Wallace pun Kehilangan Kata-kata...


"Jernihnya air memberiku salah satu pemandangan yang paling menakjubkan dan indah yang pernah aku lihat" (Russel Wallace)

SEKITAR Desember 1855 hingga Januari 1858, untuk kali pertama, Alfred Rusell Wallace, menginjakkan kakinya di tanah Ambon.

Matanya menatap tajam ke tengah hamparan birunya air Teluk Ambon di pesisir Perairan Timur Indonesia. Desiran pasir yang terempas ombak laut, membuat benaknya yakin, bahwa wilayah yang kini berpenduduk sekitar 51.000 jiwa itu adalah salah satu "surga kecil" milik Nusantara.

Wallace adalah seorang Naturalis asal Inggris, yang mengusulkan ide tentang Garis Wallace, tentang pembagian flora dan fauna di Asia. Ia juga diyakini sebagai orang yang berperan penting bagi Charles Darwin untuk menerbitkan buku Origin of Species,  yang berisi proses seleksi alam yang memicu teori evolusi, karena suratnya kepada Darwin, "Surat dari Ternate".

Dalam salah satu karyanya, The Malay Archipelago, Wallace pernah melukiskan, indahnya keanekaragaman flora bawah air Teluk Ambon. Dia kehilangan kata-kata untuk melukiskan keindahannya.

"Dasar laut benar-benar tersembunyi oleh serangkaian karang, karang, dan benda laut lain dengan berbagai dimensi yang megah, beragam bentuk, dan warna yang indah. Pemandangan yang bisa dilihat selama berjam jam  dan tidak ada kata-kata yang bisa menjelaskan indahnya pemandangan itu,"

Pernyataan Wallace bukan tanpa alasan. Karakteristik habitat yang kaya akan sumberdaya pesisir, produktifitas perairan yang bagus, membuat perairan Teluk Ambon sebagai salah satu lingkungan terkaya di dunia. Lihat saja, keragaman lamun, mangrove, dan tingginya koral menjadikan produksi ikan sangat tinggi dan beragam di perairan dengan luas sekitar 143,5 Km2 dan panjang 30 Km tersebut.

Kontur geografis Pulau Ambon yang menyerupai huruf "U" pun semakin menambah estetika Teluk Ambon. Belum lagi dengan aneka fauna dan fauna. Walhasil, hal itulah, yang membuat Wallace berulang kali berkunjung dan sempat tinggal di Paso, sebuah daerah yang menghadap dua teluk indah di Barat dan Timur, yang menghubungkan dua daratan, Hila dan Ambonia.

Lupa


Sepenggal kisah sejarah Wallace itu, membuat benak kita seraya bertanya bagaimana kondisi Teluk Ambon saat ini. Sejatinya, Kota Ambon, diakui masih memiliki kekayaan alam luar biasa. Para Nelayan masih bisa menggantungkan hidup kepada hasil laut. Begitu juga dengan anak kecil yang riang gembira bermain di hamparan rerumputan luas penuh dengan keanekaragaman flora dan fauna Indonesia.

Setali tiga uang, keindahan itu kini harus dibarengi dengan sejumlah masalah. Salah satunya adalah sampah dan limbah di sekitar Teluk yang sangat mengkhawatirkan. Keindahan pesisir Teluk itu seakaan dilupakan, karena banyaknya sampah-sampah plastik dan limbah dari kapal yang bersandar di beberapa dermaga maupun warga sekitar. Keindahan teluk itu pun semakin berkurang.

Lihat saja, di beberapa wilayah yang hingga saat ini masih menggambarkan bahwa sampah adalah pemandangan "biasa", seperti di sungai Passo, Wairuhu (Desa Galala) dan kawasan Pasar Lama. Sangat disayangkan, jika keindahan panorama alam dan warisan sejarah bahari Kota Ambon itu dirusak segelintir pihak maupun kelompok yang tidak bertanggungjawab.

Juli 2012 lalu, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Augy Syahailatua, mengungkapkan, Teluk Ambon saat ini dalam kondisi kritis. Bahkan, LIPI sempat mengeluarkan peringatan, dengan adanya fenomena alga beracun di perairan TDA dan bertambahnya bakteri e-coli di beberapa wilayah tertentu yang berasal dari sampah rumah tangga, domestik, yang semakin membuat ketidakseimbangan ekosistem alam Perairan Teluk Ambon.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku, Benny Gaspers, mengakui, sampah memang merupakan masalah yang masih dihadapi Pemerintah Kota Ambon. Menurutnya, pihaknya saat ini terus mengupayakan agar masalah itu bisa diselesaikan dengan membuat sejumlah program dan mensosialisasikannya ke masyarakat sekitar. "Ini juga perlu kesadaran dari masyarakat untuk tidak membuang sampah ke dalam air," katanya saat ditemui Kompas.com, Sabtu (29/9/2012).

Peduli

Melihat sejumlah fakta itu, jelas, saat ini harus ada kepedulian tinggi dari pemerintah Pusat dan Daerah untuk menjaga kelestarian Teluk Ambon. Perlu ada regulasi tegas agar pola pikir membuang sampah di tempat yang ditentukan dijadikan gaya hidup. Jika masalah ini diselesaikan, potensi laut dan pesona keindahan Teluk Ambon jelas dapat dijadikan sumber daya alam yang menghasilkan devisa negara.

Sejak Abad ke-16, para penjelajah di seluruh dunia, mengakui bahwa Nusantara adalah lumbung emas bagi perdagangan mereka. Tak jarang juga, hingga saat ini ratusan pelajar maupun peneliti luar negeri masih mengunjungi Indonesia untuk  memperoleh sumber atau pun catatan sejarah kebesaran Ibu Pertiwi di telinga Eropa maupun Asia.

Indonesia dewasa ini memang penuh dengan hiruk pikuk dari jutaan intrik para politisi yang tidak tahu diri. Hal-hal yang seharusnya diperhatikan, tak jarang malah diabaikan. Hal-hal yang pernah membuat Negeri ini bangga, sering berlalu begitu saja. Padahal kalau mereka sadar, ratusan hutan, gunung, sawah, dan lautan dari Sabang hingga Merauke, merupakan harta pusaka Indonesia.

Harus ada kesadaran dan kebesaran hati, agar riwayat catatan sejarah kebesaran Nusantara itu tetap terjaga untuk warisan anak cucu Bangsa. Jangan sampai, kisah mengenai ketakjuban para penjelajah dunia saat datang ke surga kecil milik Nusantara itu, hanya tinggal kenangan semata. *


Sumber: Kompas.Com

Indonesia Merindukan Gus Dur

Pojok Gus Dur (kompas@)
PELATARAN Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (28/9/2012) malam, begitu hening. Di atas panggung, lima tokoh lintas agama dan kepercayaan berdiri khusyuk. Ada KH Abdul Wahid (Islam), Romo Mudji Sutrisno (Katolik), Pendeta Palti Panjaitan (Protestan), Haksu Chandra R Mulyadi (Konghucu), dan Rahmi (Bahai).

Satu per satu mereka memanjatkan doa sesuai keyakinan masing-masing. Ini membuka pertunjukan ”Ziarah Budaya”, salah satu rangkaian Peringatan 1.000 Hari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang wafat pada 30 Desember 2009. ”Ya Tuhan, berikanlah kami semangat Gus Dur. Berikanlah kami kekuatan meneruskan perjuangannya,” kata Mudji lirih.

Pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu memberikan kesaksian bagaimana Gus Dur mewariskan semangat kebangsaan kepada kita semua. Bagi almarhum, setiap orang—apa pun latar belakang agama, suku, kelompok, dan golongannya—harus dihormati harkat martabatnya. Keindonesiaan adalah kemajemukan yang dirajut dengan kesetaraan dan keadilan yang tak boleh diganggu, apalagi dengan kekerasan.

Doa serupa dipanjatkan secara berurutan oleh KH Abdul Wahid, Pendeta Palti Panjaitan, Haksu Chandra R Mulyadi, dan Rahmi. Mereka mengajak bangsa Indonesia terus menghidupkan perjuangan Gus Dur. Cita-cita untuk membangun kehidupan bangsa yang damai, adil, dan saling menghormati.

”Gus Dur mengakarkan kita untuk saling menyayangi. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik, orang tak pernah bertanya apa pun agamamu,” kata Rahmi.

Pentas itu diteruskan oleh sejumlah penampil, seperti Paduan Suara dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dari Bogor, orasi budayawan Mohamad Sobary, dan pembacaan puisi oleh penyair asal Madura, D Zawawi Imron. Ada pertunjukan musik Tribute to Gus Dur bersama putri Gus Dur, Inayah, penyanyi Glen Fredly, dan Kidung Sufi Candra Malik.

Perjuangan

”Ziarah Budaya” menjadi rangkaian Peringatan 1.000 Hari Wafatnya Gus Dur di tengah publik. Sebelumnya, bertempat di Ciganjur, digelar berbagai acara yang dihadiri ribuan umat Islam dan masyarakat. Ada pergelaran wayang, peluncuran buku, khataman Al Quran, shalawatan, dan ceramah. Semua itu menggambarkan kekayaan dimensi kehidupan almarhum.

Lahir tahun 1940, Gus Dur adalah putra KH Wahid Hasyim, tokoh kemerdekaan sekaligus menteri agama pertama RI. Kakeknya, KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Seperti kesaksian tokoh lintas agama tadi, perjalanan hidup almarhum sarat perjuangan membangun bangsa Indonesia.

Ketika terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada 1984, Gus Dur memimpin organisasi besar Islam itu untuk menerima Pancasila sebagai asas tunggal dan menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final negara ini. Almarhum juga menjadi salah satu tokoh Reformasi 1998 bersama Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, dan Hamengku Buwono IX.

Di tengah masa transisi politik itu, Gus Dur terpilih menjadi presiden keempat RI (1999-2001). Selama kepemimpinannya, dia meneruskan gagasan dan perjuangan untuk kebangsaan, kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi. Diskrimasi terhadap keturunan Tionghoa dihapuskan, Tahun Baru China (Imlek) ditetapkan sebagai perayaan nasional, dan Konghucu disahkan sebagai salah satu agama resmi.

Dirindukan

Menurut Mohamad Sobary, Gus Dur sebagai pemimpin negara, umat Islam, dan tokoh masyarakat bekerja optimal untuk melindungi kelompok yang terpinggirkan oleh arogansi kekuasaan. Politik diarahkan untuk memastikan keadilan dalam semua bidang dan tingkatan. Ini diperlukan di tengah kecenderungan politik yang menjadi dangkal, praktis, dan hanya berorientasi kekuasaan.

Setelah Gus Dur tiada, orang makin merindukan sosok yang berani tampil untuk memperjuangkan keadilan dengan membela kelompok minoritas yang terpinggirkan oleh kekuasaan, politik, dan struktur yang arogan. ”Kini, orang-orang tak punya waktu, kebesaran hati, dan keberanian untuk membela kaum tertindas. Kelompok-kelompok lemah menjadi yatim piatu karena tak punya pelindung dan jaminan memperoleh keadilan dalam kehidupan,” katanya.

Kerinduan itu dirasakan semua kalangan dari berbagai kelompok. ”Orang-orang mencintai Gus Dur karena Gus Dur mencintai orang-orang. Gus Dur mencintai kemanusiaan,” kata pengasuh Pesantren Raudhah at-Tholibin di Rembang, Jawa Tengah, KH Musthofa Bisri, di Ciganjur. (Ilham Khoiri)

Sumber: Kompas.Com

TERKAIT

    Warga Tionghoa Turut Meriahkan Haul Gus Dur
    Festival Liong Meriahkan Peringatan Wafatnya Gus Dur
    Hidupi Gagasan Gus Dur
    Ribuan Jamaah Padati Makam Gus Dur di Jombang
    Haul Gus Dur, Bupati Bagikan 1.000 Kitab Akhlaq

Hengky Lasut Koleksi 800 Medali dan Piala

Hengky Lasut dan istri (foto erv@TM)
Di antara atlet terkemuka Sulawesi Utara, Hengky Lasut mungkin satu-satunya yang mengoleksi medali dan piala terbanyak hasil dari berbagai kejuaraan. 

MELIHAT sepintas dari luar, rumah di Jalan Bethesda 5 Kecamatan Sario Kota Manado  tersebut tidak jauh berbeda dengan rumah lainnya. Ada taman dengan aneka tanaman hias serta garasi untuk memarkir kendaraan pemiliknya.

Namun, ketika kita  masuk ke dalam,  rasa kagum sontak merebak  melihat medali, piala, piagam si pemilik yang begitu banyak jumlahnya. Barang-barang tersebut ditata dalam beberapa lemari besar dan kecil di ruang tamu. Karena tidak muat seluruhnya beberapa piala ditaruh di atas meja keramik dan meja di ruang tamu. Ruang tamu rumah dua tingkat itu pun terlihat penuh. Di lantai dua rumah tersebut ada medali yang tersimpan dalam lemari maupun tempat lainnya.

Pemilik rumah adalah atlet legendaris Sulawesi Utara (Sulut) yang masih berprestasi hingga kini di cabang olahraga bridge yakni Hengky Lasut. Dia  mengakui kesulitan  menyimpan medali dan penghargaan yang diraihnya dari berbagai kejuaraan baik tingkat nasional maupun internasional. Hengky Lasut bahkan tidak tahu persis berapa jumlahnya medali yang dia koleksi.

"Saya tidak tahu berapa jumlah pastinya, namun diperkirakan sekitar 800 medali, piagam serta tropi," ujarnya kepada Tribun Manado, Kamis (20/9/2012). Atlet bridge Sulawesi Utara tersebut baru saja menyumbangkan satu medali emas dalam PON XVI di Riau.

Medali dan piala yang menunjukkan eksistensi serta prestasinya di cabang olahraga bridge tersebut, kata Lasut, hanya sebagian saja yang dipajang di rumhah. Sisanya masih disimpan karena ketiadaan tempat. "Belum lagi ada satu lemari medali yang dicuri. Mungkin dikiranya emas, padahal hanya kuningan semata," katanya.

Dari semua penghargaan yang dia dapat itu memiliki kesan mendalam, namun yang paling membanggakan adalah medali maupun piala dari kejuaraan internasional. "Yang paling membanggakan dari kejuaraan internasional," katanya.

Seringnya meraih juara di berbagai event membuat Hengky Lasut merasa biasa saja. Kalau gagal meraih medali baru menjadi sesuatu yang luar biasa baginya.
Ke depan ia berencana membuat ruangan khusus untuk menaruh medali, piala, tropi serta berbagai piagam penghargaan sehingga tertata lebih rapi. 

"Saya memang berencana membuat ruangan khusus tempat menaruh medali, sehingga nantinya dapat tersusun dengan baik jalan cerita selama ia menekuni olahraga bridge," kata suami Corry Manoppo tersebut. (herviansyah)

Sumber: Tribun Manado 21 September 2012 hal 1

Edelweis buat Jakob Oetama

Jakob Oetama meniup lilin ulang tahun ke-81, Kamis (27/9/2012)
PENYANYI tiga zaman Titiek Puspa, penyanyi keroncong Sundari Soekotjo dan putrinya Intan Soekotjo meramaikan peringatan hari ulang tahun ke-81 Jakob Oetama, pendiri dan Pemimpin Umum Harian Kompas di Gedung Kompas Gramedia, hari Kamis (27/9/2012) pagi.

Titiek Puspa yang pada 1 November mendatang berusia 75 tahun, membawakan lagu "Edelweis", "Nasi Goreng" an "O My Papa", sedangkan Sundari Soekotjo berduet dengan putrinya Intan Soekotjo (21) membawakan antara lain "Stasiun Balapan", "Keroncong Kemayoran" dan "Keroncong Tanah Air".

Suasana gembira dan bahagia sangat terasa dalam peringatan HUT ke-81 Jakob Oetama, yang juga dihadiri CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo dan Wakil CEO KG Liliek Oetama, serta tamu undangan Ishadi SK dan Mien Uno.

Hadir juga sahabat-sahabat Jakob Oetama yaitu P Swantoro yang pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi, August Parengkuan, yang kini ditunjuk Pemerintah menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia, St Sularto penulis biografi Jakob Oetama "Syukur Tiada Akhir" dan Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas. Hadir juga Pemimpin Redaksi Harian Kompas Rikard Bagun, Direktur Komunikasi Korporat Kompas Gramedia Widi Krastawan, serta sejumlah pimpinan unit di Kompas Gramedia dan para editor Harian Kompas.

Romo Sindhunata SJ memimpin doa dalam peringatan HUT ke-81 Jakob Oetama yang sederhana tersebut.

CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mengutip pakar fengshui mengatakan, orang yang lahir pada tanggal 27 September adalah orang yang baik hati. "Pada umumnya orang yang gembira dan optimistis, gemar berkesenian terutama musik dan kesusasteraan. Konon orang yang lahir pada tanggal ini memperoleh banyak rezeki, terutama yang lahir pagi hari," papar Agung yang disambut gelak hadirin.

"Orang yang lahir pada 27 September sangat fokus dengan hasil yang akan dicapainya dan selalu ingin menjadi nomor satu, tidak ada istilah nomor dua. Juga serius menghadapi tantangan," lanjut Agung. Salah satu orang yang lahir pada 27 September dan tertua di dunia adalah Li Jing Yun dari China, yang berusia 256 tahun.

Mengutip salah seorang dokter, Agung menambahkan, mereka yang memiliki harapan hidup hingga 100 tahun dalam keadaan sehat dan sejahtera adalah orang-orang yang pandai bersyukur terhadap apa yang diterimanya. "Pak Jakob selalu mengajarkan kepada kita semua untuk selalu bersyukur. Selamat ulang tahun, Pak Jakob," kata Agung Adiprasetyo.

Jakob Oetama dalam sambutan singkatnya mengatakan, "Saya hanya bisa bersyukur dan berterima kasih. Saya suka berpikir, saya ini siapa dan asal saya dari mana. Tentu saya bisa menjadi begini karena berkat Yang di Atas. Tentu karena kita juga menjawab dan menyahut berkat tersebut."

Menurut Jakob Oetama, akhir-akhir ini, ia sering melakukan refleksi diri. "Salah satu yang saya syukuri adakah Kompas Gramedia sebagai Indonesia mini, yang pluralis, majemuk, yang bersinergi, yang saling melengkapi. (Kompas Gramedia) diberi berkah dan bisa melangkah maju. Ini yang setiap kali saya syukuri. Sekalipun kecil terbatas, namun (Kompas Gramedia) bisa memberikan kontribusi terhadap apa yang disebut jalan positif, bagaimana membangun negara ini. Tentu melalui jalan yang kita pilih, melalui media, buku, televisi," katanya.

Jakob Oetama meminta apa yang sudah dikerjakannya selama ini untuk dilanjutkan. "Karena ini sangat berguna bagi bangsa dan negara. Kita masih membutuhkan sikap positif. "Atas kebaikan Anda semua, saya hanya bisa berterima kasih," kata Jakob.

Jakob Oetama yang lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931, adalah wartawan dan salah satu pendiri Surat Kabar Harian Kompas. Saat ini Jakob adalah Presiden Komisaris Kompas-Gramedia, Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia, dan Penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.

Jakob merupakan putra seorang pensiunan guru di Sleman, Yogyakarta. Setelah lulus SMA (Seminari) di Yogyakarta, ia mengajar di SMP Mardiyuwana (Cipanas, Jawa Barat) dan SMP Van Lith Jakarta. Tahun 1955, ia menjadi redaktur mingguan Penabur di Jakarta. Jakob kemudian melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Sosial Politik UGM Yogyakarta.

Karir jurnalistik Jakob dimulai ketika menjadi redaktur Mingguan Penabur tahun 1956 dan berlanjut dengan mendirikan majalah Intisari tahun 1963 bersama P.K. Ojong. Pada 28 Juni 1965, bersama PK Ojong, Jakob mendirikan Harian Kompas yang dikelolanya hingga kini. Tahun 1980-an Kompas Gramedia makin berkembang pesat, terutama dalam industri komunikasi. Saat ini, Kompas Gramedia memiliki unit bisnis yang bergerak di bidang media massa, toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun TV sampai universitas. (*)

Sumber: Kompas.com

Baca juga

    Jakob Oetama Bangga August Parengkuan Jadi Duta Besar
    Jakob Oetama: Jadilah Saluran Melahirkan Manusia Cerdas
    Berbahagia Bersama Jakob Oetama
    Lebih Nyaman Berada di Antara Sesama Wartawan
    Jakob Oetama: Alm PK Ojong Peduli Sesama

Melupakan Kekuatan Sendiri

ilustrasi
PEMBANGUNAN suatu bangsa yang berorientasi ke luar sudah terbukti gagal dalam sejarah. Gagal  karena resep dari luar yang kita telan mentah-mentah tidak membumi dengan kenyataan serta kebutuhan lokal. Justru sebaliknya malah makin meluas praktik trial and error.  Sekadar coba dan terus mencoba resep dan formula baru tanpa menghasilkan model pembangunan yang kokoh dan berhasil bagi kepentingan masyarakat umum.

Studi banding, misalnya, memang bukan hal yang buruk. Namun, teori-teori pembangunan menekankan bahwa studi banding  hanyalah faktor pelengkap bukan modal utama suatu bangsa membangun dirinya menuju kesejahteraan hidup. Sudah banyak contoh sukses bangsa yang meraih kejayaan karena mereka bermodalkan keutamaan-keutamaan dari dalam dirinya sendiri. Jepang, Korea Selatan dan China bisa disebut di antara kisah sukses tersebut.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita harus jujur mengakui masih jatuh  dan jatuh lagi di dalam lubang yang sama. Model pembangunan yang kita terapkan sangat kuat berorientasi ke luar. Kita cenderung memuji-muji formula bangsa A, bangsa B dan C. Kita ambil lalu menerapkan resepnya tanpa filter, tanpa  kreasi dan inovasi berbalutkan spirit jatidiri Indonesia.

Kita mudah terbuai untuk menuai hasil instan. Yang terjadi kemudian adalah litani kisah kegagalan. Bahkan menciptakan ketergantungan tak berujung. Ketika kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) rakyat Indonesia hari ini masih terus bergantung dari pasokan impor, itulah bukti kuat betapa rapuhnya model pembangunan yang kita anut selama puluhan tahun.

Bangsa ini dikaruniai tanah nan subur, lautan mahas luas, kekayaan rempah-rempah tak ada duanya di dunia, tetapi beras, singkong, garam, tahu dan tempe pun kita impor. Tanpa sadar kita menempatkan diri kita sebagai bangsa terjajah dalam urusan makan sehari-hari.

Virus orientasi ke luar itu pun merasuki cara berpemerintahan di negeri ini. Kuatnya orientasi tersebut menjelma dalam "hobi" studi banding pimpinan eksekutif dan legislatif, baik di pusat maupun di daerah-daerah.

Di Sulawesi Utara, misalnya, DPRD Provinsi baru saja menganggarkan dana Rp 3,5 miliar untuk perjalanan anggota dewan dalam tiga bulan. Dana tersebut tertata dalam APBD Perubahan (APBDP) 2012. Pada rapat sinkronisasi pembahasan APBDP antara Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD), Selasa (25/9), disebutkan dana kesekretariatan  DPRD  naik dari Rp 39,4 miliar menjadi Rp 46, 4 miliar.  Jumlah itu bertambah Rp 7 miliar dari Rp 8 miliar yang sebelumnya direncanakan. Dari penambahan Rp 7 miliar itu 50 persen atau setengahnya untuk perjalanan dinas luar kota dan ke luar negeri.

Dana perjalanan  yang tidak kecil bukan? Apakah hasilnya sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, silahkan rakyat Sulawesi Utara menunggu dengan muram. Kita  rajin nian berkeliling sambil menebarkan uang dari pajak rakyat. Mengapa bukan berkeliling di kampung sendiri agar uang jatuh di bumi Nyiur Melambai?*

Sumber: Tribun Manado 27 September 2012 hal 10



Jokowi dan Lima Perempuan Tangguh

DI balik kesuksesan Jokowi menaklukkan hati mayoritas warga Kota Jakarta, terdapat lima  perempuan tangguh dan penuh kasih yang selama ini menyemangatinya. Para srikandi ini tak lelah mendukung pria kelahiran Solo 51 tahun lalu itu.

Pada 20 September 2012,  saat pertarungan Jokowi vs Foke mencapai puncaknya, para perempuan itu juga terlihat di sekitar Jokowi dengan mengenakan baju kotak-kotak. Mereka adalah ibu Jokowi, Sudjiatmi Notomihardjo (70) dan tiga adiknya, Iit Sriyatini (47), Ida Yati (46) dan Titi Ritawati (44). Istri Jokowi, Iriana, pada hari itu dikabarkan ada di Jakarta, namun tidak terlihat di depan wartawan. Iriana baru terlihat di televisi pada Jumat 21 September 2012, mendampingi suaminya di Solo.

Ibu dan tiga adik Jokowi tiba dari Solo pada Rabu 19 September 2012. Setelah doa bersama di Posko Pemenangan di Jl Borobudur 22, Jakarta Pusat, keempatnya menginap di Rumah Saya milik pengusaha Rio Sarwono di Pasar Minggu, yang selama ini juga diinapi Jokowi. "Itu pun kami masih terus ngobrol ngalor-ngidul hingga pukul 3 dini hari," kata Iit seperti diberitakan Harian Detik edisi Minggu 23 September 2012.

Jokowi dan istrinya
Dua jam terlelap, mereka lantas beraktivitas seperti menemani Jokowi sarapan nasi bungkus dengan menu nasi uduk dan lauknya. Jokowi yang kala itu memakai baju kotak-kotak lantas berganti dengan kemeja putih. Jokowi lantas mengadakan sungkeman kepada ibunya, meminta doa restu sebelum berangkat ke rumah Megawati di Kebagusan guna menemani Megawati nyoblos.

Empat perempuan itu menemani Jokowi saat pengusaha mebel itu berkampanye putaran II pada 14-16 September 2012.  Bagi Iit dan adik-adiknya, kemenangan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta merupakan awal untuk bekerja keras karena harus membawa perubahan untuk Jakarta yang lebih baik. "Mas Joko adalah orang yang bisa memegang janji," kata Iit.

Ida menambahkan, Jokowi adalah sosok yang memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Begitu ayah mereka meninggal pada tahun 2000, Jokowi-lah yang mengambil peran sebagai bapak bagi adik-adiknya. Sebab Jokowi adalah anak sulung dan anak lelaki satu-satunya di keluarga mereka.

Di mata Ida, Jokowi adalah kakak yang sabar. Meski Jokowi dalam keadaan marah, adik-adiknya tidak pernah mendengar Jokowi mengeluarkan kata-kata kasar. "Karena, kalau dia marah, dia diam," katanya.

Kalau menegur pun, Ida menambahkan, biasanya dalam gaya bertutur sopan dan halus. Selain penyabar, Titi menambahkan, Jokowi adalah pekerja keras. Salah satu yang paling melekat dalam ingatannya adalah saat Jokowi menasihati agar dia mencari calon suami yang punya bekal ilmu agama yang bagus, berkepribadian baik, jujur dan bertanggung jawab.

Air Mata Sang Istri
Perempuan kelima tentu saja Iriana, istri Jokowi. Air mata Iriana seketika menetes saat Joko Widodo (Jokowi) mencium lembut pipinya, Jumat (21/9/2012) sore, di rumah dinas walikota Solo, Loji Gandrung.  Jokowi mengusap kening istrinya, seolah sudah tak bertemu lama.

Nuansa kemesraan, meski malu-malu, memang tampak saat Iriana menyambut kehadiran Jokowi dari Jakarta. Di tengah ingar-bingar yel-yel simpatisan Jokowi, tingkah pasangan ini seakan memberi kesejukan tersendiri. "Udah, gitu aja kok disorakin," ujar Jokowi saat memeluk lengan sang istri. Para kuli tinta yang sejak siang menunggu di Loji pun tergelak.

Barangkali sentuhan lembut inilah yang hilang saat Jokowi bertarung habis-habisan di Ibu Kota. Setelah tiba di Loji Gandrung, sekitar pukul 15.40 WIB, Jokowi mengaku ingin langsung istirahat ditemani jamu ramuan istrinya. "Butuh tidur semalam. Jamunya nanti yang buatkan istri saya, jamu temu lawak dan madu," ujarnya sambil tersenyum.

Sebelum sampai di rumah dinasnya, gubernur terpilih DKI Jakarta versi quick count ini sempat diarak naik becak dari Lapangan Kotta Barat. Pemandangan itu sontak disambut gegap gempita warga Solo yang berada di sekitar Jl Slamet Riyadi. Kepada warga Solo, Jokowi mengaku sangat berterima kasih atas doa yang diberikan selama ini. "Ucapan terima kasih terbesar saya untuk warga Solo yang telah memberi doa. Saya tidak bisa memberikan apa-apa kecuali ucapan terima kasih," tutur Jokowi yang sore itu mengenakan batik parang warna cokelat. Jokowi menambahkan, pada Minggu (23/9/2012) pagi, dirinya siap menemui warga Solo di car free day.

Peraih Charta Politica Award ini lega proses Pilkada DKI berjalan aman dan sukses. Ia semakin plong saat Foke mengaku siap membantunya dalam membangun Jakarta. "Sempat telepon-telepon, minta dibantu dalam melaksanakan tugas. Ya Foke katanya siap membantu memetakan tugas dan masalah yang ada di Jakarta," ujarnya.

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustriningsih, yang turut menyertai kepulangan Jokowi, mengaku bangga dengan prestasi kader PDI P tersebut. Menurutnya, kememangan Jokowi menegaskan potensi Jawa Tengah sebagai penghasil pemimpin yang berkarakter. "Bangga ada kepala daerah dari Jateng menang di provinsi yang sangat bergengsi di Indonesia. Semoga ini menjadi inspirasi seluruh daerah agar melakukan Pilkada bersih dan menang dengan cara-cara elegan," kata mantan Bupati Kebumen itu. (*)

Sumber: detik.comdetik.com dan solopos

Kisah Anak Kefa Bertubuh Mini...

Frengki (kompas.com)
FRENGKI Robianus Nailiu memiliki tubuh yang mungkin dinilai orang tidak sempurna. Bayangkan saja, warga Kelurahan Bitefa, Kecamatan Miomafo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur itu hanya memiliki tinggi badan 130 cm di usianya yang sudah menginjak 24 tahun.

Namun, siapa yang menduga? Semangatnya untuk mandiri layak diacungi jempol. Frengki pun memilih profesi sebagai tukang ojek yang tentunya berisiko tinggi. Anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Yakobus Nailiu dan Alm. Yasinta Tael ini sudah menggeluti profesi tersebut sejak tahun 2011 lalu, meskipun awalnya ditentang keras oleh keluarganya karena kondisi badannya.

Kemauannya yang keras membuat Frengki akhirnya menjalani pekerjaan itu sampai sekarang. "Pertama kali saya belajar motor, sejak dua tahun lalu karena termotivasi dengan teman-teman yang ojek, sebab pemasukan mereka setiap hari menurut saya lumayan tinggi sehingga saya pun berkeinginan menjadi seperti mereka. Selain itu saya tidak ingin hidup hanya bergantung pada keluarga dan orang lain tetapi ingin mandiri," kata Frengki, saat ditemui di tempat mangkalnya, Pasar Lama Kefamenanu, Kamis (26/7/2012).

Menurut Frengki, pertama kali mengojek, para penumpang sempat ragu dan takut dibonceng olehnya. Tetapi, karena kemampuannya meyakinkan calon penunmpang sangat kuat, akhirnya banyak penumpang yang mau mengunakan jasanya. Bahkan kini, Frengki telah memiliki sejumlah langganan tetap.

Frengki pun mengaku tidak malu dengan kondisi tubuh. "Saya menganggap diri biasa saja seperti yang lain, hanya mungkin kekurangan saya ini agak sedikit mencolok, akan tetapi saya tetap optimis dalam hidup ini," kata Frengki yang hanya jebolan kelas II SMP.

Pemasukan bersih dari ojeknya bisa mencapai Rp 60.000 per hari dikala ramai penumpang. Namun, kalau toh terbilang sepi, ia tetap bisa membawa pulang uang Rp 30.000.  Semua pemasukan itu dia setor kepada pemilik motor yang tidak lain adalah adik iparnya. Pemasukan tersebut lantas dibagi 30 persen untuknya, sedangkan sisanya untuk iparnya dan untuk membayar cicilan motor.

Perjalanan terjauh yang pernah ditempuh oleh Frengki adalah mengantar penumpang dari Kefamenanu ke Atambua, Kabupaten Belu sejauh 87 kilometer dengan bayaran Rp 150.000 pulang-pergi.

Salah seorang penumpang, Feri Naimena mengaku tidak takut dibonceng oleh Frengki. "Meskipun kelihatan seperti anak kecil, tetapi pada saat membawa motor, Frengki sangat lincah dan berpengalaman seperti ojek lainnya. Jadi, bagi saya tidak ada masalah bila dibonceng olehnya," jelas Naimena.

 
Harapannya Terwujud

Kisah Frengki Robianus Nailiu (24 tahun), si tukang ojek bertubuh mini asal Kelurahan Bitefa, Kecamatan Miomafo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, ternyata menyentuh hati pembaca Kompas.com.

Frengki pun mendapat sumbangan dari sejumlah pembaca Kompas.com yang berasal dari Jakarta. Total bantuan yang diberikan untuk pria bertubuh mini ini sebesar Rp 2.500.000.

Saat menerima uang tersebut, Frengki sempat meneteskan air matanya karena tak percaya kalau masih ada orang yang peduli terhadap dirinya.

"Terima kasih buat para penyumbang pembaca Kompas.com. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan mereka, dan uang pemberian dari para pembaca setia Kompas.com itu akan saya gunakan untuk membuka usaha ayam potong," ucap Frengki.

Menurut Frengki, selama ini dia memiliki harapan ingin membuka usaha kecil-kecilan di rumah, tetapi selalu terbentur dengan modal. Kini, dengan adanya uang sumbangan dari pembaca Kompas.com, harapan Frengki bisa terwujud. Dia menyatakan ingin membuka usaha demi memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa membebani orang lain.

Dia menilai, usaha ayam potong lebih cocok baginya dibanding menjadi tukang ojek. Selain itu, di kampungnya, penjual ayam potong belum terlalu menjamur sehingga dia yakin kalau bisnisnya akan menguntungkan.

Diberitakan sebelumnya, Frengki Robianus Nailiu memiliki postur tubuh pendek. Warga Kelurahan Bitefa, Kecamatan Miomafo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, itu hanya memiliki tinggi badan 130 cm di usianya yang sudah menginjak 24 tahun.

Namun, semangatnya untuk mandiri patut diteladani. Frengki pun memilih profesi sebagai tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan hidup, meski risikonya tinggi.

Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Yakobus Nailiu dan alm Yasinta Tael ini sudah menggeluti profesi tukang ojek sejak tahun 2011. Meski awalnya ditentang keras oleh keluarga karena kondisi badannya, Frengki tetap menjalani profesi itu. (*)

Sumber: Kompas.Com
 

Kisruh yang Melelahkan

KISRUH yang melibatkan dua lembaga hukum terkemuka di negeri ini yakni antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI (Polri) memasuki babak baru.

Polemik yang melelahkan ini pertama kali mencuat pada awal Agustus 2012 ketika penyidik KPK mengusut dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri. Kala itu penyidik KPK sempat disandera berjam-jam lamanya saat hendak membawa barang bukti. Polri bersikukuh bahwa mereka sudah  lebih dahulu menangani kasus tersebut sehingga tidak patut bagi KPK untuk menanganinya. Sementara mata publik baru terbuka ketika KPK beraksi.

Ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2002 pasal 50 ayat 3 dan 4 menyebutkan Polri harus menghentikan penyidikannya jika kasus sudah ditangani KPK. Namun, Polri tetap pada pendiriannya dengan mengacu pada MoU antarlembaga penegak hukum yakni KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. Polri justru  menuding KPK melanggar MoU karena tak memberi tahu Polri soal pengeledahan di gedung Korlantas Polri.
Sampai saat ini perseteruan itu tidak menunjukkan tanda-tanda segera berakhir. Bahkan cenderung memanas dan berputar-putar di tempat saja.

Kondisi terbaru, Polri justru menarik 20 personelnya yang ditugaskan sebagai penyidik KPK. Pimpinan Polri beralasan masa tugas 20 penyidik tersebut telah berakhir sehingga mereka harus kembali ke lembaga Polri. Alasan lain adalah karier para penyidik tersebut tidak akan berkembang bila terlalu lama berada di KPK. Sebagian perwira Polri akan dikirim melanjutkan studi atau menempati jabatan baru sesuai pangkat dan kapasitasnya. Pimpinan Polri juga menyatakan sudah menyiapkan penyidik pengganti namun belum direspons pimpinan KPK.

Sikap KPK jelas yakni meminta pimpinan Polri untuk memperpanjang masa tugas ke-20 penyidik tersebut mengingat mereka saat ini sedang menangangi berbagai kasus korupsi. Bila mengganti penyidik di tengah jalan dikhawatirkan menggangu jalannya penyidikan.  Ketua KPK Abraham Samad melukiskann penarikan 20 penyidik itu sebagai langkah menyedihkan.  Abraham mengapresiasi pernyataan Kapolri Jenderal Timur Pradopo yang akan mengganti penyidik. Namun, kata dia, penggantian itu tidak menyelesaikan masalah seperti membalikkan telapak tangan lantaran penyidik baru harus mulai dari awal lagi.

Entah sampai kapan kisruh ini bakal berakhir. Dibutuhkan pihak ketiga yang berwenang untuk mempertemukan kedua pimpinan institusi tersebut agar tetap fokus pada upaya penegakan hukum di negeri ini.

Pihak ketiga itu bisa DPR, bisa juga Presiden RI. Presiden memiliki kewenangan  untuk memberi perintah kepada Polri karena lembaga itu berada di bawahnya. Namun, sampai saat ini belum ada tindakan nyata dari kepala negara. Yang sudah jelas bagi masyarakat jika kisruh dua lembaga penegak hukum itu berlarut-larut maka penanganan kasus korupsi akan terbengkalai. Hal ini niscaya menampar wajah pemerintah sendiri yang sudah berkali-kali menegaskan tidak berkompromi dengan praktik korupsi.*

Sumber: Tribun Manado 20 September 2012 hal 10

Gerakan Sadar Api

ilustrasi
KECIL jadi sahabat, besar malah membunuh, menghancurkan harta benda. Begitulah kiasan tentang api. Dan, pada awal pekan ini musibah kebakaran kembali menghantui warga Kota Manado. Dua hari berturut-turut yaitu tanggal 3 dan 4 September 2012 musibah kebakaran rumah penduduk terjadi di Kelurahaan Maasing, Kecamatan Tuminting dan Kelurahan Teling Atas, Kecamatan Wanea.

Dalam sekejap sekitar 70-an jiwa kehilangan tempat tinggal. Mereka terpaksa mengungsi ke rumah tetangga, keluarga, handai tolan bahkan harus menyewa rumah yang baru. Selain itu harta benda yang dikumpulkan dengan susah payah selama bertahun-tahun menguap begitu saja. Praktis tinggal pakaian di badan atau sangat sedikit barang berharga yang dapat diselamatkan.

Sungguh tidak mengenakkan hati menjadi korban musibah kebakaran. Perasaan traumatik terhadap api akan lama membekas. Rasa bersalah bahkan dendam memerlukan waktu lama untuk memupuskannya. Dendam akan tertuju kepada mereka yang diduga memicu kobaran api.  Rasa bersalah membelenggu seseorang yang lalai. Misalnya kebakaran gara-gara dia  menyalakan lilin atau obat nyamuk tanpa kontrol sehingga api yang semula kecil menyambar material mudah terbakar lalu menghanguskan seisi rumah dan merambat ke rumah lain.

Tinggal di kawasan pemukiman yang padat -- sebagai salah satu ciri perkotaan di Indonesia -- membutuhkan kesadaraan kolektif tentang bahaya api. Toh kita boleh saja sangat hati-hati menggunakan api. Tetapi bila tetangga bertindak ceroboh kita juga akan menjadi korban manakala terjadi kebakaran dalam kawasan pemukiman.
Gerakan Sadar Api mestinya sebuah keniscayaaan. Tak kalah pentingnya dengan gerakan sadar penyakit serta gerakan sosial lainnya yang tujuannya demi kebaikan bersama seluruh warga.

Menurut pandangan kita Gerakan Sadar Api bisa dimulai dari dalam rumah tangga kita masing-masing. Setiap orang harus menyadari bahwa kelalaiannya akan menjadi bencana bagi dirinya sendiri serta orang lain. Oleh karena itu segala hal yang menjadi pemicu  kobaran api maha dashyat memerlukan pengamanan ekstra. Salah satu fokus utama tentunya dapur. Dapur merupakan sumber api kehidupan kita setiap hari yang hadir lewat tungku kayu bakar, kompor listrik atau gas elpiji.

Sumber lain yang tak kalah serius adalah jaringan listrik. Dalam banyak kasus kebakaran penyebabnya adalah hubungan arus pendek. Percikan api akibat hubungan arus pendek itu merambat dan menghanguskan segala sesuatu. Adalah kebiasaan buruk kita yang kurang peduli terhadap hal-hal semisal ini. Kita kerap memandang remeh. Belum menjadi kebiasaan masyarakat memeriksa jaringan listrik di dalam rumah, gedung  atau properti lainnya secara rutin dan segera membenahinya manakala ada yang tidak beres.

Kadang ada yang enteng berkata, kebakaran merupakan musibah dan musibah cukup sering di luar kemampuan manusia untuk mencegahnya. Pandangan fatalis ini harus dibendung karena manusia diberi kemampuan berpikir dan bertindak. Tak salah kalau Gerakan Sadar Api kita awali dari hal-hal kecil seperti disebutkan di atas. Mulailah merajut kesadaran itu dari dalam diri sendiri, dari rumah kita sendiri.*

Sumber: Tribun Manado  6 September 2012 hal 10

Festival Budaya Bantik 2012

Festival Budaya Bantik 2012 di Malalayang-Manado
Tak ada canda dan gurau tatkala mereka mendengarkan narasi. Narasi sejarah perjuangan Bote yang heroik demi kemerdekaan Indonesia.

SEKILAS perjuangan Bote, panggilan akrab Robert Wolter Monginsidi dibacakan dan hening pun menyapu seisi lapangan Bantik Malalayang Manado, Rabu (5/9/2012).

 Hari itu berlangsung penyelenggaraan Festival Seni Budaya Bantik 2012 dan peringatan gugurnya pahlawan nasional asal Bantik, Robert Wolter Monginsidi.

"Persetan dengan grasi," ucap Bote kepada jaksa penuntut. Jaksa pun berkata, "Ini baru pemuda sejati" demikian bunyi narasi yang dibacakan Grace Monginsidi, anak dari kakak tertua Bote. Menyusul narasi itu, sebuah narasi lain yang mengisahkan pesan terakhir Bote sebelum dieksekusi.

"Sebelum kematian saya berpesan, yang pertama adalah setia hingga akhir dalam keyakinan, kedua, saya ingin dikubur di Polombangkeng karena banyak kawan yang gugur di sana dan sampaikan salam saya kepada papa, saudara-saudara saya di Malalayang serta teman-teman seperjuangan. Saya jalani hukuman tembak mati ini dengan tenang, tidak ada rasa takut dan gentar demi kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta," ujar Grace lagi.

Festival Budaya Bantik 2012 di Malalayang
Narasi ditutup dengan deskripsi tentang kematian itu. Tentang Bote yang tidak mau ditutup matanya, tentang ia yang mati muda dan menyalami serta mengampuni para penembaknya, lalu kisah tentang kertas bertulis "setia hingga akhir dalam keyakinan" yang ditemukan dalam Akitab.

Hening kian menjadi-jadi. Pemuda-pemudi Bantik yang duduk dan berdiri di sekeliling lapangan pun tertegun mendengarnya. Tidak ada canda maupun gurau mendengar narasi sejarah. Sebaliknya mereka memekikkan kata merdeka seusai narasi dibacakan.

Narasi belum hilang, Roy Marten yang hari itu jadi tamu kehormatan pun muncul di atas panggung. Aktor senior ini mengaku kagum dengan sosok Bote. Sampai- sampai, ia mau membintangi kembali film  Tapak-tapak kaki Wolter Mongisidi yang akan produksi ulang.

"Saya sangat kagum dengannya, ia mati muda dan keyakinannya teguh pada Tuhan dan negaranya," kata Roy Marten.

Wali Kota Manado, Vicky Lumentut dalam sambutannya sangat mengapresiasi hajatan ini. Dibanding tahun lalu, festival kali ini lebih meriah.

Wali Kota dan Wakil Wali Kota Manado berbaur dengan warga
"Ini lebih meriah dari tahun lalu," tuturnya. Perhatiannya pun tertuju pada bocah- bocah yang duduk di atas rumput lapangan.  Vicky pun meminta para bocah mendekat. "Merekalah penerus Bote," tuturnya.

Selain pembacaan narasi dan sambutan, para penonton pun dihibur berbagai tarian seni budaya Bantik yaitu Mahamba dan Usapa. Yang unik adalah Usapa tarian mirip Kabasaran yang biasa dimainkan pria, kali ini dimainkan wanita.

Keempat wanita dari bengkol ini beraksi layaknya mau perang. Pemimpinnya pegang tombak, sedang para prajurit pegang golok dan penangkis. Seperti dalam laga, mereka bertarung satu dengan yang lain.

Tuti Wariki mengatakan para wanita ini dilatih seminggu dan baru turun pertama kali. "Mereka baru dilatih," tuturnya. Dalam latihan, dilakukan ritual hingga saat beraksi raga kasar para wanita ini ditempati roh para leluhur. Selain pejuang wanita, tarian pun menampilkan anak-anak. Meski menggunakan pedang dari kayu, para bocah berlaku seperti orang dewasa yang berusapa.

Golok digosokkan ke leher, kaki bahkan lidah. Ari, pelatihnya menyatakan, tanpa pedang betulan, mereka hanya menggunakan nyali. "Jika orang dewasa, pakai pedang betulan mereka mengiris leher, tangan hingga lidah, tentu itu didahului ritual," katanya. Ngeri dilihat memang, tapi aksi ini punya makna yaitu semangat juang dari suku Bantik untuk membela NKRI.

Ketua Panitia Pelaksana, Merry Sidharta menyatakan, kegiatan itu digelar selama tiga hari dengan mempertandingkan berbagai lomba.  "Ada lomba Mahamba antar SD se-Kota Manado, Upasa antar 11 kampung Bantik, Mahamba Bantik dewasa serta untuk pertama kalinya digelar ajang Yudo dan Yuyu 2012," tuturnya. 

Harapannya, adanya kegiatan ini dapat meningkatkan penghayatan generasi muda terhadap sosok pahlawan asal Bantik, Robert Wolter Monginsidi. "Semoga sosok Wolter Monginsidi dapat menginspirasi generasi muda Bantik untuk memberi yang terbaik bagi bangsa," tuturnya.

Usai acara digelar tarian Mahamba secara massal. Wali Kota Manado, Vicky Lumentut, Wakil Wali Kota Harley Mangindaan, Dandim Manado Yudianto Putrajaya, Asisten I Pemprov Sulut, Mecky Onibala, serta aktor Roy Marten berbaur dengan warga dari 11 kampung Bantik yaitu Buha, Kalasey, Talawaan, Meras, Molas, Minanga, Bengkol, Bailang, Singkil, Tanamom dan Samoit.

Mereka membentuk barisan, mengelilingi lapangan hingga berkali-kali. Yang di belakang menaruh tangan pada bahu orang yang di depan. Tak peduli itu pejabat atau warga biasa. Melihat kebersamaan itu, Bote pasti senang di alam sana. (arthur rompis)

Sumber: Tribun Manado 6 September 2012 hal 1

Sulawesi yang Terkoyak

Babi Rusa dan Anoa (Kompas)
SULAWESI adalah jantung Nusantara yang mewakili kompleksitas geologi hasil tumbukan tiga lempeng benua: Eurasia, Australia, dan Pasifik. Pergerakan geologi itu menciptakan Sulawesi sebagai rumah beragam satwa endemis yang tak ada padanannya di dunia.

Pada masa lalu, pulau ini telah menginspirasi naturalis Alfred Russel Wallace untuk meletakkan dasar ilmu Biogeografi dan melahirkan konsep seleksi alam yang mendasari Teori Evolusi. Namun, keberlimpahan tanah Sulawesi yang melegenda itu terancam menjadi dongeng karena dahsyatnya tingkat perusakan.

***

Matahari tepat di atas kepala. Teriknya membakar. Belantara menyisakan tong gak-tong gak kayu raksasa sisa tebangan yang menyembul di antara ladang jagung. Namun, begitu menyeberangi Sungai Paguyaman dan memasuki lebat Hutan Nantu di pinggiran Provinsi Gorontalo, kami pun tersedot ke dunia lain.

Pepohonan tumbuh meraksasa. Tajuknya membentuk lorong yang menghalangi sinar matahari. Onak menyulur di lantai hutan yang lembab dan gelap. Riuh burung bersahutan. Siang serasa malam karena derit serangga tanpa jeda.

Dari balik pepohonan, James Komolontang (46) dan Jack Komolontang (37) menyambut dengan sikap penuh selidik. Suasana mencair saat kami menyerahkan surat izin memasuki kawasan Suaka Margasatwa Nantu. James dan Jack adalah staf Yayasan Adudu Nantu Internasional (YANI) yang bertanggung jawab menjaga Hutan Nantu, dibantu beberapa anggota Brimob Gorontalo.

"Kalau tidak dijaga, hutan ini sudah habis dijarah," kata James. Lelaki dari Minahasa, Sulawesi Utara, itu berperawakan gempal, tetapi gerakannya gesit. Dia mantan pemburu binatang yang kemudian direkrut YANI untuk menjaga Hutan Nantu. Sudah 10 tahun dia bertugas sebagai jaga wana di Nantu, hutan yang mendapatkan namanya dari banyaknya pohon nantu (Palaquium sp) di sana.

Hari hampir tiba di ujung ketika James mengajak beranjak untuk mencari penghuni Hutan Nantu. Kami berjalan pelan, menyusuri jalan setapak berlumpur. Pohon rao (Dracontomelom dao) tumbuh hingga 40 meter tingginya, terlihat menjulang di antara lebat pohon nantu.

Sesekali kami mesti merunduk, menghindari belitan rotan dan akar gantung yang berjuluran. Jejak kaki binatang tercetak di lantai hutan, menyamarkan jutaan lintah penghisap darah. Rapat tajuk pepohonan mempercepat kelam. Dedaunan yang beradu, diembus angin, mencipta bunyi gemerisik.

Di pinggir kubangan air panas bersumber dari panas bumi, yang disebut masyarakat setempat sebagai adudu, James tiba-tiba memberi isyarat dengan telunjuknya. ”Ssst jangan bersuara,” bisiknya sambil menunjuk kawanan binatang yang asyik mandi sauna.

Lidah binatang itu terjulur, menjilati lumpur kaya mineral. Dua pasang taring menyembul keluar dari mulut sang jantan. Sepasang taring di rahang bawah sangat panjang dan sepasang taring lainnya, yang tumbuh dari rahang atas, keluar lewat hidung lalu melengkung ke atas seperti tanduk hingga mendekati kedua mata. Sepintas, wajah binatang itu mirip babi, tetapi tubuh dan kaki mereka seramping rusa. Paduan ciri babi dengan rusa inilah yang membuat binatang ini disebut babirusa (Babyrousa babyrussa).

Taring babirusa menciptakan sosok yang tak ada padanannya dengan binatang di belahan dunia lain. Naturalis Inggris, Alfred Russel Wallace, yang menjelajah hutan Sulawesi 150 tahun lalu dibuat bingung olehnya. ”Pengelompokan babirusa sulit dilakukan karena tidak mempunyai persamaan dengan babi dari mana pun di dunia ini,” tulis Wallace dalam bukunya, The Malay Archipelago (1869).

Jika tubuhnya adalah paduan babi dan rusa, taring binatang ini, menurut Wallace, mengingatkan pada warthog afrika (Phacochoerus africanus).

”Tidak diketahui pasti kegunaan taring luar biasa yang menyerupai tanduk ini. Beberapa penulis mengemukakan bahwa taring itu berfungsi sebagai pengait agar dapat mengistirahatkan kepala di dahan. Akan tetapi, taring tersebut sepertinya lebih mungkin untuk melindungi mata dari onak dan duri saat mencari buah-buahan di antara rotan dan tumbuhan berduri lainnya,” tulis Wallace.

Namun, Wallace buru-buru menyanggah dugaannya. ”Ini juga tidak memuaskan karena babirusa betina yang mencari makan dengan cara yang sama tidak memiliki taring seperti itu.”

Tiba-tiba, belasan babirusa itu kocar-kacir. Adudu itu pun sepi. Dari balik belukar, muncul tiga ekor binatang mirip sapi atau kerbau—tetapi jelas bukan keduanya. Kulit dua binatang yang telah dewasa berwarna coklat kehitaman, sementara sang anak coklat kekuningan. Tanduk kecil dan runcing tegak di atas kepala. Walaupun terlihat asyik menjilati lumpur, sesekali mereka mendongak memperlihatkan sepasang mata yang awas. Cuping telinga selalu bergerak-gerak menandakan kesiapsiagaan.

”Itu anoa, jarang sekali dia muncul, apalagi sampai tiga ekor,” kata James.

Sebagaimana babirusa, anoa (Anoa depressicornis) hanya ditemui di Sulawesi. ”Hewan ini masih belum jelas masuk kelompok sapi liar, kerbau, atau antelop. Tubuhnya yang lebih kecil daripada sapi membuatnya terlihat seperti antelop afrika,” tulis Wallace.

Wallace menyebutkan, binatang ini hanya ditemukan di gunung-gunung dan tidak ditemukan di habitat rusa. Dia tak menyebutkan tentang kebiasaan anoa yang juga suka menjilati air belerang dari mata air panas.

Selang satu menit kemudian, kawanan babirusa yang sebelumnya kabur kembali ke adudu. Kedua kelompok binatang bersama-sama menikmati adudu di senja itu. Di antara kaki-kaki mereka, seekor biawak (Varanus indicus) berjalan pelan, melintasi kubangan. Kicauan burung srigunting sulawesi (Dicrurus montanus) dan lengkingan suara kera (Macaca hecki) riuh bersahutan dari atas pohon. Di pucuk pepohonan, seekor julang sulawesi (Rhyticeros cassidix) mengepakkan sayap besarnya, meninggalkan suara menderu seperti baling-baling helikopter.

Burung jenis rangkong itu sebesar ayam jantan, warna bulunya sebagian besar hitam. Hanya bagian leher yang berwarna kuning dengan semburat warna biru di dekat paruh besarnya yang juga berwarna kuning. Di atas paruh, terdapat tanduk merah menyala.

Seiring kembalinya burung julang ke sarang, kegelapan menyelimuti Hutan Nantu. Rombongan babi hutan menghampiri pondok, mengais sampah dapur. Kucing hutan mencuri roti di atas meja, mengoyak plastik pembungkus dan meninggalkan remah-remah.

Malam hari di Hutan Nantu adalah keriuhan derit serangga. Beberapa kali burung betet yang berpesta di tengah malam menjatuhkan biji buah-buahan sejenis duku ke atap seng, menimbulkan bunyi keras memekakkan telinga. Menjelang terbitnya Matahari, gaduh jerit tangkasi (Tarsius spectrum) membuat mata tak bisa lagi terpejam.(Tim Penulis Ekspedisi Cincin Api Kompas)

Sumber: Kompas.Com

Pembela Tangguh yang Innocent

Alexander Lay
MASIH ingat "cicak versus buaya?" Ungkapan yang spontan lahir dari Komjen Susno Duadji, mantan Kabareskrim Mabes Polri beberapa tahun lalu, ketika memberikan keterangan pers soal dugaan penyadapan terhadap dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?

Beberapa saat seputar itu, nama Alexander Lay mulai berkibar sebagai advokat Pimpinan KPK Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang yang dituduhkan oleh Bareskrim Mabes Polri.

Setelah itu Alexander Lay ditunjuk oleh KPK sebagai Anggota Tim Analisis dan Advokasi KPK. Kalau Anda aktif mengikuti Indonesian Lawyers Club (ILC), dulu Jakarta Lawyers Club (JLC), setiap hari Selasa di sebuah televisi swasta, untuk kasus-kasus besar yang menyedot perhatian publik, Alexander Lay cukup sering ada di sana, dalam perannya baik sebagai narasumber ataupun sebagai anggota ILC.


Siapakah Alexander Lay? Alumnus SMPK Ndao Ende (Angkatan 1986) dan SMAK Syuradikara Ende (Angkatan 1989)  beberapa waktu lalu ada di Ende. Waktu cutinya yang pendek dimanfaatkannya untuk pulang kampung, sedikit refreshing dari rutinitasnya di metropolitan Jakarta. Berikut wawancara Pos Kupang dengan advokat yang dikenal santun saat berbicara di hadapan publik ini.

Kalau dulu cicak versus buaya KPK versus Polisi soal dugaan tindak pidana korupsi Bibit dan Chandra.  Apa sikap Anda terhadap metafora cicak versus buaya?
"Cicak versus buaya" adalah metafora yang digunakan Komjen Susno Duadji ketika diwawancarai Koran Tempo terkait sinyalemen bahwa KPK telah menyadap dirinya yang merupakan Kabareskrim Mabes Polri saat itu. Awalnya saya kesal dengan istilah tersebut karena penggunaan istilah tersebut dapat berimplikasi pada menurunnya wibawa KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang sangat diharapkan masyarakat, namun belakangan kami sadari istilah tersebut justru menimbulkan simpati publik yang dalam pada KPK.

Dengan menggunakan metafora cicak untuk menggambarkan KPK dan buaya untuk menggambarkan polisi, pak Susno sebenarnya telah membantu kami dalam melakukan pembelaan bahkan sebelum kami ditunjuk sebagai pembela KPK. Saya berpendapat setengah dari kemenangan, berupa imbauan Presiden kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk menghentikan perkara dugaan kriminalisasi atas Bibit dan Chandra, ditentukan ketika metafora cicak versus buaya diintrodusir ke ruang publik.


Apa sebenarnya yang terjadi dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM? Ada kesan Mabes Polri dan KPK berebut menangani kasus tersebut?
Kesan bahwa KPK dan Mabes Polri berebut menangani kasus Simulator SIM tidak dapat dihindarkan. Kenyataannya memang demikian. Selain Irjen DS yang merupakan mantan Kepala Korlantas yang telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka, KPK dan Mabes Polri telah menetapkan sejumlah nama yang sama sebagai tersangka dalam kasus tersebut. 

Institusi mana sebenarnya yang lebih berwenang untuk menangani kasus Simulator SIM?
Pertanyaan ini akan terjawab kalau kita mengetahui institusi mana yang lebih dahulu melakukan penyidikan kasus Simulator SIM. Berdasarkan informasi yang terungkap di media massa, KPK memulai penyidikan atas kasus ini sejak tanggal 27 Juli 2012, sedangkan Bareskrim Mabes Polri baru menyidik kasus ini pada tanggal 1 Agustus 2012. Mengacu pada ketentuan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), maka polisi dinyatakan tidak berwenang menyidik perkara yang telah terlebih dahulu disidik oleh KPK. Langkah selanjutnya adalah pelimpahan/penyerahan berkas perkara kepada KPK. Jadi mekanisme pengambilalihan penyidikan oleh KPK sebagaimana diwacanakan sejumlah pakar hukum tidak tepat. Pengambilalihan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 UU KPK dapat dilakukan jika Bareskrim lebih dahulu menyidik perkara tersebut. Dan hal ini tidak terjadi dalam kasus Simulator SIM.

Apakah akan terjadi seperti dulu juga? Publik berpihak kepada KPK?

Yang jelas dukungan masyarakat agar KPK yang menangani kasus Simulator SIM tinggi sekali. Sudah ribuan orang menandatangani petisi dukungan agar Bareskrim menyerahkan kasus simulator SIM untuk ditangani KPK. Saya pikir masyarakat  cukup cerdas untuk menilai bahwa ada potensi conflict of interest  (benturan kepentingan, red) jika kasus Simulator SIM ditangani Mabes Polri karena sejumlah petinggi Polri diduga terlibat. Penanganan oleh KPK dapat menghilangkan kecurigaan tersebut dan kepolisian dapat berkonsentrasi menangani kasus-kasus besar lainnya.

Untuk menghindari sengketa kewenangan penyidikan ini berujung menjadi konflik terbuka yang akan sangat merugikan upaya pemberantasan korupsi, sudah saatnya Presiden sebagai kepala pemerintahan yang membawahi Kapolri dan sebagai kepala negara berinisiatif untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Leadership seorang kepala negara sangat dibutuhkan dalam mencari solusi atas sengketa kewenangan penyidikan kasus ini.

Penyidik KPK umumnya berasal dari kepolisian. Menghadapi soal ini, apakah loyalitasnya pada KPK ataukah pada kepolisian? 
Kesangsian akan loyalitas mereka wajar-wajar saja karena toh mereka akan kembali ke instansi asalnya ketika selesai bertugas di KPK. Namun dari informasi yang saya ketahui para penyidik dalam kasus Simulator SIM tergolong sangat berkomitmen dalam menangani kasus walaupun kasus ini melibatkan para petinggi dari instansi asal mereka.

Bagaimana peran Anda sebagai advokat  KPK dalam menangani kasus ini?

Dalam kasus Simulator SIM, KPK tidak atau paling tidak belum membentuk tim pembela. Saya berpendapat di titik ini belum ada urgensi bagi KPK untuk membentuk tim pembela karena tidak ada atau belum ada pihak dalam institusi KPK yang mengalami proses kriminalisasi. Hal ini jelas berbeda dengan kondisi cicak versus buaya dulu. Dalam kasus Simulator SIM peran saya hanyalah sebagai praktisi hukum yang merupakan bagian dari elemen masyarakat yang menghendaki Indonesia yang merdeka dari korupsi. Selain mantan pembela KPK, tokoh masyarakat, pegiat anti korupsi, aktivis legal reform serta elemen civil society lainnya juga bahu-membahu dalam mendukung KPK menangani kasus Simulator SIM.

Apa yang memotivasi Anda untuk ikut menangani kasus-kasus seperti ini. Apakah Anda tidak khawatir dengan berbagai tekanan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan yang umumnya terlibat dalam perkara-perkara yang Anda tangani?
Saya menikmati menangani kasus-kasus publik karena melalui kasus-kasus seperti ini saya dapat berkontribusi bagi perbaikan bangsa dan negara. Tekanan ataupun ancaman yang menyertai suatu kasus adalah bagian dari risiko pekerjaan seorang advokat. Selama kita yakin bahwa kita sedang membela yang benar maka proses pembelaan menjadi perjalanan yang menyenangkan.

Tapi publik juga membaca betapa pembela sering kali tampak maju tak gentar bukan untuk membela yang benar, tetapi membela yang bayar! Bagaimana pendapat Anda soal itu?

Hal pertama yang harus dilakukan seorang pembela adalah menyakini bahwa calon klien yang akan dibelanya benar adanya. Atau paling tidak ada aspek tertentu yang pantas untuk dibela dari kasus yang akan ditangani tersebut karena tidak semua orang yang dituduh pasti bersalah dan kalaupun bersalah tidak semua yang dituduhkan benar adanya. Jika pembela lebih mengedepankan fee, maka seringkali pembelaan dilakukan secara artifisial dan terkesan dibuat-buat sehingga tuduhan maju tak gentar membela yang bayar tidak terhindarkan. Dan memang tidak jarang kita temui pembela seperti ini.

Seringkali publik pesimis dengan kerja KPK. Pesimis karena sinyal tentang ada udang di balik batu ditinjau dari lambat atau terlalu hati-hatinya KPK menangani perkara. Sepertinya ada tebang pilih dalam menangani kasus. Ada banyak contoh seperti Bank Century, Gayus, Hambalang, Wisma Atlet, dan Miranda.
Selain keterbatasan sumber daya manusia yang hanya sekitar 700 orang, ketentuan UU KPK juga berkontribusi dalam menentukan cepat lambatnya KPK dalam menagani kasus korupsi. Berbeda dengan kepolisian dan kejaksaan, UU KPK tidak memberikan wewenang bagi KPK untuk menghentikan perkara di tingkat penyidikan atau penuntutan.

Ketentuan ini berimplikasi pada sikap KPK yang sangat hati-hati dalam meningkatkan perkara ke tingkat penyidikan karena jika perkara telah disidik, maka KPK tidak berhak menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan, Red) atau SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan, Red) jika perkara telah berada pada tingkat penuntutan.

Sikap hati-hati ini dapat menimbulkan kesan bahwa KPK lambat dalam menangani perkara. Saya pikir tuduhan bahwa KPK melakukan tebang pilih (dalam artian yang negatif) juga tidak terbukti. Hampir semua kader partai besar tengah disidik KPK. Hampir tidak ada kader partai besar yang luput dari penyidikan KPK termasuk partai penguasa. Tebang pilih dalam arti yang positif justru perlu dilakukan.

Dengan keterbatasan sumber daya manusia, maka KPK perlu melakukan prioritas dalam menangani kasus, baik dari segi sektoral maupun magnitude kasus tersebut.

Boleh dikatakan Anda bermain di tingkat atas. Tangani kasus-kasus besar, sensitif dan politis. Berada di lingkaran tahta, kuasa, dan harta dimana mafia hukum dan pengadilan itu bisa menjebak, disungkurkan, dan jatuh. Apa tidak takut?
Saya meyakini bahwa pembelaan bisa optimal jika advokat tersebut innocent. Mungkin ini istilah yang terlalu ekstrem karena saya yakin tidak ada manusia yang tanpa dosa apalagi seorang advokat yang menjalankan profesinya dalam sistem peradilan di Indonesia. Saya juga tidak luput dari kesalahan. Yang hendak saya katakan adalah dalam menangani kasus-kasus yang sensitif dan melibatkan kepentingan para pemangku kekuasaan, kepentingan klien akan lebih terjamin kalau sang pembela tidak mudah diserang dan diancam karena pernah melakukan hal-hal yang dapat digunakan untuk  menyandera sang pembela. Takut dan khawatir adalah hal yang normal dan kadang saya merasakannya. Namun keyakinan bahwa saya sedang melakukan hal yang benar selama ini dapat membantu saya mengatasi rasa takut itu.

Ada hal lain yang membangun keberanian dan keyakinan dalam berkarier sebagai advokat di tingkat nasional?

Saya lahir dan besar di Flores dalam masyarakat yang egaliter dan keras. Kultur masyarakat Flores, khususnya Ende, ikut membentuk karakter saya dan membantu saya dalam menekuni profesi advokat. Kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Unika Atma Jaya Jakarta, membantu membentuk keyakinan saya untuk berkarier secara nasional karena semenjak kuliah kita berinteraksi secara intensif dengan tokoh-tokoh nasional.

Sekarang menjadi advokat KPK, masih muda, baru 39 tahun. Apa rencana ke depan?
Suatu waktu nanti, mungkin sepuluh sampai lima belas tahun lagi, saya akan terjun ke dunia publik. Saat ini saya bekerja untuk mencapai posisi keuangan yang independen (financially independent). Jika jalan hidup saya menghendaki saya akan sepenuhnya  bekerja dalam ranah publik untuk berkontribusi bagi masyarakat banyak. (dis)

Kerja Keras dan Disiplin Tidak Cukup!


ALEXANDER LAY kelahiran Ende-Flores, 21 September 1973, merasa enjoy dengan pekerjaannnya sekarang sebagai advokat di bawah bendera Lasut, Lay & Pane (LLP) di Jakarta. Laki-laki yang masih lajang ini menyadari bahwa wajahnya yang sering muncul di televisi dalam kasus-kasus besar yang melibatkan KPK membuatnya dikenal banyak orang.

"Tapi informasi yang muncul di televisi hanya sepenggal dari diri kita. Tidak banyak orang tahu bahwa saya lahir, besar dan bersekolah di Ende sampai menyelesaikan SMA di tahun 1992".  Begitu kata Alex yang merupakan alumnus SD Ende IV, SDK Ende II, SMPK Ndao dan SMAK Syuradikara Ende.

Alexander Lay lulus dari Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta tahun 2003 dengan predikat cum laude dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,90. Pada tahun 2005 Alex mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di University of Sydney yang diselesaikannya di tahun 2006 dengan gelar Legum Magister (LL.M) dengan nilai rata-rata setara distinction. Alexander berpendapat bahwa prestasinya yang baik ketika menempuh studi hukum lebih disebabkan karena bidang yang ditekuni adalah kegemarannya.

"Ada passion atau hasrat yang dalam pada bidang hukum sehingga proses belajar menjadi perjalanan yang menyenangkan. Saya adalah seorang pelajar yang disiplin dan pekerja keras, namun saya percaya bahwa tanpa passion yang dalam pada bidang hukum tidak mungkin saya dapat mencapai titik sekarang ini. Untuk menjadi bagus Anda perlu disiplin dan kerja keras, namun untuk menjadi cemerlang, disiplin dan kerja keras semata tidaklah cukup. Diperlukan passion atau hasrat yang mendalam pada bidang yang ditekuni. Saya meyakini itu."

Sebelum menempuh studi hukum Alex pernah kuliah selama setahun di jurusan Elektronika dan Instrumentasi Universitas Gajah Mada (UGM) melalui program Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD). Setahun di UGM, Alex mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 1993 dan bergabung di jurusan Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Selama kuliah di ITB Alexander aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan sempat menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Mahasiswa ITB, Boulevard. Setelah lulus dari ITB pada tahun 1997 Alexander Lay bekerja sebagai International Drilling Services Engineer di Schlumberger Oilfield Services (Anadrill) dengan daerah penugasan di Timur Tengah dan Afrika.

Tahun 1999 Alexander mengundurkan diri dari Schlumberger dan kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta untuk menggapai cita-citanya yang selama ini terpendam sebagai seorang advokat/penasihat hukum.

"Berhenti dari Schlumberger adalah keputusan yang tidak mudah karena pekerjaan tersebut memberikan penghasilan yang tergolong besar bagi seorang insinyur muda seperti saya pada waktu itu yaitu sekitar USD 5,000 - 8,000 perbulan" ujar Alex. 

"Sampai sekarang saya tidak pernah menyesali. Saya   bersyukur atas keputusan tersebut karena saya memang tidak memiliki talenta seorang oilfield services engineer. Saya bertahan dengan disiplin dan kerja keras selama hampir dua tahun bekerja di padang pasir, di laut dan bahkan di hutan sekalipun karena penghasilannya sangat tinggi tapi saya paham bahwa saya tidak menikmati pekerjaan ini karena saya tidak menyukai pekerjaan yang terkait dengan mekanikal dan elektrikal yang merupakan elemen penting dari pekerjaan saya saat itu," kata Alex.

"Kali pertama saya mulai menyadari bahwa pekerjaan ini tidak cocok buat saya adalah saat jelang dini hari ketika operasi pengeboran dihentikan (round trip) untuk mengganti mata bor. Saat itu tidak ada pekerjaan berarti sehingga saya memiliki cukup waktu untuk merenung dan lebih mengenal diri saya. Saat itulah saya bertekad untuk berhenti dari profesi ini. Beberapa bulan kemudian saya benar-benar berhenti dan mendaftarkan diri di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya," tambah Alex.

Selama masa mahasiswa hukum Alex bekerja sebagai volunteer (sukarelawan) di Indonesia Corruption Watch (ICW) dan terlibat dalam berbagai aktivitas ICW termasuk mengkoordinir pembelaan bagi para pelapor perkara korupsi yang digugat atau dituntut. Di tahun 2002 Alexander bersama tiga mahasiswa asal Indonesia lainnya terpilih mewakili Indonesia untuk menghadiri Hitachi Young Leaders Initiative (HYLI) Forum, pertemuan mahasasiswa ASEAN dan Jepang yang berlangsung di Singapura.

Dari tahun 2002 sampai 2004 Alexander bekerja di kantor hukum Widjojanto, Sonhadji & Associates sambil mengajar di Fakultas Hukum Atma Jaya. Dalam masa ini Alex juga dipilih untuk menjadi anggota Tim Teknis yang membantu Panitia Seleksi yang ditunjuk Presiden untuk menseleksi Pimpinan KPK jilid pertama.

Alex juga aktif dalam kegiatan Law Summit III sebagai konsultan yang memfasilitasi pertemuan wakil-wakil dari institusi penegak hukum di Indonesia yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Polri dan Peradi sebagai organisasi advokat untuk mendiskusikan reformasi hukum dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Antara Agustus 2006 sampai Juli 2009 Alexander bekerja di firma hukum yang dibangun oleh Advokat Senior Todung Mulya Lubis. Di akhir tahun 2009 Alexander dan Richard Lasut mendirikan firma hukum Lasut, Lay and Partners yang kemudian bertambah seorang partner menjadi Lasut, Lay & Pane. Sekarang Alexander Lay tercatat sebagai anggota Dewan Pengawas Transparency International Indonesia (TI-Indonesia) dan instruktur di Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT). (maria matildis banda)

Sumber: Pos Kupang

Gerakan Mengurangi Sampah Plastik

ilustrasi
DATA yang dirilis Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Manado Julises Oehlers tentang sampah plastik sungguh menarik perhatian kita. Produksi sampah plastik setiap hari di Kota Manado mencengangkan dari sisi jumlah sekaligus mengerikan dampaknya bagi lingkungan bila tidak dikelola dengan bijak. Dari 2.000 kubik sampah yang dihasilkan warga kota ini per hari, hampir separuhnya merupakan sampah plastik dengan 20 persen tercecer di sungai dan hanyut ke laut.

Dengan produksi per hari berkisar antara 680-700 kubik, kita bisa menghitung sendiri berapa banyak sampah plastik dalam sebulan dan setahun yang berputar di Kota Manado saja.

Seperti diakui Oehlers dari tahun ke tahun pemakaian sampah di ibu kota Provinsi Sulawesi Utara ini terus meningkat. Di satu sisi menyenangkan karena itu tanda kemajuan ekonomi. Di sisi berbeda, betapa mengerikan dampaknya terhadap lingkungan mengingat sekitar 20 persen sampah plastik tercecer begitu saja. Sekuat- kuatnya pemulung mengumpul untuk daur ulang, banyak penelitian menunjukkan sampah yang tercecer di kota-kota berkisar antara 15-20 persen.

Jeritan banyak kalangan tentang sampah yang menggunung di Teluk Manado dan sebagian mulai mengusik keindahan terumbu karang di Bunaken merupakan ujung dari semua itu. Betapa sampah plastik merupakan ancaman nyata di depan mata.
Benar bahwa kita tidak mungkin hidup tanpa plastik.  Banyak nian kebutuhan rumah tangga sehari-hari yang memerlukan bahan atau wadah dari plastik yang mudah diperoleh dengan harga murah serta praktis penggunaannya.

Lalu apa yang mesti kita kerjakan? Manado sejak lama memiliki Perda tentang Sampah. Sudah terbukti pendekatan hukum tidaklah cukup. Toh perkara sampah erat hubungannya dengan kebiasaan, dengan perilaku setiap individu. Maka jalan yang bisa ditempuh guna menerobos kebuntuan itu mesti berupa gerakan sosial dari titik paling basic yaitu membangun kesadaran personal.

Seperti dikatakan pengamat lingkungan Roy  Pangalia, mungkin baik jika pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait menggelorakan kampanye terfokus yang berkesinambungan guna mengubah perilaku masyarakat, misalnya  membawa tas sendiri dari rumah saat berbelanja. Dengan begitu bisa membantu mengurangi gunungan sampah plastik.

Kampanye pun menyentuh sisi kelembagaan. Manajemen pasar tradisional maupun modern, pusat perbelanjaan, hotel, restoran dan lainnya secara bertahap diajak mengurangi pemakaian plastik. Sebagai sebuah gerakan, pada tahap awal Pemko Manado bisa mewajibkan, misalnya seminggu sekali, mall, supermarket, tidak memakai tas belanja plastik.

Kedua, gunakanlah plastik biodegradable yang mudah terurai serta jangan bakar sampah plastik secara serampangan. Bila gerakan ini bisa dirajut niscaya Manado bisa menjadi kota model yang cerdas dan bijak mengelola sampah plastik di Indonesia. Pengelolaan berbasis masyarakat. Kalau ada kemauan pasti ada jalan bukan? *

Sumber: Tribun Manado 30 Agustus 2012 hal 1

Sampah Plastik di Manado Mengerikan

ilustrasi
PRODUKSI sampah plastik setiap hari di Kota Manado mencengangkan sekaligus mengerikan dampaknya bagi lingkungan. Dari 2.000 kubik yang dihasilkan warga kota ini per hari, hampir separuhnya merupakan sampah plastik dengan 20 persen tercecer di sungai dan hanyut ke laut.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Manado Julises Oehlers mengakui
besarnya jumlah sampah plastik setiap hari.  Jumlahnya  pun makin meningkat setiap tahun. "Untuk sampah plastik sekitar 680-700 kubik per hari dari total 2.000 kubik sampah per hari," ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa (28/8/2012).

Oehlers menambahkan, sampah organik sekitar 1.300 kubik per hari.  Diakuinya hanya sekitar 80 persen sampah terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sampah plastik yang dibuang masyarakat sebagian besar berupa kantong  dari berbagai jenis, botol kemasan dan botol bekas oli. Sampah tersebut jika sudah di TPA biasanya diambil para pemulung untuk daur ulang. Namun,  kata Oehlers,  tidak seluruh sampah plastik dipungut para pemulung. Sebagian terbuang bersama dengan sampah jenis lain.

Anggota DPRD Kota Manado John Iroth  melukiskan produksi sampah plastik sebanyak 680-700 kubik per hari itu mencegangkan dari segi jumlah. Meski mencerminkan kemajuan perekonomian Kota Manado, namun John Iroth menyadari dampak negatifnya bagi lingkungan bila tidak dikelola dengan bijaksana. 
"Sampah plastik ini menjadi masalah. Kalau sampah kertas bisa langsung membusuk dan meresap ke tanah. Sedangkan sampah plastik lama proses daur ulangnya,"  kata John Iroth, Selasa (28/8) malam..

Ia meminta Dinas Kebersihan serius memperhatikanhal itu. Ia juga berharap agar pelaku usaha seperti pusat perbelanjaan dan rumah makan  menyediakan wadah berbahan dasar kertas. "Di beberapa daerah di luar negeri  wadah hampir delapan puluh sampai sembilan puluh persen  terbuat dari kertas. Apalagi wadah untuk makanan,"katanya. Anggota DPRD Manado Hengky Lasut juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya,  tingginya produksi sampah plastik menandakan  Manado semakin maju. "Hanya perlu ditangani dengan baik sampah plastik itu," ujarnya.

Kesadaran Warga
Terkait sampah plastik, Julises Oehlers mengeluhkan  rendahnya kesadaran masyarakat Kota Manado mengelola sampah plastik secara bijak.  Menurut dia, masih banyak sampah plastik yang dibuang begitu saja pada tempat yang tidak semestinya. Misalnya di sungai atau ke laut.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat memilah sampah plastik, kata Oehlers, dalam waktu dekat  Dinas Kebersihan membagikan 3.000 kantong sampah kepada masyarakat. "Per kelurahan mungkin dibagikan antara 10 sampai dengan 12 kantong sampah sebagai stimulan agar warga melakukan pemilahan sampah," katanya. Kantong sampah tersebut cukup dipergunakan selama satu tahun.

Tingginya pemakaian plastik oleh warga Manado seperti diungkapkan Oehlers ada benarnya. Sampel yang diambil Tribun Manado di Pasar Bersehati, Selasa (28/8) menunjukkan fakta luar biasa. Dalam sehari pasar ini membutuhkan antara 120 ribu hingga 480 ribu lembar tas plastik atau setara dengan 100 hingga 400 kilogram  tas plastik sebagai wadah belanja konsumen ataupun dijual kembali secara eceran.

Data 120 ribu lembar tas plastik untuk kebutuhan sehari pasar ini diambil hanya untuk satu toko penyalur tas plastik. Menurut beberapa pedagang, ada sekitar tiga sampai empat toko yang memasok tas plastik ke pasar ini saban hari. Diperkirakan jumlah tas plastik yang beredar di pasar ini dalam sehari mencapai angka 300 hingga 400 kg atau setara 360 ribu hingga 480 ribu lembar tas plastik. "Sehari sekitar 100 kg tas plastik yang disuplai dari toko ini," ungkap pemilik toko Petak Jaya, salah satu toko pemasok tas plastik di Pasar Bersehati Manado. Menurutnya jumlahnya fluktuatif, bisa lebih tinggi untuk momen hari-hari tertentu.

Selain pasar penggunaan plastik sangat tinggi di mall, supermarket serta restoran.
Rumah Makan Ratu Arema misalnya, menghabiskan 500 kantong plastik dalam sehari ."Per hari kita bisa menggunakan 10 pak kantong plastik, isi per pak itu ada 50 lembar, " kata Rusli pemilik Rumah Makan Ratu Arema,  Selasa (28/8).

Rusli mengatakan, warungnya paling banyak membutuhkan kantong plastik ukuran kecil. "Selain makanan, saya juga menjual gorengan sperti tahu isi dan pisang, sehingga paling banyak menggunakan kantong plastik. Ada yang makan di sini, namun banyak juga yang minta dibungkus," ujarnya.

Pemilik Rumah Makan Padang di Mapanget, Citra mengatakan, warungnya menggunakan kantong plastik 40 hingga 50 lembar per hari. "Paling banyak pembeli langsung makan di sini, namun ada juga minta dibungkus, sehingga kami harus pesan ke suplier empat sampai lima pak per minggu," katanya


Manager Multimart Plaza, Rhama Suheimi mengatakan, per hari Multimart dapat menghabiskan kurang lebih dua karung kantong plastik.  "Satu karung plastik itu beratnya 25 kilogram, dengan ukuran  15 x 25, 25 x 30, 30 x 44 cm dan tas jumbo. Kantong plastik yang paling banyak digunakan ukuran 25x30," jelasnya.

Menurutnya, setiap minggu, Multimart Plaza memesan 20 karung kantong plastik untuk kebutuhan selama sepuluh hari. "Memang permintaan meningkat apalagi jumlah pengunjung juga semakin banyak. Meskipun hanya membeli satu barang  kita harus memasukkan ke dalam plastik," katanya.

Supervisior Golden Swalayan, Ando mengatakan, per hari kantong plastik yang dipakai sekitar dua karung. "Saya tidak tahu pasti berapa lembar dalam satu karung, namun untuk jumlah keseluruhan penggunaan kantong plastik di sini itu mencapai 50 kilogram per hari," ujarnya. Menurtnya, kantong plastik yang digunkan di Golden Swalayan dipesan dari Jakarta. (erv/dma/ika/jhp)
Roy Pangalia: Ubah Kebiasaan

KITA sangat tergantung pada plastik untuk berbagai kebutuhan rumah tangga. Repot memang! Masalahnya adalah kita kurang bijak membuang atau menempatkan limbah plastik pasca dipakai dan itu berhubungan dengan perilaku atau kebiasaan. Akibat  pola kebiasaan kita yang kurang bijaksana maka sampah plastik menumpuk di sungai kemudian meluncur ke laut.

Untuk menguraikan sampah plastik dibutuhkan waktu antara 50-80 tahun  tergantung kualitasnya. Polyvinyl Chloride itu susah sekali terdaur ulang, misalnya pipa paralon, sementara kalau di air, butuh lebih lama lagi. Masa urai plastik bisa 100-450 tahun. Di  seluruh dunia diperkirakan sekitar 500 miliar hingga 1 triliun kantong plastik dipergunakan  manusia.

Plastik yang terbawa sungai dan masuk ke laut berdampak pada terumbu karang. Jika sampah plastik menutupi karang maka karangnya bisa mati secara bertahap serta berdampak juga terhadap hewan laut seperti penyu.  Penyu mengira plastik yang terapung atau melayang di air itu adalah ubur-ubur lalu dimakannya. Penyu bisa mati karena pencernaannya rusaj. Kita punya kebiasaan yaitu membakar sampah plastik  biar cepat habis terurai. Kebiasaan itu menimbulkan masalah baru yaitu polusi dan mencemarkan lingkungan.

Penangananan yang bisa dilakuan adalah dengan sistem daur ulang. Paling  banyak didaur ulang yaitu plastik jenis HDPE (high density polythylene) semacam botol air mineral. Cara lain menjadikan sampah plastik sebagai barang bernilai ekonomis
Langkah berikutnya menggunakan plastik biodegradable yang mudah terurai dan ramah lingkungan, tapi plastik jenis ini memang agak mahal  harganya.

Untuk kasus di Manado,  semua pusat perbelanjaan  menggunakan tas belanja dari plastik. Mungkin baik jika misalnya pengelola supermarket  itu secara bertahap mengurangi pemaakain plastik untuk tas belanja misalnya menggantinya dengan kantong kertas seperti di negara-negara lain.

Di Kota Manado sudah ada Perda Sampah, namun implementasinya  mandul, mekanisme sanksi belum tegas diterapkan. Ini pekerjaan rumah bagi pemerintah. Diperlukan suatu gerakan untuk mengurangi pemakaian plastik bagi kebutuhan rumah tangga.

Pertama, mungkin baik jika ada kampanye terfokus guna mengubah perilaku masyarakat, misalnya  membawa tas sendiri dari rumah ketika berbelanja, kalaupun plastik tidak bisa dihindarkan sama sekali pemakainannya. Dengan begitu sudah membantu mengurangi sampah plastik.

Kedua, gunakanlah plastik biodegradable serta jangan membakar sampah plastik, kecuali menggunakan suhu yang amat tinggi dan diatur proses pembakarannya guna mengurangi efek gas rumah kaca. Kalau mau menghapus pemakaian plastik itu tak mungkin, tapi paling tidak sebagai sebuah gerakan mungkin Pemko Manado bisa mewajibkan, misalnya seminggu sekali, mall tidak menggunakan tas belanja plastik  atau pada hari-hari tertentu. (obi)


Sumber: Tribun Manado 29 Agustus 2012 hal 1

Penghargaan UNESCO untuk Mbaru Niang

Mbaru Niang di Manggarai, NTT  (UNESCO)
SESUATU yang membanggakan kembali ditorehkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Setelah Taman Nasional Komodo (TNK) di Manggarai Barat terpilih menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia baru, kini datang lagi pengakuan dunia atas keajaiban lain yang dimiliki NTT.

UNESCO, salah satu Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk urusan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya hari Senin (27/8/2012), memberikan penghargaan tertinggi (Award of Excellence) untuk kampung Mbaru Niang di Dusun Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai.

NTT harus berbangga karena penghargaan ini untuk kategori pelestarian warisan budaya dan merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang mendapatkan kehormatan ini.

Tahun 2012 UNESCO Asia-Pacific kembali melakukan penilaian untuk Pelestarian Warisan Budaya, dan sebanyak 43 obyek/warisan budaya dari 11 negara di kawasan Asia-Pasifik mengajukan ke UNESCO untuk dinilai. Hasilnya, Dusun Wae Rebo yang terkenal dengan rumah tradisional kerucutnya, dan terletak jauh terpisah lembah di antara bukit-bukit pulau Flores mendapatkan penghargaan prestisius ini.

Dieter Schlenker, Informasi dan Manajemen UNESCO Bangkok dalam siaran persnya yang dikutip dari laman http://www.unescobkk.org/culture/heritageawards, Senin (27/8) menyebutkan, selain Mbaru Niang, UNESCO Bangkok juga memberikan penghargaan untuk dua situs terkenal, yakni Bangunan Sethna di Mumbai, India dan Air Systems di Hampi, India.

Penghargaan dengan nilai arsitektur tinggi untuk bangunan tradisional yang sudah mengalami proses restorasi diberikan untuk Kompleks Zhizhusi di Beijing, China, Kuil Chandramauleshwat di Hampi, India, dan Masjid Khilingrong di Shigar, Pakistan. Sementara untuk penghargaan dengan sebutan kehormatan (Award of Mention) diberikan kepada William Street Precinct di Perth, Australia, dan Benteng Jaisalmer di Rajasthan, India.

Dieter Schlenker mengatakan, untuk penilaian ini, UNESCO merekrut para juri yang pakar di bidang konservasi internasional dalam bidang arsitektur, perencanaan kota, pelestarian pusaka, sejarawan arsitektur dan desain lansekap.

Materi penilaian, demikian Dieter Schlenker dinilai berdasarkan keragaman jenis obyek, masuk kategori situs arkeologi, properti militer, dan mencakup spektrum yang luas dari isu-isu konservasi juga kontribusi obyek terhadap lingkungan sekitar dan kontinum masyarakat lokal budaya dan sejarah.

"Obyek yang dinilai harus memenuhi persyaratan, misalnya dari segi usia harus lebih dari 50 tahun dan restorasi harus telah diselesaikan dalam 10 tahun terakhir. Bangunan juga harus layak dan telah digunakan setidaknya satu tahun dari tanggal sebelum pengumuman penghargaan," urai Dieter.

Tim Curtis, Ketua Tim Juri dan Kepala Unit Budaya, UNESCO Bangkok menyebutkan, penghargaan atau Award of Excellence diberikan kepada Mbaru Niang, karena di kampung ini berdiri rumah-rumah tradisional berbentuk kerucut yang dari segi arsitektur memiliki nilai tertinggi. "Ini merupakan jenis baru pengakuan untuk pelestarian arsitektur, dimana berwujud warisan dan bentuk pengetahuan tradisional menjadi dasar metode konservasi," kata Tim Curtis.

Selanjutnya, Penghargaan atas Inovasi juga diberikan kepada Ruang Baca dari Portugis School of Macau di Macao (SAR) Cina. Juri mengakui, bangunan yang baru dibangun kembali itu memiliki struktur yang menunjukkan standar yang luar biasa untuk kontemporer desain arsitektur yang baik diintegrasikan ke dalam konteks sejarah. (*)

Sumber DI SINI
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes