Yolanda Pello: Tantangan di Balik Kemudi

Yolanda Pello
Asalkan halal, pekerjaan apa pun bisa dilakukan perempuan. Dan bukan sekadar mencari uang tapi juga mencari tantangan, memperkaya pengetahuan dan pengalaman. Prinsip inilah yang dipegang teguh Yolanda Geertruida Pello, perempuan berlatar belakang pendidikan Managing Hospitality bidang perhotelan dari sebuah universitas swasta di Bogor, yang kini memilih bekerja sebagai pengemudi taksi.

Perempuan kelahiran Jakarta, 29 Juni 1980 ini bersemangat menjalani pekerjaan barunya sebagai pengemudi. Ini bukan pekerjaan pertamanya. Sebelumnya, Yolanda bekerja sebagai resepsionis di hotel bintang lima Jakarta, pernah menjadi staf administrasi di perusahaan kontraktor, dan 4,5 tahun pernah memilih menjadi ibu rumah tangga.

"Saya mencari pekerjaan yang sesuai dengan jiwa, saya lebih suka pekerjaan outdoor. Saya bukan tipe pekerja kantoran meski saya bisa mengoperasikan komputer, mengerti perpajakan. Di taksi, saya bertemu dengan banyak orang yang berbeda-beda, bisa belajar banyak karakter, saya belajar psikologi di sini karena sering mendengar cerita dan saran dari penumpang tentang keluarga, anak, rumah tangga, pekerjaan. Menjadi supir taksi itu menantang, dan saya senang bisa menaklukkan tantangan," ungkap Yolanda, saat berbincang bersama Kompas Female di Jakarta.

Bagi Yolanda, bekerja sebagai pengemudi taksi memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lain. Ia mengemudi taksi per tiga hari, mengantar jemput penumpang paling banyak 20 orang dalam sehari. Waktu yang fleksibel ini dibutuhkannya agar dapat memberikan perhatian bagi putrinya, Febriella Cahyanti (9) dan putranya, Handre Dermawan Tripa (5).

Namun, dapat membagi waktu untuk keluarga bukan satu-satunya pertimbangan untuk memilih pekerjaan sebagai pengemudi taksi. Istri dari Muntarso (46), seorang doorman hotel bintang lima di Jakarta ini, memang menyukai tantangan dan selalu ingin mandiri.

Yolanda berbagi cerita, ia ingin membuktikan bahwa perempuan juga bisa. Bisa melakukan pekerjaan apa saja, mampu memberdayakan diri, dan berkontribusi untuk keluarga. Lebih dari itu, menjadi pengemudi taksi perempuan baginya adalah cara yang dipilihnya untuk menyuarakan perempuan.

Mengubah cara pandang
"Banyak yang memandang rendah pengemudi taksi perempuan, menganggap pengemudi perempuan bisa diperlakukan seenaknya, bahkan bisa dikatakan perlakuan tersebut melecehkan. Saya sendiri pernah menemui penumpang yang mengajak kencan. Saya tidak menanggapinya, berusaha memberikan penjelasan, dan berusaha bersabar. Pernah, saya terpaksa harus menurunkan penumpang karena sudah merasa tidak aman dan nyaman, sebab penumpang selalu membicarakan kencan sepanjang perjalanan," jelasnya.

Meski pernah mengalami pelecehan secara verbal, Yolanda tak lantas berhenti jadi pengemudi. Ia tetap melihatnya sebagai tantangan. Justru, katanya, dengan adanya pengemudi perempuan orang lain bisa belajar untuk lebih menghargai pekerjaan ini. Termasuk bagi perempuan itu sendiri, lanjutnya.

"Kalau saya bisa, perempuan lain juga bisa menjalani pekerjaan ini. Asalkan bisa mengemudi, mau belajar, mau bersabar melayani penumpang dan kondisi jalan Jakarta yang sering macet. Tak harus hafal jalan, karena itu bisa dipelajari dengan sendirinya. Setiap perempuan apalagi yang tidak punya keterampilan untuk bekerja di bidang lain, bisa menjalani pekerjaan ini," tutur satu-satunya pengemudi taksi perempuan di Taxiku ini. Ia melanjutkan, "Awalnya saya tidak punya gambaran seperti apa pekerjaan pengemudi taksi. Namun saya ingin mencoba dan saya menyukainya. Saya ingin tetap menjadi pengemudi taksi."

Memberikan rasa aman dan kenyamanan
Pilihan Yolanda untuk bekerja sebagai pengemudi taksi sempat membuat orangtuanya bertanya-tanya. Ayah dan ibunya adalah pensiunan pegawai negeri sipil dari perusahaan BUMN ternama. Ayah yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan ibu asal Tulung Agung Jawa Timur, mempertanyakan pilihan Yolanda.

"Mereka kaget dengan pekerjaan saya. Karena bagi mereka saya punya keterampilan, punya background pendidikan tinggi, dan masih ada pekerjaan lain yang sebenarnya bisa saya pilih. Namun saya suka menjadi pengemudi taksi, tidak terikat dan bebas mengatur waktu," tuturnya.

Baginya, pandangan dari orang lain boleh didengar dan dipertimbangkan, namun keputusan selalu kembali ke diri sendiri. Termasuk dalam pekerjaan. Meski orangtua sempat bertanya-tanya, tak demikian dengan sang suami. "Suami saya mendukung sepenuhnya, justru pemikiran bahwa kita harus memilih keputusan sendiri berasal darinya," ujarnya.

Meski pilihannya dipertanyakan, Yolanda tetap bersemangat dengan pekerjaannya. Selain fleksibilitas waktu, tantangan bertemu orang baru dan belajar berbagai hal dari penumpang yang senang berbincang dengannya membuat pekerjaan ini jadi punya makna.

Yolanda banyak menerima respons positif dari penumpang taksi perempuan yang kerap terkesima ketika mendapati pengemudinya adalah seorang perempuan. Banyak juga yang menganggapnya sebagai perempuan berani, yang mau dan bisa menjalani pekerjaan tersebut.

Bagi Yolanda, menghabiskan waktu dalam perjalanan mengendarai taksi dengan pengemudi perempuan, memberikan rasa aman dan nyaman, terutama untuk penumpang perempuan.

"Karena sama-sama perempuan, penumpang merasa lebih leluasa di dalam taksi. Kalau perempuan kan sering mengandalkan perasaan dan mudah berempati, jadi bisa saling mengerti. Rasanya kalau sesama perempuan inginnya melindungi. Saya ingin memberikan rasa aman dan nyaman seperti itu kepada penumpang perempuan," jelasnya.

Bekerja dengan misi tanpa gengsi
Bagaimana Yolanda memaknai pekerjaannya sebagai pengemudi taksi menunjukkan bahwa ia bekerja dengan misi, mengalahkan gengsi. Ia pun berharap akan semakin banyak pengemudi taksi perempuan, yang sebenarnya memang dibutuhkan.

Ia mengerti mengapa masih ada orang yang memandang sebelah mata atas pekerjaannya. Tak semua orang bisa memandang positif pengemudi taksi perempuan karena persoalan pencitraan. "Saya tidak pedulikan kata orang tentang pekerjaan. Buat apa gengsi, apalagi kalau tinggal di Jakarta tak bisa hidup kalau gengsi," ujar anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Anggapan orang lain tak ada artinya, apalagi Yolanda mendapatkan penghargaan tinggi dari anak-anaknya. "Mama keren jadi supir taksi," kata Yolanda menyontohkan komentar anaknya. Yolanda mengaku sering bercerita kepada kedua anaknya, mengenai pekerjaannya. "Saya cerita, pekerjaan saya mengantar jemput penumpang, tahu banyak soal jalan di Jakarta, bisa bertemu banyak orang, entah mengapa cerita itu justru membuat anak-anak membanggakan mamanya di depan teman-temannya," tuturnya seraya tertawa.

Kepercayaan diri Yolanda pun semakin tinggi dengan dukungan anak dan suami. Ia mengaku akan tetap menjalani pekerjaan sebagai pengemudi taksi dengan berbagai hal positif yang didapatkan darinya. Terutama dengan bekerja, ia merasa lebih berdaya.

"Saya tidak mau bergantung kepada suami, rasanya tidak puas kalau mendapat uang bukan jerih payah sendiri. Saya punya banyak keinginan lain dan merasa perlu mencari uang sendiri," ungkapnya.

Keinginan mandiri, termasuk secara finansial, menjadi sumber semangat bagi Yolanda dalam bekerja. Sejak remaja, Yolanda memiliki karakter ini. Ia seringkali mencari uang tambahan dengan berjualan, bukan karena orangtua membatasi keuangan tapi lebih karena ia ingin mandiri, tak mau selalu bergantung pada orangtua apalagi menggantungkan hidup kepada orang lain.

Sumber: Kompas.Com

Lang Sinus Keliling Indonesia demi Pancasila

Lang Sinus di tengah murid SD
Seperti berjalan di tebing yang curam dengan menutup mata. Perumpamaan tersebut agaknya tepat disematkan pada sosok Liberius Lang Sinus.

PRIA lajang berusia 35 tahun asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu dalam keterbatasannya nekat keliling Indonesia. Pria yang suka dipanggil Bung Sila ini hanya bermodal tekad yang kuat serta kecintaannya terhadap Indonesia. Ketika bertandang ke Tribun Manado, Selasa (17/4/2012), senyumnya mengembang dan seolah tak pernah lepas dari wajah lelahnya. Ya ia telah melewati 27 provinsi di Indonesia, itu bukanlah jarak tempuh yang pendek.

Pria yang tinggal di Maumere, Kabupaten Sikka NTT ini mengawali perjalanannya tanggal 1 Oktober 2011 dilepas oleh Bupati Ende Drs Don Bosco M Wangge didampingi Dandim 4602 Ende, Letkol Frans Thomas. Dari NTT ia bergerak barat ke Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa, Sumatera, Sabang, Batam, Bintan, Bangka, Belitung, Kalimantan, dan Sulawesi. Di Pulau Sulawesi ia meluncur dari Mamuju, Makassar, Buton, Malele, Posok, Palu, Gorontalo, Kotamobagu dan Manado. Sulawesi Utara merupakan provinsi ke-28 yang ia kunjungi.

Orang lain keliling Indonesia mungkin menyiapkan banyak bekal dan persiapan, namun tidak demikian dengan Lang Sinus. Dia hanya membawa baju empat buah, empat celana dan dua buah sepatu.Uang di kantong saat berangkat Rp 400 ribu. Untuk transportasi dia andalkan sepeda motor merek Honda Supra Fit X nomor polisi DH 2557ZA keluaran tahun 2008.

"Ini bukan touring semata, misi saya kampanye Pancasila Sakti, karena selama ini Pancasila telah dilupakan," ujarnya. Lang Sinus mengaku kecewa pelajaran tentang Pancasila tak mendalam diberikan pada anak-anak seperti pada masanya, bahkan ia menemui banyak anak yang tak hafal butir-butir Pancasila. Ia kemudian menunjukkan rekaman video seorang anak asal Kalimantan kelas 5 SD bahkan tak tahu apa itu Pancasila. Ia sudah keliling sebanyak 60 sekolah dasar (SD) dan bertemu sekitar dua ribu anak. "Saya masuk kelas dan mengenalkan anak-anak tentang Pancasila, tak hanya di kelas saat di luar kelas pun saya bertemu dengan sekelompok anak, saya berdiskusi tentang Pancasila," jelasnya.

Bila dibandingkan pendidikan Pancasila dulu dan sekarang, lebih baik dulu, karena setiap anak di angkatannya kelas 3 SD saja sudah hafal Pancasila. Ia khawatir Pancasila ke depan tak dikenal anak-anak padahal itu dasar negara dan dasar-dasar hidup yang menyatukan Indonesia. Lang Sinus menciptakan yel-yel khusus untukmenarik minat anak-anak.

Perjalanannya yang panjang menyimpan segudang cerita unik, uang Rp 400 ribu dulu sebagai modal awal berangkat bahkan kini tak berkurang. Saat berkunjung ke Tribun Manado ia mengaku uang Rp 400 ribu masih utuh di kantong. "Ternyata masih banyak orang baik di Indonesia, saya diberi makan, dibelikan bensin, diobati saat kecelakaan, dibantu, semua dilakukan orang yang tidak saya kenal," imbuhnya.

Ia mengaku heran rata-rata setiap berada di pompa bensin, ada saja orang yang membelikannya bensin. Demikian pula saat ia kehabisan uang, ia hanya memiliki uang Rp 1000, ia nekat masuk warung. "Saya bilang pada pemilik warung, ibu - bapak saya sedang keliling Indonesia, saya hanya memiliki uang Rp 1.000, bisakah saya membeli nasi dengan uang segini," katanya. Tak disangka pemilik warung langsung memberinya satu piring nasi, sayur plus lauk ayam, gratis, bahkan dibungkuskan satu untuk bekal perjalanan. Ia tak percaya ternyata masih banyak orang baik, pengalaman tersebut ia dapatkan di Palembang dan Medan.

Keyakinannya akan ungkapan hal-hal baik akan terjadi pada orang baik ternyata terbukti, sepanjang perjalanan Lang Sinus mendapatkan banyak pengalaman baik yang tak terkira. Berdasar catatan jurnalis di media online Kompas.com, Lang Sinus sebelum berkeliling Indonesia ia bahkan telah menjadi relawan kemanusiaan. Lang Sinus menjadi koordinator penggalangan dana bagi 720 warga dari 180 kepala keluarga transmigran di Unit Pelaksana Teknis Daerah Transmigrasi Uluwae, Kecamatan Bajawa Utara, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan berita tersebut, warga yang telah menderita kelaparan sejak Juni 2011 akhirnya bisa dibantu sekitar bulan September 2011. Lokasi transmigrasi tersebut saat itu tidak dapat ditanami karena gersang, kurang hujan, dan tidak ada aliran sungai. Lang Sinus menggalang dana dengan meminta bantuan ke seluruh rekan atau kerabat dengan mengirim pesan pendek agar menyumbangkan beras satu gelas dan terkumpul hingga diuangkan Rp 10,8 juta dan membantu warga desa tersebut.

Pengalaman kemanusiaan tersebut yeng memperkuat tekadnya untuk berkeliling Indonesia. Ia berusaha melakukan banyak hal baik di setiap daerah yang ia lewati. Perjalanan ini belum usai, ia masih harus melewati lima provinsi lagi hingga misi memperkuat pemahaman akan Pancasila selesai di 33 provinsi. Ia yakin mampu menyelesaikan misinya demi generasi mendatang.

***

Tapak kakinya seolah tak lelah menyusuri jalan-jalan yang asing baginya. Tekadnya kuat melewati hingar bingar kota hingga sepinya hutan. Libertus Lang Sinus (35), catatan kisah pria lajang asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) keliling Indonesia mungkin tak seperti kisah Indiana Jones yang penuh ketegangan dan aksi dramatik. Namun keberanian Lang Sinus dengan keterbatasan berani melewati 28 provinsi patut diacungi jempol.

Misinya sosialisasikan Pancasila, khususnya pada anak-anak menggerakkan Lang Sinus untuk melewati 33 provinsi di Indonesia. Keprihatinannya akan ketidaktahuan anak-anak tentang Pancasila membuatnya jadi guru di manapun. Mulai dari ruang kelas-kelas hingga di pinggir jalan, setiap bertemu anak-anak ia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang Pancasila.

Ia telah melewati hutan, tidur di hutan, musola, di sel penjara, tenggelam di sungai, kecelakaan berkali-kali, dan kesimpulannya di Indonesia banyak orang baik. Lang Sinus seolah merasakan berbagai mujizat. Misalnya ketika ia terdampar di hutan, dua hari tak makan dan minum air lumpur. Saat itu ketika sepeda motornya melewati sungai, ternyata sungai cukup dalam, sepeda motornya tenggelam.

"Saya bingung tak tahu harus bagaimana, saya menahan lapar dua hari, minum air lumpur, tapi kemudian Tuhan kirimkan saya bantuan," ujarnya. Seorang pria datang dengan sepeda motor di pedalaman Kalimantan Barat. Pria yang lupa ia tanya namanya membantu Lang Sinus untuk memperbaiki sepeda motornya.

Ia percaya kebaikan akan hadir selaras dengan niat dan ketulusan untuk berbuat baik. Menurutnya pria penolongnya tersebut memiliki keahlian mereparasi sepeda motor. Pria tersebut berniat menengok hewan peliharaannya yang ada di hutan dan tak biasanya ia membawa semua peralatan atau kunci untuk reparasi motor saat berangkat ke hutan. "Tak masuk akal, bagaimana bisa ada ahli reparasi motor ada di hutan, benar-benar besar kuasa Tuhan," kata Lang Sinus.

Kejadian-demi kejadian juga tak ia sangka, berkali-kali ia kecelakaan namun selamat, bahkan saat di Aceh ia mendapatkan bantuan yang tak terkira. Selama ini stigma umum mengatakan orang Aceh wataknya keras, tapi ia berani untuk mengatakan stigma tersebut salah. Saat itu ia mengendarai sepeda motornya lalu ada segerombolan domba tiba-tiba menyeberang jalan, Lang Sinus tak kuasa mengendalikan motornya ia pun terjatuh dan terseret beberapa meter di aspal jalan. "Penduduk sekitar menolong, mereka mengobati luka-luka saya dan memberi makan. Luar biasa mereka tak kenal saya dan memiliki keyakinan yang berbeda dengan saya namun bersedia untuk membantu, tulus, tanpa pamrih," katanya.

Perjalanan yang telah ia lewati membawa pada wawasan baru akan beragamnya budaya dan berbagai macam dinamika kehidupan masyarakat. Meski demikian ia menyadari pembangunan di Indonesia tidaklah merata, masih banyak infrastruktur yang timpang. Lang Sinus mencontohkan saat berkunjung ke SDN 02 Sungai Antu, Desa Sungai Antu, Kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Putusibau, Provinsi Kalimantan Barat. "Sangat berbeda dengan sekolah-sekolah dasar di kota besar seperti di Jawa, Bali maupun Manado. Di sana sekolah dari papan kayu, lantai kayu dan fasilitas yang kurang memadai," jelasnya.

Bukan hanya pengalaman unik, ia juga mengalami peristiwa mistik ketika mengunjungi makam Bung Karno di Blitar, Jawa Tengah. Lang Sinus memang sangat mengagumi sosok Bung Karno hingga ia merasakan kedamaian saat kunjungi makam tersebut. Ketika berfoto di makam menggunakan kamera miliknya, dan difoto oleh juru kunci, di poster yang telah ia pigura, berisi gambar Garuda Pancasila beserta butir-butirnya, muncul sosok wajah Bung Karno.

Demikian halnya ketika mengunjungi di tempat tidur Bung Karno, ia berhasil merekam suara pidato yang diduga arwah Bung Karno melalui temannya. Pidato tersebut dari sisi intonasi dan pilihan kata sangat mirip dengan Bung Karno. Ia berhasil merekamnya dan ia ingat dengan isi rekaman atau pesan Bung Karno untuk bangsa Indonesia melalui rekaman tersebut.

"Maaf saya belum bisa publikasikan, saya belum selesai melewati 33 provinsi, bila nanti sudah selesai saya akan membuat buku, foto maupun rekaman pidato Bung Karno, sekaligus isi pidatonya untuk bangsa Indonesia akan saya publikasikan," ujarnya. Lang Sinus optimistis bisa merealisasikan harapannya. Dia targetkan pada 1 Oktober 2012, perjalanan melewati 33 provinsi akan selesai dan bisa dibuat buku. Ia yakin ada penerbit yang mau menerbitkan bukunya. "Saya juga akan menikah bersamaan dengan launching buku. Tentang siapa calonnya, saya yakin saya bisa menemukan," katanya sambil tersenyum. Matanya berseri, wajahnya yang menunjukkan guratan lelah seolah tertutup oleh asa untuk Indonesia yang lebih baik. Sungguh Lang Sinus seorang inspirator. (robertus rimawan)

Harian Tribun Manado, 18-19 April 2012 halaman 1

Larang Pejabat ke Luar Daerah

ilustrasi
WALI Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara Djelantik Mokodompit melarang anak buahnya yang memimpin satuan kerja perangkat daerah (SKPD) ke luar daerah dalam waktu dekat ini. Larangan tersebut terkait audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kotamobagu tahun 2011.

"Jadi kepada Pimpinan SKPD dan pengelola keuangan diminta tetap berada di tempat untuk mendukung kelancaran pemeriksaan Tim BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujar Djelantik melalui juru bicara Pemkot Kotamobagu Agung Adati kepada Tribun Manado, Minggu (22/4).

Djelantik juga minta kepada pengelola keuangan untuk mempersiapkan segala sesuatu agar pemeriksaan keuangan bisa berjalan dengan lancar. Tahun 2011, BPK memberikan opini tidak wajar atas laporan keuangan Pemkot Kotamobagu tahun 2010 setelah tahun sebelumnya mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Hal itu melecut Pemkot Kotamobagu untuk mendapat opini lebih baik tahun ini.

Dalam konteks soal di Kotamobagu idealnya tanpa seruan dari wali kota pun para pimpinan SKPD di sana mesti tahu diri. Sebagai pejabat yang berurusan dengan laporan keuangan daerah, sudah menjadi kewajiban mereka untuk berada di tempat selama pemeriksaan tim BPK berlangsung.

Lalu mengapa wali kota harus mengeluarkan larangan? Agaknya kita mudah menebak alasannya. Patut diduga masih ada pejabat tertentu yang doyan jalan-jalan ke luar daerah dengan dalih tugas. Dia lebih memilih bepergian meskipun urusan di instansinya jauh lebih penting dan urgen.

Fenomena semacam itu bukan hanya terjadi di Kotamobagu. Pejabat lebih banyak ke luar daerah jamak terjadi di mana-mana di negeri ini. Maklumlah masih ada ketimpangan dalam sistem manajemen pemerintahan yang kita anut. Desentralisasi lewat otonomi daerah toh belum berjalan sebagaimana mestinya. Malah sekadar ganji baju lantaran pemerintah pusat tetap mengontrol penuh.

Ambil misal dalam urusan teknis administratif. Masih banyak urusan pemerintahan daerah yang membutuhkan verifikasi, validasi serta persetujuan pemerintah pusat. Maka seorang pimpinan SKPD harus sering ke Jakarta untuk memenuhi tuntutan tersebut. Di sisi lain ketimpangan ini memunculkan sikap aji mumpung. Mumpung ada peluang bertugas ke luar daerah dan dibiayai negara, para pejabat pun ramai- ramai mengagendakan jadwal perjalanan dinas yang padat selama sebulan.
Oleh karena itu kita memandang penting larangan dari Wali Kota Kotamobagu di atas. Guna meminimalisir kebiasaan pejabat pelesir ke luar daerah, seorang kepala daerah mutlak melakukan kontrol yang ketat. Perlu diberi batasan jelas tentang urgensi seorang pimpinan SKPD bertugas ke luar daerah.

Banyak manfaat bila pejabat lebih selektif melakukan perjalanan dinas ke luar daerah. Selain waktu dan energinya lebih banyak untuk melayani masyarakat melalui instansi teknis yang dia pimpin, bakal terjadi penghematan anggaran rutin. Sudah menjadi rahasia umum soal ketimpangan dalam struktur APBD di berbagai daerah yakni pos belaja rutin pemerintahan jauh lebih gemuk ketimbang biaya pembangunan. Membatasi perjalanan dinas pejabat pemerintah merupakan salah satu cara agar postur APBD yang timpang tersebut bisa teratasi. Idealnya dana APBD lebih banyak untuk pembangunan. (*)

Tribun Manado, Senin 23 April 2012 halaman 10

Orangtua Egois Anak Jadi Korban

ilustrasi
PENGHORMATAN terhadap lembaga perkawinan agaknya telah bergeser jauh. Di sekitar kita mudah ditemukan mahligai rumah tangga yang tidak langgeng. Banyak pasangan bercerai setelah hidup bersama setahun atau dua tahun. Bahkan mereka yang telah membangun rumah tangga selama puluhan tahun pun akhirnya memilih berpisah karena beragam alasan.

Warta Tribun Manado edisi kemarin menunjukkan fenomena sosial memprihatinkan itu. Keretakan rumah tangga yang berujung perceraian di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mencengangkan. Rata-rata terjadi satu kasus perceraian setiap hari sepanjang tahun. Faktor pemicunya banyak namun paling dominan justru ketidaksetiaan. Suami memiliki Wanita Idaman Lain (WIL) dan sang istri menyimpan Pria Idaman Lain (PIL).

Data yang dihimpun dari berbagai daerah di Sulut menunjukkan trend perceraian pasangan suami istri (pasutri) terus meningkat selama tiga tahun terakhir. Selain Manado dan Bolmong Raya yang mencatat rekor perceraian tertinggi, kecenderungan meningkat itu juga terjadi di Minahasa, Bitung dan wilayah lain. Total kasus perceraian dari berbagai daerah itu dalam tiga tahun terakhir 2.659. Bukan angka yang sedikit kan?

Kiranya benar pernyataan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulut Drs H Syahban Mauluddin MPdI melalui Kasubag Humas, Chyntia Sepang Spak. "Sekarang ini sepertinya pernikahan diibaratkan seperti orang makan fast food (makanan cepat saji) yang sekadar untuk menghilangkan rasa lapar," kata Sepang. Dikatakannya, saat seseorang mengambil keputusan untuk menikah sepertinya begitu tergesa-gesa dan terkesan hanya untuk memperjelas status. Ketika mereka hidup berkeluarga dan menghadapi berbagai persoalan, maka cara tercepat untuk menyelesaikan masalah adalah memilih bercerai. "Di era sekarang cerai terkesan gampang," tutur Sepang.

Memang banyak faktor yang memicu terjadinya perceraian di Sulut selain faktor selingkuh atau ketidaksetiaan pasangan. Beberapa bisa disebut yakni kegagalan komunikasi antara pasutri, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tekanan ekonomi, pernikahan dini serta perubahan budaya dan gaya hidup.

Apa maksud kita mengedepankan fenomena perceraian ini? Toh fenomena itu lazim di mana-mana, bukan hanya di Sulut. Kita tentu saja dengan sadar mengangkat kenyataan sosial tersebut untuk sekadar mengingatkan bahwa di balik setiap perceraian, dampak psikologis paling buruk justru menimpa anak-anak. Sebuah perceraian -- apapun argumentasi dan alasannya -- kesimpulannnya satu yaitu orangtua egois. Hanya ingat diri sendiri, bukan kepentingan masa depan anak mereka. Sudah banyak bukti di tengah masyarakat anak dari keluarga broken home nasibnya tak sebaik mereka yang tumbuh besar dalam keluarga yang utuh. Misalnya 2.659 pasangan di Sulut yang bercerai dalam tiga tahun terakhir memiliki satu atau dua orang anak, bisa kita bayangkan betapa banyak anak yang harus hidup tanpa kasih sayang yang utuh dari orangtua. Mereka adalah generasi yang terluka batinnya sepanjang hidup.

Dan inilah beberapa dampak psikologis yang mendera anak dari orangtua yang bercerai. Mereka merasa tidak aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuannya, suka marah, sedih dan kesepian, merasa kehilangan, merasa sendirian bahkan paling buruk selalu menyalahkan diri sendiri. Mestinya setiap kali pasutri memutuskan bercerai atau tetap bersatu, anak menjadi pertimbangan nomor satu.*

Tribun Manado, Sabtu 14 April 2012 halaman 10

Uniknya Pasar Tomohon

Tikus bakar yang  dijajakan. Foto Olenka Priyadarsani
Oleh Olenka Priyadarsani

SEKILAS, Pasar Tomohon di Sulawesi Utara tampak seperti pasar tradisional biasa. Ada yang menjual ayam, sayuran, dan berbagai jenis keperluan dapur lainnya. Namun, melangkah lebih jauh lagi ke dalam pasar, terdapat lapak yang menjual binatang yang tidak umum dimakan.

Harus saya peringatkan, pasar ini tidak cocok bagi pencinta binatang!

Tomohon terletak di Kabupaten Minahasa, sekitar satu jam dari Manado. Tomohon menjadi salah satu objek wisata di Sulawesi Utara ini karena topografi alamnya yang indah. Kota terbesar ketiga di provinsi ini terletak di antara dua gunung, yaitu Mahawu dan Lokon yang belum lama ini meletus.

Salah satu atraksi wisata paling menarik di Tomohon adalah Pasar Beriman Tomohon. Saya beruntung karena baru mengunjungi pasar tradisional ini hari Sabtu lalu, tepat sehari sebelum Hari Raya Paskah. Pada hari itu, warga setempat berduyun-duyun pergi ke pasar untuk membeli berbagai keperluan pesta perayaan.

Jalan menuju pasar pun sempat macet karena banyaknya angkutan umum dan mobil pribadi yang bergerak menuju pasar. Lalu, apa yang menarik di pasar ini?

Di samping menjual berbagai keperluan sehari-hari, pasar ini juga menjual berbagai jenis daging dan binatang. Di situlah uniknya, binatang yang dijual tidak akan Anda temukan di pasar-pasar tradisional lain di Indonesia. Binatang-binatang ini, baik yang dijual dalam keadaan hidup atau sudah mati, biasa dijadikan santapan bagi penduduk sekitar Tomohon.

Binatang pertama yang saya lihat adalah babi yang sudah mati. Babi ini diangkut dengan sepeda motor oleh pedagangnya. Sebenarnya daging babi umum dijual di mana-mana, namun baru kali saya menemukan babi yang masih utuh. Ukurannya pun sangat besar. Selanjutnya baca di sini.

Susi Susanti Alami Ketenangan Batin di Larantuka

Susi ikut Prosesi Jumat Agung di Larantuka
PROSESI Semana Santa pada Jumat Agung perayaan Paskah setiap tahun menyedot perhatian banyak umat Katolik sejagat. Ribuan peziarah 'menyerbu' Larantuka, Ibukota Kabupaten Flores Timur. Mereka datang bukan sekadar berwisata melihat keindahan alam Flores Timur (Flotim), tetapi mau mengikuti langsung ritual keagamaan Semana Santa di Kota Reinha itu.

Tidak ketinggalan legenda bulutangkis Indonesia, Lucia Francisca Susi Susanti, akrab disapa Susi Susanti, dan suaminya yang juga legenda bulutangkis Indonesia, Alan Budikusuma, bersama keluarga ikut dalam prosesi Semana Santa, Jumat (6/4/2012).

Susi mengaku, prosesi Semana Santai mulai dari ziarah laut (wisata bahari) hingga perjalanan malam membawanya ke tingkat kekhusukan yang nyata. "Ini sangat alami dan nyata. Batin kami terasa tenang berada di Kota Larantuka saat menjalani prosesi ini," kata Susi Susanti yang pada Armida ketujuh sempat keluar dari barisan, Jumat (6/4/2012) malam.

Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971 ini hadir bersama suaminya Alan serta ibu mertuanya mengenakan baju hitam dipadukan celana jeans warna biru, ikut dalam prosesi Jumat Agung perarakan Tuan Ma, Tuan Ana dan Tuan Meninu, dalam rangkaian Paskah di Larantuka.

Ibu dari Lourencia Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus Frederick, ini mengatakan, dia mendapatkan ketenangan batin mengikuti prosesi Jumat Agung di Larantuka (syarifah sifah)

Sumber: Pos Kupang.Com

Manajemen Kebakaran di Manado

ilustrasi
SEDIKITNYA 14 peristiwa kebakaran telah terjadi di Kota Manado dan beberapa kota lainnya di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sejak bulan Januari 2012. Itu data yang sempat dipublikasikan media massa sehingga patut diyakini masih ada kejadian serupa yang luput dari pantauan. Dari 14 peristiwa kebakaran tersebut, sekitar 85persen terjadi di Kota Manado.

Bayangkan, dalam kurun waktu empat bulan terjadi belasan peristiwa kebakaran rumah tinggal, kios, bengkel serta tempat usaha lainnya. Bahkan dalam bulan April 2012 yang belum genap sepekan ini, sudah terjadi dua peristiwa kebakaran. Pada hari Selasa (3/4) kebakaran menimpa tiga rumah penduduk Desa Kawangkoan jaga II, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara dan satu rumah sekaligus bengkel sepeda motor milik Yunus Paramata (34) di Jalan Yos Sudarso lingkungan IV, Kelurahan Paal Dua Manado.

Meskipun sejauh ini tidak menimbulkan korban jiwa manusia, namun bencana kebakaran yang begitu kerap terjadi di Sulut tahun ini menimbulkan kerugian materi miliaran rupiah. Dampak lain yang tidak kalah mengerikan adalah trauma psikologis yang mendera para korban kebakaran. Harta berupa rumah atau tempat usaha yang mereka kumpulkan dengan susah payah selama bertahun-tahun ludes dalam sekejap disikat si jago merah. Hampir semua peristiwa kebakaran di manapun selalu menyisakan kegetiran di hati korban dan keluarganya.

Di antara banyak kota di Sulut data menunjukkan kebakaran justru paling dominan terjadi di Kota Manado. Tidak bermaksud menyalahkan siapa-apa, tapi kita melihat ada benang kusut di ibu kota Provinsi Sulut ini berkaitan dengan sistem manajemen penanggulangan bencana kebakaran. Bagaimana sesungguhnya standar manajemen kebakaran di kota ini yang dapat memberi kenyamanan bagi warganya? Mengapa peristiwa kebakaran tidak bisa diminimalisir? Mengapa dalam banyak bencana kebakaran di Manado, mobil pemadam kebakaran cenderung terlambat tiba di lokasi guna memadamkan api sehingga bisa menekan kerugian?

Adalah tugas pemerintah serta stakeholder terkait untuk melakukan analisis mendalam tentang urusan ini. Analisis diperlukan sebagai bahan dalam menetapkan agenda aksi yang konkret. Untuk kebutuhan jangka pendek kiranya perlu dievaluasi apakah jumlah mobil pemadam kebakaran serta personelnya sudah memadai untuk mengatasi bencana kebakaran di Kota Manado? Analisis kapasitas personelnya pun mutlak dilakukan untuk mengetahui kecakapan mereka dalam menanggulangi kebakaran. Toh warga Kota Manado membutuhkan petugas pemadam kebakaran yang bekerja profesional. Banyak orang menggantungkan harapan terhadap kesigapan petugas pemadam kebakaran memadamkan api.

Pengalaman menunjukkan, kita acapkali abai dan lalai terhadap bencana kebakaran. Kebakaran rumah atau fasilitas publik dipandang sebagai musibah biasa. Kita cenderung pasrah. Kebakaran adalah soal nasib buruk, mau bilang apa lagi? Kita hanya tercengang ketika peristiwa itu terjadi. Kita memberi simpati manakala jatuh korban. Seiring berlalunya waktu suatu musibah kebakaran hilang dari ingatan kolektif pemerintah dan masyarakat.

Jarang nian terdengar keseriusan untuk membangun sistem manajemen kebakaran yang permanen dengan sasaran jangka panjang. Manado mestinya terus berikhtiar menjadikan dirinya sebagai kota modern yang manusiawi. Salah satu ciri kota modern adalah kepastian bagi setiap warganya bahwa institusi kebakaran kota mampu melindungi mereka setiap saat dari bencana kebakaran. (*)


Tribun Manado, 5 April 2012 halaman 10

Kegetiran Seorang Single Parent

Nadya  dan delapan anak kembarnya
MENJADI single parent bukan pilihan yang mudah bagi siapapun, tak terkecuali perempuan. Maka, kaum perempuan pasti tak habis pikir mengapa ada seorang perempuan yang memilih untuk membesarkan 14 anaknya seorang diri seperti Nadya Suleman.

Perempuan asal La Habra, California, ini menjadi perbincangan dunia internasional ketika melahirkan anak kembar delapan pada tahun 2009. Delapan anak kembarnya ini menjadi kembar delapan kedua yang berhasil hidup seluruhnya di Amerika. Keempatbelas anaknya dilahirkan melalui program bayi tabung karena Nadya tidak mempunyai pasangan. Ia juga tidak bekerja sehingga mengandalkan hidup dengan tampil di acara-acara televisi yang ingin mewawancarainya, serta menerima bantuan dari pemerintah.

Perempuan berusia 36 tahun ini sebenarnya pernah menikah pada tahun 1996, namun bercerai empat tahun kemudian karena tidak kunjung hamil. Sang suami tidak menyetujui niat Nadya untuk melakukan program bayi tabung. Setelah bercerai, Nadya menjalani sendiri program bayi tabung itu dari donor sperma. Semua anaknya, kabarnya juga dihasilkan dari donor sperma yang sama.

Baru-baru ini, Nadya kembali menjadi berita karena menerima tawaran foto telanjang dengan majalah Inggris Closer. Ia berpose hanya dengan celana dalam sewarna kulit, dengan satu tangannya menutupi area payudaranya. Meskipun sudah melahirkan enam kali, tubuhnya masih langsing seperti sebelum hamil. Perempuan yang dijuluki Octomom ini tak malu-malu mengakui bahwa ia melakukannya karena butuh uang.

"Anda tahu berapa honor saya?" katanya saat diwawancara Anderson Cooper dalam talkshow-nya, Anderson, Jumat (30/3/2012) lalu. "Aku dibayar 8.000 dollar. Aku harus melakukannya karena aku harus mengurus keluargaku, dan aku tidak malu. Aku tidak malu sama sekali. Toh aku tidak pernah mengorbankan moral dan nilai-nilai kehidupanku."

Ia juga tidak menganggap bahwa foto-fotonya yang nyaris telanjang (hanya mengenakan celana dalam) itu agak cabul. "Aku kan masih ditutupi," kilahnya, sambil menambahkan bahwa ia sudah membahas rencana tersebut dengan anak-anaknya. "Jujur saja, aku melakukannya untuk uang."

Pada Cooper, Nadya mengaku kesulitan melakukan pembayaran hipotek untuk rumahnya yang bobrok di La Habra, bahkan harus keluar dari rumah itu. Namun ia berusaha keras agar anak-anaknya bisa hidup dengan layak di rumah tersebut.

"Aku tak merasa pantas membebani anak-anak dengan tekanan semacam itu," paparnya. "Aku berusaha sebaik-baiknya memberikan kehidupan bagi mereka setiap hari, sebahagia mungkin. Kami bermain bersama, menikmati momen-momen yang kami miliki bersama, hanya itu yang penting."

Oleh karena itu Nadya, yang drop out dari program master di California State University, Fullerton, merasa tak menyesal difoto telanjang. Ia mengaku lebih baik difoto telanjang untuk sebuah majalah daripada telanjang di hadapan pria yang tidak berniat serius dengannya. Katanya, perempuan harus benar-benar cinta dengan seorang pria sebelum menyerahkan tubuhnya pada pria tersebut. Mengenalnya selama beberapa bulan saja tidak cukup.

Karena kepopulerannya, perempuan yang hidup selibat selama 13 tahun ini mengaku banyak mendapat perhatian dari para pria. Hanya saja, ia belum berniat berkencan lagi sampai anak-anaknya mencapai usia 18 tahun (saat ini anak sulungnya masih berusia 10 tahun).

"Aku hidup untuk mereka saat ini. Aku bukannya tak menginginkan hubungan di masa depan. Tapi untuk saat ini, ketika pria menatapku, aku akan memalingkan muka, sehingga mereka sadar untuk tidak mendekatiku. Aku tahu aku cantik, aku tidak butuh seorang pria untuk memberitahuku soal itu."

Sumber: Kompas.Com Minggu, 1 April 2012
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes