Rekapitulasi Suara Pilpres di 33 Provinsi

Komisi Pemilihan Umum telah menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara dari 33 provinsi. Rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, itu selesai kira-kira pukul 17.15 WIB Selasa (22/7/2014).

KPU  mengumumkan hasil rekapitulasi suara secara keseluruhan sekaligus menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih pada pukul 20.00 WIB, Selasa 22 Juli 2014.

Berikut hasil rekapitulasi suara seluruh provinsi:

1. Kalimantan Barat
Prabowo-Hatta: 1.032.354 (39,62 persen)
Jokowi-JK: 1.573.046 (60,38 persen)
Total suara sah: 2.605.400

2. Nusa Tenggara Barat
Prabowo-Hatta: 1.844.178 (72,45 persen)
Jokowi-JK: 701.238 (27,55 persen)
Total suara sah: 2.545.416

3. Nanggroe Aceh Darussalam
Prabowo-Hatta: 1.089.290 (54,39 persen)
Jokowi-JK: 913.309 (45,61 persen)
Total suara sah: 2.002.599

4. Sumatera Selatan
Prabowo-Hatta: 2.132.163 (51,26 persen)
Jokowi-JK: 2.027.049 (48,74 persen)
Total suara sah: 4.159.212

5. Kalimantan Selatan
Prabowo-Hatta: 941.809 (50,05 persen)
Jokowi-JK: 939.748 (49,95 persen)
Total suara sah: 1.881.557

6. Kepulauan Riau
Prabowo-Hatta: 332.908 (40,37 persen)
Jokowi-JK: 491.819 (59,63 persen)
Total suara sah: 824.727

7. Jambi
Prabowo-Hatta: 871.316 (49,25 persen)
Jokowi-JK: 897.787 (50,75 persen)
Total suara sah: 1.769.103

8. Kepulauan Bangka Belitung
Prabowo-Hatta: 200.706 (32,74 persen)
v412.359 (67,26 persen) (613.065

9. DI Yogyakarta
Prabowo-Hatta: 977.342 (44,19 persen)
Jokowi-JK: 1.234.249 (55,81 persen)
Total suara sah: 2.211.591

10. Bengkulu
Prabowo-Hatta: 433.173 (45,27 persen)
Jokowi-JK: 523.669 (54,73 persen)
Total suara sah: 956.842

11. Sulawesi Barat
Prabowo-Hatta: 165.494 (26,63 persen)
Jokowi-JK: 456.021 (73,37 persen)
Total suara sah: 621.515

12. Kalimantan Tengah
Prabowo-Hatta: 468.277 (40,21 persen)
Jokowi-JK: 696.199 (59,79 persen)
Total suara sah: 1.164.476

13. Gorontalo
Prabowo-Hatta: 378.735 (63,10 persen)
Jokowi-JK: 221.497 (36,90 persen)
Total suara sah: 600.232

14. Sulawesi Tenggara
Prabowo-Hatta: 511.134 (45,10 persen)
Jokowi-JK: 622.217 (54,90 persen)
Total suara sah: 1.133.351

15. Sumatera Barat
Prabowo-Hatta: 1.797.505 (76,92 persen)
Jokowi-JK: 539.308 (23,08 persen)
Total suara sah: 2.336.813

16. Bali
Prabowo-Hatta: 614.241 (28,58 persen)
Jokowi-JK: 1.535.110 (71,42 persen)
Total suara sah: 2.149.351

17. Riau
Prabowo-Hatta: 1.349.338 (50,12 persen)
Jokowi-JK: 1.342.817 (49,88 persen)
Total suara sah: 2.692.155

18. Maluku
Prabowo-Hatta: 433.981 (49,48 persen)
Jokowi-JK: 443.040 (50,52 persen)
Total suara sah: 877.021

19. Sulawesi Tengah
Prabowo-Hatta: 632.009 (45,17 persen)
Jokowi-JK: 767.151 (54,83 persen)
Total suara sah: 1.399.160

20. Jawa Tengah
Prabowo-Hatta: 6.485.720 (33,35 persen)
Jokowi-JK: 12.959.540 (66,65 persen)
Total suara sah: 19.445.260

21. Jawa Barat
Prabowo-Hatta: 14.167.381 (59,78 persen)
Jokowi-JK: 9.530.315 (40,22 persen)
Total suara sah: 23.697.696

22. Lampung
Prabowo-Hatta: 2.033.924 (46,93 persen)
Jokowi-JK: 2.299.889 (53,07 persen)
Total suara sah: 4.333.813

23. Sulawesi Utara
Prabowo-Hatta: 620.095 (46,12 persen)
Jokowi-JK: 724.553 (53,88 persen)
Total suara sah: 1.344.648

24. Kalimantan Timur
Prabowo-Hatta: 687.734 (36,62 persen)
Jokowi-JK: 1.190.156 (63,38 persen)
Total suara sah: 1.877.890

25. Sumatera Utara
Prabowo-Hatta: 2.831.514 (44,76 persen)
Jokowi-JK: 3.494.853 (55,24 persen)
Total suara sah: 6.326.367

26. Papua Barat
Prabowo-Hatta: 172.528 (32,37 persen)
Jokowi-JK: 360.379 (67,63 persen)
Total suara sah: 532.907

27. Banten
Prabowo-Hatta: 3.192.671 (57,10 persen)
Jokowi-JK: 2.398.631 (42,90 persen)
Total suara sah: 5.591.302

28. Nusa Tenggara Timur
Prabowo-Hatta: 769.391 (34,08 persen)
Jokowi-JK: 1.488.076 (65,92 persen)
Total suara sah: 2.257.467

29. Sulawesi Selatan
Prabowo-Hatta: 1.214.857 (28,57 persen)
Jokowi-JK: 3.037.026 (71,43 persen)
Total suara sah: 4.251.883

30. Jawa Timur
Prabowo-Hatta: 10.277.088 (46,83 persen)
Jokowi-JK: 11.669.313 (53,17 persen)
Total suara sah: 21.946.401

31. Papua
Prabowo-Hatta: 769.132 (27,51 persen)
Jokowi-JK: 2.026.735 (72,49 persen)
Total suara sah: 2.795.867

32. Maluku Utara
Prabowo-Hatta: 306.792 (54,45 persen)
Jokowi-JK: 256.601 (45,55 persen)
Total suara sah: 563.393

33. DKI Jakarta
Prabowo-Hatta: 2.528.064 (46,92 persen)
Jokowi-JK: 2.859.894 (53,08 persen)
Total suara sah: 5.387.958

Jumlah Total (33 provinsi)

Prabowo-Hatta: 62.262.844 (46,85 persen)
Jokowi-JK: 70.633.594 (53,15 persen)
Total suara sah: 132.896.438

Sumber: Kompas.Com

Lebu Raya Sebut Gadi Djou Putra Terbaik

Gadi Djou
ENDE, PK - Meninggalnya Bupati Ende periode 1973-1983, Herman Yoseph Gadi Djou, Drs Ekon,  tidak saja membawa kesedihan bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ende ataupun pihak keluarga almarhum namun kesedihan bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Propinsi NTT kehilangan seorang lagi putra terbaiknya.

Demikian Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya dalam sambutannya pada acara misa pelepasan jenazah Herman Joseph Gadi Djou di Aula Universitas Flores Ende, Selasa (8/7/2014).

"Saya sungguh merasakan NTT kembali kehilangan salah satu putra terbaiknya setelah bapak Piet Tallo, Pak Nailiu, Pak Jack Jobo dan Pak Marsel Bere meninggal dunia. Para mantan bupati, figur-figur pamong praja tulen satu demi satu meninggalkan kita semua," kata Lebu Raya.

"Kita bersedih karena merekalah para sesepuh yang turut andil membangun NTT sejak awal. Para sesepuh yang seluruh hidupnya didarmabaktikan untuk memikirkan NTT,  satu demi satu kembali menghadap sang pemilik kehidupan,"tambahnya.

Lebu Raya mengatakan, secara jujur harus diakui bahwa NTT kehilangan lagi seorang putra terbaiknya. "Mereka semua telah meninggal dunia. Tinggalkan NTT yang mereka cintai dan kita banggakan bersama dengan kenangan manusiawi yang terus dan warisan karya yang tidak mungkin lapuk dikikis perjalanan waktu," ujar Lebu Raya.

Lebu Raya mengatakan masyarakat Kabupaten Ende belum lupa betapa Herman Joseph Gadi Djou terus mengupayakan agar anak-anak harus sekolah. Bahkan di tengah kesibukannya sebagai Bupati Ende tahun 1980-1983, almarhum menjadi rektor Universitas Flores.

"Kalau mau jujur lantaran komitmen luar biasa dan kerja keras tanpa kenal lelah sebagian kita yang hadir di sini. Para kader muda Ende yang saat ini eksis di mana-mana. Banyak yang sukses karena kebijakan wajib sekolah yang pernah digariskan almarhum. Mungkin saja banyak yang kemudian sukses karena dipaksa sekolah oleh almarhum," tandasnya.

Oleh karena itu, kata Frans Lebu Raya, tidak berlebihan bila almarhum dikagumi sebagai ikon kebangkitan generasi muda Kabupaten Ende. Almarhum adalah tokoh pendidikan di Ende, Flores, NTT bahkan Indonesia.

Sementara Bupati Ende, Ir Marsel Petu mengatakan pihaknya menyambut baik wacana pemberian nama salah satu jalan di Kota Ende menjadi jalan Gadi Djou.Menurut Bupati Marsel hal itu sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasa almarhum semasa memimpin Kabupaten Ende. Bahkan tidak sebatas nama jalan bisa saja nama pelabuhan diganti dengan nama Gadi Djou karena peran penting almarhum. Seperti disaksikan Pos Kupang seusai misa, peti jenazahj almarhum lalu dibawa ke Koponio,Kecamatan Ndona untuk dimakamkan.

Ribuan Pelayat
Ribuan pelayat menyambut kedatangan jenazah  Bupati Ende periode 1973-1983, Herman Joseph Gadi Djou, Drs Ekon di bandara Haji Hasan Aroboesman Ende saat tiba dari Yogyakarta, Senin (7/7/2014). Para pelayat yang terdiri dari pihak keluarga dan keluarga besar Yayasan Perguruan Tinggi Flores (Yapertif)  menyemut di kawasan bandara.

Ikut menyambut kedatangan jenazah Gadi Djou, Bupati Ende, Ir Marsel Petu dan Wakil Bupati Ende, Drs Djafar Achmad, Kapolres Ende, AKBP Musni Arifin dan Dandim Ende, Letkol Kav Tri Handoko serta jajaran  Muspida lainnya. Tampak juga mantan Bupati Ende, Drs Paulinus Domi dan mantan Wakil Bupati Ende, Drs Achmad Mochdar.

Disaksikan Pos Kupang, saat pesawat yang membawa jenazah Gadi Djou tiba di Ende sekitar pukul 15.55 Wita tangis haru para pelayat pecah. Saat dikeluarkan dari perut pesawat peti jenazah diusung anggota Pol PP Setda Ende. Bupati Ende Ir Marsel Petu memimpin upacara penyambutan itu.

Bupati Marsel Petu dengan suara terbata-bata mengatakan pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ende menyambut kedatangan Gadi Djou kembali ke bumi Ende. "Selamat datang sang visioner meskipun tidak lagi berdiri dengan kedua kaki yang kokoh namun kami tetap menyambut kedatangan dengan penuh haru dan suka cita," kata Bupati Marsel.

Seusai disambut jajaran Muspida di area bandara Ende, peti jenazah selanjutnya dibawa ke Kantor Bupati Ende untuk disemayamkan serta mendapatkan penghormatan terakhir dari jajaran Muspida Kabupaten Ende. Di hadapan jenasah Gadi Djou, Bupati Marsel mengatakan  almarhum telah meletakkan dasar-dasar kepemerintahan dan buah perjuangan itu telah dirasakan saat ini. Saat ini pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ende menjadi saksi abadi atas segala perjuangan yang telah dilkukan pada masa lalu. "Terima kasih atas segala jasa-jasa yang telah diperbuat demi kemajuan serta kejayaan Ende Lio," kata Bupati Marsel.

Sementara mantan Bupati Ende, Drs Don Bosco Wangge saat dimintai komentarnya tentang sosok, Herman Joseph Gadi Djou mengatakan almarhum Gadi Djou adalah peletak dasar pembangunan berkelanjutan yang dirasakan hingga kini di Kabupaten Ende. Selain sebagai seorang birokrat, Gadi Djou adalah seorang yang sangat peduli dengan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Universitas Flores-Ende yang berdiri kokoh hingga kini.

Seusai dilakukan penghormatan di  Kantor Bupati Ende, jenazah Gadi Djou selanjutnya dibawa ke rumah duka di Jalan Sam Ratulangi, Ende.

Menurut rencana hari ini, Selasa, (8/8/2014) jenazah Gadi Djou akan dimakamkan di pekuburan keluarga, Koponio, Ndona yang diawali dengan ibadah sabda di rumah duka serta misa arwah di Auditorium Universitas Flores. (rom)

Sumber: Pos Kupang edisi 8-9 Juli 2014 halaman 6

Polisi yang Dapat Dipercaya

MASIH dalam suasana perayaan HUT ke-68 Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), kita dikejutkan dengan sejumput warta berikut ini dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur. Anggota Kepolisian Resor (Polres) Kupang Kota,  Carlos Wiliam Amalo (30), yang tiga bulan lalu dipindahkan dari Polres Ngada, ditetapkan masuk  daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus penggelapan sejumlah mobil rental.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kupang Kota, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Tito Basuki Priyatno, didampingi Wakapolres Kupang Kota, Komisaris Polisi (Kompol) Yulian Perdana, menyampaikan hal ini saat ditemui  Pos Kupang di ruang kerjanya, Selasa (8/7/2014). Tito menjelaskan, Carlos sudah melakukan penggelapan mobil sejak bertugas di Polres Ngada dan puncaknya di Kota Kupang ketika muncul banyak pengaduan dari para pemilik mobil rental.

"Saat ini kami telah mengamankan lima mobil sebagai barang bukti. Empat mobil  sudah dibuat laporan polisi. Modus yang dimainkan pelaku dalam menjalankan aksinya, yaitu dia sengaja  menyewa mobil rental lalu dia gadaikan," demikian Tito.

Lain Carlos lain lagi oknum polisi di Lewoleba, Kabupaten Lembata. Pekan lalu seorang oknum polisi berinisial Mah ditangkap anggota Polres Lembata bersama tiga kontraktor. Mereka pun ditetapkan sebagai tersangka kasus narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba). Empat tersangka ikut dalam jaringan pemasaran barang haram tersebut dari Makassar, Sulawesi Selatan. Pada saat hampir bersamaan dua oknum polisi di Bajawa Kabupaten Ngada ditangkap polisi karena terlibat perjudian.

Jika mau dilitanikan agaknya masih panjang daftar tindakan oknum polisi yang merusak citra kepolisian. Pertanyaan menarik bagi kita hari ini adalah mengapa secara kuantitas makin tinggi saja kecenderungan oknum Polri bertindak merusak?

 Pendapat Kriminolog Reza Indragiri Amriel bisa menjadi acuan pencerahan. Reza Amriel, seperti dikutip Kompas.Com, Rabu (6/11/2013),  mengkritis rekrutmen anggota Polri yang tidak cermat. Masalah itu lalu menghasilkan tiga subkultur di tubuh Polri, yakni sub-kultur brutalitas, sub-kultur korup dan chauvinism. Dalam pembinaan anggota Polri jarang disentuh secara psikologis.

"Berapa banyak polisi yang pernah menjalani konseling? Sangat minim," kata Amriel. Kerapuhan psikologis mendorong mereka beradaptasi dengan cara merusak seperti terlibat kasus narkoba, gelapkan barang dan sebagainya.

Kita sependapat bahwa penanganan psikologi personel belum menjadi prioritas institusi Polri. Polri masih dominan melakukan pendekatan hukum semata. Anggota yang salah ditindak. Selesai perkara! Padahal ada sisi kemanusiaan mereka yang perlu disentuh. Yang sedang rapuh mentalnya patut didampingi, ditolong. Demi melahirkan sosok anggota Polri yang dapat dipercaya masyarakat, maka sudah seharusnya pimpinan Polri  tidak tinggal diam berpangku tangan. Masalah psikologis yang akut ini harus dibenahi. Selekas mungkin!  *

Sumber: Pos Kupang 11 Juli 2014 halaman 4

Romero, Setelah Penantian Selama 12 Tahun

Sergio Romero
Menghabiskan lebih dari 12 bulan dengan tidak menjadi favorit di klubnya, Sergio Romero keluar dari bayang-bayang dan menjadi pahlawan atas sampainya Argentina ke putaran final Piala Dunia 2014.

Tidak seperti pertandingan semi-final antara Jerman dan Brasil yang banjir gol, pertemuan antara Belanda kontra Argentina berlangsung tanpa gol hingga menit ke-120 hingga akhirnya adu pinalti.

Romero secara mengejutkan berhasil memblok dua tendangan pemain Belanda Ron Vlaar dan Wesley Sniejder dari titik putih. Pertandingan berakhir dengan kemenangan Argentina 4-2. Dan Argentina akan menantang Jerman di laga pemuncak Piala Dunia 2014.

Kapten Lionel Messi juga menyebut Romero sebagai pahlawan dan mengaku bahwa timnya beruntung.

"Pinalti adalah tentang keberuntungan, itu kenyataan. Saya percaya diri dan terima kasih Tuhan ini berjalan dengan baik," kata Messi setelah pertandingan.

Kehadiran Romero menambah solid pertahanan Argentina sepanjang pertandingan dan dia menjaga clean sheet di tiga laga pada fase knockout lalu.

Penampilannya seakan menjawab keraguan dari warga Argentina yang menyatakan Romero seharusnya tidak dipanggil oleh Alejandro Sabella, dan seharusnya lebih memilih Agustin Orion dan Mariano Andjuar sebagai pilihan pertama.

Romero menjalani satu tahun di klub dengan berat, tetapi kiper ini menempuh segala cara untuk tampil di Piala Dunia Brasil.

Ia meninggalkan klub Italia Sampdoria pada akhir bursa transfer musim panas lalu dan bergabung dengan Monaco dengan status pinjaman.

Romero mengira akan menjadi kiper nomer satu di Monaco, tetapi pelatih Claudio Ranieri lebih memilih kiper Kroasia Danijel Subastic. Sementara Romero hanya membuat satu penampilan dari tiga laga di bulan April.

Walaupun demikian, Sabella tidak pernah kehilangan kepercayaannya kepada pemain yang mengantar Argentina mendapat medali emas di Olimpiade Beijing pada 2008.

"Dia (Sabella) membantu saya keluar dari waktu paling sulit dalam karir saya," kata Romero seperti dikutip di AFP.

"Itu tahun pertama saya menghabiskan waktu di bangku cadangan. Jadi saya harus berterima kasih kepada Alejandro untuk segala yang dia berikan untuk saya selama ini."

Sabella sendiri menyatakan pujian kepada pelatih kiper Juan Jose Romero dan segala informasi untuk memenangkan adu pinalti.

Sedangkan pelatih Belanda Louis van Gaal mengaku tidak terkejut melihat Romero menjadi pahlawan. Van Gaal tahu kemampuan Romero karena pernah melatihnya di AZ Alkmaar setelah dipecat menjadi pelatih timnas Belanda.

Klub Belanda yang berlaga di Eredivisie itu merupakan klub Eropa pertama Romero ketika Van Gaal mendatangkannya dari raksasa Buenos Aires Racing pada 2007, dan dua tahun kemudian mereka memenangkan liga domestik.

"Saya tidak mengajari Romero untuk menggagalkan pinalti, tetapi kami yang membawanya ke Eropa karena talentanya yang besar," kata Van Gaal.

Romero menambahkan, "Saya berterima kasih kepada Louis di ruang ganti. Dia banyak membantu saya di Belanda, negara yang sangat berbeda, dengan bahasa dan kostum berbeda. Dia bisa berbicara bahasa Spanyol dan banyak membantu saya."

"Saya akan bersyukur selamanya karena dia (Van Gaal) membantu saya di negara yang berbeda."

Masa pinjaman ke Monaco sudah hampir selesai, masa depannya di klub belum pasti, tetapi Romero akan merayakan kemanangan ini sebelum kembali berkonsentrasi pada final melawan Jerman di Maracana Stadium.

"Momen ini harus dinikmati. Saya sangat senang," tambahnya lagi. *


Sumber: Pos Kupang.Com

Selamat Jalan Bupati Ema

HJ Gadi Djou
SEBAGIAN besar perjalanan kariernya dihabiskan di bidang pemerintahan. Tetapi, perhatiannya di bidang pendidikan tidak sedikit. Buktinya, sejak tahun 1980, bersama pimpinan DPRD, tokoh masyarakat, alim ulama, tokoh pendidikan di Kabupaten Ende, dia mendirikan Yayasan Perguruan Tinggi Flores dan Universitas  Flores.

Itulah Herman Joseph Gadi Djou, Drs Ekon. Bagi sebagian besar masyarakat Kabupaten Ende dia memiliki sapaan akrab yakni Bupati Ema Gadi Djou. Agaknya pantas jika dia mendapat predikat sebagai tokoh pendidikan di Kabupaten Ende, bahkan Flores umumnya. 

 Kini, sosok yang akrab disapa HJ Gadi Djou itu  tinggal kenangan. Ia telah pergi meninggalkan istri, anak-anaknya beserta sanak keluarganya untuk selama-lamanya.
Bupati Ende periode 1973-1983 ini meninggal dunia pada Sabtu (5/7/2014), sekitar pukul 23.52 WIB di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Dia meninggal dalam usia  77 tahun lebih.

Meski lebih dikenal sebagai pejabat birokrat, HJ Gadi Djou yang lahir pada 4 April 1937 di Ndona-Ende, pernah menjabat Rektor Universitas Flores tahun 1980-1983. Dan, sejak tahun 1980 hingga sekarang, HJ Gadi Djou  menjabat Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Flores.

Informasi yang diterima Pos Kupang dari anak sulungnya, Anna Maria Gadi Djou, Minggu (6/7/2014), di rumah duka Jalan Sam Ratulangi, Kota Ende, sebelum meninggal almarhum sempat dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta beberapa kali. "Bapak menderita komplikasi penyakit, seperti tumor di usus dan terakhir menderita penyakit infeksi saluran kencing," tutur Anna.

Anna mengatakan, ayahnya meninggalkan Kota Ende dan berangkat ke Yogyakarta pada November 2013. Ayahnya ke Yogyakarta untuk berisirahat dan  mengobati penyakit yang dideritanya. Sejak itu HJ Gadi Djou tidak pernah lagi kembali ke Ende hingga ajal menjemputnya pada Sabtu (5/7/2014).

Menurut rencana, jenazah HJ Gadi Djou tiba di Ende hari ini, Senin (7/7/2014), dan  disemayamkan di rumah duka, Jalan Sam Ratulangi, Kota Ende.  HJ Gadi Djou meninggalkan seorang istri, Ny. Maria Aloysia Parera, tiga orang anak, yaitu  Anna Maria Gadi Djou, Dr. Laurensius Dominicus Gadi Djou, dan Joseph Alfonsius Gadi Djou, serta empat orang cucu, yakni Matheus Reynaldi, Patrsia Maria D Ndoenboey, Maria Rianty Gadi Djou dan Antonia Maria Gadi Djou.

Semasa hidupnya, HJ Gadi Djou memegang sejumlah jabatan di bidang pemerintahan, seperti Kepala Divisi Ekspor dan Impor Kantor Gubernur NTT, Wakil Kepala Biro Inspeksi Keuangan dan Pajak, Kepala Biro Inspeksi Keuangan dan Pajak tahun 1967. Kepala Biro Ekonomi tahun 1968 dan Wakil Direktur Perusahaan Daerah NTT tahun 1968. Selain itu, HJ Gadi Djou pernah menjabat Bupati Ende periode tahun 1973-1983. Asisten II Setda  NTT Bidang Ekonomi dan Pembangunan tahun 1985-1995. Kepala BP7 Propinsi NTT tahun 1995-1997.

HJ Gadi Djou juga aktif di organisasi kemasyarakatan seperti Ketua PMKRI Cabang Kupang tahun 1967-1969, Komisaris Daerah PSSI NTT 1986-1973, Sekretaris II Kokamendragi tahun 1967, Anggota Pengurus DPD I Golkar NTT tahun1967, Sekjen Partai Katolik NTT tahun 1968-1970, Ketua Dewan Penasihat DPD II Partai Golkar Kabupaten Ende, Kwartir Daerah Gerakan Pramuka NTT tahun 1984-1997, Ketua Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) NTT tahun 1994-1997, Ketua Badan Pekerja Harian Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Ende Tahun 1999-2004.

HJ Gadi Djou pernah mengikuti kursus Help Magistraat/Pembantu Jaksa, Project Appraisal pada Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Orientasi Pemerintahan, Orientasi Pembangunan Bidang Agraria, Sekolah Staf Pimpinan Administrasi (SESPA), Tarpadnas, Penataran P4 Pusat/Menggala.

Penugasan luar negeri ke Dili, Timor Portugis tahun 1968 untuk pembukaan penerbangan Zamrut, Hongkong tahun 1969 untuk Penelitian Ekspor Ternak, Darwin, Australia Utara tahun 1990, 1991 dan 1992 mengikuti Expo. Ke Singapura, Bangkok, Korea Selatan, Taipe, Bombay, New Delhi tahun 1992 untuk studi perbandingan tentang kayu cendana dan hasil pengolahannya, Paris (Prancis) tahun 1994 sebagai Anggota Delegasi Pramuka Indonesia pada Kongres Pramuka se-Dunia.

HJ Gadi Djou mendapat tanda jasa/penghargaan Cincin Emas Kelas II Nusa Tenggara Timur dari Gubernur NTT, Satya Lencana Karya Kelas II dari Presiden RI, Piagam Penghargaan No. 707/1983 dari Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Sebelum meninggal, kata Anna, ayahnya tidak menitipkan pesan khusus.  Namun, tutur Anna,  sang ayah mengatakan bahwa jika memang sudah waktunya dipanggil Yang Kuasa, dia telah siap. Selamat jalan tokoh pendidikan. (rom)

Sumber: Pos Kupang 7 Juli 2014 halaman 1


Baca Juga
Lebu Raya Sebut Gadi Djou Putra Terbaik
 

Jangan Terulang Tragedi Maracana

Brasil 2014
Oleh Sindhunata

Brasil tidak diciptakan hanya untuk menjadi yang kedua. Juara, hanya itulah yang harus dihitung oleh para pemain sepak bola Brasil. Dan, mereka sadar benar akan harapan tersebut. Mereka juga sadar akan tanggung jawab terhadap fans di tanah air mereka.

Demikian disampaikan Zico dalam wawancara dengan Frankfurter Allgemeine Zeitungmenjelang Piala Dunia 2014 ini. Zico, ”Si Pele Putih”, adalah dirigen kesebelasan Brasil awal 1980-an.

Brasil adalah negara bola. Sampai ada pepatah, begitu dilahirkan ibunya, seorang anak Brasil sudah menggiring bola di kakinya. Brasil sendiri telah membuktikan apa artinya menjadi negara sepak bola. Mereka lima kali menjadi juara dunia. Lebih daripada sekadar juara, mereka juga dikenal sebagai pelaku sepak bola indah yang dikagumi dunia.

Karena hanya kemenangan yang dihitung, buat Brasil, kekalahan adalah tragedi. Itulah mengapa kekalahan mereka dari Uruguay, 1-2, dalam final Piala Dunia 1950 di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, tetap hidup sebagai kenangan pahit yang tak terlupakan sampai sekarang.

Tutur Zico, ”Waktu itu saya belum lahir. Tetapi, ayah saya termasuk 200.000 penonton yang ada di Maracana. Itulah pesta luar biasa setelah Perang Dunia. Brasil adalah tuan rumahnya, tetapi kami ternyata kalah. Bagi kami, itulah tragedi, yang tragisnya mungkin sama dengan tragisnya tragedi Perang Dunia, yang dialami negara-negara lain. Setelah 16 Juli 1950, ayah saya tak mau menjejakkan kakinya lagi di Stadion Maracana. Saya sering main di Maracana. Toh, ayah tetap tak mau ke sana.”

Di Piala Dunia 1950, Brasil tinggal sejengkal dari status juara. Saat itu, tidak ada fase sistem gugur. Yang ada grup final, terdiri atas para juara dari keempat grup penyisihan.

Brasil sudah memimpin, di depan Uruguay, Swedia, dan Spanyol. Dalam partai pamungkas di Maracana tersebut, Brasil sesungguhnya hanya perlu hasil seri melawan Uruguay.

Zico juga pernah mengalami sendiri betapa pahit sebuah kekalahan bagi orang Brasil. Ia dan kawan-kawannya gagal di Piala Dunia 1982. Waktu itu, kecuali Falcao dan Dirceu, semua pemain Brasil bermain dalam liga domestik. Artinya, setiap minggu, orang langsung menonton mereka di stadion-stadion setempat. ”Di jalan-jalan saya melihat, betapa kekecewaan terpantul dalam wajah-wajah mereka,” kenang Zico.

Zico memuji, di bawah Scolari, Brasil dalam Piala Dunia 2014 adalah tim kolektif yang kuat. Mereka langsung bisa menekan lawan. Mereka ingin menjebol gawang lawan sedini mungkin dan tak tergoda untuk mengandalkan serangan balik.

Toh, Zico khawatir juga. Soalnya, menurut Zico, tiga perempat pemain Brasil adalah debutan di Piala Dunia dan dua pertiga dari mereka tidak pernah bermain dalam kualifikasi Piala Dunia. Ada pemain Brasil yang berpengalaman dalam Liga Champions di Eropa. Namun, itu kiranya belumlah modal yang cukup untuk ikut berlaga di tingkat Piala Dunia.

Orang memang patut khawatir jika mengamati permainan Brasil sampai babak 16 besar. Dalam laga pembuka, Neymar dan kawan-kawan sempat dibuat repot oleh Kroasia. Mereka baru bisa keluar dari kebuntuan hanya karena aksi diving Fred di kotak penalti Kroasia. Wasit Jepang, Yuichi Nishimura, memberikan hadiah penalti bagi Brasil. ”Jika diving itu ditoleransi, bisa terjadi 100 kali penalti di Piala Dunia ini. Kalau begitu, lebih baik piala langsung diserahkan kepada Brasil saja,” kata Niko Kovac, pelatih Kroasia, jengkel.

Brasil kemudian ditahan seri 0-0 oleh Meksiko. Setelah menunjukkan keampuhannya dengan menang 4-1 atas Kamerun, di perdelapan final Neymar dan kawan-kawan kembali membuat publik Brasil gemetar. Pada menit ke-119, pemain Cile, Mauricio Pinilla, melakukan tendangan spektakuler. Hanya kurang 4 sentimeter, bola Pinilla itu akan masuk ke gawang Julio Cesar. Hal itu tidak terjadi. Bola membentur gawang. Andaikan tidak tertolong oleh gawang itu, akan terjadilah bencana di Stadion Mineirao di Belo Horizonte itu.

Bencana itu mungkin akan bernama Mineirazo, yang mengingatkan kembali akan tragedi Maracana, yang di Brasil dikenang sebagai Maracanazo.

Brasil menjadi juara dunia di Swedia (1958), Cile (1962), Meksiko (1970), Amerika Serikat (1994), dan Korea Selatan-Jepang (2002). Justru ketika menjadi tuan rumah 1950, mereka gagal menjadi juara karena tragedi Maracana. Jika kali ini gagal seperti 64 tahun lalu, ini benar-benar bencana. Soalnya di Brasil, Piala Dunia kali ini tak hanya menjadi perkara bola, tetapi juga perkara politik.

Menurut Mirian Goldenberg, antropolog sosial di Universitas Rio de Janeiro, sekarang di Brasil orang sedang akrab dengan kata imagina na copa. Artinya kurang lebih: coba Anda bayangkan, apa saja yang terjadi menjelang Piala Dunia ini? Inilah yang terjadi: proyek bangunan belum jadi, kemacetan di jalan, inflasi, pelacuran anak-anak, kemiskinan, dan anak-anak gelandangan. Bahkan, kaum menengah yang punya uang pun tak dapat memperoleh pelayanan kesehatan memadai karena belum tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan.

Mengapa uang besar-besaran digunakan untuk membangun stadion mewah, bukan untuk membangun jalan, rumah sakit, dan sarana pendidikan?

Rakyat Brasil mencintai bola. Tetapi, sebagian mereka tak mencintai Piala Dunia 2014 karena dianggap melawan keadilan yang mereka dambakan. Ketika Piala Dunia dilangsungkan di luar Brasil, nyaris tak ada yang serius mengaitkan bola dengan persoalan sosial, seperti kemiskinan atau hak-hak warga sipil yang terabaikan. Justru ketika Brasil jadi tuan rumah, bola dikaitkan dengan masalah itu semuanya. Baru kali ini di Brasil, tiba-tiba bola menanggung beban sosial dan politik.

Seandainya Brasil juara, beban sosial dan politik itu tetap menjadi persoalan. Apalagi jika Brasil kalah di rumahnya sendiri, ini sungguh krisis yang bisa dijadikan alasan untuk makin menentang pemerintah. Karena itu, tidak hanya demi bola, demi politik pun Brasil tak boleh lagi mengalami tragedi Maracana.

Sumber: Kompas.Com

Indahnya Pulau Pasir Ri'i Ta'a di Nagekeo

ilustrasi
MUNGIL, bersih, putih, belum terjamah oleh tangan-tangan nakal serta tenang dalam pelukan lautan Flores. Bak perawan yang sedang menanti sentuhan, Pulau Pasir Ri'i Ta'a menawarkan pesona alam dengan keindahan yang memanjakan mata. Ri'i Ta'a merupakan satu dari sekian banyak tempat tujuan wisata menarik di Kabupaten Nagekeo.

Pesona pasir putih, pantai yang bersih, air laut yang bening, dan lautan yang teduh memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi mereka yang membutuhkan ketenangan. Di tempat ini, para pengunjung menyatu dengan alam jauh dari suara bising kendaraan, hiruk pikuk manusia dan hingar bingar sorotan lampu.

Ri'i Ta'a dalam bahasa Mbay berarti ilalang mentah atau segar. Pulau itu pertama kali ditemukan para nelayan Mbay. Ketika ditemukan, para nelayan hanya mandapati  seonggok ilalang mentah. Ilalang itu diduga dibawa gelombang dan terdampar di pulau itu. Para nelayan Mbay kemudian menamakan pulau itu Ri'i Ta'a. Sejak itu, Ri'i Ta'a menjadi tempat nelayan  beristirahat.

Tidak hanya nelayan Mbay. Nelayan dari daerah lain, seperti Ende, Sikka, bahkan Sulawesi sering menyinggahi Ri'i Ta'a sekadar melepas lelah. Di pulau ini tak ada nyamuk, lalat maupun kehidupan lainnya. Ri'i Ta'a unik karena menawarkan panorama pulau dengan hamparan pasir putih nan indah.

Ketika laut pasang, luas Pulau  Ri'i Ta'a hanya sekitar 30 meter persegi. Namun ketika surut, luas Ri'i Ta'a bisa mencapai dua hektar. Ri'i Ta'a berada di tengah Laut Flores dan terpisah dari Pulau Flores. Ri'i Ta'a masuk dalam wilayah administrasi Desa Tonggurambang, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.

Pulau ini bisa dijangkau menggunakan perahu motor dalam tempo satu jam dari Pelabuhan Marapokot. Bisa juga melalui Gheru Moreng dengan waktu tempuh hanya 30 menit. Kepala Desa Tonggurambang, Toa Mualaf,  yang ditemui di Pulau Ri'i Ta'a, Jumat (6/6/2014), mengatakan, beberapa tahun terakhir, masyarakat setempat mulai berminat mengunjungi Ri'i Ta'a hanya sekedar untuk bersantai.
Pada tahun 2010, Pemkab Nagekeo melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mulai melirik Ri'i Ta'a dan memperkenalkan kepada dunia luar. Sejak saat itulah, Ri'i Ta'a mulai dikenal publik dan menjadi salah satu tempat tujuan wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sayangnya, di pulau ini belum dilengkapi fasilitas. Pengunjung yang datang ke tempat itu pada umumnya hanya sekedar berjemur.

Kabid Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nagekeo, Wilibrodus Lasa mengatakan, pihaknya telah membuat rencana untuk membangun lopo di pulau itu sejalan dengan penetapan Desa Tonggurambang sebagai desa wisata pada tahun 2012 lalu. Kepala Desa Tonggurambang, Toa Mualaf mengatakan, di Ri'i Ta'a bisa dibangun fasilitas pendopo kecil. Menurut Mualaf, lopo yang dibangun tidak akan terhempas ombak meskipun gelombang pasang. "Masih bisa dibangun lopo meskipun pasang tertinggi," kata Mualaf. (adiana ahmad)

Sumber: Pos Kupang 17 Juni 2014 halaman 14

Daya Pikat Kota Mbay

ilustrasi saja
TANGGAL 8 Desember 2006 merupakan hari bersejarah bagi masyarakat Nagekeo. Hari itu DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang  (RUU) tentang pembentukan Nagekeo sebagai daerah otonom. Nagekeo  pisah dari Ngada sebagai kabupaten induk. Nagekeo resmi menjadi kabupaten dengan dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007, yang ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo.

Sejak Nagekeo menjadi daerah otonom, Mbay sontak berubah wujudnya menuju kota nomor dua terbesar di utara Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur setelah Maumere, Sikka. Mbay tidak lagi  sekadar kampung dengan hamparan sawah dan  padang penggembalaan ternak yang luas. Mbay kini menjadi simbol sekaligus  titik simpul pergerakan ekonomi menuju masyarakat Nagekeo yang taraf hidupnya lebih baik, lebih sejahtera dan makmur dibandingkan kondisi pra otonomi.

Status  Mbay sebagai ibu kota Kabupaten Nagekeo menebarkan daya pikat tersendiri. Sejak sekitar enam atau tujuh tahun lalu banyak orang pun berbondong-bondong menuju Mbay.  Mereka mau berinvestasi  di sana dalam beragam lapangan usaha. Dampak yang langsung terasa adalah harga tanah menjadi mahal sekaligus menimbulkan silang sengketa yang pelik.

Menurut catatan kita, sudah banyak konflik tanah yang terjadi di Mbay selama ini. Sebagaimana lazimnya di wilayah Flores, status kepemilikan tanah menjadi pelik manakala lahan itu merupakan hak ulayat suatu masyarakat adat. Seseorang atau sekelompok orang tidak  serta-merta boleh mengklaim sebagai pemilik hak ulayat.
Salah urus dalam konflik tanah menyebabkan sebagian keluarga tercerai-berai gara-gara memperebutkan hak kepemilikan.  Tak sedikit juga warga masyarakat yang dirugikan karena status kepemilikan tanah yang tidak jelas bahkan terkatung-katung penyelesaiannya. Investor enggan menanamkan modal bahkan lari ke daerah lain bila tanah status di Mbay  tidak jelas secara hukum.

Duet pemimpin Nagekeo, Elias Djo dan Paul Nuwa Veto agaknya  menyadari  masalah sosial yang rumit tersebut. Mereka pun bertekad memberikan solusi dengan menjadikannya sebagai satu di antara program prioritas Kabupaten Nagekeo. Fokus menyelesaikan konflik tanah lewat pendekatan adat dan budaya telah ditetapkan sebagai program prioritas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD Kabupaten Nagekeo 18 Juni 2014. Program prioritas pemerintah tersebut sudah selayaknya didukung oleh semua pemangku kepentingan di Mbay dan Nagekeo pada umumnya.

Bila konflik tanah di Mbay dapat diminimalisir, maka iklim yang kondusif tersebut akan memberi rasa nyaman kepada semua pihak. Kita pun  bisa memastikan investasi akan mengalir deras ke wilayah tersebut karena ada jaminan kepastian hukum soal status tanah, perizinan, keamanan dan lainnya. 

Sudah banyak contoh konkret investor membatalkan niatnya karena masalah tanah yang tak kunjung tuntas. Kita memberi apresiasi terhadap langkah Pemerintah Kabupaten Nagekeo menuntaskan konflik tanah. Semoga program prioritas ini dilaksanakan dengan kesungguhan hati demi mencapai sasaran yang diharapkan.  (*)

Sumber: Pos Kupang edisi Kamis, 26 Juni 2014 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes