemberitaan tentang kasus korupsi yang kian meningkat, kasus salah urus di bidang pemerintahan dan pembangunan serta masalah pertambangan di NTT, terbetik berita kecil dari Manggarai Barat.

Berita itu sangat menggembirakan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang manfaatnya tidak hanya bagi daerah ini melainkan untuk masyarakat dunia. Ternyata di perut bumi Nusa Tenggara Timur yang terkenal kering dan gersang ada peninggalan masa lalu yang luar biasa. Dunia ilmu pengertahuan niscaya berterima kasih atas temuan tersebut.

Seperti diwartakan Pos Kupang 9 Agustus 2010 halaman 9, tim peneliti dari Unversitas Gajah Mada Yogyakarta menemukan empat tulang manusia tipe zaman modern (homo sapiens) di Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

Menurut Ketua Tim Peneliti, Drs. Tular Sidarmali, M.A, keempat tulang homo sapiens itu terdiri dari tiga tulang manusia dewasa dan satu tulang anak kecil. Guna pengembangan penelitian, tim tersebut membawa tulang belulang itu ke Institute Gieu Body Suntronic Yogyakarta.

Tim ini melakukan penelitian selama satu bulan di tiga lokasi berbeda di wilayah Warloka yang diduga meninggalkan banyak situs bersejarah. Sesuai hasil penggalian tim UGM terdapat empat tulang manusia modern tipe homo sapiens yang telah terkubur selama beberapa ribu tahun.

Selain tulang manusia, ditemukan juga berbagai benda peninggalan lain seperti gelang, rantai perunggu, mangkok, batu nisan, tulang-tulang binatang serta alat-alat batu pada zaman pra sejarah. Tim menemukan tulang homo sapiens itu pada kedalaman dua meter. Penelitian tersebut melibatkan Mike Murwood, penemu manusia homo floriensis yang lokasinya juga di wilayah Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Makna dan terutama manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tidak perlu didiskusikan lagi. Temuan tersebut niscaya memperkuat temuan-temuan terdahulu. Lewat penelitian lanjutan boleh jadi hasilnya akan menguak tabir yang selama ini tersembunyi tentang teori evolusi atau tentang perkembangan manusia sampai dengan kondisi seperti saat ini.

Lalu apa makna homo sapiens dari Warloka bagi Propinsi NTT dan secara khusus buat Kabupaten Manggarai Barat? Situs homo sapiens di Warloka telah membuka mata pemerintah daerah dan masyarakat Manggarai betapa daerah itu sangat kaya. Manggarai Barat ternyata tidak hanya identik dengan biawak raksasa komodo yang namanya telah mendunia.

Namun, kekayaan yang baru ditemukan itu perlu dikelola dengan baik agar situs homo sapiens tidak sekadar lokasi yang mati seperti sifat fosil. Lokasi bersejarah tersebut mesti memberi daya hidup. Menebarkan sesuatu yang manfaatnya bisa dinikmati masyarakat.

Temuan ini otomatis menempatkan kawasan Warloka sebagai obyek wisata ilmu pengetahuan. Juga obyek wisata sosial budaya yang monumental. Di tempat tersebut manusia dari berbagai belahan dunia dapat belajar tentang masa lalu. Belajar tentang keutamaan-keutamaan yang pernah ada. Tinggal bagaimana pemerintah dan masyarakat Manggarai Barat mengemas homo sapiens dari Warloka menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Jadi magnet bagi banyak orang berkunjung ke sana sehingga efek ekonomisnya membuat masyarakat tersenyum.

Mari kita belajar dari daerah lain yang begitu cerdas dan apik mempromosikan kekuatan daerahnya. Seandainya homo sapiens itu ditemukan di Jawa atau Bali, kehebohan besar kiranya telah menggegerkan dunia. Di NTT dan Manggarai Barat temuan itu dianggap biasa saja. Memang begitulah cara berpikir dan sikap kita.

Di wilayah Nusa Tenggara Timur terdapat banyak situs bersejarah yang penting. Namun, situs-situs tersebut dikemas dengan semangat apa adanya. Tidak kreatif disertai kesungguhan hati. Akibatnya situs penting menjadi mubazir. Dianggap penting dan bermanfaat hanya bagi sebagian kecil orang. Sudah saatnya kita meninggalkan cara kerja lama yang tidak produktif itu.

Temuan homo floriensis serta homo sapiens dari Warloka kiranya menjadi momentum kebangkitan NTT mengemas kekayaannya dengan lebih elegan, cerdas dan menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pemerintah sebagai dinamisator pembangunan agaknya tidak boleh tinggal diam.*

Pos Kupang 10 Agustus 2010 halaman 4

Ada Tulang Komodo Purba di Mengeruda

KUPANG, PK--Tim peneliti dari Universitas Wollongong, Australia dan tim peneliti Indonesia menemukan tulang binatang komodo di Metamenge, Kecamatan Mengeruda- Kabupaten Ngada pada penggalian sejak bulan Juli lalu. Tulang komodo tersebut menunjukkan bahwa komodo pernah hidup di kawasan itu sekitar 900 ribu tahun lalu.

Gert D. van den Bergh, Ph.D, peneliti dari University of Wollongong yang ditemui di Restoran Nelayan-Kupang, Jumat (6/8/2010) malam, menjelaskan, penggalian yang dilakukan tim peneliti ini merupakan kelanjutan dari program mencari jejak kehidupan manusia purba di Belusanga dan Metamenge- Kecamatan Mengeruda.

Pencarian telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu tersebut akan berlangsung hingga tahun 2014. "Kita mencari tulang manusia purba yang kemungkinan hidup di kawasan itu sekitar 800 ribu tahun lalu, tapi sampai sekarang belum ditemukan," jelas Gert D. van den Bergh.

Menurutnya, pada penggalian terakhir ini tim hanya menemukan berbagai alat batu yang merupakan peralatan hidup manusia purba di kawasan itu dan temuan yang paling menakjubkan adalah tulang komodo. "Kawasan ini pernah dihuni oleh komodo dan buaya pada tahun 900 ribu tahun lalu. Ini yang menjadi pemangsa manusia saat itu," jelasnya.

Menurutnya, jejak adanya kehidupan manusia sekitar 800 ribu tahun lalu sudah ditemukan, tetapi tulang manusia belum ditemukan. Dan, pencarian masih terus akan dilakukan. "Kita belum temukan tulang manusia, kemungkinan tulang ini sudah hancur. Tapi tanda-tanda aktivitas manusia ada di tempat itu," jelasnya.

Dijelaskannya, kawasan Metemenge dan Belusanga pada zaman 800 ribu hingga satu juta tahun lalu masih merupakan kawasan danau. Dan, di tepian danau tersebut ada aktivitas kehidupan manusia, sementara di danau dan sekitarnya tersebut hidup pula komodo dan buaya. Kemungkinan manusia yang hidup di kawasan itu juga menjadi mangsa bagi hewan predator buaya dan komodo. "Kalau di Jawa itu ada hewan predator seperti harimau, tapi di sini hewan predator itu buaya dan komodo," jelasnya.

Menurutnya, peluang penemuan tulang manusia di Jawa lebih besar dibanding Flores, sebab hewan pemangsa di Jawa adalah harimau. Harimu hanya memakan daging dan membiarkan tulang, sedangkan buaya dan komodo memakan semua bagian tubuh, termasuk tulang. "Jadi tulang yang dimakan juga sudah hancur dalam sistim pencernaan buaya dan komodo. Ini yang membuat sangat sulit temukan tulang manusia di Flores," ujarnya.

Menurut dia, pencarian kali ini sementara dengan tenaga yang sedikit, namun direncanakan pada tahun 2011 nanti, pencarian akan diperluas dan menggunakan tenaga yang lebih banyak.

Dikatakannya, tim peneliti kali ini selain merupakan para arkeolog termasuk ahli rekontruksi lingkungan. Para peneliti tersebut antara lain Prof. Michael Morwood yang merupakan team leader Arkeolog University of Wollongong, Prof. Dr. Fachroel Aziz (paleontologi, PSG, team leader Indonesia), Iwan Kurniawan dan Erick Setiabudi dari Museum Geologi- Bandung, Jublina Tode Solo dari Arkeolog dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi NTT, Dida Yurnadi ahli Geochronologist, Yayan ahli geodesi, Mathew Tochieri dari Paleo Anthrphologi Snithsonian Institute -Amerika Serikat dan Dr. Adam Brumm, Ph.D. (alf)

Pos Kupang 10 Agustus 2010 halaman 5

Peneliti UGM Temukan Homo Sapiens di Flores

LABUAN BAJO, PK --Tim peneliti ekskavasi (penggalian) dari Unversitas Gajah Mada Yogyakarta menemukan empat tulang manusia tipe zaman modern (homo sapiens) di Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

Ke empat tulang homo sapiens ini terdiri dari tiga tulang manusia dewasa dan satu tulang anak kecil. Guna pengembangan penelitian lanjutan, tim tersebut akan membawa tulang-tulang itu ke Institute Gieu Body Suntronic Yogyakarta.

Ketua Tim Peneliti, Drs. Tular Sidarmali, M.A, kepada wartawan, Sabtu (7/8/2010), di Warloka, mengatakan, penemuan tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan selama satu bulan. Dalam kegiatan ekskavasi, timnya memilih tiga lokasi di wilayah Warloka yang diduga meninggalkan banyak situs bersejarah.

Dari penggalian, kata Sidarmali, terdapat empat tulang manusia modern/tipe homo sapiens yang telah terkubur sekitar sepuluh sampai tujuh belas abad masehi. Selain tulang manusia ini, terdapat juga berbagai benda-benda peninggalan lainnya seperti gelang, rantai perunggu, mangkok, batu nisan, tulang-tulang binatang serta alat-alat batu pada zaman pra sejarah. Penggalian dilakukan selama satu bulan dengan kedalaman dua meter.
Penelitian tersebut juga melibatkan Mr. Mike Murwood, yang merupakan penemu manusia homo floriensis.

"Kami sudah pernah lakukan observasi sebelumnya di Desa Warloka. Dari cerita-cerita masa lalu, wilayah ini penuh dengan benda-benda peninggalan bersejarah yang sangat banyak. Dilihat dari situs yang ada, kemungkinan besar merupakan peninggalan dari Kerajaan Bima sebelumnya," kata Tular.

Desa Warloka, menurut Tular, jika dikaji dari struktur budaya, memiliki benda-benda peninggalan masa sejarah pada masa Kerajaan Bima. Hal ini bisa dilihat dari situs-situs yang terdapat di wilayah itu. Situs-situs tersebut menandakan bahwa usia-usia benda yang terkubur di dasar tanah hampir sebagian besar bekas tempat hunian manusia-manusia zaman pra sejarah.

Dicontohkannya, ukuran tulang-tulang yang ditemukan rata-rata sama dengan manusia zaman modern. Atas penemuan ini, Tular menambahkan, akan melakukan pameran pariwisata di Desa Warloka yang dijadwalkan 10 Agustus 2010. (cc)

Pos Kupang 9 Agustus 2010 halaman 9

Oebou Manfaatkan Potensi Laut

PERJALANAN panjang yang melelahkan. Melintasi jalan aspal berlubang dan beberapa ruas jalan tanah, terasa sangat melelahkan.

Itulah perjalanan dari Pelabuhan Ba'a ke Desa Oebou. Pelabuhan Ba'a merupakan pelabuhan laut utama di Kabupaten Rote-Ndao. Butuh waktu sekitar satu jam untuk menempuh perjalanan sekitar 35 km ke Desa Oebou, Kecamatan Rote Barat Laut.

Meski jalanan tidak terlalu sulit, tidak mudah juga menuju kawasan pantai selatan di kabupaten terselatan Indonesia ini. Soalnya, akses transportasi ke wilayah ini sangat minim. Hanya tersedia ojek atau kendaraan carteran bila ingin ke tempat ini.
Tetapi sulit dan mahalnya tranportasi segera terobati manakala mata dimanjakan oleh pemandangan alam yang sangat indah. Itulah sebagian dari 'surga' di selatan Pulau Rote ini.

Desa Oebou merupakan salah satu titian sejarah tentang perkembangan di Pulau Rote. Wilayah ini memiliki kekayaan alam. Selain alam yang begitu indah, warga di tempat ini juga membudidayakan rumput laut. Dan, yang paling fenomenal adalah dari desa inilah cikal bakal masuknya agamanya Kristen dan pendidikan di Pulau Rote.

Beberapa warga yang juga petani rumput laut hampir setiap hari berada di tempat itu. Mereka mengawasi budidaya rumput laut di tempat itu. Sejumlah warga di tempat itu mengatakan, mereka mendapatkan hasil yang cukup membantu perekonomian rumah tangga dari usaha rumput laut. Agar rumput laut tumbuh baik, maka mereka juga selalu menjaga lingkungan agar tetap bersih. Bagi mereka, air laut yang bersih merupakan kehidupan mereka.

Masyarakat desa ini sebelumnya ada petani dan nelayan. Tetapi setelah kenal rumput laut dan nilai ekonomisnya, sebagian dari warga di desa ini beralih mengadu nasib dengan menanam rumput laut. Nyatanya rumput laut sangat membantu perekonomian mereka.

Sebetulnya, tanpa rumput laut pun, pemandangan di kawasan ini punya pesona yang luar biasa. Pantai nan indah belum dimanfaatkan untuk kunjungan wisata. Padahal, prospek untuk olahraga menyelam di tempat ini sangat menjanjikan. Tinggal bagaimana pemerintah menyiasati dengan menyediakan fasilitas dan akomodasi bagi para turis yang akan mulai mengenal dan akan mengunjungi wilayah ini. (Alfred Dama)

Pos Kupang edisi Sabtu, 31 Juli 2010 halaman 5

Amnesia


SEORANG teman dari Manado, Sulawesi Utara bercerita tentang pemilu kada yang baru saja berlangsung di daerah nyiur melambai itu. Menurut dia, praktik bagi-bagi duit untuk meraih dukungan suara rakyat tersaji secara telanjang.

Acara menebar uang bahkan diperagakan sejumlah kandidat tanpa risih di depan rumah ibadah -- memanfaatkan kerumuman massa yang sedang menunaikan ritual keagamaan mereka. "Seorang calon konon menghabiskan sekitar tiga miliar rupiah untuk proyek bagi-bagi uang itu," kata kawan yang berprofesi sebagai jurnalis.

Bagi-bagi uang untuk meraih kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah kiranya bukan hanya terjadi di Sulawesi Utara. Di beranda Flobamora ini praktik serupa pun telah berlangsung lama. Kekuatan uang demi kuasa merupakan modus primitif yang masih aktual sampai detik ini.


Jika bukan uang cash yang dibagi-bagi, ada calon yang menempuh cara lain misalnya membungkus lewat bantuan sembako, bantuan untuk rumah ibadah dan macam-macam aksi berciri sinterklas. Jadi yang berbeda hanya kemasan. Isi dan tujuan sama. Mereka berusaha mendapatkan dukungan rakyat lewat kekuatan uang.

Para kandidat rupanya paham betul psikologi massa yang hidup di era pragmatis ini. Orang kita - entah hidupnya makmur atau miskin papa, sejahtera atau lapar dan haus saban hari, menerima begitu saja tanpa mempertimbangkan apakah uang yang dia terima itu halal atau tidak. Bodoh amat menghitung faktor ini. Yang penting uang, uang dan uang. Dengan uang seseorang memenuhi hasrat tubuhnya. Keinginan-keinginannya. Dengan uang dia dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Titik!

Selain menganut pola hidup pragmatis, kiranya tuan dan puan sependapat bahwa orang kita terserang penyakit amnesia akut. Kehilangan daya ingat. Otak mudah sekali melupakan kejadian yang belum lama berlalu. Di zaman Orde Baru hidup kita sengsara di bawah genggaman penguasa yang represif sekaligus korup. Sudah beribu bahkan berjuta-juta kali suara menggelegar di padang Nusantara tentang perang melawan KKN, tentang aksi menggempur keserakahan dan kelobaan atas nama negara dan kepentingan marhaen (rakyat).

Tapi bersamaan dengan itu praktik KKN justru semakin menggila. Para pelaku kian cerdas dan piawai membungkus kemunafikan mereka lewat sikap dan perilaku populis. Semakin canggih modus operandinya. Mereka yang munafik itu mendapatkan tempat terhormat karena banyak orang amnesia.

Contoh nyata bisa dikutip dari data Indonesian Corruption Watch (ICW) yang disampaikan kepada pers di Jakarta 4 Agustus 2010 lalu. ICW mencatat dalam pemilu kada baru-baru ini lima kandidat berstatus tersangka kasus korupsi terpilih dengan suara signifikan menjadi kepala daerah. Bayangkan tuan dan puan jika para tersangka kasus korupsi memimpin wilayah.

Dengan enteng mereka berdalih tersangka belum tentu bersalah sesuai prinsip hukum praduga tak bersalah. Sikap kritis masyarakat dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) di Indonesia sungguh menyedihkan.

Data ICW juga menunjukkan tren kasus korupsi makin meningkat tahun ini. Kasus korupsi yang terungkap dan kerugian negara pada semester I tahun 2010 meningkat dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Keuangan daerah tercatat sebagai sektor yang paling rentan dikorupsi.

Perkara korupsi yang terungkap dalam semestes I-2010 sebanyak 176 kasus. Sebanyak 441 orang ditetapkan sebagai tersangka dan kerugian negara akibat korupsi itu sekitar Rp 2,1 triliun. Pada periode yang sama tahun 2009 hanya 86 kasus korupsi yang disidik, 217 tersangka dan kerugian negara Rp 1,17 triliun (Kompas, 5 Agustus 2010 halaman 1).

ICW menyimpulkan salah satu akar masalah korupsi yang terus meningkat tersebut adalah pemilu kada. Nah? Kiranya benar sinyalemen ICW. Anak kecil pun tahu pemilu kada menelan ongkos sangat besar. Dari mana para kandidat mendapatkan uang dalam jumlah besar? Tidak selalu melewati jalan halal.

Dalam pesta pemilu kada di salah satu daerah di NTT belum lama berselang, rakyat memuja-muji kandidat yang terkenal royal uang dan umbar janji manis. Dan, kandidat itu terpilih dengan koleksi suara sangat meyakinkan.

Seorang kawan mencurahkan isi hati. Dia sedih karena sebagian rakyat Flobamora gampang tergiur janji manis. Mudah terpedaya oleh uang. Rakyat lupa seorang kandidat boleh jadi main kelingking dengan calon investor dalam membiayai pemilu kada. "Coba simak pertambangan di NTT. Begitu mudah pemerintah daerah mengeluarkan izin kuasa pertambangan. Izin mengalir bagaikan air bah," katanya.

Banyak jalan ke Roma, beragam cara mengumpulkan dana politik pemilu kada. Main mata dengan investor di bidang pertambangan kiranya bukan mustahil bukan? Banyak suara menyebut ada penguasa daerah memiliki izin kuasa pertambangan dalam jumlah belasan. Dia pakai nama orang lain sehingga tidak terendus publik. Dia getol bicara tentang kesejahteraan rakyat. Di belakang layar, dia terbahak riang melihat rakyat kehilangan daya ingat. Amnesia! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 9 Agustus 2010 halaman 1

Pong


SPIDERMAN tua beraksi di Senayan. Dia gesit merayap tanpa sepengetahuan petugas keamanan. Di atas kura-kura raksasa bernama Gedung Nusantara, Spiderman menulis tiga kata: Jujur, Adil, Tegas. Mereka Yang Terhormat (Yth) terkejut dan marah! Tuan dan puan pasti sudah tahu apa yang hendak beta ceritakan. Beta sekadar merangkai ulang aksi aktor senior Pong Hardjatmo yang menghebohkan Indonesia, Jumat 30 Juli 2010.

Hari Jumat itu sekitar pukul 11.00 WIB gedung Nusantara yang atapnya mirip kura- kura lengang. Pria berusia 68 tahun ini menuju atap tanpa hambatan. Luput dari perhatian petugas keamaan gedung DPR/MPR RI. Sesampai di atap dia membuat coretan dengan cat pilox warna merah tiga kata di atas. Para fotograferlah yang pertama kali melihat aksi Pong. Mereka pun mengabadikan aksinya. Jreet...jrett... jrett! Setelah tahu kecolongan, petugas keamanan buru-buru menurunkan Pong dari atap dan meminta keterangan. Pong bahkan sempat diamankan dan diperiksa di pos polisi Kompleks Parlemen Senayan.


Mengenai aksinya menulis di atap gedung DPR/MPR, Pong berujar santai, "Saya ini Spiderman." Dasar aktor! Bukan itu substansi kenekatan Pong. Dia kecewa dengan kinerja anggota parlemen yang belakangan ini kebakaran jenggot setelah dikritik masyarakat atas kebiasaan mereka bolos dari sidang-sidang parlemen yang membahas berbagai agenda penting bangsa.

"Kekecewaan saya ini sudah memuncak. Dari kasus Lapindo, Susno, polisi yang dijeblosin polisi. Memuncaklah!!" ujar Pong dalam jumpa pers. Kekecewaan itu dia tuangkan dalam tiga kata: Jujur, Adil, Tegas. Kalau dibedah satu per satu, dalam sekali makna pesan Pong lewat ketiga suku kata tersebut.

Wajar bila aksi Pong menjadi berita dengan liputan sangat luas dari media massa nasional. Aksi Pong juga menjadi topik diskusi hangat di jaringan komunitas dunia maya. Ada pro dan kontra. Ada yang menghujat dan mengolok. Tapi dominan mengapresisi secara positif. Pong dianggap mewakili suara hati rakyat Indonesia yang kesal melihat sandiwara politikus di Senayan.

"Asli tanpa ditunggangi, jauh dari kepentingan terselubung. Merdeka mas pong. Jangan tiru mereka yang hanya bisa teriak, menghujat dan mengerahkan massa demi kepentingan terselubung." Begitu komentar salah seorang di jaringan komunitas Twitter. "Pong sesungguhnya menulis tiga kata itu di kepala para anggota parlemen. Mereka sadar nggak itu?" kata rekan di jaringan Facebook.

"Saya mendukung aksi Pong meskipun percuma melakukan hal demikian karena prinsipnya anggota Dewan Yth maupun pemerintah tak mungkin terpengaruh dengan berbagai aksi. Mereka sudah biasa menutup mata dan telinga. Muka badak!" tulis rekan yang lain. Waw?

Pesan simbolik Pong Hardjatmo membuat kuping Yth panas. Mereka bereaksi. Jengkel! Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso menilai, aksi aktor kelahiran Solo tahun 1942 itu sekadar mencari perhatian anggota parlemen. Pong uber sensasi. "Gedung parlemen adalah rumah rakyat. Silakan saja kalau akan menyampaikan aspirasi asalkan dilakukan dengan norma aturan yang berlaku, tidak seenaknya sendiri," kata Priyo. Priyo menuntut Pong minta maaf dan membuat janji tertulis tidak mengulangi aksi serupa lagi.

Dia pun jengkel dengan petugas keamanan yang berhasil dikelabui aktor sepuh itu saat memanjat atap kura-kura. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), AM Fatwa juga marah. "Tindakan tersebut tidak etis," kata Fatwa.

Pong membantah aksinya hanya mencari popularitas. "Saya ini sudah lebih dulu populer. Saya siap dipenjara. Kalau jujur, adil dan tegas, masa ditindak sih. Yang merusak bangsa kok tidak ditindak," ujar Pong.

Kiranya aksi Pong Hardjatmo mewakili kekecewaan publik terhadap kinerja anggota DPR RI hasil Pemilu 2009. Kasus Bank Century, misalnya, sampai hari ini tidak jelas ujungnya. Padahal hampir lima bulan lamanya DPR RI begitu getol membahas kasus tersebut. Sangat mungkin kasus yang sangat menarik perhatian masyarakat ini akan gantung begitu saja. DPR pun diam membisu menghadapi kasus ledakan tabung gas elpiji yang telah menelan korban ratusan orang. Demikian pula dengan kasus lama seperti lumpur Lapindo. DPR yang diharapkan memperjuangkan aspirasi rakyat justru mengutamakan kepentingan sendiri.

Sorotan terakhir menyangkut rendahnya persentase kehadiran anggota parlemen dalam sidang-sidang di Senayan. Badan Kehormatan DPR bahkan mengaku kewalahan menghadapi perilaku anggota DPR yang bolos sidang tanpa beban. Tanpa alasan. Ketika muncul anjuran menggunakan sistem absensi sidik jari, banyak anggota parlemen protes. Anjuran tersebut kemungkinan besar sia-sia.

Data rendahnya kinerja anggota DPR diperlihatkan pegiat Indonesian Parliamantery Center (IPC). Produktivitas anggota DPR dalam tahun pertama masa tugas periode 2009-2014 sangat rendah. Mereka baru menyelesaikan lima Rancangan Undang Undang (RUU) dari 70 RUU yang diproritaskan dalam Program Legislasi Nasional. "Artinya, masih ada 65 RUU yang harus diselesaikan dalam waktu lima bulan ke depan," kata Koordinator Divisi Riset Indonesian Parliamantery Center, Ahmad Hanafi di Jakarta, Jumat (30/7/2010) lalu.

Merampungkan 65 RUU dalam waktu lima bulan adalah sesuatu yang agak mustahil. Kalaupun DPR berhasil mewujudkannya, bisa ditebak kualitas UU yang dihasilkan. Di negeri ini sudah biasa produk UU yang dihasilkan parlemen dan pemerintah saling bertentangan satu sama lain sehingga tidak bergigi.

Cerita di atas tentang perilaku Yth di Senayan. Bagaimana rekan sejawat mereka di beranda Flobamora? Beta tidak mau berprasangka buruk dengan melukiskan setali tiga uang. Silakan tuan dan puan memantau, menganalisa dan menilai sendiri wakil pilihanmu. Izinkan beta cuti kritik sementara waktu. Soalnya banyak saudara- saudariku yang telinganya tipis. Hehehe... Sorry! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 2 Agustus 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes