Mengenang Even Midin

DUA belas Agustus 2011. Hari masih pagi. Kira-kira pukul 08.40 sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya. Pesan dari Ros, manajer PSDM SKH Pos Kupang. Om Dion, Even telah pergi le. Kami di rumah sakit umum Kupang sekarang... Menyusul SMS berikutnya dari beberapa teman antara lain Gerardus Manyella.

Sungguh kesedihan saya yang saat itu berada di rumah orangtua di Onekore, Ende bertambah. Saya masih dalam suasana duka. Tanggal 3 Agustus 2011 ibu saya, Theresia Masi Bata dipanggil Tuhan setelah terbaring sakit kurang lebih lima bulan. Saya tahu Even memang sakit dan sempat keluar masuk rumah sakit tetapi saya tidak menduga bahwa dia akan pergi selekas itu menghadap Sang Pencipta, empunya kehidupan.

Saya memberi tahu istri saya di Kupang tentang kabar duka ini. Bersama beberapa teman dia bergegas ke rumah sakit dan ikut mengantar jenazah Even sampai ke rumah duka di kawasan Sikumana. Saat itu saya ingin menulis tentang almarhum semasa hidup, namun saya tak sanggup. Perasaan saya tak karuan, mengharu biru hingga tak sanggup mengetikkan kata-kata di atas tuts laptop meski saya sudah berusaha.

Keesokan harinya saya coba mencari Pos Kupang, berharap ada teman yang menulis in memoriam tentang Eventius Midin, begitu nama lengkap kawan ini. Tapi tidak saya temukan tulisan mengantar Even, mantan Manajer Keuangan dan Manajer Umum Pos Kupang, kecuali sebaris iklan turut berduka cita dari keluarga besar Pos Kupang. Ya, mungkin teman-temanku di Kupang terlalu sibuk sehingga tak sempat menulis in memoriam atau memang dianggap tidak penting lagi. Bagi saya, ini tradisi yang hilang dari Pos Kupang. Sejak dulu selalu ada tulisan mengantar seorang rekan yang berpulang….

Sebelum Even, teman kami yang lebih dulu berpulang adalah Emanuel Kudu, tenaga pracetak (layout). Setiap tiap kali saya melewati Ekoleta, Detusoko-Ende, saya selalu ingat Eman Kudu. Dia dibaringkan di rumah keluarganya di sisi jalan utama Ende-Maumere. Pada saat duka semacam ini saya juga ingat teman-teman Pos Kupang yang telah menghadap Tuhan, termasuk salah seorang pendiri harian ini, Om Valens Goa Doy dan orang yang ikut mendidik jurnalis tangguh Pos Kupang, Julius R Siyaranamual.

Pertemuan saya terakhir dengan Even tanggal 1 Juli 2011. Hari itu hari yang sangat berarti bagi saya dan sejumlah teman termasuk Even. Hari itu, dalam rapat dengan seluruh manajer dan awak Redaksi Pos Kupang, Pemimpin Umum Pos Kupang, Damyan Godho mengumumkan perombakan struktur, mekanisme kerja dan personel di lingkungan PT Timor Media Grafika (TMG) yang menaungi Pos Kupang.
 

Saya ditugaskan ke Maumere, Flores sebagai editor Harian FloresStar, Tony Kleden (sebelumnya Redpel) ditugaskan sebagai reporter di Sumba Barat Daya, Dami Ola (Redpel) menjadi news editor desk Hukum Pos Kupang. Benny Dasman menjadi Manajer Liputan dan Marsel Ali jadi Sekretaris Redaksi. Sejumlah redaktur menjadi reporter seperti Martin Lau, Gerardus Manyella, Ferry Ndoen dan Alfred Dama. “Perombakan ini demi perubahan. Setelah tiga bulan akan dievaluasi,” begitu kata Om Damyan saat itu.

Even sendiri sudah lebih dulu menerima SK dari Pemimpin Umum pada tanggal 30 Juni 2011 sore. Dia tidak lagi dipercayakan sebagai Manajer Umum, tugas barunya adalah mengurus Koperasi Karyawan PT Timor Media Grafika bersama Ety Turut (mantan Manajer PSDM dan Kepala Sekretariat Redaksi).

Dalam rapat tanggal 1 Juli 2011 itu, Even terlihat masih bugar dan sempat meneguhkan saya dan teman-teman lain untuk menjalani tugas baru dengan semangat untuk kemajuan Pos Kupang. Manajer pertama di lingkungan Pos Kupang yang menerima SK baru dari Pemimpin Umum adalah Fery Jahang (Manajer Iklan). Tugas baru Ferry Jahang adalah menangani sirkulasi Harian FloresStar di Ruteng, Kabupaten Manggarai. Rapat tanggal 1 Juli 2011 tidak dihadiri Ferry karena dia sudah berangkat menuju tempat tugas yang baru.

Sampai saya meninggalkan Kupang menuju Maumere 7 Juli 2011, saya tidak pernah berjumpa lagi dengan Even karena dia jatuh sakit. Dua atau tiga hari setelah berada di Maumere saya dapat kabar dia masuk Rumah Sakit Mamami. Opname. Perutnya membengkak, wajah pucat. Dia sempat keluar dari Rumah Sakit dan melanjutkan pengobatan di rumah.

Even…. maafkan saya karena selama kamu sakit saya tidak sempat membezukmu. Semoga Even maklum, karena saat itu saya berada di Maumere. Saya tidak tahu apakah teman-teman Pos Kupang yang ada di Kupang saat itu sempat melihat dan menghiburmu? Saya ingat Even kerap mengingatkan agar perusahaan tidak hanya memandang karyawan-karyawati di saat suka dan sehat serta produktif bagi perusahaan. Mestinya pada saat sakit dan luka, perusahaan memberi perhatian sepadan. Toh sebagai manusia, kita tidak selamanya sehat dan kuat. Tidak selalu segar bugar sepanjang masa.

Kabar terakhir yang saya terima tentang kepergiaan Even pada 12 Agustus 2011 sungguh menyayat kalbu. Sontak saya ingat anak-anaknya yang masih kecil. Saya ingat wajah mereka yang masih butuh seorang ayah. Bagaimana masa depan anak-anak itu? Saya berharap isterinya tabah dan kuat. Percaya pada Tuhan. Percaya kepada penyelenggaraan ilahi.

Siapakah Even? Bagi saya dia salah seorang pendekar Pos Kupang yang bekerja spartan dan tidak banyak menuntut. Sepanjang kariernya belasan tahun di harian ini, hampir tidak ada masalah yang disumbangkannya bagi perusahaan. Dia memberi yang terbaik sesuai kemampuannya. Dia menjabat Manajer Keuangan dalam waktu yang lama. Kemudian dimutasi ke Manajer Umum sebelum akhirnya mungkin menurut penilaian pimpinan tenaganya cukup sekadar mengurus koperasi, meski itu bukan link langsung dengan struktur organisasi perusahaaan. Bahwa kuat kesan dia kaku dalam hal “uang” bisa dimaklumi. Di mana-mana “orang keuangan” selalu begitu bukan? Dan memang idealnya demikian. Dan dia, bukan tipe "manusia pro eselonering" seperti kebanyakan orang yang takut dan cemas bahkan stress ketika tidak lagi masuk dalam struktur. Dia menerima penugasan dari pimpinan dengan senyum.

Apa keutamaan Even Midin bagi Pos Kupang? Dia berpikir dan bekerja untuk banyak orang. Sampai akhir hayatnya Even masih tercatat sebagai Ketua Koperasi Karyawan Pos Kupang, jabatan yang diembannya dua kali. Koperasi itu sempat dipimpin Mariana Dohu, namun kembali lagi ke tangan Even dua tahun lalu. Dan, dia sukses mengelola koperasi ini. Hampir semua anggota termasuk saya merasakan manfaat koperasi tersebut.

Even juga punya jiwa bisnis. Dia mendorong isterinya membuka usaha kios yang cukup menopang pendapatan keluarga. Dia pun menjual pulsa elektronik. Saya tahu banyak teman-teman di kantor yang akhirnya mau mengikuti jejaknya, misalnya membuka usaha kios untuk menopang hidup keluarga atau jual pulsa sekadar untuk tambah-tambah belanja dapur, suatu langkah yang sangat mulia ketimbang memeras atau mencuri dengan menjual lembaga Pos Kupang, misalnya.

Selain koperasi karyawan Pos Kupang, Even Midin yang mengelola UB (Usaha Bersama) PEKA, yang anggotanya karyawan-karyawati Pos Kupang bersama suami, isteri dan anak. Sudah banyak anggota PEKA yang tertolong dari UB tersebut, misalnya dana untuk bangun rumah, beli tanah atau biaya pendidikan anak-anak. UB PEKA sedang diperjuangkan Even menjadi koperasi. Mudah-mudahan diteruskan oleh pengurus yang lain agar Even di alam sana tidak kecewa.

Even Midin adalah tipe pekerja keras dan jujur. Juga menjalin persahabatan tulus dengan siapa saja. Dia juga rendah hati. Dia bukan tipe manusia penjilat atau pengkhianat yang tega “menjual” teman-teman sendiri demi menggolkan tujuan pribadi. Karena keutamaan itu, saya bangga padanya. Beberapa kali saya memang memarahi dia untuk hal-hal yang saya anggap keliru. Dia bisa menerima dengan baik setelah sadar akan kekeliruannya.

Even….maafkan saya kalau catatan kecil ini keliru dan terutama atas kesalahan saya terhadapmu semasa hidup. Saya merindukan kebersamaan kita. Saya mendoakan keluargamu, anak dan isterimu.

Kau tahu Even, sekarang saya tidak bisa lagi kirim SMS ke nomor HP-mu yang isinya kau sudah tahu betul. “Aji, tolong tembak pulsa Simpati 20 ribu ke no saya. Bayar nanti e...”

Dari kota debu Maumere, saya mengirimimu seutas doa. Doakanlah kami, teman-temanmu yang masih berziarah di bumi fana ini.

Beristirahatlah dalam damai, sahabatku…

Dion DB Putra

Dari kota tsunami Maumere-Flores...

Uskup Kherubim: Sikapnya Halus Tapi Bor Dalam

Uskup Kherubim
MAUMERE, FS - Sikapnya halus tapi bor dalam. Begitulah Uskup Emeritus Atambua, Mgr. Anton Pain Ratu, SVD menggambarkan sosok Uskup Gerulfus Kherubim Pareira, SVD yang merayakan pancawindu imamat dan perak uskup di Gereja Katedral Maumere, Senin (22/8/2011) pagi.

Misa akbar perayaan itu dihadiri tujuh uskup, ribuan umat Katolik dari berbagai wilayah Keuskupan Maumere serta undangan lainnya. “Sikapnya tenang. Omongannya halus tapi bor dalam. Bor terus,” kata Uskup Anton Pain Ratu yang disambut tawa ribuan umat yang hadir dalam misa akbar perayaan itu.

Uskup Pain Ratu juga menyebut Uskup Kherubim sebagai tokoh pemersatu. Uskup Kherubim patut mendapatkan julukan itu atas jasa-jasa beliau dalam karya kegembalaannya di Keuskupan Weetabula, Sumba selama 22 tahun.

“Selama 22 tahun Uskup Kherubim berhasil meruntuhkan tembok-tembok pemisah antara sesama murid Kristus lewat dialog yang tulus sesuai doa Yesus Kristus agar mereka semua menjadi satu. Itu realisasi motto sang yubilaris sendiri yaitu Ut Omnes Unum Sint, Supaya Semua Orang Bersatu. Umat di Sumba menangis saat Uskup Kherubim pindah ke Maumere karena mereka kehilangan tokoh pemersatu. Sedangkan umat di Maumere menari-nari kegirangan menyambut tokoh pemersatu pulang ke kampung halamannya,” kata Uskup Anton Pain Ratu.

Uskup Kherubim yang bulan September 2011 akan genap berusia 70 tahun, kata Uskup Anton Pain Ratu, tetaplah seorang tokoh pemersatu bagi umat Katolik di Keuskupan Maumere yang terdiri dari lima etnis. “Saya yakin itu. Hari ini kita menyaksikan kekuatan tekad sang yubilaris. Yubilaris sendiri pasti akan tetap menjadi tokoh pemersatu untuk umatnya,” ujarnya.Uskup Anton Pain Ratu juga mengagumi kepribadian Uskup Kherubim. Dengan ketenangannya, beliau bisa mendekati umat dari setiap kalangan, menjadi bapak yang mau mendengarkan umat dan menjadi sahabat bagi teman-temannya.

Tentang keutamaan Uskup Kherubim sebagai tokoh pemersatu diungkapkan Uskup Weetabula, Mgr. Edmund Woga, CSsR saat memberikan sambutan mewakili Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Uskup Edmund menekankan jasa Uskup Kherubim sebagai peletak dasar yang kokoh untuk Keuskupan Weetabula. Uskup Edmund mengungkapkan betapa Uskup Kherubim telah menanamkan landasan iman yang kokoh bagi umat di Sumba.

“Ibaratnya, beliau yang menanam dan saya yang memetik hasilnya,” demikian Uskup Edmund melukiskan karya Uskup Kherubim selama 22 tahun di Sumba. Dan, Uskup Edmund yakin yubilaris akan meletakkan dasar yang kokoh juga di Keuskupan Maumere sebagai keuskupan yang baru di Indonesia.

Mitra Pemerintah
Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten Setda Propinsi NTT, Eddy Ismail, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu raya mengucapkan proficiat kepada Uskup Kherubim yang merayakan pancawindu imamat dan perak uskup.

Pemerintah, kata Lebu Raya, berterima kasih atas sumbangan gereja selama bertahun-tahun dalam mendukung program pemerintah mensejahterakan masyarakat NTT. “Gereja merupakan mitra utama pemerintah di daerah ini,” kata Lebu Raya.

Menurut gubernur, beberapa program pemerintah menjadikan NTT sebagai Propinsi Jagung, Propinsi Koperasi, Propinsi Cendana dan Propinsi Ternak bisa tercapai jika ada kerja sama dengan semua elemen masyarakat terutama pemimpin gereja.

Sementara Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI, Semara Duran Antonius, dalam kata sambutannya menekankan beberapa hal yakni supaya karya Gereja ke depan tidak hanya seputar altar atau dalam lingkungan sendiri tapi melihat persoalan masyarakat di sekitarnya.

Salah satu masalah aktual yang disoroti Semara yakni pentingnya menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dirjen Bimas Katolik mengajak para pemimpin Gereja senantiasa menumbuhkan semangat mempertahankan keutuhan NKRI dalam pelayanan mereka setiap hari. (kk)

FloresStar, Selasa 23 Agustus 2011 halaman 1

Pisang

“KAU punya orang itu bodoh sekali, ngero! Mereka jual pisang lalu beli molen. Kenapa tidak bikin molen untuk makan sendiri atau jualan macam saya, kan keuntungannya berlipat ganda.” Itu kata-kata seorang kawan asal Jawa Tengah. Sebagai putra Jawa yang sudah belasan tahun menetap di Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), gaya bicaranya Ende banget. Langsung tembak ke sasaran. Tidak berputar-putar lagi.

Beta tersentak. Sungguh merasa kena tembak yang bikin kuping memerah. Setiap hari kawanku itu jual gorengan tahu, pisang goreng, pisang molen dan lainnya di pinggir jalan dekat pertokoan yang ramai dipadati pengunjung.


“Saya jual mulai jam empat sore sampai delapan malam. Kadang sebelum jam delapan malam, sudah habis. Kau bayangkan, kerja tidak sampai empat jam tapi hasilnya pasti. Bisnis makanan itu untungnya seratus persen.” Melihat beta tidak segera merespons kata-katanya, dia melanjutkan penjelasan. “Ndoe, kalau kau tidak percaya, coba kau tanya di orang-orang yang kerja macam saya ini ka,” katanya sambil terbahak.

Tentu saja beta percaya dengan kata-katanya. Toh dia hidup dari usaha itu dan sangat menikmati pekerjaannya. Di Kota Ende, penjual gorengan macam dia ada di banyak tempat. Dan, umumnya raut wajah mereka merupakan ata mai (baca: pendatang) dari luar pulau. Kondisi serupa agaknya sama persis di daerah lain Nusa Tenggara Timur. Belum banyak anak kampung Flobamora yang serius menekuni pekerjaan sebagai penjual gorengan, tahu, tempe, kripik pisang, singkong dan lainnya. Kalau penjual pisang atau ubikayu gelondongan, banyak.... sekali dan pasti orang kita. He-he-he...


Bagi masyarakat Pulau Flores, Adonara, Solor dan Lembata, pisang telah menjadi komoditi primadona dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir selain hasil perkebunan dan pertanian lainnya semisal kopi, vanili, kemiri, jambu mete, kakao, kelapa dan sebagainya. Sekarang ini kalau tuan dan puan masuk ke wilayah itu akan mudah berpapasan dengan dump truk yang mengangkut ribuan ton pisang. Pisang dari Pulau Flores dan sekitarnya biasanya keluar lewat dua pintu utama, yakni Pelabuhan L Say, Maumere di Kabupaten Sikka dan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.


Tujuan akhir perjalanan pisang Flores adalah Bali dan Surabaya, Jawa Timur. Apakah di sana namanya dikenal dengan pisang Flores? Oh jangan salah, kawan. Pisang asal Flores, tetapi kesohor sebagai pisang Bali. Sedih betul nasib pisang Flores... belum menjadi brand dagang. Maklumlah. Kehebatan petani Flores baru sebatas menjual pisang gelondongan. Apalagi masuk ke Pulau Dewata Bali yang namanya lebih populer ketimbang Indonesia.


Meskipun pisang menjadi komoditi yang menghasilkan duit, namum pola tanamnya masih bersifat tradisional. Tanaman tersebut ditanam secara sporadis di kebun milik petani. Belum ada usaha pisang secara besar-besaran di lokasi tertentu. Maka wajar jika sebanyak-banyaknya pisang dari Flores dan sekitarnya, belum bisa masuk pasaran ekspor. Produksi pisang Flores masih terbatas untuk kebutuhan lokal dan regional.


Tahun 2007 yang lalu di Ende pernah digalakkan tanaman pisang beranga yang terkenal enak itu.
Pemerintah setempat lewat Dinas Pertanian membudidayakan pisang beranga Kelimutu pada kawasan percontohan di dua desa seluas 10 ha yaitu Desa Wolokota, Kecamatan Ndona dan Desa Ndito, Kecamatan Detusoko. Peroncontohan itu diperluas lagi di 29 desa pesisir yang tersebar di sembilan kecamatan di Kabupaten Ende. Kesembilan kecamatan untuk perluasan lahan budi daya dimaksud adalah Ndona, Ndori, Lio Timur, Kotabaru, Wewaria, Maurole, Maukaro, Nangapanda, dan Kecamatan Ende. Sudah menjadi pengetahuan banyak orang kalau pisang Beranga Kelimutu asal Ende merupakan varietas unggulan nasional. Pisang jenis ini sangat diminati masyarakat setempat, karena buahnya memiliki keunggulan spesifik antara lain rasa manis yang khas tidak asam, dan aromanya wangi ketika dimakan. Pokoknya ingat Ende, ingat pisang beranga!


Bagaimana kelanjutan dan hasil dari program pengembangan pisang beranga itu sekarang, belum diumumkan lagi pemerintah Kabupaten Ende. Mudah-mudahan hasilnya memuaskan. Jangan sampai bahkan pemerintah sudah lupa dengan program yang sangat bagus tersebut. Mestinya setelah lima tahun, pisang beranga Kelimutu asal Ende sudah masuk pasar ekspor. Begitu idealnya.


Omong-omong soal pisang, orang Flores pasti bangga bukan main mendengar pujian dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Mari Eka Pangestu. “Saya beli pisangnya. Pisangnya enak dan manis,” begitu kata Ibu Menteri saat berdialog dengan penjual pisang di Pasar Wairloka, Maumere, Kabupaten Sikka hari Sabtu, 2 Juli 2011. Di hadapan para pedagang dan Bupati Sikka, Drs.Sosimus Mitang, Menteri Pedagangan mencicipi sebuah pisang masak. Para penjual pisang kagum menikmati spontantitas Ibu Mari. Pejabat tinggi negara makan pisang di tengah pasar merupakan momen yang manis dan langka bagi mereka.


Maklumlah. Jarang nian orang kita kalau sudah jadi pejabat mau masuk ke pasar-pasar. Takut baju dan celana mereka kotor berlepotan lumpur atau sepatu yang disemir licin bisa lecet lusuh. Mereka baru mau masuk ke pasar-pasar lagi dan sontak ramah dengan orang-orang kecil pada detik-detik menjelang pemilu demi mempertahankan kursi kekuasaan. Pasar adalah tempat menebar pesona jika mereka ada maunya. Bukan cuma pejabat kelas teri di daerah. Bahkan calon presiden di negeri ini pun memanfaatkan pasar untuk tebar pesona dan mengail dukungan suara.

Pasar adalah tempat di mana orang berkumpul. Orang dari segala lapisan. Pasar adalah isi perut. Pasar merupakan sumber napas kehidupan meski banyak orang yang punya kewenangan kerap menomorduakan pasar. (dionbata@yahoo.com)

Yang tak terpublikasikan Pos Kupang. Senin, 4 Juli 2011. Akhir perjalanan BETA?

Mgr. Kherubim Pareira: Berniat Mundur Saat Diakon

Uskup Edmund Woga (kiri) salami Uskup Kherubim
TAHUN 2011 ini sangat istimewa bagi Uskup Maumere, Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD. Ada tiga moment spesial baginya yaitu 50 hidup membiara, 40 tahun sebagai imam dan 25 tahun menjadi gembala umat dalam jabatan sebagai uskup.

Uskup Kherubim masuk novisiat Societas Verbi Divini (SVD) tahun 1961 sehingga tahun ini genap 50 tahun hidup membiara. Hari Senin tanggal 22 Agustus 2011, Uskup Kherubim merayakan panca windu imamatnya. Beliau ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 22 Agustus 1971 di Lela, Kabupaten Sikka.

Pada tahun ini juga Uskup Kherubim merayakan pesta peraknya sebagai uskup. Kherubim diangkat Paus Yohanes Paulus II sebagai Uskup Wetebula, Sumba tanggal 25 April 1986. Pada tanggal 19 Januari 2008, Mgr. Kherubim diangkat Paus Benediktus XVI sebagai Uskup Maumere.

Ziarah panjang itu bisa bertahan hanya karena penyelenggaraan Tuhan semata. “Ini semua karena penyelenggaraan Tuhan. Kalau mengandalkan diri sendiri, saya tidak bertahan. Tuhan yang menguatkanku,” demikian Mgr. Kherubim Pareira. Banyak yang tidak tahu kalau beliau pernah menghadapi cobaan berat untuk hidup selibat.

Setelah ditahbiskan menjadi diakon, Uskup Gerulfus Kherubim mengakui pernah mengajukan pengunduran diri. Namun, berkat dorongan pembinanya, beliau bisa bertahan dan benar-benar merasa matang ketika diangkat menjadi Uskup Weetebula tahun 1986.

Hidup selibat, kata Uskup Kherubim, tidaklah mudah. Terutama karena hidup yang dijalani itu diyakini banyak orang menyalahi kodrat manusia. “Selibat itu berat. Kalau kaul kemiskinan, kita terlahir dari keluarga yang biasa hidup sederhana. Kaul ketaatan, kita sudah diajarkan disiplin itu di seminari. Tapi kemurnian selibat, itulah yang paling berat,” ungkap Uskup Kherubim.
Lalu apa rahasianya? Uskup Kherubim menyebut tentang doa. Doa, kata Uskup Kherubim, merupakan sumber kekuatan untuk tetap bertahan dalam panggilan imamat.

“Dalam setiap persoalan, doa selalu mengembalikan kita pada jalan yang benar. Dalam doa, Tuhan selalu memberikan penerang untuk bisa memecahkan persoalan yang kita hadapi setiap hari,” katanya.
Spesialis Psikologi Pendidikan dan Pedagogik dari Universitas Kepausan Salesian Roma (1973- 1974) dan alumnus Universitas Kepausan Antonianum Roma (1974-1976) ini menambahkan, motto imamat: Tuhanlah Kekuatanku, Madahku dan Keselamatanku (Mzm. 118: 14) selalu menjadi lilin penerang jalannya. “Motto ini tetap jadi jiwa panggilan hidup saya,” ujarnya.

Ketika diangkat sebagai uskup di Sumba, Mgr. Kherubim memilih motto: Ut Omnes Unum Sint atau Supaya Semua Orang Bersatu (Yoh 17:21). Motto ini lahir dari kenyataan masyarakat Sumba yang beraneka ragam, baik dari segi budaya maupun agama. Uskup pertama di Pulau Sumba itu mengaku, kesulitan pada awal karya misi di Sumba yakni kuranngnya tenaga imam pribumi. Kekurangan imam ini membuat imam-imam bekerja ekstra. Satu orang imam bahkan harus melayani tiga paroki dalam bentangan wilayah yang sangat luas.

Kehadiran putera kelima pasangan Yulius Aloysius Pareira dan Ibu Elisabeth da Iku Pareira sungguh membawa perubahan bagi keberadaan seminari Sinar Buana Sumba. Uskup Kherubim mendorong lahirnya banyak calon imam pribumi. Selain itu, beliau mengirimkan calon-calon imam pribumi studi di Seminari Ritapiret, Maumere.

Usaha awal perjalanan misi di Sumba, kata Uskup Gerulfus Kherubim, yakni menguatkan kapasitas pelayan. Sebab pada waktu itu, jumlah imam projo hanya dua orang. Sedangkan paroki berjumlah 13 buah, dengan jumlah umat Katolik 42. 000 jiwa. Imam-imam redemtoris belum bisa mememehuni kebutuhan pelayanan bagi para umat
yang jumlahnya begitu banyak hingga ke Sumbawa Besar. Untuk memenuhi pelayanan di paroki, Uskup Kherubim mendapat dukungan imam-imam Serikat Sabda Allah (SVD).

Jumlah umat di Keuskupan Weetabula selepas Uskup Kherubim pada tahun 2008 sebanyak 153.000 jiwa. Perkembangan itu sejalan dengan suburnya panggilan imamat di sana yang semakin hari semakin bertambah. Uskup Gerulfus juga telah mengundang banyak tarekat religius wanita dan laki-laki, yakni ADM, CSSR, CIJ, SVD, SDB, OCD, PRR, Alma dan berbagai tarekat yang lainnya untuk berkarya di Sumba. Kehadiran beberapa tarekat religius telah mendukung pelayanan imam-imam redemtoris yang sudah lebih awal berkarya di Sumba.

Sebagai seorang guru, Uskup Kherubim mengenang sejumlah orang penting hasil didikannya puluhan tahun lalu seperti Benny K Harman (anggota DPR RI), Joni Plate (pengusaha sukses di Jakarta),Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr, Uskup Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr, Romo Sipri Hormat di Ritapiret, Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula. Didikan ketat di seminar Kisol, kata Uskup Kherubim, telah membentuk lulusannya sebagai manusia yang mandiri dan sukses dalam berbagai lapangan hidup.

Moment pancawindu imamatnya tahun ini, kata Mgr. Kherubim, merupakan kesempatan bersyukur karena bisa melalui beratnya pelayanan sebagai uskup dan imam. Beliau juga bersyukur dan berterima kasih terhadap orang-orang yang menyertai perjalanannya sebagai imam dan uskup selama puluhan tahun. (feliks janggu)


Data Diri
N am a : Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD
Tempat/ Tanggal Lahir : Lela, 26 September 1941
Pendidikan Terakhir : Licientiat Filsafat dengan Spesialisasi Pedagogik
Pekerjaan: Uskup Weetebula (1986-2008), Uskup Maumere (2008-sekarang)

Data Keluarga
Nama Ayah : Yulius Aloysius Pareira ( meninggal tahun 1963 )
Pekerjaan Terakhir : Penilik Sekolah Dasar Wilayah II Flotim
Nama Ibu : Elisabeth da Iku Parera ( meninggal tahun 1999)
Pekerjaan Terakhir : Ibu Rumah Tangga
Saudara Kandung : Ada 15 bersaudara dari Bapak dan Ibu yang sama. Tiga orang meninggal waktu masih bayi (2 perempuan dan 1 laki-laki), 12 orang hidup sampai dewasa/berkeluarga : 7
orang laki-laki ( 1 meninggla thn 2004) dan 5 orang perempuan (1 orang meninggal
tahun 2002). Uskup Kherubim anak ke 6 dari 15 bersaudara atau anak ke 5 dari 12 bersaudara.

Data Pendidikan
SD : Kelas 1 : ALS di Maumere, 1947-1948
Kelas 1-2 : ALS (Algemene Largere School) di Ende, 1948-1950
Kelas 3-5 : SR (SD) K Lela I : 1950-1953
Kelas 6 : SR Larantuka I : 1953-1954
SMP : SMP Seminari San Dominggo Hokeng, 1954-1957
SMA : SMA Seminari St. Yohanes Berchmans Mataloko, 1957-1961
Novisiat SVD Ledarero, Maumere : 1961-1963
Kaul I : di Ledarero tanggal 20 Agustus 1963
Studi Filsafat di Seminari Tinggi St. Paulus Ledarero, 1963-1965.
TOP ( Tahun Orientasi Pastoral )di Seminari Pius XII Kisol, 1965-1967
Studi Theologi di Seminari Tinggi Ledarero, 1967-1971

KAUL KEKAL : Di Ledalero 8 Desember 1970
Ditahbiskan Imam 22 Agustus 1971 di Lela
Melanjutkan studi di Roma pada Universitas Kepausan Salesian 1973-1974,
Universitas Kepausan Antonianum, 1974-1976. Dalam bidang Psikologi pendidikan
dan Pedagogik

Pekerjaan/Tugas
Pengajar dan pendidik di SMP Seminari Menengah Pius XII Kisol, 1972-1973
Pengajar dan Pendidik si SMA Seminari Pius XII Kisol, 1977-1981
Dosen pada APK Ruteng ( Akademi Pendidik Katekis) 1981-1986

Jabatan
Pembantu Prefek SMP Seminari Pius XII Kisol, 1972-1973
Prefek SMA Seminari Pius XII Kisol, 1977-1978
Rektor dan Direktur Seminari Menengah Pius XII Kisol, 1978-1981
Wakil Provinsial SVD Ruteng, 1978-1982
Direktur APK Ruteng, 1981-1982
Provinsial SVD Ruteng, 1982-1986
Uskup Weetebula : diangkat menjadi Uskup oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1986, ditahbiskan 25 April 1986.
Uskup Maumere : Diangkat Oleh Paus Benediktus XVI, 19 Januari 2008

Jabatan di KWI ( Konferensi Wali Gereja Indonesia)
a. Anggota Dewan Moneter KWI, 1988-sekarang
b. Bendahara KWI/ Ketua Dewan Moneter KWI, 1994-2000
c. Bendahara KWI/ Ketua Dewan Moneter KWI 2006-

Motto Imamat : Tuhanlah kekuatanku, madahku dan keselamatanku (Mzm. 118:14).
Motto Uskup : Ut Omnes Unum Sint = Supaya Semua Orang Bersatu (Yoh . 17:21)

Harian FloresStar Minggu, 21 Agustus 2011 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes