Inong

CANTIK, wangi dan kaya. Ke mana-mana mengendarai mobil mewah Ferrari. Dia bisa bergonta-ganti mobil Ferrari kapan pun dia mau karena koleksinya lebih dari satu. Jika bosan naik Ferrari dia akan memilih jenis mobil mewah lainnya. Toh dia punya segalanya. Hidupnya sungguh bergelimang harta.

Tidak ada yang aneh dengan gaya hidup Inong Malinda alias Malinda Dee tersebut. Benar bahwa sebagian besar rakyat Indonesia tergolong papa, tetapi orang Indonesia yang kaya raya dan memilih cara hidup seperti Malinda juga banyak. Saban tahun Majalah Forbes selalu merilis lebih dari 50 warga Indonesia masuk dalam jajaran orang terkaya di dunia.

Bedanya Malinda Dee (47) diduga mendapatkan kekayaan dengan cara haram. Karyawati senior Citibank itu menggarong uang nasabah senilai Rp 17 miliar! Sejak pekan lalu perempuan berparas ayu dengan belahan dada yang bikin iri artis Julia Perez tersebut ditahan polisi. Dia berurusan dengan proses hukum yang berpeluang menghantarnya ke balik jeruji besi. Sudah ada bukti permulaan yang cukup bahwa Malinda Dee memang mengambil uang nasabah Citibank untuk memperkaya diri. Modus yang ditempuh Malinda adalah memindahkan dana nasabah ke beberapa perusahaan.

Terkuaknya kasus Malinda Dee mempertegas fakta tentang kejahatan perbankan yang sulit dibasmi. Dari waktu ke waktu ada saja karyawan-karyawati bank yang menyalahgunakan wewenang dan tanggung jawabnya. Sebagai orang dalam mereka tahu betul bagaimana memanfaatkan celah untuk mencuri. Hasil survai menunjukkan, pembobolan bank di Indonesia dominan dilakukan oleh orang dalam, bekerja sama dengan orang dalam atau pelakunya mantan orang dalam. Hanya kurang dari 5 persen dilakukan pihak luar memanfaatkan kelemahan sistem keamanan perbankan.

Hampir semua bank di Indonesia pernah mengalami pembobolan dana oleh orang dalam. Harian Kompas mencatat delapan kasus besar terjadi sejak tahun 2009 dengan total dana yang dirampok lebih dari Rp 270 miliar. Pembobolan terbesar terjadi tanggal 4 Februari 2009 di Bank Mandiri, Jelambar, Jakarta Barat. Cek milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp 200 miliar dipindahkan ke deposito berjangka tiga bulan. Dalam kasus ini Kepala Cabang Bank Mandiri, Jelambar jadi tersangka. Pembobolan oleh Malinda Dee yang terungkap akhir Maret 2011 merupakan kasus ketiga terbesar dalam empat tahun terakhir (Kompas, 31 Maret 2011 hal 1).

Jauh sebelum Malinda Dee beraksi di Jakarta, kasus serupa sudah menghebohkan beranda Flobamora. Enam tahun lalu Kota Kupang geger saat seorang karyawati bank berparas ayu ketahuan mencuri uang nasabah. Dia pun masuk penjara. Hal yang sama terjadi di Kalabahi, Kabupaten Alor. Karyawati bank milik pemerintah melarikan uang nasabah miliaran rupiah.

Begitulah kalau orang gagal mengendalikan diri terkait dengan uang. Kata orang bijak, sifat uang itu hanya dua: kurang dan selalu ingin pergi. Uang selalu ingin pergi dari dompet, dari rekening, dari kartu kredit untuk memuaskan hasrat primitif manusia yaitu belanja. Tidak penting apakah belanja itu atas nama keinginan semata atau benar-benar karena kebutuhan. Bersamaan dengan itu uang hanya mengenal kata kurang. Orang tak pernah mengaku kelebihan uang. Kalau kurang uang, banyak!

Kejahatan oleh orang dalam ibarat tikus yang hidup di dalam rumah atau gedung. Rumah mewah sekalipun tak mungkin luput dari hewan mamalia tersebut. Dia akan selalu bersama dengan penghuni rumah. Jika penghuni lengah si tikus akan mencuri makanan, menggigit kasur, bantal atau pakaian. Itulah hukum alam. Hukum yang menuntut agar manusia senantiasa waspada. Tikus mengingatkan pemilik rumah atau gedung tidak membiarkan segala sesuatu berjalan tanpa kontrol.

Nah, lembaga mana pun perlu menyadari adanya fenomena tikus. Kejahatan perbankan akibat ulah orang dalam bisa terjadi pada lembaga keuangan lainnya atau perusahaan swasta. Jangan sekali-kali percaya bahwa karyawan-karyawati semuanya orang baik dan jujur. Di antara mereka pasti ada yang berkelakuan buruk. Menurut teori kejahatan, penyalahgunaan keuangan terjadi tidak semata karena adanya niat. Jika ada peluang dan kesempatan, orang baik pun bakal tergoda. Prinsipnya tidak ada malaikat di dunia fana ini, sehingga kemungkinan terjadi pencurian uang harus dikunci lewat alat kontrol yang terukur.

Omong-omong soal orang dalam, terminologi ini merupakan warisan Orde Baru. Orang dalam adalah mereka yang memiliki hak istimewa, kesempatan spesial dan peluang emas. Untuk jadi pegawai di suatu instansi, misalnya, peran orang dalam amat menentukan. Jika tuan dan puan tidak punya koneksi dengan orang dalam, jangan harap akan mudah meraih kesempatan kerja. Orang dalam merupakan tokoh kunci. Maka banyak memo atau titipan diberikan kepada orang dalam. Memo itu tidak gratis. Rupa-rupa namanya. Bisa disebut uang terima kasih, uang transport, uang rokok dan sebagainya.

Apakah di zaman ini orang dalam sudah sirna? Aih, jangan salah bro. Orang dalam masa kini menyembul dalam rupa berbeda tetapi tabiatnya masih sama dan sebangun. Ada beberapa kelompok orang dalam yang berbiak di era Reformasi. Sebagai misal, orang dalam yang populer disapa pembisik. Mereka masuk lingkaran dalam kekuasaan. Setiap saat mereka berkesempatan untuk memberi masukan kepada si Bos. Bisikan-bisikan mereka lebih didengar ketimbang bisikan dari orang yang secara formal memang bertanggung jawab soal itu. Pertimbangan dari pembisik lebih mempengaruhi si Bos dalam mengambil keputusan.

Di lingkungan pemerintah, orang dalam masih bertualang bebas. Seorang teman, birokrat tulen dan sarat pengalaman sebagai pamong praja membocorkan rahasia kepada beta belum lama berselang. Menurut dia, dalam proses rekruitmen calon pegawai negeri sipil daerah (CPNSD), yang punya kuasa dan wewenang akan mengatur sedemikian rupa agar formasi itu sesuai dengan latar belakang pendidikan anak atau anggota keluarganya. Cara itu dibalut dengan manis dan rapi sebagai kebutuhan daerah setempat.

Masyarakat umum tak banyak tahu kalau itu cuma akal-akalan orang dalam agar anggota keluarganya bisa masuk. Jadi, tidak penting formasi pegawai disesuaikan dengan kebutuhan riil daerah. Maka tuan dan puan tak perlu heran bila CPNSD yang ahli rancang bangun pesawat, misalnya, justru ditempatkan di Dinas Perkebunan. He-he-he... Bangsa kita terkenal piawai mengutak-atik urusan semacam begini.

Apakah bocoran dari kawan birokrat tadi benar adanya, silakan tuan dan puan telusuri sendiri. Beta sekadar membagi cerita. Jika benar maka sangat disayangkan karena penerimaan pegawai tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Penerimaan pegawai negeri sekadar memenuhi kepentingan orang atau kelompok tertentu.

Fenomena orang dalam juga kasat mata terjadi dalam alokasi proyek pembangunan setiap tahun anggaran. Kontraktor yang masuk kelompok orang dalam atau lingkaran dalam so pasti memiliki peluang lebih besar untuk menang tender.Keributan dalam tender proyek di berbagai daerah di NTT mencerminkan indikasi tersebut benar. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang, Senin 11 April 2011 halaman 1

Baca

AKU telah mencari ketenangan di mana-mana dan tidak di suatu tempat pun aku menemukannya kecuali di sebuah sudut kecil dengan membaca buku. Bagi seorang Thomas â Kempis ketenangan justru hanya diperolehnya lewat jalan membaca! Bagaimana dengan tuan dan puan?

Thomas â Kempis (1379-1471) adalah seorang mistikus Kristen terkenal dari Abad Pertengahan. Nama aslinya Thomas Hemerken. Ia lahir di Kempen, dekat kota Koln-Jerman. Thomas memiliki banyak karya tulis namun yang paling terkenal adalah karya klasiknya tentang Mengikuti Jejak Kristus sebanyak empat jilid yang pada akhir abad ke-15 mengalami 99 kali cetak ulang (wikipedia).

Jika pengalaman batin Thomas â Kempis tersebut dipakai untuk melihat minat baca anak zaman ini agaknya kita segera tahu kian langka saja orang seperti Thomas. Coba tuan dan puan perhatikan seseorang atau sekelompok orang kita yang sedang menunggu di halte, terminal bus, pelabuhan atau bandara. Tidak banyak orang yang membaca buku, majalah atau koran. Yang paling umum adalah duduk melamun, mengobrol, menonton televisi atau mengutak-atik telepon genggam.

Coba lakukan survai ala kadarnya di berbagai tempat umum di Kota Kupang. Tuan dan puan akan menemukan pengelola fasilitas publik yang sangat sadar televisi. Kotak ajaib itu pasti ada di lobi hotel, salon, apotek, rumah makan, terminal bus, bandara atau pelabuhan. Tetapi tidak banyak fasilitas umum yang menyiapkan majalah atau koran. Kalaupun ada majalah dan koran, dominan edisi lama. Mereka siapkan seadanya.
Belum menjadi komitmen pengelola untuk memberikan yang terbaik kepada para tamu atau pengunjung.

Nah, jangan tanya lagi soal buku. Belum ada di kota Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini yang mentradisikan buku sebagai bagian dari servis bagi tamu. Buku masih dianggap barang mahal dan tempatnya ada di toko buku, perpustakaan sekolah, universitas, kantor atau lembaga swadaya masyarakat. Padahal perpustakaan mini mestinya bisa disajikan di mana saja pada tempat yang sepantasnya. Tidak perlu mewah.

Indah nian bila Kupang atau kota lain di NTT mau dikenal sebagai kota buku pertama di Indonesia. Buku mudah diperoleh di banyak tempat. Maklum dalam hal minat baca buku, kondisi Indonesia sangat menyedihkan. Dua tahun lalu UNDP melakukan penelitian di 41 negara Asia dan Afrika tentang minat baca. Mau tahu posisi Indonesia? Kita di urutan ke-39.
Gawat! Data terbaru dirilis UNESCO bulan Januari 2011. Hasil survai organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan minat baca masyarakat terendah di Asia Tenggara (ASEAN).

Beta ingat beberapa tahun lalu penyair terkemuka Indonesia, Taufik Ismail, membeberkan fakta miris. Menurut Taufik, rata-rata buku (karya sastra) yang dibaca siswa sekolah di Indonesia nol setiap tahun. Dia membandingkan siswa di Amerika Serikat rata-rata membaca 32 buku setahun. Di Singapura, 12 buku per tahun. Bayangkan siswa yang pergumulan utamanya tentang buku dan pelajaran, tidak pernah baca buku. Bagaimana dengan jutaan manusia Indonesia yang bukan siswa? Silakan elus dada.

Apakah tuan pernah mendengar para pemimpin di beranda Flobamora fasih omong soal baca buku atau sungguh-sungguh memberi contoh tentang gemar baca buku? Kalau bersilat lidah soal APBD atau trik politik pemilu kada, semua jagoan. Semua hebat-hebat dan cerdas. He-he-he... Jadi, kalau ada pemimpin atau calon pemimpin di kampung besar NTT punya ide gila guna menumbuhkan minat baca masyarakat patut diapresiasi dengan baik.

Ikhwal manfaat membaca tuan dan puan tentu punya rumusan masing-masing. Izinkan beta mengutip manfaat baca bagi kesehatan seperti dilansir Lifemojo dan dipublikasikan detik.com, Sabtu (12/3/2011). Pertama, melatih otak. Keuntungan membaca buku adalah mengasah otak, menjaga otak agar selalu menjalankan fungsinya secara sempurna. Saat membaca, otak dituntut berpikir lebih sehingga orang semakin cerdas.

Kedua, meringankan stres. Stres adalah faktor risiko dari beberapa penyakit berbahaya. Keindahan bahasa dalam tulisan dapat menenangkan pikiran dan mengurangi stres, terutama membaca buku fiksi sebelum tidur. Ketiga, menjauhkan risiko penyakit alzheimer. Membaca meningkatkan daya ikat otak. Ketika membaca otak akan dirangsang secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan latihan otak seperti membaca buku atau majalah, bermain teka-teki silang, sudoku dan lain-lain dapat menunda atau mencegah kehilangan memori. Menurut para peneliti, kegiatan ini merangsang sel-sel otak dapat terhubung dan tumbuh.

Keempat, mengembangkan pola tidur yang sehat. Kebiasaan membaca sebelum tidur itu bertindak sebagai alarm bagi tubuh. Dia mengirimkan sinyal bahwa sudah waktunya tidur. Ini akan membantu kita mendapatkan tidur nyenyak dan bangun segar di pagi hari. Kelima, meningkatkan konsentrasi. Orang yang suka membaca akan memiliki otak yang lebih konsentrasi dan fokus. Tak mudah pikun. Jadi sebaiknya jangan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton televisi atau bermain game
komputer tetapi luangkan waktu lebih lama untuk baca buku, majalah atau surat kabar.

Kata orang bijak, sahabat yang tidak pernah mengecewakan adalah buku. Buku bisa tuan bawa ke manapun pergi. Seorang teman yang gemar membaca dengan usil melukiskan perasaannya begini: "Membaca bagiku adalah relaksasi, menulis adalah masturbasi, tulisanku menginspirasi adalah ejakulasi." Kawan lain menimpali, "Setiap kali aku membuka sebuah buku, aku menguak sepetak langit. Dan, jika aku membaca sederetan kalimat baru, aku lebih banyak tahu dibandingkan sebelumnya." Selamat membaca! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang, Senin 4 April 2011 halaman 1

Ro'a

BUKAN walangsangit bukan kakatua. Bukan pipit pun belalang kumbara. Bukan celeng atau wereng. Jika tuan pergi ke ladang-ladang petani Flores sekarang segera saja menemukan hama baru. Namanya ro'a!

Ro'a menurut salah satu bahasa lokal Flores artinya kera alias monyet. Dulu monyet hidup berkoloni di rimba hutan, di ranting rerimbunan pohon, di gunung nan sunyi. Kini ro'a bahkan berkeliaran bebas di sudut kampung, di tengah pemukiman penduduk serta di pinggir jalan raya yang padat lalu lintas kendaraan bermesin.

Ro'a sejak lama menjadi mimpi buruk bagi petani seperti Agustinus Muwa, Bernadus Nggala, Ignas Weri, Markus Rasi, Maria Londa, Margaretha Pia dan Yohana Daba. Mereka letih melawan ro'a. Tak berdaya menghadapi serbuan monyet dari berbagai arah. Serbuan itu bisa datang kapan saja. Sejak fajar menyingsing hingga mentari kembali ke peraduannya.





Hampir semua jenis tanaman petani tidak luput dari amukan kera. Mulai dari palawija, ubi-ubian, buah-buahan hingga komoditi perdagangan bernilai ekonomis tinggi seperti kakao dan kopi.

Populasi monyet di Pulau Flores diperkirakan telah meningkat tiga sampai empat kali lipat dalam dua puluh tahun terakhir. Mereka beranak-pinak tanpa kendali. Populasi ro'a yang melesat tidak ditopang dengan ketersediaan pangan yang cukup di belantara. Sebagai hewan yang konon mudah beradaptasi, ro'a pun sangat lentur menyesuaikan selera makan dan minumnya. Menurut pengakuan para petani, makanan yang dulu tidak lazim bagi kera sekarang malah jadi biasa.

Tanaman jagung, misalnya, pada masa lalu baru dilirik ro'a tatkala jagung berbulir dan siap dipanen. Kini anakan jagung yang baru saja bertumbuh telah menjadi incaran ro'a. Mereka makan daunnya. Jika sudah kenyang anakan yang lain dicabut lalu dibiarkan berserakan.

Dalam keadaan demikian para petani harus berjaga-jaga sepanjang waktu, yakni sejak benih jagung ditanam hingga masa panen. Energi petani sangat tersita untuk mengatasi hama berekor yang menurut para ilmuwan masih `satu garis keturunan' dengan manusia tersebut. Ketika bertemu Ignas, Maria, Bernadus dan Yohana yang pucat dan kurusan, beta coba menebak musababnya. Mereka kurang istirahat. Selain melawan anomali iklim, mereka harus berhadapan dengan serangan hama kera dan hama jenis lainnya.

Singkong atau ubi kayu dicabut ro'a sebelum waktu panen. Jangan tanya lagi kalau pisang. Pisang merupakan salah satu makanan kesukaan kaum ro'a sejak zaman baheula. Di sejumlah wilayah di Flores kelapa pun jadi incaran kera.

Buah kakao dari jauh kelihatan bernas berisi. Saat didekati tinggal kulit pembalut. Isinya sudah dikuras habis. Monyet mengisap buah kakao. Demikian pula dengan kopi. Biji kopi luruh sebelum waktunya. Kawanan kera mengisap biji kopi lalu membuang isinya yang belum matang.

Menurut pengakuan Agus Muwa, hanya tanaman cengkeh yang relatif aman dari serbuan ro'a. Mungkin aroma cengkeh yang harum tidak menyenangkan bagi hewan bermuka buruk itu. Cengkeh terselamatkan karena aromanya mungkin membuat ro'a pusing kepala.

Para petani menduga populasi kera di Flores meningkat pesat bersamaan dengan wabah penyakit rabies sejak tahun 1997 yang telah menelan korban jiwa lebih dari 300 ratus orang. Anjing termasuk hewan penebar virus rabies (HPR). Salah satu solusi menekan rabies adalah eliminasi. Nah, anjing yang merupakan sahabat petani dalam menjaga kebun ramai-ramai dibantai sehingga jumlahnya menyusut drastis. Dewasa ini sulit menemukan anjing pemburu yang andal menghadapi hama kera, celeng dan lainnya.

Selain itu terjadi pergeseran cara bertani. Petani zaman ini tidak terbiasa lagi berburu. Dulu teman petani saat ke ladang adalah parang, busur, anak panah dan tombak. Sekarang kawan petani justru telepon genggam. Dulu tangan petani piawai melepaskan anak panah menuju titik bidikan. Kini jemari petani lebih lentur memainkan tuts hp.

Tak ada yang salah dengan itu karena zaman berubah. Sedihnya perubahan tidak direspons dengan cerdas.


Di masa beta kecil, petani ramai-ramai membuka ladang pada satu kawasan sehingga mereka bisa bekerja dalam tim membasmi hama mulai dari celeng, wereng, walangsangit hingga pipit. Sekarang ini petani di kampung buka ladang sendiri-sendiri. Dalam kesendiriaan mana mungkin mampu menahan serbuan ro'a dari delapan penjuru angin? Solidaritas para petani merenggang.

Hal lain adalah tenaga produktif di kampung semakin menciut karena orang kita doyan merantau.Penghuni kampung dominan para lansia, anak-anak dan wanita. Program membangun desa sejak era Orde Baru hingga era Reformasi bisa dilukiskan gagal total menciptakan kelas menengah baru di kampung yang dibutuhkan sebagai motor penggerak menuju peri kehidupan yang lebih baik. Model pembangunan ini negeri masih sama dan sebangun. Kota tetaplah primadona. Kota merupakan magnet sehingga orang berlomba ke sana . Tak lagi peduli urus ladang dan sawah. Jadi kalau krisis pangan melanda kita tak perlu heran. Krisis pangan akan makin parah hari-hari mendatang.

Kera telah menjadi hama di Flores , apakah hal ini sudah menjadi perhatian Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan setempat? Apakah mereka sudah memiliki program pemberantasan hama kera guna membantu petani? Beta tidak begitu yakin dengan itu. Mereka masih tidur, kawan!

Apakah fenomena ro'a menjadi obyek penelitian serius kaum cerdik pandai di beranda Flobamora? Sorry bro. mereka lebih doyan membahas pemilukada. He-he-he.

Seorang kawan yang pulang kampung setelah meraih sarjana menganjurkan begini. Perlu dihidupkan segera wisata kuliner khusus daging kera. Konon daging kera itu nikmat tak kepalang jika diolah dengan baik. Bisa diolah macam-macam. Misalnya diasapkan menjadi daging se'i.

Tuan dan puan, mari kita coba berandai-andai. Jika selera makan anak NTT terhadap kera meningkat, restoran ro'a niscaya laris manis. Ro'a yang semula hama akan bernilai ekonomis tinggi. Misalnya, satu ekor kera jantan tambun dihargai Rp 300 sampai 400 ribu per ekor (setara harga anjing), niscaya orang akan berlomba menangkap kera hidup. Lama-lama kelamaan akan terjadi keseimbangan ekosistem. Populasi kera lebih terkendali. Dan, si buruk muka itu tak lagi menjadi mimpi buruk petani kita. Salam ro'a. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 28 Maret 2011 halaman 1

Celana Dalam

DANI, Nur Cholis, Rino, Naban, Akhyar dan rekan-rekannya pagi itu duduk manis di tribun utara ruang sidang DPRD Bekasi. Sekelompok anak muda itu diundang guna mengikuti sidang paripurna peringatan HUT ke-14 Kota Bekasi.

Sidang paripurna yang dibuka Ketua DPRD Kota Bekasi, Azhar Laena, awalnya berjalan tertib. Sepuluh menit berlalu Nur Cholis dkk bikin kejutan. Dari balkon gedung DPRD mereka melemparkan puluhan lembar celana dalam pria dan wanita serta BH alias kutang.

Busana aneka warna yang fungsinya menutup ruang privat manusia itu beterbangan, melayang, berputar-putar lalu jatuh berhamburan tepat di hadapan pejabat teras Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kota Bekasi dan pimpinan Dewan.





Insiden celana dalam dan BH praktis menginterupsi jalannya sidang hari Kamis, 10 Maret 2011. Suasana gaduh. Sidang makin tak terkendali saat anak-anak muda tersebut berorasi. Mereka menghujat Dewan dan pejabat pemerintah.

Aparat polisi pamong praja (Pol PP) dan Polri bergerak. Menciduk dan menahan Nur Cholis dkk dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) Bekasi. Sidang paripurna diskors selama 15 menit. Memberi kesempatan kepada anggota Dewan dan pejabat pemerintah memenangkan diri.

"Pakaian dalam itu adalah visualisasi bahwa eksekutif dan legislatif Kota Bekasi bencong karena tidak tegas. Misalnya, masalah APBD 2011 yang sampai saat ini belum disahkan," ujar Ketua KAMMI Bekasi, Nur Cholis saat diperiksa di Kantor Polresta Bekasi. Setelah sekian jam ditahan polisi, Nur Cholis dan keempat rekannya dibebaskan dari tahanan. Mereka berlima mengalami luka-luka saat diciduk aparat Pol PP dan polisi.

"Pelemparan kutang dan celana dalam itu simbol keprihatinan kami agar anggota Dewan lebih jantan," kata Humas KAMMI Bekasi, Joko Purnomo. KAMMI menilai molornya pembahasan APBD terkait ngototnya pemerintah membangun gedung sepuluh lantai untuk dinas-dinas yang kurang disetujui DPRD Bekasi. "Selain itu, ada fee dua persen bagi setiap anggota Dewan terkait APBD," tambah Joko.

Ternyata generasi twitter dan facebook pun masih doyan menggunakan simbol primitif saat berdemonstrasi. Celana dalam dan kutang mereka maknai sebagai simbol tidak jantan, tidak tegas dan dikaitkan dengan bencong. Ini sungguh makna bias gender bukan? Siapa bilang bencong tidak tegas? Tidak tegas dalam hal apa? Tapi begitulah. Pakaian dalam manusia di ini negeri masih saja dimaknai secara salah kaprah.

Dulu sikap tidak tegas atau ragu-ragu kerap ditautkan dengan perempuan. Jangan salah bro. Sudah terbukti dalam sejarah dunia perempuan pemimpin lebih berani, lebih tegas dan lebih konsisten dibandingkan laki-laki. Bahkan banyak penelitian membuktikan kaum perempuan lebih cerdas dan daya tahan fisiknya lebih kuat dibanding kaum pria. Tuan dan puan berani membantah fakta ini?

Mempertontonkan pakaian dalam di depan umum jelas tidak etis. Melanggar sopan santun yang berlaku umum. Jika itu dipakai sebagai alat saat berdemonstrasi, maka maknanya untuk mengingatkan seseorang atau sekelompok orang agar tunjukkan rasa malu. Dalam kasus di Bekasi, Nur Cholis cs menitipkan pesan bagi anggota Dewan dan pejabat pemerintah kota itu mestinya malu karena terlambat menetapkan APBD tahun 2011. Rasa malu memang makin mahal di negeri kita. Mereka yang mendapat mandat atau kepercayaan dari rakyat untuk mengurus kepentingan publik tidak malu menunjukkan kepongahan dan kelalaiannya.

Kota Bekasi itu letaknya persis di depan hidung Jakarta, Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kok kenyataannya mirip dengan beberapa daerah di beranda Flobamora ya? Legislatif dan eksekutif begitu lama bersidang untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2011. Sidang berkali-kali tapi gagal ambil keputusan. Padahal mereka tahu bahwa telat menetapkan APBD itu dampaknya tidak sedikit.

Omong-omong, misalnya di kampung besar Nusa Tenggara Timur mendadak muncul kelompok orang muda yang latah menerbangkan celana dalam dan kutang di gedung Dewan, kira-kira gedung Dewan mana yang layak dan pantas? Maaf beta tak bermaksud memprovokasi. Beta sekadar bertanya. Toh bertanya begini belum dilarang kan? Ha-ha-ha.

Menurut penilaian seorang teman yang dulu suka turun ke jalan memimpin demo, anak muda Flobamora sekarang mungkin sudah mulai bosan menyampaikan aspirasi lewat demonstrasi. Kalau APBD terlambat ditetapkan mereka diam-diam saja alias malas tahu.

Mungkin mereka anggap APBD bukan isu yang seksi sebagai bahan demonstrasi ke gedung Dewan. Mungkin mereka merasa lebih santun dengan berbisik saja. Tak apalah. Toh banyak jalan ke Roma. Banyak cara menyampaikan aspirasi. Demo hanya salah satu cara. Begitulah. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang, Senin 14 Maret 2011 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes