Mantel Putih dan Sumpah



Kado Buat Gubernur dan Wagub NTT (1)

RABU, 16 Juli 2008, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto mengambil sumpah dan melantik Drs. Frans Lebu Raya dan Ir. Esthon Foenay, M.Si sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) NTT periode 2008 - 2013. Kegiatan seremonial pemerintahan/kenegaraan untuk melegitimasi ini sebagai puncak dari prosesi panjang pelaksanaan Pilkada NTT.

Untuk mencapainya, begitu banyak waktu telah kita habiskan. Energi banyak terkuras. Materi apalagi. Apa boleh buat. Karena kita memang harus mencari pemimpin. Demi sebuah nama yang kita agungkan, demokrasi.

Bagi Lebu Raya, bersumpah janji di hadapan Mendagri adalah yang kedua kalinya. Pertama kali ketika bersama Piet A Tallo, S.H dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2003 - 2008, lima tahun lalu. Sedangkan bagi Esthon, mungkin ini merupakan yang pertama kali dialami.

Peristiwa pelantikan ini sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat NTT. Kita telah menyaksikan peristiwa serupa pada waktu-waktu sebelumnya. Apabila masa tugas telah berakhir, maka siapa pun yang terpilih menggantikan pemimpin sebelumnya atau pemimpin yang sama dipilih kembali, pasti akan dilantik Mendagri. Yang dilantik, harus mengenakan busana serba putih, dari kapal sampai ujung kaki. Baju dan celana putih. Topi dan sepatu putih.

Mengapa putih? Karena sebagai simbol kesucian, kesederhanaan, kebersihan. Juga mengandung makna persatuan dan persahabatan. Di dada kanan terpasang emblin burung garuda kuning. Berdiri tegap sambil mengangkat telunjuk dan jari tengah tangan kanan membentuk V, berikrar membangun masyarakat dan daerah. Lazim memang!

Sejauh ini, sampai genap berusia 50 tahun pada 20 Desember 2008, NTT sudah memiliki delapan gubernur. Secara berturut-turut, yaitu WJ Lalamentik (1958-1968), El Tari (1968 - 1978), Wang Suwandi, S.H (April - Juni 1978), dr. Ben Mboi (1978 - 1988), Hendrik Fernandez (1988 - 1993), Herman Musakabe (1993-1998), Piet A Tallo (1998 - 2008) dan sekarang yang kedelapan adalah Frans Lebu Raya. Sementara Esthon menjadi Wagub NTT yang keenam.

Sejak lahirnya aturan yang memberi peluang ada wakil gubernur, yang menjadi wakil Gubernur NTT pertama adalah Godlief Boeky, S.H, mendampingi Ben Mboi (1983- 1988). SHM Lerik mendampingi Hendrik Fernandez dan Piet A Tallo mendampingi Herman Musakabe. Pada periode pertama kepemimpinannya (1998-2003), Piet Tallo didampingi Yohanes Pake Pani dan di periode kedua, didampingi Frans Lebu Raya.

Hal yang membedakan Lebu Raya - Esthon dengan kepala daerah sebelumnya adalah keduanya dipilih langsung oleh rakyat NTT. Yang dulu dipilih oleh wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Adapun hasil dari pemilihan langsung yang digelar 14 Juni lalu itu, Lebu Raya - Esthon (Paket Fren) yang diusung PDI Perjuangan mendulang 772.030 suara atau sekitar 37,35 persen dari 2.067.288 total suara sah. Unggul atas pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa (Tulus) yang diusung Partai Golkar dengan mengumpulkan 711.116 suara (34,40 persen) dan pasangan Gaspar Parang Ehok -Yulius Bobo (Gaul) yang diusung Koalisi Abdi Flobamora dengan 584.082 suara (28,25 persen). Pemilihan tidak diwarnai dengan intimidasi. Tidak ada kecurangan karena masyarakat melakukannya secara sadar. Maka tidak salah kalau kita katakan Lebu Raya - Esthon dihasilkan oleh rakyat secara berhati nurani. Karenanya, keunggulan yang diperoleh menjadi kemenangan bagi masyarakat NTT umumnya.

Sebagai masyarakat NTT, sudah tentu kita menaruh harapan kepada pemimpin baru. Karena mendambakan perubahan. Hidup yang lebih baik dengan daerah yang maju. Dambaan itu sangatlah wajar. Karena tampilan wajah NTT sangat berbeda dengan usianya yang matang. Berbagai kerawanan masih melekat erat dalam keseharian masyarakat. Rawan ekonomi, rawan kesehatan, rawan pendidikan, dll, terus terjadi. Pemimpin yang baru harusnya bisa merubah kerawanan menjadi ketahanan.

Hendrik Mada, warga Kabupaten Ngada, lewat pesan singkatnya (short mesage service/SMS) yang dikirim kepada Pos Kupang, menulis begini : usia NTT 50 tahun adalah usia yang penuh harapan dari segala aspek kehidupan. Ultah NTT dan Pilkada NTT adalah moment yang sangat tepat untuk mawas diri, introspeksi diri dari lingkungan kemiskinan dan kemelaratan.

Harapan pemilik nomor hand phone 08133936XXXX, lain lagi. Dia menulis : Pemimpin terpilih harus bisa menghilangkan ketergantungan rakyatnya pada prinsip NTT = Nanti Tuhan Tolong.

Leonard, warga Kelurahan Liliba, Kota Kupang berharap semoga di usia emas NTT, terlahir juga anak-anak emas yang mampu menghasilkan emas-emas di nusa Flobamora sehingga masyarakatnya bisa hidup sejahtera.

Dami Wuran, warga Kabupaten Flores Timur lewat pesan singkatnya berujar : Pemimpin itu punya kekuasaan. Kekuasaan itu hanya sebatas sarana untuk mengefektifkan dan memaksimalkan pelayanan, bukan menghasilkan birokrasi baru yang menyulitkan pelayanan. Di usia yang ke-50 tahun, mari kita memberi disposisi bathin untuk secara elegan dan jujur bersuara bahwa NTT masih seperti ini - sembari menentukan sikap buat figur NTT 1-2 yang diyakini bisa mencairkan kebekuan birokrasi selama ini dan siap menerima risiko demi sebuah karya penyelamatan.

Kita memang butuh upaya penyelamatan. Saat ini kita sedang dilanda kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ini tentunya, berdampak sekali dengan kehidupan masyarakat. Betapa tidak, kenaikan harga BBM mengakibatkan segala bahan pokok untuk kebutuhan kehidupan masyarakat sehari-hari juga ikut-ikutan naik.

Biaya pendidikan di NTT dinilai mahal. Belum lagi ribuan siswa/i SMP terkatung- katung nasibnya karena tidak diterima di SMA. Pelayanan kesehatan juga demikian parahnya. Hal ini perlu diperhatikan pemimpin baru. Seyogyanya, sumpah janji yang diucapkan saat memakai 'mantel putih', harus diejawantahkan dengan karya penyelamatan. (Alfons Nedabang/bersambung)

Pos Kupang edisi Selasa, 15 Juli 2008, halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes