Air Mata buat Camara


Catatan Sepakbola Dion DB Putra *

SEPERTI
selalu dikatakan orang, sepakbola bukan sekadar olahraga yang mempertemukan 22 anak manusia di atas lapangan hijau. Menggulirkan bola dari kaki ke kaki atau kepala ke kepala dengan tujuan akhir si bola sepak  menyobek jaring gawang. 

Sepakbola tak cuma permainan agar tubuh sehat dan bugar.  Di sana selalu ada drama, selalu ada tautan erat  menuju aspek yang lain dalam kehidupan manusia. Ada takdir, ada nasib. Ada senyum, ada tawa. Ada airmata. Bola pun bercumbu dengan tragedi. Dan, tragedi terkini datang dari bumi Parahiangan, dari Stadion Siliwangi Bandung.

Malam Minggu 27 Juli 2013,  Sekou Camara begitu bersemangat mengikuti sesi latihan malam bersama rekan-rekan seklubnya, Pelita Bandung Raya (PBR) di Stadion Siliwangi. Latihan rutin itu merupakan bagian  dari persiapan tim PBR menjalani kompetisi Indonesia Super League (ISL).

Sekitar pukul 22.00 WIB, mendadak pemain asal Mali, Afrika tersebut tertunduk lesu dan langsung kolaps. Rekan-rekannya berusaha menolong dengan membawa Camara ke rumah sakit, namun sampai di sana Camara sudah mengembuskan napas terakhir. Dalam hitungan menit Sekou Camara pergi untuk selama-lamanya.  Kuat dugaan dia terkena serangan jantung.

 RIP Camara. Ya Tuhan apakah ini rencana-Mu yang terbaik…. We Love Camara. Kamu tetap jadi bagian terbaik dari tim ini ..,” kicau Nova Arianto, rekan seklub Camara  lewat akun twitternya, @ariantonova25. Dalam sekejap kabar duka itu menyebar luas lewat jejaring sosial dan portal berita online. Manajemen klub Pelita Bandung Raya pun langsung menghubungi keluarga Sekou di Mali melalui agen pemain dan menerbangkan jenazahnya menuju kampung halaman hari Senin malam 29 Juli 2013 lewat Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Camara tampil cukup baik saat membela PSAP Sigli dan Persiwa Wamena dengan total mencetak 22 gol. Dia baru saja bergabung dengan PBR pertengahan musim 2013 ini dan baru mencetak satu gol. Selama tiga tahun bermain di Indonesia dia memperkuat klub PSAP Sigli, Persiwa Wamena dan Pelita Bandung Raya.

Kematian di lapangan bola seperti Sekou Camara bukan yang pertama. Sudah belasan pemain yang mengalami takdir yang sama. Beberapa bisa disebut di sini. Marc-Vivien Foe. Pemain tim nasional Kamerun ini pingsan ketika bermain di Piala Konfederasi 2006 di Lyon, Perncis melawan Kolombia 26 Juni 2003. Foe tiba-tiba saja terjatuh di tengah lapangan dan meninggal dunia beberapa menit kemudian.

Antonio Puerta. Pemain klub Sevilla tersebut mengalami gagal jantung ketika menghadapi Getafe 28 Agustus 2007 pada laga pembuka La Liga.  Jumadi Abdi.
Gelandang Indonesia yang bermain untuk Bontang FC ini mengalami benturan keras ketika bertanding melawan Persela Lamongan pada 7 Maret 2009. Delapan hari kemudian, pemain berumur 26 tahun ini meninggal dunia.

John Tomson merupakan mantan kiper Glasgow Celtic, Skotlandia  yang meninggal setelah bertabrakan dengan pemain Glasgow Rangers ketika laga Old Firm di Stadion Ibrox pada 5 September 1931. John Tomson meninggal dalam usia 22 tahun. Hugo Cunha. Pemain tengah klub Portugal Uniao Leiria ini pingsan kemudian meninggal dunia dalam sebuah pertandingan persahabatan pada bulan Juni 2005. Hugo Cunha meninggal dalam usia 28 tahun

Marcio Dos Santos. Striker Brasil berumur 28 tahun ini meninggal akibat serangan jantung beberapa jam setelah mencetak gol pada bulan Oktober 2002. Dos Santos adalah pemain tim Peru, Deportivo Wanka. Dave Longhurst. Pemain klub York City berumur 25 tahun ini tewas setelah pingsan selama dua menit dalam pertandingan melawan Lincoln City pada bulan September 1990. Hasil otopsi menunjukkan Longhurst meninggal akibat masalah jantung. Samuel Okwaraji.

Pemain Nigeria Samuel Okwaraji pingsan selama 10 menit ketika melakoni pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Angola di Lagos bulan Agustus 1989.  Serginho. Bek klub Sao Caetano ini meninggal karena mengalami masalah pernapasan ketika  melawan Sao Paulo pada Oktober 2004. 

Eri Irianto (Sidoarjo, 12 Januari 1974 - Surabaya, 3 April 2000) adalah mantan pemain Persebaya Surabaya. Ia meninggal pada 3 April 2000 di RSUD dr Soetomo, setelah runtuh dengan serangan jantung di lapangan selama pertandingan liga melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 November Surabaya. 

                        ***
DALAM  hal keutamaan dan tanggung jawab akan tugas, saya belajar dan berhutang budi pada sepakbola. Begitu kata-kata filsuf Albert Camus yang sangat terkenal dan memberi insipirasi bagi banyak orang. Kata-kata Camus ratusan tahun lalu masih relevan sampai sekarang terlebih lagi ketika sepakbola modern menuntut apa yang disebut profesionalitas.

Demi prestasi, demi memberikan hasil terbaik bagi tim, seorang pesepakbola harus tampil prima. Maka latihan demi latihan merupakan menu harian mereka. Latihan bisa saja berlangsung pagi hari, siang, sore bahkan malam hari, tergantung  kebutuhan dan jadwal klub.

Kita tidak tahu bagaimana sebetulnya kondisi Camara sebelum menjalani latihan malam di Stadion Siliwangi. Kita tidak tahu pasti apakah dia cukup bugar atau sedang dalam kondisi down. Demi tanggung jawab atas profesinya boleh jadi Camara mengabaikan kondisi fisiknya yang lagi tak bagus. Serangan jantung, satu dari lima penyakit paling mematikan di dunia biasanya  hadir tanpa tanda-tanda yang mencolok. Serangannya begitu mendadak.

Ikhwal kematian di lapangan bola, pemain sepakbola putri terbaik dunia asal Brasil, Marta Vieira da Silva menuliskan kata-kata yang indah.  "Jika aku meninggal dunia  di lapangan karena cedera, aku minta di peti matiku dimasukkan sebuah bola sepak. Jadi, aku bisa mati dengan puas dan sambil tersenyum."

Kata-kata itu lugas terlontar dari bibir seksi Marta Vieira ketika dia membangkang ibunya Dona Tereza Vieira de Sá yang melarangnya bermain bola di jalanan kumuh Dois Riachos, Alagoas, Brasil. Marta kecil  melawan larangan itu dan namanya di kemudian hari  dikenal sebagai salah seorang pemain putri terbaik dunia. Marta adalah terbaik dunia versi FIFA tiga tahun berturut-turut yaitu 2006, 2007 dan 2008.  Nama besarnya selevel dengan  Mia Hamm (AS), Birgit Prinz (Jerman) dan Kelly Smith asal Inggris.

Marta Vieira da Silva masih hidup sampai sekarang. Sekou Camara mungkin tak sempat menuangkan kata-kata seindah Marta. Tapi di alam sana, Camara pastilah sedang tersenyum. Dia mati di lapangan bola ketika berjuang untuk hidup dari bola sepak. Dari Stadion Siliwangi Bandung puisi tentang bola-bola nasib itu terdengar lirih. Bola  itu selalu bercerita tentang drama kehidupan manusia. Selalu ada senyum, ada tawa. Ada air mata.  Selamat jalan Camara!

Sumber: Tribun Manado

Ladang Duit Bernama Indonesia

Tahun 2013 tidak hanya menjadi ajang bagi para politikus untuk tebar pesona jelang pemilihan Presiden Indonesia tahun depan. Tahun ini sekaligus menjadi ajang bagi tiga klub raksasa Premier League, Arsenal, Liverpool, dan Chelsea untuk menebar jala bisnisnya di Indonesia.

Popularitas Premier League sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Kompetisi yang terbentuk sejak 1992 itu disiarkan ke lebih 212 wilayah dan disaksikan lebih dari 643 juta pemirsa di seluruh dunia.

Di Indonesia yang masyarakatnya terkenal sebagai penggila sepakbola, hak siar Premier League selalu menjadi rebutan sejumlah media. Kepopuleran Premier League di Indonesia berbanding lurus dengan jumlah penggemar klub-klub peserta. Komunitas penggemar klub Premier League bermunculan seperti Manchester United, Liverpool, Arsenal, Chelsea, Manchester City, bahkan hingga klub-klub medioker sekelas West Ham United dan Newcastle United.

Berdasarkan survei pada 2012, penggemar Manchester United di Indonesia diperkirakan mencapai 55 juta orang. Gooner (sebutan untuk penggemar Arsenal)  mencapai 1,4 juta orang. Komunitas Big Reds dan CISC (Chelsea Supporter Indonesia Club) misalnya, saat ini mereka masing-masing memiliki jumlah anggota hingga 9000 dan 12000 orang.

Tidak bisa dipungkiri loyalitas pun akhirnya selalu terhubung dengan royalitas. Seorang penggemar sejati rela merogoh kocek dalam-dalam untuk bisa berjumpa dengan klub kesayangan dan pemain idola. Hubungan semacam ini yang akhirnya terendus oleh naluri bisnis klub-klub Premier League sebagai kesempatan besar untuk mengeruk keuntungan.

"Tahun lalu, saat kami berada di Malaysia, kami kedatangan banyak fans Indonesia yang menempuh perjalanan dari Indonesia ke Kuala Lumpur untuk melihat tim kami. Saat itu kami tahu kami harus datang ke Indonesia," ujar CEO Arsenal, Ivan Gazidis.

"Indikator kami adalah penggemar. Pasar terbesar di dunia, dari segi penggemar, berada di Indonesia," kata Manajer Regional Manchester City wilayah Asia, Ryan Norys, seraya mengumbar rencana kedatangan mereka ke Indonesia pada 2015. Dengan penggemar sebagai indikatornya, sangat beralasan mengapa klub-klub Premier League mulai menggaet perusahaan-perusahaan besar Indonesia.

Arsenal pun berhasil menggandeng penyedia jasa telekomunikasi Telkomsel. Sementara Liverpool jauh sebelumnya telah menggandeng maskapai Garuda Indonesia, dan telah diperpanjang tiga tahun lagi. Adapun Chelsea makin meningkatkan kerja sama dengan bank plat merah Bank Negara Indonesia (BNI).

Itu pun belum termasuk Manchester United yang mengikat kerja sama dengan Bank Danamon dan ban Achilles/Corsa, serta Manchester City dengan minuman energi Extra Joss.

Kesepakatan ini sangat murni bisnis. Menjelang akhir tahun 2012, Arsenal misalnya, terancam kehilangan sponsor jika tidak lolos ke Liga Champions musim 2013/14. Semakin banyak sponsor, semakin leluasa pula pergerakan klub-klub Premier League, baik di bursa transfer maupun operasional mereka sehari-hari.

Sebagai kompensasi mengikat kerja sama dengan perusahaan Indonesia, klub-klub Premier League harus mengunjungi Indonesia. Selama Juli ini, Arsenal, Liverpool, dan Chelsea berbondong-bondong ke Indonesia dalam rangka tur pramusim. Embel-embelnya adalah mendekatkan diri dengan para penggemar di Indonesia.

Kesan untuk menghibur penggemar benar-benar dibungkus secara rapi. Klub-klub Premier League memberikan kesempatan kepada penggemar untuk mendapatkan tanda tangan, berfoto bersama, serta menyaksikan permainan mereka secara langsung dari jarak dekat.

Melalui kegiatan-kegiatan seperti itu hubungan antara loyalitas dan royalitas semakin jelas terlihat. Demi bertemu klub kesayangan atau sekedar memeriahkan suasana, penggemar di Indonesia rela merogoh kocek dalam-dalam untuk membayar tiket kegiatan dan pernak-pernik seputar klub kesayangan.

Hal seperti ini juga bisa dilihat dari apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar Indonesia. Telkomsel berencana mengajak 10 orang pelanggannya untuk menyaksikan pertandingan Arsenal di Emirates Stadium.

Danamon bahkan sudah beberapa kali mengirimkan nasabah pengguna kartu debit/kredit Manchester United mencicipi atmosfer Old Trafford dan bertemu para pemain The Red Devils.     Semakin banyak yang anda keluarkan, semakin besar pula kesempatan anda berjumpa klub dan pemain kesayangan.

Saling Menguntungkan   
Namun demikian, jangan selalu melihat kunjungan dan ikatan kerja sama tersebut membuat masyarakat Indonesia seperti budak imperialisme sepakbola. Pada kenyataannya, kunjungan dan ikatan kerja sama merupakan bentuk apresiasi yang diberikan oleh bangsa asing.     Secara umum, hubungan klub Premier League dengan Indonesia merupakan hubungan yang saling menguntungkan.

Persepakbolaan Indonesia turut kecipratan efek positif dari kunjungan klub-klub Premier League. Kesempatan melawan pemain-pemain kelas dunia membuat para pemain Indonesia bisa menambah jam terbang . "Ini pengalaman berharga bagi pemain," kata penjaga gawang Timnas Indonesia Kurnia Meiga.

Tidak kalah penting adalah keuntungan yang diperoleh Indonesia dalam berbagai aspek. Tidak bisa dipungkiri dalam beberapa tahun terakhir citra Indonesia sungguh tercoreng akibat kasus-kasus peledakan bom dan ketidakstabilan ekonomi.

Terakhir, hanya sehari sebelum Manchester United mengunjungi Indonesia pada 2009 silam, hotel tempat mereka akan menginap dibom oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Manchester United batal datang dan citra Indonesia semakin buruk.

Kini setelah kunjungan Arsenal, Liverpool, dan Chelsea berlangsung lancar dan aman, menjadi indikator bahwa Indonesia sudah aman untuk dikunjungi. Kunjungan ini juga membuat pariwisata dan kekayaan budaya Indonesia turut terangkat. Untuk mempromosikan kunjungan mereka ke Indonesia, sejumlah Arsenal mengenakan batik dan memainkan alat musik gamelan. Liverpool dan Chelsea juga meluncurkan situs resmi mereka dengan bahasa Indonesia.

Kerja sama klub-klub Premier League dengan perusahaan-perusahaan besar Indonesia pun menunjukkan perekonomian di Indonesia mulai sehat. Logikanya sederhana, jika tidak sehat, mana mungkin mereka mau berbisnis dengan Indonesia.Indonesia sukses menjadi ladang uang yang subur.

Kunjungan ke Indonesia pun membuat Manajer Liverpool, Brendan Rodgers, sangat terkesan. Pria asal Irlandia Utara ini menyebut atmosfer pertandingan di Stadion Utama Gelora Bung Karno membuat dirinya merasa seperti di Anfield. Rodgers juga terkesan atas keindahan dan keramahan orang Indonesia.

"Saya akan bercerita tentang negara ini. Keramahtamahan di sini sangat menyenangkan. Saya akan katakan kepada anak-anak saya dan orang-orang untuk ke sini sekembalinya saya ke Inggris," kata Rodgers. Proficiat Indonesia! (Oleh Deodatus Pradipto, Wartawan Tribun)

Sumber: Tribun Manado

Korban Lakalantas Terbanyak Pelajar-Mahasiswa

ilustrasi
Miris! Kelompok usia produktif 15-40 tahun paling banyak korban kecelakaan lalulintas (lakalantas) di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sepanjang Januari hingga Juni 2013. Dari latar belakang pendidikan, korban terbanyak di jalan itu pelajar dan mahasiswa.

Kepala PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Sulut, Dr Ir Hj Sulistiningtias MM AAI-K mengatakan, persentase korban usia produktif mencapai 40 persen dari total korban penerima santunan lakalantas di Sulut dari bulan Januari-Juni 2013.

Menurutnya, tren tersebut meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi fenomena yang cukupmengkhawatirkan. "Para korban ini usia muda. Dilihat dari profesinya, kebanyakan pelajar dan mahasiswa," kata Sulistiningtias,  Jumat (19/7/2013).

Dalam data pembayaran klaim santunan Asuransi Jasa Raharja untuk  korban lakalantas yang diberikan kepada Tribun Manado,  tercatat sepanjang bulan Juni 2013, sebanyak 24 pelajar jadi korban, tertinggi dari total 92 korban lakalantas pada bulan itu. Menyusul 14 korban mahasiswa.

"Sepanjang Juni ada 26 korban meninggal di jalan raya yang disantuni," katanya. Tingginya korban dari usia produktif disebabkan banyak faktor. Mulai dari kurangnya kesadaran, ingin coba-coba, pengaruh minuman  alkohol, faktor kendaraan dan kelalaian manusia.

Kemudian, sejak Januari hingga Juni 2013 terdapat 146 jiwa melayang di jalan raya di berbagai daerah di Sulut. Korban keseluruhan 723 orang. Sementara luka berat 443 orang; luka ringan 95; cacat tetap 35 orang dan penguburan 4 orang.

Total santunan yang diberikan Jasa Raharja Sulut  pada semester I tahun ini senilai Rp 9.166.529.210. Rinciannya,  Rp 6,53 miliar untuk korban meninggal dunia, Rp 1,94 miliar untuk korban luka berat, Rp 102,5 juta untuk korban luka ringan, Rp 565,5 juta untuk korban cacat tetap dan Rp 16 juta untuk santunan penguburan.

"Santunan diberikan langsung kepada korban luka dan cacat. Sedangkan untuk korban meninggal diberikan kepada alihwaris," kata Sulistiningtias. Meskipun dari sisi jumlah korban menurun, namun total nilai santunan lebih tinggi dibanding tahun lalu pada periode yang sama, yakni Rp 9.120.059.556 untuk 745 korban lakalantas di Sulut.
Humas Jasa Raharja Sulut, Himawan menambahkan, cara mengajukan klaim santunan korban lakalantas sangat mudah. Begitu terjadi kecelakaan segera melapor ke polisi dan datangi kantor Jasa Raharja terdekat. Kemudian isi formulir pengajuan santunan dengan melampirkan laporan polisi tentang lakalantas.

Bagi korban luka-luka melampirkan surat keterangan perawatan dari dokter/perawat yang merawat dan bukti asli resep nota pembayaran obat, KTP/identitas korban dan alih waris. "Jika korban meninggal dunia, syaratnya sama dengan korban luka ditambah keterangan alih waris dari pemerintah, kartu keluarga dan akta nikah. Jika syarat lengkap, langsung dibayar tak berbelit-belit," jelas Himawan.

Peran Keluarga

Fenomena kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa pelajar dan mahasiswa sangat disesali  Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulut Harold Monareh. Kepada Tribun Manado, Jumat (19/7),  ia menyatakan musibah itu sebenarnya bisa diminimalisir andaikata sejak awal ada pembentukan disiplin dalam lingkup keluarga.

Ia tak menampik sekolah punya peran besar dalam membina siswa. Namun, proses membentuk sikap disiplin paling efektif dalam keluarga "Peran keluarga paling vital membentuk disiplin. Sekolah memang berperan tapi kebanyakan mencakup pendidikan formal, hanya lima sampai enam  jam sehari," kata Monareh.

Contoh sederhana, kata dia, pengabaian disiplin dalam keluarga kerap terjadi orangtua membebaskan anak-anak yang bahkan belum punya SIM mengendarai kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. "Contoh sederhana disuruh ke warung bawa motor, kan hal semacam ini tak mendidik disiplin," katanya.

Bahkan yang lebih parah lagi, lanjut Monareh,  orangtua membelikan sepeda motor untuk anak-anak yang masih di bawah umur. "Hasilnya karena belum terdidik dalam berlalulintas, banyak anak-anak ugal-ugalan di jalan," ujarnya.

Ia juga menyoroti  komitmen kepolisian dalam menindak pengendara sepeda motor yang belum punya SIM.  "Selain penindakan, sosialisasi sebaiknya lebih digencarkan, namun kunci tetap bagaimana keluarga membina disiplin sedari awal," kata mantan Kadisnakertrans Provinsi Sulut ini. (ndo/ryo)

-News Analysis

Dr dr H Taufiq Pasiak MpdI MKes
Kepala Pusat Studi Otak dan Perilaku Sosial Unsrat

Berikan Ruang Ekspresi

KETIKA
anak muda menjadi korban kecelakaan di jalan raya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni konteks, orangnya sendiri serta media sosial. Pertama dari hal konteks. Kecelakaan itu terjadi ketika ada satu situasi dimana seseorang terdorong untuk melakukan tindakan.

Situasi lainnya yang ikut mempengaruhi adalah makin maraknya balapan liar. Anak- anak muda akan sangat tergiur untuk melakukan balapan liar didorong dengan tindakan gagah-gagahan. Ditambah lagi  dengan mudahnya mereka mendapatkan fasilitas dalam hal ini kendaraan. Sekarang ini tak butuh uang banyak untuk mendapatkan kendaraan misalnya saja sepeda motor. Sebenarnya mereka secara emosional belum layak untuk mengendarai motor, namun karena kemudahan tersebut mereka pun memilikinya.

Ada juga yang disebut dengan peer group. Peer group adalah sekumpulan orang yang punya hubungan erat dan saling tergantung, saling menular. Kalau mereka menularkan hal yang baik, mungkin tidak akan merugikan. Namun, kebanyakan kelompok ini menunjukkan rivalitas. Ini yang harus ditekankan.

Di Manado sudah banyak kelompok seperti ini. Kalau di Jawa itu terkenal dengan geng motor. Di Manado juga tidak ada sarana untuk menyalurkan ekspresi sehingga mereka menciptakan ruang bagi diri mereka sendiri.

Dari segi orang, anak-anak zaman sekarang itu memiliki perilaku yang cepat matang karena informasi yang mudah didapat. Namun sayangnya perilaku cepat matang ini tidak diimbangi dengan kematangan emosi. IQ sangat cepat tapi pribadi tidak. Hal ini menyebabkan banyak remaja yang cepat dewasa tapi labil, iritabilitinya cepat terpengaruh.

Media sosial juga ikut mempengaruhi. Perkembangan teknologi yang tidak dapat dibendung lagi di satu sisi positif tapi di sisi lain bisa berakibat negatif. Informasi tanpa filtrasi. Contohnya  pembunuhan yang terjadi di Bolmong belum lama ini dengan pelaku para remaja.

Salah satu cara untuk mengatasi perilaku seperti ini adalah anak mudah ini diberikan ruang untuk berekspresi  Ada seni dan olahraga. Ini tanggung jawab bersama baik orang tua dan pemerintah . Polisi dan pemerintah juga  harus proaktif. Ciptakan konteks untuk memudahkan anak muda sekarang untuk berekspresi. (aro)

Sumber: Tribun Manado 20 Juli 2013 hal 1

Kirim Air ke Bunaken Cuma Bertahan Setahun

Pesisir Pulau Bunaken
Pengiriman air bersih dengan kapal dari Mando untuk memenuhi kebutuhan warga Pulau Bunaken pada masa kepemimpinan Wali Kota  Jimmy Rimba Rogi sekitar tujuh tahun silam cuma program darurat. Program tersebut tidak lagi berlanjut lantaran membutuhkan dana tidak sedikit terutama untuk menyewa kapal pengangkut air.

"Untuk jumlah pasti biaya sewa kapal saya lupa. Tapi dana untuk itu memang besar," ujar Mantan Direktur PT Air Manado Herry Kereh kepada Tribun Manado, Selasa (23/7/2013). Menurut Kereh, pasokan air bersih  dengan kapal  ke Bunaken  pada masa itu  lebih bersifat bantuan sosial dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan warga Bunaken.  Menurut Kereh belajar dari pengalaman itu, maka butuh juga kajian yang lebih matang untuk menyuplai air bersih ke Pulau Bunaken, Manado Tua dan Siladen pada masa mendatang.

Dihubungi secara terpisah, Selasa (23/7) malam,  Pendeta Billy Johanis selaku koordinator pasokan air ke Pulau Bunaken kala itu mengakui program ini terhenti karena keterbatasan dana.  "Penyebabnya karena kekurangan dana. Costnya tinggi," ujarnya. Menurut dia, pengiriman air dengan kapal ke Bunaken berlangsung sejak tahun 2006 dan bertahan selama setahun. Dalam seminggu pengiriman dilakukan empat sampai lima kali ke tima lokasi yaitu dua titik di Bunaken, satu di Pulau Manado Tua, dan satu lagi  di Siladen.

Jenis kapal yang digunakan ialah kapal kayu milik Billy sendiri. Untuk satu kali perjalanan, kata dia, PT Air Manado mengeluarkan biaya Rp 500 ribu. Jika jaraknya lebih jauh seperti ke Manado Tua, mereka membayar Rp 600 ribu. "Itu pun tergantung cuaca. Jika cuaca buruk, maka harganya naik," jelasnya. PT Air punmembayar honor pekerja yang berjumlah lima orang, masing-masing  mendapatkan Rp 1 juta per bulan. Untuk mandor Rp 1,5 juta per bulan.

Billy mengakui  sudah banyak proyek air bersih yang masuk Bunaken. Pada tahun 2005 ada proyek pengambilan air sumur dari Tanjung Parigi. Pada tahun 2006 dengan dana APBN ada pembuatan sumur di Bunaken. "Juga ada penyulingan air asin menjawa air tawar,  tapi itu hanya jadi di musim hujan. Jika sudah musim kemarau, airnya menjadi asin lagi,"katanya.

Proyek lainnya tahun 2007. Kali ini  pengadaan sumur  di Parepa, Tanjung Parigi dan Alumbanua. Proyek itu berlanjut tahun 2008-2009 dengan bantuan Dinkes berupa desalinator tapi ternyata semua tidak berhasil. Menurut Billy, janji Pemko Manado mengenai proyek lanjutan tahun tahun 2012 belum terealisasi. "Jalan lingkar Bunaken dan jalan akses ke puncak Manado Tua sebagai objek wisata belum terealisasi. Padahal ongkos Manado-Bunaken pulang pergi Rp 40 ribu. Jika ke Tanjung Parigi harus membayar Rp 10 ribu," kata Billy.

Belum Terima Laporan
Arudji Rajab, anggota DPRD Kota Manado dari daerah pemilihan (dapil)  Bunaken kepulauan mengaku belum menerima laporan tentang  krisis air bersih yang melanda warga Bunaken. Namun, menurut dia,  masalah ini harus segera diatasi. "Air itu identik dengan kehidupan.  Jadi, masalah itu harus segera diatasi,"ujarnya, Selasa (23/7).

Markho Tampi yang juga berasal dari dapil yang sama mengatakan sudah mendengar masalah itu. Bulan lalu dia  reses di Bunaken. "Saya mengimbau pemerintah untuk segera memperhatikan,"katanya. Henky Lasut, anggota komisi A DPRD Kota Manado, komisi yang bermitra dengan PT Air mengatakan laporan krisis air  bersih di Bunaken juga belum masuk ke  komisinya.  Senada dengan Rajab, ia ingin agar masalah ini segera diatasi. "Laporan ini harus segera ditindaklanjuti oleh PT Air,"katanya.

Menurut Lasut, PT Air merupakan instansi yang terkait dengan masalah tersebut. PT Air dimintanya proaktif. Jika laporan sudah masuk di Komisi A, kata Lasut, mereka segera menggelar  hearing dengan instansi terkait.

Dihubungi Minggu (21/7),  Humas PT Air Manado Joshua Rantung mengakui pelayanan air bersih untuk warga Pulau Bunaken belum maksimal. "Memang harus kami akui saat ini pelayanan air bersih di Bunaken belum maksimal. Kami  sebatas pembenahan jaringan air saja  di sana. Namun, pada prinsipnya PT Air sangat care dengan air bersih di Pulau Bunaken," kata Joshua Rantung.

Menurut Joshua, manajemen PT Air  berencana membuat program yang lebih permanen di Bunaken. "Saat ini kami melakukan komunikasi dengan Pemko Manado dan Dinas Pekerjaan umum (PU) untuk melaksanakan suatu program yaitu buat instalasi pengelolaan dan processing air langsung di Bunaken. Ini  akan menjangkau bukan hanya Bunaken melainkan seluruh pulau terluar di Kota Manado seperti Manado Tua dan Siladen," kata dia. (dma/crz)

Sumber: Tribun Manado 24 Juli 2013 hal 1

Trafficking, Ngelem dan Kejahatan Seksual Anak

ilustrasi
Masih banyak anak Indonesia sedang menangis saat ini. Perayaan Hari Anak Nasional  menjadi pelipur lara, bak sapu tangan yang menyeka air mata anak Indonesia yang tengah menangis. Demikian Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait didamping Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pemprov Sulawesi Utara (Sulut) Mike Pangkong usai perayaan Hari Anak Nasional (HAN) di Kantor Gubernur Sulut di Manado, Selasa (23/7/2013)
.
"Sekalipun anak-anak Indonesia menangis dan lirih hatinya,  tetapi dengan perayaan di masing-masing provinsi, kita bersama menyiapkan sapu tangan menyeka air mata tangisan anak-anak," katanya kepada Tribun Manado. Komnas Perlindungan anak,  kata Sirait, mencatat banyak sekali kejadian menyayat hati anak-anak Indonesia, terutama kejahatan seksual, termasuk di Sulut.

"Pelanggaran hak anak justru dilakukan orang-orang terdekat anak. Anak sekarang ini tidak punya tempat yang nyaman. Tangisan anak  itulah yang direspon dengan kegiatan perayaan HAN. Anak-anak membutuhkan pertolongan kita semua. Refleksi hari anak memberikan yang terbaik bagi anak di Sulut," katanya.

Khusus di Sulut, Siarit memaparkan tiga masalah utama, yakni trafficking, konsumsi lem (ngelem) dan persetubuhan anak satu darah. "Ini jadi ancaman di Sulut. Banyak trafficking, ngelem, persetubuhan satu darah. Khusus ngelem ada kasus kena radang otak sampai meninggal dunia," katanya.

Paling rentan, kata Siarait, adalah trafficking atau perdagangan manusia. Komnas Perlindungan Anak mencatat ada tiga kantong daerah yang menjadi sasaran pelaku trafficking yakni Minsel, Minut dan Mitra  "Mereka berasal dari kantong kemiskinan, rentan terkena muslihat dan tipu daya dan sebagainya," kata dia.

Salah satu persoalan mendasar yang terungkap menurut Sirait adanya pemalsuan usia anak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dengan mencari kerja di luar daerah. Pemalsuan usia terjadi ketika meminta rekomendasi kepala desa

"Karena akta kelahiran tak ada, ada pemalsuan umur sehingga ada rekomendasi kepala desa untuk bekerja di luar. Itu salah satu faktor anak mudah ke luar Sulut. Alasannya dipekerjakan tetap, tapi justru menjadi korban trafficking, jadi  pekerja seks komersial," paparnya. Untuk mencegahnya,  kata Sirait,  harus ada akses memperoleh akta kelahiran dengan mudah.

Menurut dia, akar persoalantentu masalah kemiskinan, hingga solusinya
harus ada pemberdayaan di desa. "Trafficking harus dicegah di daerah asal. Apa penyebabnya ke luar dari desa, kan bisa terlihat di situ. Apakah karena kemiskinan, apa karena lapangan pekerjaan tidak ada? Atau diskriminasi dalam penanganan secara ekonomi itu yang saya lihat di sini," katanya. Solusi yang sekarang terjadi, lanjut Sirait,  hanya mencegat di bandara atau pelabuhan.

Menurut dia, selain Lampung, Sulsel dan NTB, Sulut masuk daerah rentan. Padahal di Sulut sejak beberapa tahun silam sudah ada Perda penanganan Trafficking. "Tapi Perda itu belum berjalan baik. Sudah ada perda menjerat para pelaku, tetap ini perlu penengakan hukum. Harus sinkron. Polisi kadang mengenakan 'kaca mata kuda' tidak mau repot," demikian Sirait.

Benteng Terdepan
Perayaan HAN di Ruang Mapalus Kantor Gubernur Sulut kemarin berlangsung meriah.  Anak-anak diberi panggung berkreasi lewat pertunjukan kesenian, bakat, dan talenta. Sekitar 1.000 anak Sulut ambil bagian. Mike Pangkong mengundang Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait hadir di tengah anak-anak Sulut.

Pada kesempatan itu Wakil Gubernur Sulut Djouhari Kansil memberikan penghargaan kepada anak berpestasi. Dalam sambutannya, Wagub mengatakan anak merupakan amanah dan karunia Sang Khalik. Penting untuk membangkitkan kesadaran lebih menggiatkan dua aspek utama dalam pembentukan karakter anak yakni perlindungan (protection) dan pemberdayaan (empowerment)  "Untuk itu anak-anak harus dijaga dan dilingdungi dari berbagai bentuk kejahatan, kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi," ujar Kansil.

Keluarga, kata Kansil, merupakan benteng terdepan dalam pergaulan dan pendidikan anak. "Pendidikan yang baik bagi anak-anak mulai dari dalam keluarga itu sendiri sehingga peran dan fungsi orangtua sangat mempengaruhi kehidupan masa depan dari anak itu sendiri," katanya Tata pergaulan, pendidikan dan lingkungan sosial juga ikut mempengaruhi tingkah laku anak mencari jati diri

Acara tersebut dihadiri wakil ketua Dharma Wanita Provinsi Sulut Ny  Mike Kansil  Tatengkeng,  Ketua DPRD Sulut, Bupati Minahasa, Bupati Bolmut, Bupati Sitaro, Wakil Bupati Bolmong, Wakil Bupati Bolsel, Kepala SKPD Provinsi Sulut dan undangan serta murid-murid SD, SMP dan SMA. (ryo)

Sumber: Tribun Manado 24 Juli 2013 hal 1

Keluarga Julian di Bunaken Minum Air Hujan

Pesisir pantai Pulau Bunaken
Siapa tidak kenal Taman Laut Bunaken? Objek wisata andalan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) itu  sudah mendunia sebagai surganya wisata bawah air. Namun siapa sangka, sekitar 6.000  jiwa penghuni pulau tersebut masih bergumul dengan kebutuhan vital yaitu krisis air bersih.

Sejak dahulu kala untuk minum dan memasak makanan, air didatangkan warga Pulau Bunaken dari Kota Manado dengan biaya selangit. Walaupun di pulau tersebut  memiliki sumber air, namun sebagian besar  mengandung garam atau lazim disebut warga Bunaken air slobar.  Sulitnya air bersih pun menuntut warga Pulau Bunaken menampung air hujan untuk cadangan kebutuhan sehari-hari.

Tak heran hampir setiap rumah, warga selalu meletakkan tampungan di bawah pancuran atap rumah. Yemima Julian (51), warga Kelurahan Bunaken, Kecamatan Bunaken Kepulauan mengatakan, untuk memenuhi air keperluan sehari-hari ia mengandalkan curah hujan. Tiap kali hujan,  Julian tak pernah absen menampung air. Bahkan saat larut malam ia bangun menampung air hujan demi memenuhi ember dan tempayan.  "Biar tengah malam, kalau hujan turun, tetap harus tampung air," kata Julian kepada Tribun Manado di Pulau Bunaken, Sabtu (20/7/2013).

Julian merasa beruntung beberapa hari belakangan curah hujan sedang tinggi sehingga cadangan airnya bisa bertahan agak lama. "Kami punya tampungan empat jeriken dan satu ember besar. Kalau tampung air setidaknya bisa simpan uang sedikit," tuturnya.

Menurut dia, air hujan yang ditampung lazimnya digunakan untuk  masak. Untuk MCK cukup menggunakan air slobar yang terasa asin. Sedangkan untuk minum terpaksa beli air isi ulang yang disuplai dari wilayah daratan Manado. Biasanya hampir tiap hari perahu taksi membawa kebutuhan air minum. Air mineral isi ulang satu jeriken dijual Rp 12 ribu. Harga Rp 20 ribu yang masih bersegel.

Apakah keluarga Julian pernah minum air hujan? Dia tidak menampik kenyataan itu.  "Kalau lagi kepepet  tak punya uang karena hasil laut lagi kurang, air hujan dimasak untuk dipakai minum," kata Julian. Keluarga kecil Yemima terdiri dari empat orang. Dalam seminggu hanya untuk air minum Julian harus mengeluarkan kocek Rp 24 ribu untuk dua jeriken.

Diakuinya, biasanya krisis air saat musim panas terjadi di pertengahan tahun. Kalau tak ada hujan, ia harus mengeluarkan uang membeli air untuk masak. Air dipasok dari mata air Pangalisang, sekitar  3 kilometer jauhnya dari kampung. Untuk mendapatkan satu jeriken Julian keluarkan uang Rp 1.000. "Seminggu butuh lima jeriken," kata dia.

Kesulitan air bersih pun dirasakan pengelola cottage di wilayah Liang, Pulau Bunaken. Sudah bertahun-tahun sejak usaha pariwisata di Bunaken berkembang, tak pernah tersentuh pelayanan air bersih yang memadai.

Ana, pengelola salah satu cottage di sana  mengandalkan sumur di belakang rumahnya, namun karena mengandung air asin, tepaksa hanya dimanfaatkan untuk MCK. Sumur sudah terhubung dengan jaringan pipa ke kamar-kamar cotage menggunakan mesin pompa. Meski harus menggunakan air slobar setidaknya masalah kebutuhan MCK teratasi. Untuk minum, kata Ana, sudah pasti harus dipasok dari Manado. Dia  tinggal membelinya di warung. Kalau lagi ramai tamu, dua atau tiga jeriken habis untuk seminggu, kalau sepi  satu jeriken cukup.

Untuk air memasak, lanjutnya biasanya dibeli per jeriken. Seminggu bisa menghabiskan 10 jeriken. Satu jeriken  Rp 1.000 "Dibeli dari warga yang punya sumur air tawar," katanya. Karena berada di pesisir pantai, untuk mengangkut kebutuhan air dilakukan lewat laut dengan perahu.

3 Proyek Air Bersih
Pemerintah Kota  (Pemko) Manado  bukan tanpa usaha menyediakan fasilitas air bersih di Pulau Bunaken. Setidaknya ada tiga proyek berbeda yang dibangun  pemerintah, tetapi kini proyek air bersih itu tak lagi berjalan.

Informasi yang dihimpun Tribun Manado,  Pulau Bunaken punya sumber mata air di Pangalisang, sekitar 3 km dari pesisir Kelurahan Bunaken.  Proyek pertama ini memanfaatkan mata air.  Fasilitas itu menyedot air ke penampungan dengan pompa kemudian disuplai lewat jaringan pipa ke belasan titik keran di Kelurahan Bunaken.
Proyek kedua, bak penampungan di Kelurahan Bunaken pada masa kepemimpinan
Wali Kota Jimmy Rimba Rogi.

Proyek ini menyuplai berkala air bersih  dari Manado menggunakan kapal laut lalu ditampung di reservoar.  Terakhir  proyek desalinator bantuan dari Kementerian Kesehatan. Alat itu menyaring air laut menjadi air tawar hingga bisa diminum. Ada tiga unit, tapi semuanya tak berfungsi.

Bastiano Kansil (54) warga Kelurahan Bunaken lingkungan II, Kecamatan Bunaken Kepulauan, masih ingat ketika tahun 2002 bersama warga lain membangun fasilitas air bersih di mata air Pangalisang. Bantuan dari pemerintah dikerjakan swadaya bersama masyarakat. Warga membangun penampung air bersih, dan jaringan pipa ke pemukiman warga. Sempat dimanfaatkan beberapa tahun, berangsur fasilitas tak lagi berfungsi akibat mesin pompa rusak. Belakangan tong penampungan air ikut hilang dicuri orang. "Tidak tahu siapa yang ambil," katanya.

Sampai sekarang jaringan pipa masih ada, namun sudah terabaikan. "Padahal airnya bagus, cuma sering beberapa titik keran cuma mengalir kecil karena air hanya dilucur dari penampung," katanya mengenang fasilitas itu. Setelah kegagalan proyek penampungan air di masa Wali Kota Rimba Rogi, sekali lagi proyek air bersih berakhir mengenaskan, adalah proyek fasilitas desalinator.

Setidaknya ada tiga unit desalinator di Pulau Bunaken, diperoleh dari bantuan Kementerian Kesehatan lima tahun silam, semuanya tak berfungsi. .Menurut Hidayat Paransa, Kepala Lingkungan V Kelurahan Bunaken, alat itu sejak dua tahun silam tak lagi berfungsi. Saat masih berfungsi andilnya sangat besar menyediakan air minum untuk warga. "Kekuatan pakainya cuma 3 sampai 4 tahun, tahun keempat sudah kelihatan rusaknya, pas tahun kelima tak berfungsi," katanya.

Paransa yang mengelola pemanfaatan mesin tersebut mengatakan, kerusakan ada di filter penyaring air asin. "Fillternya sudah bengkak, mau diganti tapi alatnya tak dijual di Manado, adanya di Surabaya. Sudah disampaikan ke kecamatan  tapi belum ada tindak lanjut," katanya. Ia menjelaskan, efektifnya dua tahun pertama penggunaan berjalan lancar, air asin dari sumur disaring hingga tak lagi berasa. Tiap 1.000 liter yang diolah mesin, bisa hasilkan 700 liter air tawar.   (ryo)


GSVL: Ubah Air Laut


WALI Kota Manado GS Vicky Lumentut bicara mengenai kesulitan air bersih yang dirasakan warga Pulau Bunaken. Menurutnya, kesulitan itu tidak hanya dirasakan warga  Buanaken melainkan hingga sebagian wilayah di Kota Manado. "Termasuk Pulau Siladen dan Manado Tua," kata Lumentut kepada Tribun Manado seusai menghadiri kegiatan sayembara nasional penulisan Otonomi Daerah tingkat SLTA (sederajat) dan perguruan tinggi (S1) di MCC, Senin (22/7/2013).

Dijelaskannya, seharusnya  hingga tahun 2015 cakupan layanan air bersih di Kota Manado  sudah mencapai 80 persen sesuai target Millennium Development Goals (MDGs). Sampai saat ini layanan itu belum sampai 40 persen.

"Namun demikian,  seperti diketahui bersama Pemko Manado tengah melakukan kerja sama dengan PT Air dan  Water Laiding Maskapai Dreente (WMD). Kami akan melakukan sebuah trobosan untuk meningkatkan cakupan air bersih," tuturnya. Menurut wali kota target Pemko Manado sampai tahun 2015 minimal bisa mencapai 68 persen layanan air bersih.

"Berarti wilayah-wilayah yang belum menikmati air bersih harus dipikirkan,  termasuk tiga pulau tersebut. Kami akan terapkan teknologi mengubah air laut menjadi air tawar dimana saat ini sedang digodok oleh PT Air  Manadodan Dinas Pekerjaan Umum (PU). Mudah-mudahan menjadi solusi dalam waktu yang tidak lama," kata Lumentut.
Sementara Wakil Wali Kota Manado Harley Mangindaaan mengatakan Pemko Manado akan  mengevaluasi proyek air bersih untuk warga Pulau Bunaken yang kini tidak lagi berfungsi. "Nanti dicek dahulu. Setelah itu kami tentukan langkah berikutnya," kata Ai, sapaan akrab Harley Mangindaan, Minggu (21/7).

Wakil wali kota menambahkan, Pemko Manado juga akan mencari tahu penyebab terjadinya kerusakan pada fasilitas mesin desalinator (alat penyulingan air laut menjadi air tawar) di Pulau Bunaken. (crz/dma)

Sumber: Tribun Manado 23 Juli 2013 hal 1

Godaan Kekuasaan

ilustrasi
AKTOR jadi kepala wilayah bukan lagi cerita di negeri dongeng. Selebriti memimpin negeri kini nyata di rumah kita. Rumah besar Indonesia. Rakyat  kian cerdas sekaligus mudah bosan. Makin cerdas membedakan pembohong dari orang jujur. Siapa pesulap, siapa pembual. Mana kaum munafik, mana kawanan pejuang dengan idealisme kerakyatan.

Rakyat yang sama jua mudah bosan. Tak suka menatap wajah lama bertahun-tahun. Tak doyan mendengar suara yang sama selama satu dasawarsa. Lima tahun cukup! Mereka mendambakan wajah baru, tak perlu hebat dan pintar. Pokoknya baru. Sesimpel itu logikanya.  Tapi rakyat yang sama  pun memiliki daya ingat jangka pendek. Mudah lupa dan terbuai ketika segepok duit hadir. Demi duit dan kenikmatan duniawi lainnya mereka menggadaikan prinsip, menjual hak asasi.

Begitulah buah demokrasi di ini negeri  yang gagap dan gamang melakoni drama reformasi. Demikianlah sejarah baru yang sedang ditulis dalam buku besar demokrasi Indonesia. Demokrasi yang bikin jengkel. Demokrasi yang bikin gemas. Demokrasi yang bikin kesal. Demokrasi yang membuat sakit kepala.  Pertikaian internal pengurus partai politik (parpol) adalah drama lazim. Bila tak puas mengincar kursi  bikin partai baru. Ada uang ada partai. Yang berburu kursi jadinya orang-orang yang sama jua cuma ganti baju, ganti jaket, ganti kendaraan.

Birahi kekuasaan demikian dashyat bergulir  di negeri ini hingga melumpuhkan solidaritas dan mengkhianati nilai-nilai luhur warisan pendiri NKRI. Tokoh panutan kian langka. Krisis pemimpin terjadi di banyak tempat. Elite berduel tanpa mempertimbangkan perasaaan konstituen. Mereka anggap rakyat tak tahu apa-apa.
Duel paling vulgar dan telanjang diperlihatkan para kepala daerah dan wakil kepala daerah. Simak misalnya apa yang sedang terjadi di Banten sana. Wakil Gubernur Rano Karno merasa tak nyaman dengan Gubernur Ratu Atut. Si Doel pun curhat ke mana-mana mau mundur dari jabatannya.

Kisruh Banten adalah contoh  kasus yang berulang untuk kesekian kalinya di Indonesia. Di mana-mana,  kemesraan kepala daerah-wakil kepala daerah cuma setahun jagung. Sulit amat menghadirkan kepemimpinan yang sama-sama enak. Egoisme mengental tatkala mereka berkuasa. Gubernur,  bupati dan atau wali kota  merasa paling hebat, paling istimewa sebagai orang nomor satu. Wakil gubernur, wakil  wali kota atau wakil bupati sekadar pelengkap atas tuntutan konstitusional.

Di bumi Nyiur Melambai bukan tanpa geliat yang sama. Perseteruan elite daerah tak henti berembus. Bupati merasa tersaingi wakil bupati lalu dia mengurung sang wakil dari panggung publik. Wali kota merasa kurang nyaman dengan kiprah wakilnya yang lebih cerdas dan lebih pro rakyat. Mereka berperang. Mereka lupa mengurus kebutuhan rakyat yang vital, sebagai misal krisis air yang berkepanjangan.

Demokrasi memang dianggap jalan terbaik dalam mengelola negara. Tetapi ketika kita tidak bijak, demokrasi tak sekadar bikin jengkel, tapi bisa membawa bangsa besar dan majemuk ini ke jurang kehancuran. Reformasi ini lebih tepat disebut Orde Baru jilid II dengan tampang lebih kejam. Apakah Anda diam saja? Mumpung  pemilu sudah di depan mata, jadilah konstituen yang cerdas. *

Sumber: Tribun Manado 25 Juli 2013 hal 10

Lima Kardus dari Kenari Satu

ilustrasi
HARI itu Senin 4 Juli 2011 kubawa pulang ke pondok sempit sederhana di Kolhua lima kardus berisi buku, kliping koran, foto-foto  dan bahan cetakan yang masih berguna. Sontak tersadar itulah kekayaanku selama 19 tahun di Harian Umum Pos Kupang. Kekayaan tak ternilai dengan uang karena sebagian besar dia telah membentuk sosokku sebagai Dion DB Putra. Dalam keterbatasanku sebagai manusia saya  ikut menyumbang untuk lembaga ini dari titik nol 1 Desember 1992.

Kubawa pulang ke rumah buku-buku, kliping koran, foto dan bahan cetakan itu yang memang milik pribadiku. Di ruang kerjaku yang segera dikosongkan untuk pejabat redaksi yang baru jauh lebih banyak buku, kliping koran, piala, bahan cetakan dan lain-lain. Itu aset Pos Kupang, milik perusahaan. Aku hafal dan tahu persis, mana yang milik pribadi dan mana milik institusi.

Dengan menyewa mobil bak terbuka (pick up)  yang biasa mangkal di depan kawasan Pasar Inpres Naikoten I, kubawa lima kardus itu ke perumahan BTN Kolhua. Biaya sewanya Rp 25 ribu.  Hari yang sama rekanku Tony Kleden pun mengepak buku-buku dan barang pribadinya untuk dibawa pulang ke rumahnya di kawasan Liliba, Kupang.

Dalam beberapa hal saya dan Tony punya hobi yang sama. Suka koleksi buku dan kami berhasil menghadirkan sejumlah judul buku demi menaikkan branding Pos Kupang dalam kurun waktu 2005-2011.  Kami berdua harus kosongkan ruang kerja karena demosi dan mendapat tugas baru di luar Kota  Kupang. Saya ditugaskan hanya  bekerja untuk Harian FloresStar di Maumere, Tony jadi reporter Pos Kupang di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).

Jarum jam di ruang redaksi menunjukkan angka pukul 15.45 Wita tatkala rekan- rekanku Dulah, Fidel, Robert dan Mad membantuku membawa keluar lima kardus itu menuju halaman parkir Pos Kupang.

Ada yang menatapku sedih. Novri, Ira, Metyl  dan Feny kulihat menitikkan air mata. Saya minta mereka tidak usah menangis. Toh saya masih di lingkungan Pos Kupang. Tidak ke mana-mana.  Tapi tak sedikit yang tersenyum melihat momen hari itu , entah apa di dalam benak mereka, kawan-kawanku juga.

Beberapa rekan menawarkanku bawa pulang lima kardus itu dengan mobil dinas Pemimpin Redaksi  Pos Kupang. Kutolak halus. Dion bukan lagi pemimpin redaksi yang berhak menggunakan fasilitas itu. Sejak 1 Juli 2011 Dion wartawan biasa dan Dion tahu diri. Bahkan selama jadi pemimpin redaksi, mobil dinas itu tidak pernah diparkir di depan rumahku. Gara-gara itu saya pernah disebut orang aneh, bahkan disebut orang paling bodoh!

Di dalam satu kardus kusisipkan satu edisi koran Pos Kupang terbitan 1 Juli 2011. Itulah  edisi terakhir koran yang saya hasilkan bersama teman-temanku Redaktur Pelaksana, Dami Ola, Tony Kleden, Hyeron  Modo. Per 1 Juli 2011, saya, Tony dan Dami bukan lagi yang menentukan di newsroom Pos Kupang.  Ruang itu kini ada di tangan teman-teman kami, Benny Dasman, Agus Sape, Marsel Ali dan Hyeron Modo. Edisi terakhir ini akan kusimpan baik-baik dan suatu saat akan kutunjukkan kepada anak-anakku  bahwa ayahmu ini pernah menjadi pemimpin redaksi Pos Kupang sejak 2005-2011. (Hehehe... sombong sedikit di dalam rumah).

 Dalam rentang waktu itu selain Pos Kupang, hadir juga Mingguan Spirit NTT (sejak 8 Mei 2006) dan Harian FloresStarr. Saya tidak tahu nasib Spirit dan FloresStar ke depan. Cuma ada dua kemungkinan, hidup terus atau berhenti.  Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Saya berharap di tangan pemimpin baru Pos Kupang jauh lebih baik, lebih maju dan lebih mensejahterakan karyawan-karyawati PT Timor Media Grafika.

Saya lumayan kenyang belajar tentang teori manajemen dan kepemimpinan di kampusku Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Nusa Cendana, lembaga- lembaga pelatihan nasional dan internasional bahkan sampai di Jerman 2010. Saya kenyang mempraktikkan manajemen dan kepemimpinan itu dalam keseharian. Maka saya memang sempat terkejut ketika didemosi pada 1 Juli 2011 tanpa penjelasan sesuai Key Perfomance Indicators (KPI) yang lembaga Pos Kupang (Kompas Gramedia Group)  anut sejak 2007.  Tapi benakku segera bergumam, ini semua akhirnya akan diuji oleh waktu.

Saya berusaha profesional sajalah. Sejatinya diriku adalah wartawan. Dunia kewartawanan tidak mengenal eselonering seperti di birokrasi. Saya konsekwen dengan apa yang kerap saya katakan di lingkungan Pos Kupang bahwa tak ada orang yang tak tergantikan di suatu lembaga. Siapa pun bisa digantikan jika waktunya sudah tiba.

Terlepas dari cara pergantian ini yang masih bisa diperdebatkan, mungkin memang sekaranglah waktunya buat saya, Tony, Dami dan teman-teman yang lain seperti Ferry, Even dan Etty (ketiga terakhir manajer di divisi bisnis Pos Kupang) untuk meninggalkan pos lama. Kami harus memulai sesuatu yang baru. Sudah waktunya kesempatan ini diberikan kepada rekan yang lain, yang mudah-mudahan membawa "perubahan" sebabagaimana tema sentral yang dikatakan pimpinan Pos Kupang saat melakukan mutasi dan demosi per 1 Juli 2011.

Ketika menulis secuil kenangan ini di Maumere yang terik, di ruang kamar kosku yang sempit dengan nyamuk kadang hilir mudik mencari darah di tubuhku, saya tetap bersyukur. Syukur tiada akhir karena diberi pelajaran penting tentang hidup.

Setelah 19 tahun bergelut dengan jadwal deadline yang ketat sebagai pengelola di Mabes Pos Kupang, setelah 15 tahun berkutat dengan cari angle untuk headline utama dalam kapasitasku mulai dari level wakil redaktus, redaktur desk, sekretaris redaksi,  wakil redaktur pelaksana, redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi dan pemimpin redaksi Pos Kupang, di Maumere yang panas terpanggang namun ikan segarnya enak luar biasa ini, Dion kembali belajar tentang hal-hal baru di dunia kewartawanan. Kerjaku tidak seberapa berat di Harian FloresStar.

Tidak akan ada lagi momen dimana saya harus peras isi otak bersama teman-teman mencari angle untuk jualan esok hari. Tugasku kini sangat simpel. Menulis berita, bantu edit berita beberapa rekan di biro Maumere  lalu kirim ke ruang redaksi di Kupang. Teman-temanku di sanalah yang menentukan, berita dipublikasikan atau tidak. Saya bukan lagi penentu kebijakan redaksional. Kuingat peribahasa ini setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Yang abadi adalah perubahan itu sendiri!

Malam-malam panjang di Kenari Satu Kupang bagiku untuk sementara sudah berakhir sejak 30 Juni 2011. Sekarang saatnya bagiku untuk retreat. Menarik diri sejenak dari rutinitas meskipun berat nian harus berpisah dengan istri dan anak- anakku yang masih butuh kehadiran sosok ayah di samping mereka.

Tanggal 1 Desember 1992, saya datang ke Jalan Jenderal  Soeharto Nomor 53 Kupang (kantor pertama Pos Kupang) dengan semangat bekerja total. Berusaha memberi yang terbaik dengan tangan dan kakiku yang dibatasi  keterbatasan manusiawi.  Totalitasku tak berubah sampai detik ini. Saya mencintai Pos Kupang, Dion DB Putra masih jatuh cinta pada profesi jurnalis. Entah sampai kapan....

Maumere, 7 Oktober 2011.
Genap tiga bulan di "Kota Tsunami"

Anak Indonesia di Balik Sukses Film Pacific Rim

Ronny Gani
Di balik kesuksesan film Hollywood "Pacific Rim" ada animator Indonesia, Ronny Gani, yang ikut terlibat dalam proses penggarapannya.

KISAH perjuangan dua orang pilot yang menjadi harapan terakhir untuk bisa menyelamatkan bumi setelah dibantai oleh makhluk asing selama bertahun-tahun, dituangkan ke dalam film yang saat ini tengah tayang di berbagai belahan dunia, berjudul Pacific Rim.

Film garapan sutradara asal Meksiko, Guillermo del Toro ini, berhasil meraup pemasukan 91.3 juta dolar Amerika di minggu pertamanya dirilis.

Siapa yang menyangka di balik kesuksesan film Pacific Rim ada nama Indonesia yang ikut terlibat dalam proses penggarapannya. Dia adalah Ronny Gani, seorang animator muda yang bekerja di sebuah perusahaan Amerika bernama Industrial Light & Magic, yaitu sebuah anak perusahaan dari Lucas Film Group, di Singapura.

“Kalau di Pacific Rim saya mengerjakan animasinya. Jadi saya menggerak-gerakkan karakter-karakter yang ada di film itu,” papar Ronny kepada reporter VOA, Dhania Iman, baru-baru ini.

“Pekerjaan saya sebagai animator, khususnya untuk visual effects film-film Hollywood. Jadi fungsi dari animator itu lebih menggerak-gerakkan karakter atau obyek, sehingga menjadi hidup dan masuk akal untuk para penonton film layar lebar,” tambahnya.

Berkarir di dunia internasional dan bisa berkesempatan mengerjakan proyek besar seperti film-film Hollywood adalah suatu prestasi yang sangat membanggakan untuk orang Indonesia. Ini bukanlah yang pertama kalinya bagi Ronny yang juga pernah terlibat dalam penggarapan film the Avengers yang dirilis tahun 2012.

“Kebetulan sekali waktu saya pertama kali mulai bekerja di Industrial Light & Magic, proyek yang sedang dikerjakan adalah The Avengers. Jadi otomatis saya ikut terlibat dalam proyek itu. Secara garis besar grup Industrial Light & Magic itu mengerjakan bagian akhir film di bagian aliennya sudah mulai menginvasi,” kata Ronny.

Yang tentunya lebih membanggakan lagi adalah saat dimana sebagai seorang animator, Ronny bisa menonton karyanya sendiri di layar lebar. “Senang dan agak-agak seperti mimpi,” canda lulusan S1 Universitas Indonesia jurusan arsitektur ini.

“Maksud saya secara sehari-hari ada kalanya dimana saya merasa ini hanyalah sebuah kerjaan untuk saya. Di mana orang lain mungkin mengerjakan apa untuk membayar tagihan. Tapi di lain sisi, saat film itu sudah rilis dan tayang di bioskop, dan semua orang melihat, dan bahkan saat saya melihat dan duduk di kursi penonton, ada saat dimana shot saya tayang. Saya tidak melihat ke layar, tapi melihat ke penonton. Dan saya membayangkan, ini semua orang melihat hasil karya saya, dan it’s quiet amazing!” ujarnya.

Animator Bukan Pekerjaan Impian


Bisa dikatakan pekerjaan Ronny sebagai animator ini bukan berawal dari cita-citanya semasa kecil. Ketika kuliah, Ronny memutuskan untuk mengambil jurusan arsitektur, yang ternyata tidak sesuai dengan hatinya. “Selama kuliah saya merasa kurang sreg dengan bidang yang saya pelajari dan akhirnya coba-coba cari saya punya passion apa selain bidang arsitektur ini,” kata Ronny.

Kecintaan Ronny terhadap bidang seni ternyata cukup kuat untuk membuatnya mempelajari bidang tersebut lebih dalam lagi secara otodidak. “Sejak kecil memang darah seni saya sudah lumayan kuat. Jadi saya coba kembangkan dari situ. Saya pelajari 3D software yang saat itu saya pakai untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Akhirnya saya tahu kalau penggunaan 3D software itu ternyata bisa diaplikasikan ke industri film, dalam hal ini animasi dan visual effects,” ujarnya.

Tanpa memiliki pendidikan formal dan pengalaman, Ronny kemudian membuat portfolio dan mencari pekerjaan di bidang yang diinginkannya, yaitu animasi. “Saya mendapat pekerjaan pertama saya di Batam. Saat itu saya tinggal di Jakarta dan saya harus relokasi ke Batam, dan kerja di sana satu tahun.

Di Batam pekerjaan pertama saya sebagai animator (dan) mengerjakan proyek bernama “Sing to the Dawn,” sebuah proyek kolaborasi antara studio animasi di Batam dengan perusahaan Singapura. Filmnya sendiri rilis di Singapura dan di Indonesia juga. Itu (adalah) sebuah film yang diangkat dari novel Singapura,” jelas lulusan SMAN 68 tahun 2001 ini.

Setelah mendapat pengalaman kerja di Batam, akhirnya Ronny memutuskan untuk mencari pekerjaan di Singapura sebagai batu loncatan. Proses pencarian kerjanya pun juga sangat mudah dan semuanya dilakukan melalui online di Internet, sampai akhirnya diterima dan diberi ijin kerja dari perusahaan yang bersangkutan. “Awalnya saya bekerja di perusahaan lokal Singapura, bernama Sparky Animation,” kata Ronny.

Sparky Animation adalah sebuah perusahaan animasi yang mengerjakan proyek-proyel skala kecil seperti serial TV dan film DVD. Setelah enam bulan bekerja di sana, Ronny kemudian mendapatkan pekerjaan di Lucas Film Animation di Singapura selama kurang lebih empat tahun. “Di Lucas Film, pertama kali saya mengerjakan (serial TV) Star Wars: The Clone Wars. Di situ saya terlibat di musim tayang ke-2, 3, dan 4,” ujar Ronny.

Setelah berkarir di bidang animasi selama beberapa tahun, Ronny mengaku pekerjaannya sebagai animator ini bukanlah pekerjaan impian, namun bisa dikatakan sebagai suatu proses dalam karirnya. “Saya aja kuliahnya arsitektur. Yah, lebih seperti proses saja kali ya, sampai saya akhirnya ada disini. Dan saya mensyukuri. Harus mensyukuri saya bisa ada disini. Tapi ini bukan sesuatu yang memang dari kecil  saya impikan, seperti cita-cita saya mau jadi pilot atau apa lalu saya menyebut animator, tidak. Tapi memang dari kecil saya suka film animasi dan hal-hal yang sifatnya seni,” jelas Ronny. 

Namun yang pasti, kesuksesan Ronny sangat membanggakan orang tuanya, yang pada awalnya sedikit ragu akan pilihan karir sang anak. “Yah, bangga sih pasti pada intinya, meskipun awalnya mungkin dari keluarga saya tidak bilang mereka tidak dukung saya, tetapi memang pada awalnya sulit untuk bilang kepada orang tua saya mau jadi animator. Animator itu apa? Mungkin banyak orang tua yang tidak mengerti animator itu profesi apa,” kata Ronny.

Hal ini tidak pernah membuat Ronny patah semangat. Ronny terus maju dan berusaha keras mencapai yang dia inginkan. “Jadi saya mencoba cari jalan terbaik yaitu dengan membuktikan saja kalau ini pilihan saya dan saya yakin merasa bisa. Yang harus saya lakukan adalah membuktikannya kepada mereka bahwa saya bisa melakukannya. Dan untungnya sampai sekarang mereka bisa mulai melihat dan ikut bangga,” paparnya.

   

Tantangan Seorang Animator


Di setiap pekerjaan tentu ada tantangannya. Seperti halnya pekerjaan sebagai seorang animator di luar negeri. “Paling mendasar memang harus bersaing secara skill ya. Kita harus mengikuti standar skill artis-artis yang kalibernya mengerjakan film-film skala seperti itu (Hollywood). Saya belum menganggap perkembangan diri saya dalam hal itu sudah tuntas. Saya masih terus belajar (dan) masih terus mendalami. Karena, itulah modal kita untuk bisa berkompetisi dengan artis dari luar negeri dan dari negara lain yang juga notabene pesaing di bidang ini,” ujar Ronny.

Tidak hanya harus bersaing dengan artis asing, tetapi jam kerja yang panjang dan tidak menentu terkadang juga harus dihadapi oleh Ronny. Namun jika semuanya dikerjakan dengan sepenuh hati, tentunya menjadi ringan.

“Kadang kita agak santai. Tetapi yang pasti kalau lagi crunch time, mau tidak mau harus lembur. Tapi lemburnya sendiri tidak bisa dilihat kayak desperate, karena ini sesuatu yang kita kerjakan berdasarkan passion. Saat kita mengerjakan sesuatu yang passionate, kita akan senang dan mau untuk mengerjakannya. Jadi kita lembur karena kita mau lembur, dan karena kita ingin memberikan yang terbaik,” papar Ronny.

Animator, Profesi yang Menjanjikan

Setelah menjalani profesi sebagai seorang animator, Ronny beranggapan kalau profesi ini cukup menjanjikan untuk karir dan masa depannya. Melihat perekonomian yang terkadang tidak bisa ditebak, Ronny mengatakan profesi sebagai animator terlihat aman bahkan menjanjikan.
“Lumayan sih, kalau saya bilang. Karena, pada akhirnya (animasi) sebuah industri yang berkecimpung di dunia hiburan. Semua orang membutuhkan hiburan. Apalagi di saat masa susah. Siapa yang tidak butuh hiburan? Bahkan ada satu masa dimana seakan saat semua ekonomi lagi resesi, kok tidak berasa di dunia hiburan, ya? Tidak tahu benar apa tidak prinsipnya,  tapi mungkin memang orang tetap mencari hiburan bagaimanapun formatnya,” jelas Ronny.

Lalu bagaimana suka duka menjadi seorang animator untuk film-film Hollywood?

“Kebanyakan sukanya, sih. Dukanya ya I couldn’t think anything,” ujar Ronny sambil bercanda.

Namun ada satu hal yang terkadang memang mengganjal di hati Ronny ketika sedang berkarya. “Meskipun animator ini sifatnya lebih ke art form, tapi sebagai profesi saya kerjakan secara komersial.  Jadi kadang saya sebagai seorang artis atau pekerja seni harus mengorbankan sense saya, karena saya kerja di satu proyek (dan) dibayar oleh satu orang klien. Jadi saya harus korbankan apa yang menurut saya lebih keren atau yang lebih bagus. Karena saya mengikuti kemauan sutradara,” tambahnya.

Berkarir di Indonesia

Walaupun sudah beberapa tahun berkarir jauh dari tanah air, Ronny tetap berencana untuk kembali ke Indonesia suatu saat nanti. “Inginnya sih balik. Dalam artian, setelah saya sudah cukup mencari pengalaman. Karena kalau saya balik sekarang agak nanggung. Saya sendiri masih menganggap diri saya masih belajar dan tempat yang bisa mewadahi saya belajar adalah bekerja di perusahaan besar yang mengerjakan proyek besar. Dan kalau saya balik ke Indonesia saat ini belum ada. Jadi saya akan mentok. Sedangkan apa yang bisa saya kasih ke komunitas pun masih belum cukup untuk mengembangkan mereka. Jadi saya mungkin masih akan menghabiskan waktu di luar beberapa tahun ke depan. Tapi akhirnya ingin balik ke Indonesia,” ujar Ronny.

Rencananya jika nanti kembali ke Indonesia, Ronny ingin mendirikan sebuah institusi pendidikan untuk membagi ilmu dan pengalamannya. Selain itu Ronny berencana untuk membentuk kelompok yang bisa membantu perkembangan para pekerja di bidang teknologi informasi.

Untuk terus maju, Ronny berharap agar teman-teman seprofesinya bisa terus terinspirasi dan pantang menyerah dalam berkarir dan berkarya. “Jangan berhenti melihat apa yang sedang dikerjakan orang lain. Bukan dalam artian untuk mencontek. Hanya untuk tahu orang lain itu sudah sampai level apa? Karena saat kita tahu orang lain sudah sampai level apa, saat itulah kita tahu kita ada dimana dan kita harus bergerak sejauh apa untuk bisa selevel sama mereka atau lebih dari mereka.”

Saat ini Ronny tengah mengerjakan sebuah proyek besar. “Nah, itu juga masih confidential,” kata Ronny.

Apakah film Hollywood? “Iya,” jawabnya.

Kalau begitu kita tunggu saja karya selanjutnya dari Ronny Gani.


Sumber: Voice of America

Uskup Ruteng Rayakan 25 Tahun Imamat di Kampung

Mgr Hubert Leteng, Pr
Uskup Ruteng, Mgr.Dr.Hubertus Leteng, Pr, merayakan  pesta perak (25 ) tahun imamat bersama keluarga dan sanak famili di  halaman  Gendang (rumah adat) Taga, Kecamatan Langke Rembong,  Senin (22/7/2013). Ratusan sanak famili dan umat berbaur dalam sukacita perayaan  religius itu.

Kedatangan  Mgr. Hubertus, dan para imam  dari  Ruteng  ke kampung itu  diterima dengan adat  manuk kapu   diperbatasan Kampung Taga dan Lao.  Suka cita  tampak  di wajah kaum  keluarga  dan umat  dengan jabatan tangan, peluk, dan cium. Tabuhan gong dan gendang oleh ibu-ibumenambah kemeriahan perayaan itu.

Mgr. Hubertus didampingi VikjenKeuskupan Ruteng,Rm. LaurensSopang, Pr, VikjenKeuskupanDenpasar, P. Yosef Wora, Pr, Pastor Paroki Golo Dukal, P.Yan Juang Somi, SVD, Provinsial SVD Ruteng,P.Servulus Isak,SVD,bersamapuluhan imam konselebran memimpin perayaan misa.

Mgr.Hubertus,  mengakui bahwa dia  mensyukurirahmat dan anugerah Allah  yang diterimanya dalam 25 tahunimamatnya kepada orangkecil,  kaum miskin dan tak berdaya.

Tuhan telah memberi cuma-cuma kepada anak petani kecildan  penghasilan tidak jelas. Ayahnya tidakpunya kebun  dan sawah yang luas untuk mencukupi kebutuhan hidupsehari-hari, sehingga  dia menjadi petani penggarap yang berpindah darisatu daerah ke daerah lain.

 "Orang tua saya jadi petani penggarap sawah di Nangalanang(Manggarai Timur)  dandi  Lembor(Manggarai Barat).  Bapaksering keluar masuk kampung untukfoto-foto.  Itu dilakukan untuk  menambah penghasilan.Saya ikutbantu kerja  dengan menjual kayu api, garam dan  jagung di KotaRuteng,"kenang Mgr. Hubertus .

Menurut Mgr. Hubertus, Tuhansungguh menyatakan rahmatnya kepada orang orang kecil. Rahmat panggilansebagai apa saja diberikan secara cuma-cuma, bukan karena kepintaran, kehebatan atau kekayaan.

 "Saya tidak pintar,juga  tidak pandai. Di sekolah,ada yang jauh lebih pintar dari saya. Saya juga  tidak pandaibicara. Karena itu,apa yang saya alami merupakan karunia Tuhan kepada sayasecara gratis. Tantangan bagi saya adalah apakah saya bisa memberikancuma-cuma kepada orang lain?"ujar anak sulung dari pasangan  MartinusJelanda (Alm) dan Ibu Brigita Madut (Alm).

Bupati Manggarai, Drs. Christian Rotok,  mewakili umatKatolik di Manggarai Raya, mengatakan  perayaan  imamat 25 tahun merupakan  momentum refleksi, melihat kembali apa saja yang terjadi dalam perjalanan 25 tahun imamat.  Hal terpenting  dari refleksi itu adalah mengenal diri sendiri  yang sangat  sulit ketimbang mengenal dan berbicara tentang orang lain.

"Ini momen penting menimba energi baru untuk ziarah perjalanan selanjutnya.   Refleksi itu  bukan saja untuk  Mgr.Hubertus,  tetapi  bagi semua umat di ManggaraiRayauntuk  terus memotivasi  diri,keluarga, dan masyarakat,"ucap Chris dalam perayaan  yang dihadiri Wabup Manggarai, Dr.Deno Kamelus, S.H, M.H, Ketua DPRd Manggarai, Yospeh Bom,   ratusan umat dan  undangan dari Malang, Denpasar, Jakarta dan Kupang. (eugenius moa)

Sumber: Pos Kupang

Tikus Pun Semakin Langka di Minahasa ...

Tikus bakar di Pasar Tomohon  (foto Danny Permana/Tribun)

BAGI sebagian besar orang Indonesia, tikus adalah binatang pengganggu. Bahkan hewan pengerat ini disebut sebagai biang penyebar penyakit. Kebanyakan orang pun enggan mengosumsi dagingnya.

Namun,  bagi warga Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara,  anggapan tikus sebagai binatang yang kotor tidak berlaku karena binatang ini menjadi santapan yang nikmat apalagi saat perayaan pengucapan syukur yang berlangsung setahun sekali.

Pada momen pengucapan syukur (semacam perayaan Thanks Giving di Amerika Serikat)   mudah sekali  menemukan pedagang tikus di pasar-pasar tradisional di  daerah Minahasa.  Bukan hanya pedagang tikus, banyak juga pedagang yang menjajakan peret  (kelelawar ukuran besar). Pasar ekstrim paling terkenal ada di Tomohon.Di sana dijual segala jenis binatang yang tak lazim disantap seperti tikus, kelelawar, ular phyton, kera, kucing dan lainnya.

Tikus yang dijajakan untuk dimakan saat pengucapan syukur  bukan sembarangan tikus, namun tikus hutan yang memiliki ekor warna putih. Binatang ini kerap menjadi primadona saat perayaan pengucapan syukur dan tidak heran kalau harga tikus melambung sangat tinggi menjelang perayaan pengucapan syukur di Minahasa, Minggu (21/7/2013).

Saat berbincang dengan Tribun Manado, Sabtu (20/7/2013)  pedagang tikus di Pasar Langowan Rommy Pandeiroth mengatakan, tidak sulit menjajakan tikus saat perayaan pengucapan syukur.

Menurutnya 100 ekor tikus yang dibawanya habis hanya dalam waktu sekitar dua jam. Orang-orang berdesakan membeli tikus darinya. "Kalau pengucapan syukur seperti saat ini tikus gampang dijual. Walau harga naik hampir 100 persen tapi tetap banyak yang datang membeli. Menu tikus sangat digemari warga apalagi kalau dimasak menggunakan cabai hijau," ujarnya.

Untuk mendapat tikus hutan, Rommy mengambil dari saudaranya yang tinggal di Bolaang Mongondow (Bolmong). Menurutnya, saat ini agak sulit berburu tikus di Minahasa. Dirinya berkelakar mungkin karena orang Minahasa sangat suka makan tikus hutan maka binatang ini mulai langka dan sulit ditemukan.

"Saya beli dari saudara di Bolmong secara borongan seharga Rp 500.000 dan saya jual kembali per ekor seharga Rp 10.000. Saya untung besar kalau berjualan tikus saat pengucapan syukur," ujarnya.

Dia mengatakan walau tikus yang dijual telah dibakar, pedagang tidak berani menjual tikus rumah yang disamarkan. Menurutnya orang Minahasa sangat pintar mengenali dan membedakan mana tikus hutan dan mana tikus rumah.

Binatang lain yang cukup aneh bagi sebagian orang adalah paniki atau kelelawar Mamalia terbang ini dijual dalam kondisi hidup dan baru dibakar kalau ada pembeli. Seperti halnya tikus hutan, paniki juga sebagian besar ditangkap di Bolmong atau Kota Kotamobagu. Binatang ini laris manis diborong pembeli saat
perayaan pengucapan syukur.

Joudy Mandagi, budayawan Minahasa mengatakan, warga Minahasa identik dengan mengonsumsi menu yang tidak lazim bagi sebagian besar orang atau kuliner ekstrim. Menurutnya hal ini berkaitan dengan kebiasaan dan agama Kristen yang mayoritas di Minahasa yang tidak mengharamkan binatang untuk dimakan.
Karena telah melekat dalam tradisi maka menu ekstrim ini kerap tersaji di meja makan saat perayaan pengucapan syukur. Bahkan menu tikus dan paniki yang lebih dahulu habis dibanding menu umum lainnya.

"Warga Minahasa yang telah tinggal di luar daerah pasti akan merasa kangen untuk menyantap menu tikus dan paniki yang tidak selalu tersedia di rumah makan. Menu ini akan diburu saat perayaan pengucapan syukur," demikian Mandagi. (lucky kawengian)

Sumber: Tribun Manado cetak edisi Minggu 21 Juli 2013 hal 1

5 Kabupaten di NTT Gelar Pilkada Serentak

ilustrasi
Lima kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadwalkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak pada 5 Agustus 2013.

Lima kabupaten itu adalah Sumba Barat Daya (SBD), Alor, Sumba Tengah, Rote Ndao, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Manggarai Timur, kata Juru Bicara Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Djidon de Haan, di Kupang, Minggu (21/7/2013).

"Dalam tahun 2013 ini ada 11 pilkada, termasuk Pilkada Gubernur. Tiga pemilihan sudah digelar yakni Pilkada Gubernur, Pilkada Sikka dan Pilkada Nagekeo. Lima Pilkada digelar 5 Agustus mendatang," kata Djidon de Haan.

Sementara tiga kabupaten lainnya yakni Ende dan Timor Tengah Selatan masih dalam proses.

Khusus untuk Kabupaten Belu, proses persiapannya masih mengalami kebuntuan karena terjadi perbedaan pemahaman antara pemerintah dan penyelenggara dalam hal keikutsertaan Daerah Otonomi Baru Malaka yang baru memisahkan diri dari kabupaten induk Belu.

Djidon mengatakan, dalam tahun 2013 memang ada banyak pilkada di NTT karena pemilihan di beberapa kabupaten dipercepat pada 2013 mengingat pada 2014 tidak ada pelaksanaan pilkada. Semua persiapan diarahkan untuk Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden.

Tetapi, bagi kepala daerah yang masa jabatannya baru berakhir pada 2014 seperti Kabupaten Kupang dan TTS, pelantikannya tetap dilaksanakan pada tahun mendatang, katanya menambahkan.

"KPU provinsi terus memantau semua persiapan yang berhubungan dengan pelaksanaan pilkada di lima kabupaten ini. Sejauh ini tidak ada masalah," katanya.

Sumber: ANTARA

Foto Jurnalistik Terbaik Indonesia 2013

 Pewarta Foto Indonesia (PFI) kembali memberikan penghargaan bagi foto-foto jurnalistik terbaik Indonesia dalam acara tahunan bergengsi yaitu Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2013. Penghargaan disampaikan di Jakarta, 15 Juli 2013.

Sebanyak 4.150 foto dari 336 pewarta foto dan 125 peserta citizen journalist (pewarta warga) telah dinilai dewan juri, dan terpilih 27 foto terbaik dari sembilan kategori, serta dua penghargaan khusus yakni "Photo of The Year 2013" dan "Life Time Achievement".

Photo of The Year 2013 diraih oleh Angga Yuniar, pewarta foto dari Media Indonesia. Dia merekam ulah warga yang asyik berfoto saat terjadi kebakaran di sebuah pabrik plastik di wilayah Pesing, Jakarta Barat. Foto dengan judul "Narsis di Saat Kebakaran" mendapat nilai tertinggi.

Angga dinilai mampu merekam sisi lain dari sebuah kejadian, menagkap fenomena masyarakat kota yang terekspose dengan media sosial dan kebutuhan untuk senantiasa meng-update situasi terkini melalui foto.

Lihat FOTO DI SINI

Titisan Etnis China Jadi Wagub NTT

Frans Lebu Raya (kiri) dan Benny Litelnoni
Gubernur Nusa Tenggara Timur (incumbent) Frans Lebu Raya agak sedikit terganggu mencari calon pendampingnya tatkala Esthon Foenay yang menjadi impiannya, memutus mata rantai untuk melanjutkan "Fren Jilid II".

Fren adalah simbol politik dari pasangan Frans Lebu Raya-Esthon Foenay. Simbol politik ini terasa begitu elegan dan sangat perkasa ketika kedua figur ini memimpin NTT untuk periode 2008-2013.

Harapan besar untuk melanjutkan "Fren Jilid II" itu akhirnya putus di ujung pengharapan ketika Esthon Foenay yang juga Ketua DPD Partai Gerindra NTT itu memilih jalan untuk maju menjadi orang nomor satu dalam Pilkada Gubernur NTT periode 2013-2018.

Dalam ketermenungannya, Frans Lebu Raya akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Benny Alexander Litelnoni, Wakil Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) periode 2009-2014.

Ada sekian banyak figur yang disodorkan PDI Perjuangan untuk menyandingkannya dengan Ketua DPD PDI Perjuangan NTT itu di pelaminan Pilkada Gubernur NTT periode 2013-2018 pada 18 Mei 2013, namun Frans Lebu Raya lebih jatuh cinta pada Benny Alexander Litelnoni, titisan etnis China kelahiran Niki-Niki, Timor Tengah Selatan pada 5 Agustus 1956.

Frans Lebu Raya akhirnya meminang suami dari Fransiska Litelnoni dan ayah dua orang putra itu di Soe, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan, sebagai pendamping politiknya dalam arena Pilkada Gubernur NTT periode 2013-2018.

Pasangan tersebut kemudian diikat dalam lembaran politik partai melalui SK DPP PDI Perjuangan No.2795/IN/DPP/XI/2012 tertanggal 9 November 2012 yang ditandatangi oleh Ketua DPP Andre Pareira dan Sekjen Tjahyo Kumolo.

Benny Alexander Litelnoni adalah seorang birokrat tulen. Ia memulai karirnya sebagai seorang pagawai negeri sipil (PNS) pada 1 Maret 1980 di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pada periode Mei 2000 sampai Juli 2001, ia dipercayakan menjadi Kepala Bagian Ketertiban Setda Timor Tengah Selatan.

Karirnya terus merangkak naik menjadi Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Setda Timor Tengah Selatan dari Juli 2001 sampai Mei 2004. Litelnoni dipercayakan lagi menjadi Kepala Badan Penjenjangan di Badan Diklat Kabupaten Timor Tengah Selatan dari Mei 2004 sampai Januari 2006.

Ia selanjutnya menjabat Kasubdin Postel pada Dinas Perhubungan Timor Tengah Selatan dari 2006-2008. Ketika gendang politik di kabupaten penghasil cendana terbesar di NTT ditabuhkan, ia memilih jalan untuk bertarung dalam arena Pilkada Timor Tengah Selatan dengan mendampingi Paul VB Mella sebagai calon bupati.

Pasangan Mella-Litelnoni akhirnya keluar sebagai pemenang dalam Pilkada Timor Tengah Selatan periode 2009-2014 menyingkirkan Daniel Banunaek (Bupati Timor Tengah Selatan incumbent) dan Pieter Lobo (Wakil Bupati Timor Tengah Selatan incumbent).

Dipenghujung akhir masa jabatannya sebagai Wakil Bupati Timor Tengah Selatan, Litelnoni menerima pinangan dari Frans Lebu Raya untuk mendampinginya sebagai calon wakil gubernur dalam Pilkada Gubernur NTT periode 2013-2018.

Pasangan Frans Lebu Raya-Benny Alexander Litelnoni yang menggunakan sandi politik "Frenly" itu akhirnya keluar sebagai pemenang dalam pilkada putaran kedua yang digelar KPU NTT pimpinan Johanes Depa pada 23 Mei 2013.

Dalam pilkada putaran pertama yang berlangsung pada 18 Maret 2013, tidak ada pasangan yang meraih suara di atas 30 persen, sehingga KPU NTT menetapkan peraih suara terbanyak pertama dan kedua yang berhak mengikuti Pilkada Gubernur NTT putaran kedua.

Pasangan "Frenly" meraih 1.067.054 suara atau 51,25 persen dari total suara sah yang masuk, sedang rival politiknya Esthon Foenay-Paul Edmundus Tallo meraih 1.014.888 suara atau hanya sekitar 48,75 persen.
KPU NTT kemudian menetapkan pasangan "Frenly" sebagai pemenangnya, namun paket Esthon-Paul masih menggugatnya di Mahkamah Konstitusi.
Gugatan yang dialamat pasangan tersebut, dinilai tidak cukup bukti sehingga MK memutuskan dan mensahkan pleno KPU NTT yang telah menetapkan pasangan "Frenly" sebagai pemenangnya.

Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Malang 1992 dan Magister Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2003 itu mengatakan mental dan wataknya terbentuk karena sikap dan keteladanan sang ayah di masa lalu yang ikut meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Sang ayah, CHR Litelnoni yang ketika itu menjabat Sekda Kabupaten Timor Tengah Selatan pada masa pemerintahan Bupati Kusa Nope, membentuk sikap mentalnya untuk menentukan debut perjuangannya dalam kancah politik dan birokrasi pemerintahan.

Meski sebagai titisan etnis China, Benny Alexander Litelnoni berpendapat bahwa di mana saja, kapan saja dan medan pelayanan apa saja menjadi titik tuju pelayanan bagi sesama, sehingga dirinya lebih cenderung memilih sebagai abdi negara ketimbang menjadi pedagang seperti etnis China kebanyakan.

"Saya siap mendampingi Pak Frans sebagai calon wakil guberbur periode 2013-2018. Pergolakan politik di NTT saat merupakan peluang bagi saya, dimana saat ini saya masih menjabat sebagai Wakil Bupati Timor Tengah Selatan yang pertama kali dipilih oleh rakyat. Atas dasar ini, saya bersedia untuk mendampingi pak Frans," katanya.

Pasangan "Frenly" merupakan kawinan antara politisi dengan birokrasi tulen. Kemapaman dalam berpolitik dan birokrasi ini akan menjadi modal bagi mereka memimpin NTT lima tahun ke depan.

Frans Lebu Raya-Benny Alexander Litelnoni akhirnya disahkan menjadi Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2013-2018 berdasarkan Keputusan Presiden No.83/P Tahun 2013 tertanggal 11 Juli 2013 dan dilantik serta diangkat sumpahnya oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam sidang paripurna DPRD NTT di Kupang, Selasa 16 Juli 2013. (Laurensius Molan)

Sumber: ANTARA

Pesan Mendagri untuk Lebu Raya-Litelnoni

Gamawan lantik Leburaya-Litelnoni di Kupang 16 Juli 2013 (foto Pos Kupang)
MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meminta pasangan gubernur dan wakil gubernur yang baru dilantik beserta tim pemenangan, partai politik dan seluruh masyarakat NTT untuk segera meninggalkan segala perbedaan pilihan politik selama proses pilkada sebelumnya dan bersinergi untuk kesejahteraan masyarakat NTT lima tahun ke depan.

Permintaan ini disampaikan Mendagri ketika membawakan sambutan usai melantik Frans Lebu Raya dan Beny Litelnoni sebagai gubernur dan wakil gubernur NTT periode 2013-2018 dalam sidang paripurna istimewah DPRD NTT di Aula Sidang Utama DPRD NTT, Selasa (16/7/2013).

Menurutnya, momen pelantikan ini merupakan puncak dari perhelatan politik yang telah berlangsung sejak Oktober 2012 lalu.

"Hari ini sesungguhnya puncak dari proses politik selama ini. Mari kita tinggalkan perbedaan dan kompetisi yang sudah berlangsung dan berpikir tentang kesejahteraan masyarakat NTT karena masih terdapat sekitar 20 persen masyarakat miskin di propinsi ini yang harus dientaskan bersama propinsi lain di Indonesia," pintanya.

Dikatakannya, gubernur dan wakil gubernur NTT yang baru saja dilantik memiliki pekerjaan rumah yang besar dan sangat prinsip yakni kesejahteraan rakyat, mengingat Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah (APBD) yang hanya Rp 2 triliun. "Tinggalkan kepentingan politik praktis dan pikirkan politik jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat. Akhiri kompetisi karena sudah berlalu dan tatap masa depan untuk kesejahteraan masyarakat. " ujarnya.

Menurutnya, NTT memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk dikembangkan termasuk para tokoh nasional yang berasal dari NTT. "Banyak tokoh NTT yang berkualitas dan apabila potensi ini disatukan maka kami yakin, suatu saat kita tidak lagi mengharapkan Nanti Tuhan Tolong tetapi pertolongan Tuhan itu sudah datang," tukasnya.

Mendagri juga pada kesempatan itu menyampaikan apresiasi kepada penyelenggara pemilu dan segenap masyarakat NTT karena pilkada NTT yang berlangsung dalam dua putaran tetap aman dan lancar.

"Ini Artinya masyarakat NTT sudah semakin matang berpolitik. Mudah-mudahan ini terus berlangsung untuk pemilukada dan pemilu yang akan datang," katanya.

Dan kepada Mantan Wakil Gubernur, Esthon Foenay, Mendagri memberi apresiasi yang tinggi karena tetap menjalankan tugas hingga penyerahan jabatan hari itu. Menurutnya, ini menunjukkan kebesaran hati dari Esthon Foenay yang patut dicontohi.

Lebih lanjut Mendagri menekannya beberapa tugas gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah untuk melakukan fungsi koordinasi, pembinaan, pengawasan dan evaluasi serta mengingatkan agar Gubernur dan wakil gubernur bersinergi dengan para bupati dalam mensukseskan program pemerintah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Kami ingin ingat satu hal, bahwa NTT adalah bagian dari NKRI, Jangan meniru beberapa daerah yang bupatinya tidak mau datang jika diundang gubernur. Mari bersinergi untuk NTT yang lebih adil dan sejahterah," katanya.*

Sumber: Pos Kupang

Saya masih Malala yang Sama

Malala Yousafzai
Malala Yousafzai berpidato saat merayakan ulang tahunnya yang ke-16 di Markas PBB New York 12 Juli 2013. Berikut sebagian isi pidatonya.

Jadi di sini hari ini saya berdiri: satu anak perempuan, di antara yang lain. Saya bicara bukan atas nama saya sendiri, tapi atas nama orang lain yang tidak punya suara yang bisa didengar, untuk mereka yang berjuang untuk haknya. Hak untuk hidup dalam damai, hak untuk hidup  secara bermartabat, hak untuk memperoleh kesempatan yang sama, hak untuk mendapat pendidikan.

Kawan-kawan,
Pada 9 Oktober 2012, saya ditembak Taliban di pelipis kiri saya. Mereka juga menembak teman-teman saya. Mereka berpikir peluru itu akan membungkam kami. Tapi mereka gagal.

Dari kesunyian itu, muncul ribuan suara lain. Teroris berpikir mereka bisa menghentikan ambisi saya dan mengubah tujuan hidup saya. Tapi hingga kini tak ada yang berubah dalam hidup saya. Kecuali ini:
kelemahan, ketakutan dan ketakberdayaan mati. Kekuatan, tenaga, dan keberanian lahir.

Saya adalah Malala yang sama. Ambisi saya masih sama. Harapan saya masih sama. Mimpi saya masih sama.

Saudara saudariku,
Saya tidak bermusuhan dengan siapapun. Saya tidak di sini untuk menyerukan balas dendam pada Taliban atau semua kelompok teroris manapun. Saya di sini untuk bicara tentang hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan.

Saya juga mau pendidikan untuk anak-anak Taliban dan anak-anak ekstremis yang lain. Saya bahkan tidak membenci Taliban yang menembak saya. Bahkan jika ada pistol di tangan saya, dan dia ada di depan saya, saya tidak akan menembaknya.

Ini adalah welas asih yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, Yesus Kristus dan Budha. Ini adalah warisan perubahan yang diturunkan pada saya oleh Martin Luther King, Nelson Mandela dan Muhammad Ali Jinnah. Ini adalah filosofi anti kekerasan yang diajarkan Gandhi, Bacha Khan, dan Bunda Teresa.

Ini adalah semangat memberi maaf yang diajarkan ayah dan ibu saya. Ini adalah apa yang dibisikkan jiwa saya pada saya, "Damailah dan cintailah semua orang."

Sumber: TEMPO

Artikel Terkait
Pidato Lengkap Malala dalam Bahasa Inggris
Surat Balasan Taliban Menanggapi Pidato Malala

Malala:Our Books and Pens are The Most Powerful

Malala Yousafzai
This is a transcription of the speech that Malala Yousafzai gave to the United Nations on 12 July 2013, the date of her 16th birthday and "Malala Day" at the UN.

In the name of God, the most beneficent, the most merciful.

Honorable UN Secretary General Mr Ban Ki-moon, respected president of the General Assembly Vuk Jeremic, honorable UN envoy for global education Mr Gordon Brown, respected elders and my dear brothers and sisters: Assalamu alaikum.

Today is it an honor for me to be speaking again after a long time. Being here with such honorable people is a great moment in my life and it is an honor for me that today I am wearing a shawl of the late Benazir Bhutto. I don't know where to begin my speech. I don't know what people would be expecting me to say, but first of all thank you to God for whom we all are equal and thank you to every person who has prayed for my fast recovery and new life. I cannot believe how much love people have shown me. I have received thousands of good wish cards and gifts from all over the world.
Thank you to all of them. Thank you to the children whose innocent words encouraged me. Thank you to my elders whose prayers strengthened me. I would like to thank my nurses, doctors and the staff of the hospitals in Pakistan and the UK and the UAE government who have helped me to get better and recover my strength.

I fully support UN Secretary General Ban Ki-moon in his Global Education First Initiative and the work of UN Special Envoy for Global Education Gordon Brown and the respectful president of the UN General Assembly Vuk Jeremic. I thank them for the leadership they continue to give. They continue to inspire all of us to action. Dear brothers and sisters, do remember one thing: Malala Day is not my day. Today is the day of every woman, every boy and every girl who have raised their voice for their rights.

There are hundreds of human rights activists and social workers who are not only speaking for their rights, but who are struggling to achieve their goal of peace, education and equality. Thousands of people have been killed by the terrorists and millions have been injured. I am just one of them. So here I stand. So here I stand, one girl, among many. I speak not for myself, but so those without a voice can be heard. Those who have fought for their rights. Their right to live in peace. Their right to be treated with dignity. Their right to equality of opportunity. Their right to be educated.
Malala

Dear friends, on 9 October 2012, the Taliban shot me on the left side of my forehead. They shot my friends, too. They thought that the bullets would silence us, but they failed. And out of that silence came thousands of voices. The terrorists thought they would change my aims and stop my ambitions. But nothing changed in my life except this: weakness, fear and hopelessness died. Strength, power and courage was born.

I am the same Malala. My ambitions are the same. My hopes are the same. And my dreams are the same. Dear sisters and brothers, I am not against anyone. Neither am I here to speak in terms of personal revenge against the Taliban or any other terrorist group. I am here to speak for the right of education for every child. I want education for the sons and daughters of the Taliban and all the terrorists and extremists. I do not even hate the Talib who shot me. Even if there was a gun in my hand and he was standing in front of me, I would not shoot him. This is the compassion I have learned from Mohammed, the prophet of mercy, Jesus Christ and Lord Buddha. This the legacy of change I have inherited from Martin Luther King, Nelson Mandela and Mohammed Ali Jinnah.

This is the philosophy of nonviolence that I have learned from Gandhi, Bacha Khan and Mother Teresa. And this is the forgiveness that I have learned from my father and from my mother. This is what my soul is telling me: be peaceful and love everyone.

Dear sisters and brothers, we realize the importance of light when we see darkness. We realize the importance of our voice when we are silenced. In the same way, when we were in Swat, the north of Pakistan, we realized the importance of pens and books when we saw the guns. The wise saying, "The pen is mightier than the sword." It is true. The extremists are afraid of books and pens. The power of education frightens them. They are afraid of women. The power of the voice of women frightens them. This is why they killed 14 innocent students in the recent attack in Quetta. And that is why they kill female teachers. That is why they are blasting schools every day because they were and they are afraid of change and equality that we will bring to our society. And I remember that there was a boy in our school who was asked by a journalist why are the Taliban against education? He answered very simply by pointing to his book, he said, "a Talib doesn't know what is written inside this book."

They think that God is a tiny, little conservative being who would point guns at people's heads just for going to school. These terrorists are misusing the name of Islam for their own personal benefit. Pakistan is a peace loving, democratic country. Pashtuns want education for their daughters and sons. Islam is a religion of peace, humanity and brotherhood. It is the duty and responsibility to get education for each child, that is what it says. Peace is a necessity for education. In many parts of the world, especially Pakistan and Afghanistan, terrorism, war and conflicts stop children from going to schools. We are really tired of these wars. Women and children are suffering in many ways in many parts of the world.

In India, innocent and poor children are victims of child labor. Many schools have been destroyed in Nigeria. People in Afghanistan have been affected by extremism. Young girls have to do domestic child labor and are forced to get married at an early age. Poverty, ignorance, injustice, racism and the deprivation of basic rights are the main problems, faced by both men and women.

Today I am focusing on women's rights and girls' education because they are suffering the most. There was a time when women activists asked men to stand up for their rights. But this time we will do it by ourselves. I am not telling men to step away from speaking for women's rights, but I am focusing on women to be independent and fight for themselves. So dear sisters and brothers, now it's time to speak up. So today, we call upon the world leaders to change their strategic policies in favor of peace and prosperity. We call upon the world leaders that all of these deals must protect women and children's rights. A deal that goes against the rights of women is unacceptable.

We call upon all governments to ensure free, compulsory education all over the world for every child. We call upon all the governments to fight against terrorism and violence. To protect children from brutality and harm. We call upon the developed nations to support the expansion of education opportunities for girls in the developing world. We call upon all communities to be tolerant, to reject prejudice based on caste, creed, sect, color, religion or agenda to ensure freedom and equality for women so they can flourish. We cannot all succeed when half of us are held back. We call upon our sisters around the world to be brave, to embrace the strength within themselves and realize their full potential.

Dear brothers and sisters, we want schools and education for every child's bright future. We will continue our journey to our destination of peace and education. No one can stop us. We will speak up for our rights and we will bring change to our voice. We believe in the power and the strength of our words. Our words can change the whole world because we ware all together, united for the cause of education. And if we want to achieve our goal, then let us empower ourselves with the weapon of knowledge and let us shield ourselves with unity and togetherness.

Dear brothers and sisters, we must not forget that millions of people are suffering from poverty and injustice and ignorance. We must not forget that millions of children are out of their schools. We must not forget that our sisters and brothers are waiting for a bright, peaceful future.

So let us wage, so let us wage a glorious struggle against illiteracy, poverty and terrorism, let us pick up our books and our pens, they are the most powerful weapons. One child, one teacher, one book and one pen can change the world. Education is the only solution. Education first. Thank you.

Source: Klik HERE, please!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes