Hansi Flick |
Petualangan Les Parisiens di Liga Champions musim 2019-2020 berakhir sudah.
Trio MNM, Maria, Neymar, Mbappe belum membantu Paris Saint-Germain (PSG) menggenggam trofi Liga Champions Eropa pertama.
Mereka baru sampai di babak final perdana.
Neymar menangis dalam pelukan David Alaba. Mata Mbbape dan Di Maria sembap.
Pelatih Thomas Tuchel yang kakinya bertopang tongkat berusaha tabah dan menghibur tim asuhannya.
Singgasana terhormat milik Bayern Muenchen.
Die Rotten menang tipis 1-0 berkat gol tandukan anak Prancis yang dibiarkan pergi oleh PSG ke Juventus 2014 lalu berlabuh di Allianz Arena Munich 2017, Kingsley Coman.
Penampilan PSG sesungguhnya luar biasa. Bertarung spartan selama 90 menit. Selama 45 menit pertama membuat Munich kedodoran.
Bahkan pada masa injury time hampir saja menyamakan kedudukan lewat aksi Neymar.
Lalu apa rahasia sukses Bayern di Stadion da Luz, Lisbon, Portugal, Minggu 23 Agustus 2020?
Resepnya simpel. Tim asuhan Hansi Flick mampu menghentikan aksi impresif trio MNM.
Angel Di Maria, Neymar dan Kylian Mbappe adalah trio maut yang sukses besar dalam 10 laga PSG sebelummya.
Tapi malam itu di Lisbon mereka gagal memanfaatkan celah di lini belakang FC Hollywood.
Lini belakang Bayern sempat kalang kabut membendung pergerakan Mbappe, Neymar dan Di Maria.
Malah kian mencemaskan ketika Jerome Boateng yang kurang fit harus tinggalkan lapangan diganti Niklas Sule pada paruh babak pertama.
Beruntung ketika bahaya datang, Flick punya pilar terakhir bernama Manuel Neuer yang malam itu trengginas di bawah mistar.
Ketenangan dan reaksi apiknya menggagalkan percobaan pembunuhan dari Mbappe, Neymar dan Di Maria.
Neuer menghadang peluang Neymar di awal laga, menghentikan tembakan Mbappe jelang turun minum serta menghalau penyelesaian Marquinhos dari kesempatan yang diciptakan sayap kreatif Argentina, Angel Di Maria.
Serangan bergelombang PSG memaksa penyerang Bayern, Robert Lewandowski berkali-kali tinggalkan posnya untuk membantu rekannya menggalang pertahanan demi membendung serangan bertubi PSG.
Kerja kolektif itu mengantarkan Bayern meraih trofi Liga Champions keenam sekaligus kali kedua mengoleksi trigelar setelah 2013.
Musim ini Die Bavaria sudah menjuarai Bundesliga Jerman dan Piala DFB Pokal.
Resep mujarab Flick lainnya adalah keputusannya memainkan Kingsley Coman sejak menit pertama.
Padahal Coman biasanya duduk manis dulu di bangku cadangan. Perannya selama ini adalah pemain pengganti.
Semenjak kompetisi bergulir lagi di tengah kepungan pandemi Covid-19, Flick lebih banyak menurunkan Ivan Perisic sebagai pilihan utama mengisi sektor sayap kiri serangan Bayeran, termasuk dalam tiga laga menuju final di Lisbon.
Namun, Flick melihat fisik Perisic sungguh letih setelah melakoni pertandingan padat sejak babak perempatfinal.
Lirikannya menuju Coman. Keputusan tersebut terbukti mujarab.
Berkali-kali Coman merangsek lincah dari sayap kiri mengancam jantung pertahanan PSG.
Aksi tanpa bebannya bikin Thilo Kehrer, Thiago Silva, Presnel Kimpembe, Juan Bernat dan Ander Herrera harus kerja keras menghalau bola.
Coman pula yang menanduk umpan lambung terukur kiriman Joshua Kimmich ke gawang Keylor Navas demi membawa Bayern memimpin menit ke-59 dan mempertahankan keunggulan hingga peluit panjang wasit berdering.
Menciptakan Perubahan
Hans-Dieter Flick atau karib disapa Hansi Flick kini dikenang sebagai manajer sepak bola profesional Jerman yang luar biasa.
Dia menciptakan perubahan dashyat di tubuh Bayern Munich yang terpaksa memecat Pelatih Niko Kovac di tengah musim 2019-2020 karena prestasi melorot.
Asisten pelatih timnas Jerman di bawah Joachim Loew (2006-2014) ini memberikan tiga trofi bergengsi bagi Die Rotten.
Ayah dua anak kelahiran Heidelberg, Jerman 24 Februari 1965 tersebut, hanya dalam waktu 10 bulan, sejak November 2019, berubah dari pelatih sementara menjadi pelatih yang memimpin Bayern menjuarai Bundesliga, Piala Jerman dan mengangkat trofi Liga Champions.
Bayern sungguh terpuruk pada awal musim di bawah kepelatihan Niko Kovac.
Kiprahnya di Liga Champions musim lalu pun memilukan.
Bayern terhenti di babak 16 besar setelah kalah 1-3 melawan Liverpool di hadapan pendukungnya sendiri, Stadion Allianz Arena Munich.
Setelah kepergiaan Kovac, Hansi Flick bekerja cepat dan piawai membangun semangat tim. Hasilnya mencengangkan.
Robert Lewandowski dkk meraih 21 kemenangan beruntun di semua kompetisi, termasuk menyapu bersih 11 kemenangan di ajang Liga Champions sejak fase penyisihan grup.
Bayern Muenchen melaju ke final di Lisbon setelah mencetak 42 gol dari 10 pertandingan, termasuk menista Barcelona 8-2 di babak perempat final.
Bayern pun akhirnya meraih trofi Si Kuping Besar keenam, menyamai rekor Liverpool sembari disandingkan dengan gelar Bundesliga Jerman serta trofi DFB Pokal.
Rekor trigelar ini menyamai prestasi Bayern di bawah asuhan pelatih terkemuka Jupp Heynckes tujuh tahun silam.
Tidak berlebihan bila Philipp Lahm, kapten Bayern Muenchen saat merengkuh gelar Eropa terakhir pada 2013, menyebut Hansi Flick setara dengan dua pelatih legendaris Bayern yakni Jupp Heynckes dan Ottmar Hitzfeld.
Lahm adalah kapten Bayern saat mengalahkan Borussia Dortmund 2-1 dalam final Liga Champions 2013 di Wembley.
Lahm juga memimpin Timnas Jerman kala menyabet gelar Piala Dunia 2014 di Brasil.
"Pada saat Anda menyaksikan kembali masa lalu FC Bayern pada diri Ottmar Hitzfeld atau Jupp Heynckes, kekuatan mereka adalah bekerja demi tim. Persis seperti itulah Hansi Flick," kata Lahm kepada stasiun televisi ZDF seperti dikutip AFP.
Heynckes (75) memimpin Bayern menyabet gelar Eropa edisi 2013 di Wembley, sedangkan Hitzfeld (71) berkiprah kala FC Hollywood meraih trofi Liga Champions 2001 dengan mengalahkan Valencia di kota mode Milan.
Keutamaan Hansi Flick adalah menyatukan kembali semangat juang skuat Bayern yang bertabur bintang.
Moral tim tersebut sempar remuk saat diasuh Niko Kovac yang kini menyangani klub Prancis, AS Monaco.
Hansi Flick sukses membangun kembali rasa percaya diri pemain Bayern.
Pemain senior Thomas Mueller, misalnya, berkembang pesat setelah Flick memasukkannya kembali ke starting line-up Bayern.
Mueller bekerja sangat padu dengan para yuniornya sepanjang musim ini.
Sepuluh bulan bekerja dalam kepungan pandemi Covid-19, 21 kemenangan beruntun, 11 di antaranya di Liga Champions dan tiga trofi juara berjejer di Allianz Arena bukan semata angka mati.
Hasil gemilang ini mencerminkan betapa Hansi Flick telah bekerja sepenuh hati untuk soliditas tim. Dia sungguh yang tahu cara mendayagunakan sumber daya pemain sebaik-baiknya. Salut! (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali
Artikel ini ditulis setelah laga final Liga Champions Eropa musim 2019-2020 tanggal 23 Agustus 2020 yang dimenangkan Bayern Muenchen 1-0 di Stadion Luz, Lisbon Portugal.