Kamelus: Gaspar Wariskan Keteladanan

Gapar P Ehok
RUTENG, PK -   Ratusan orang pelayat, masyarakat Kota Ruteng, berbaur dengan sanak keluarga, kerabat dan seluruh aparatur Pemkab Manggarai mengantar Drs. Gaspar Parang Ehok, dimakamkan secara militer oleh Kodim 1612  Manggarai di Taman Makam Pahlawan Lalong Tana, Senin (29/2/2016) pagi.

Sebelum pemakaman, dilaksanakan misa requem dipimpin Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr, di Gereja Katedral. Semua bangku di dalam gereja terisi umat Katolik Kota Ruteng yang mengikuti perayaan misa, sebelum  diserahkan dari keluarga kepada Bupati dan Wabup Manggarai, Dr. Deno Kamelus, S.H, M.H, dan Drs. Victor Madur di Kantor Bupati Manggarai.

Dandim 1612 Ruteng, Letkol (Kav) Imron Rosadi, SE, mengatakan, pemakaman militer  dilakukan TNI  untuk menghormati jasa-jasa  mantan bupati yang memimpin Manggarai tahun 1989-1999. 

"Kami  sudah siapkan upacara pemakaman secara militer mulai kemarin (Minggu). Semua  masyarakat kehilangan salah satu tokoh  dan penjasa," kata Imron kepada Pos Kupang, Senin pagi.

Deno Kamelus menggambarkan Gaspar sebagai sosok serdadu tua, tidak lekang dari ingatan. Ia hanya pelan-pelan  menghilang  bersama lemahnya memori setiap orang.  Ia pribadi yang  tegas  dan disiplin.  Karya  pembangunan yang dilakukan  di masanya  dinikmati oleh masyarakat Manggarai Raya dengan menjalin kerja sama dengan pihak gereja membangun jalan, air minum dan fasilitas pendidikan.

"Kamis malam saya dapat kabar  kepergiannya. Saya sungguh  rasa kehilangan salah satu  sesepuh yang bangun NTT sejak awal. Satu-persatu mereka meninggal  dunia," kata  Kamelus.

Masyarakat  Manggarai  di masa 1989-1999, kata Kamelus, sering mendengar suara tegas dan bariton dari  seorang pemuda berusia  40-an tahun lebih yang mengajak masyarakat Manggarai meretas  isolasi wilayah.  Gaspar, kata Kamelus, merupakan pamong praja tulen  yang mengurai masalah dari akarnya di desa.

Gaspar juga mewariskan keteladanan,  pemimpin cerdas, berpendirian tegas, visioner, punya ilmu pengetahuan luas,  relasi sosial  dan kebiasaan membaca sampai maut menjemputnya. Dalam mengelola pemerintahan dan  pembangunan, ia menunjukkan sikap pantang menyerah terhadap sesuatu yang diyakini benar dan bersentuh dengan kepentingan rakyat.

"Tegas  bahkan sangat tegas dalam bertindak. Terutama bersinggungan dengan ketidakdisiplinan. Pemberani, tidak takut kepada siapapun  dan apapun  terutama menemui tantangan  yang menyangkut hajat hidup. Dia pekerja  keras tapi tulus," kata  Kamelus. (ius)

Sumber: Pos Kupang 1 Maret 2016 hal 9

Gaspar Ehok Pemimpin Spektakuler

Gaspar Ehok
KUPANG, PK -Ratusan warga Manggarai di Kupang serta simpatisan, Jumat (26/2/2016) sekitar pukul 13.10 Wita, menjemput mantan Bupati Manggarai dua periode, almarhum Drs. Gaspar Parang Ehok, di Terminal Cargo, Bandara Internasional El Tari Kupang. Kehadiran almarhum diterima puluhan tokoh pemuda didampingi Wakil Walikota Kupang, dr. Herman Man.

Sosok almarhum Gaspar Ehok dinilai beberapa tokoh merupakan pemimpin yang spektakuler, ramah, rendah hati dan tidak membedakan suku, ras, agama, antargolongan (SARA). Kepergiannya memberikan rasa kesedihan mendalam bagi masyarakat Manggarai, khususnya dan NTT umumnya.

Pantauan Pos Kupang di Terminal Cargo Bandara Internasional El Tari Kupang, Jumat (26/2/2016), para penjemput yang hadir selain Wakil Walikota Kupang, dr. Herman Man, ada juga tokoh rekan sejawat almarhum, seperti Drs. Frans Skera, Raimundus Lema, dr. Husen Pancratius, beberapa anggota DPRD NTT asal Daerah Pemilihan Manggarai, juga ratusan warga lainnya.

Sejak pukul 11.00 Wita, penjemput sudah siaga di terminal cargo menunggu kedatangan almarhum. Sekitar pukul 13.10 Wita, peti jenazah didorong petugas terminal dan diserahkan kepada keluarga untuk diusung menuju mobil ambulans dari Pemerintah Kota Kupang.

Wakil Walikota Kupang mendampingi proses pengusungan peti jenazah, terlihat istri almarhum dipapah beberapa ibu menuju mobil ambulans kemudian rombongan bergerak ke rumah duka di Jalan Hati Suci, Oebobo Kupang. Tidak ada upacara adat ataupun doa khusus pada penjemputan peti jenazah almarhum. Setiba di rumah pribadi almarhum, langsung ditempatkan di ruang tamu. Ratusan karangan bunga dari berbagai instansi, lembaga juga dari pribadi-pribadi terlihat dipajang di halaman depan rumah duka.

Salah satu tokoh Manggarai di Kupang,  Anton Ugak, seusai menjenguk almarhum mengatakan, sosok almarhum Gaspar Ehok merupakan pemimpin yang spektakuler. Masa jabatannya selama 10 tahun memimpin Manggarai yang belum dimekarkan menjadi tiga saat ini, dia sudah meletakan pembangunan yang terus dikenang generasi sekarang, contohnya infrastruktur jalan. Sosok almarhum merupakan pemimpin yang bekerja keras, membuka isolasi daerah-daerah di Manggarai.

"Saya menilai beliau tokoh yang spektakuler, bersahaja dan pekerja keras. Bayangkan, selama 10 tahun memimpin Manggarai, jalan-jalan beliau bangun. Sampai sekarang semua jalan zaman beliau tetap ada. Saya kira kita merasa kehilangan dengan kepergian beliau ini. Dia juga tokoh yang selalu memberikan pemikiran untuk pembangunan NTT," ujarnya.

Mantan Sekwilda Manggarai, Drs. WF Nope, seusai melayat almarhum, menyatakan keharuan mendalam setelah mendengar informasi bahwa mantan Bupati Manggarai ini telah meninggal dunia di Jogyakarta. Untuk itu, kata Nope, dirinya berkesempatan untuk bisa melihat almarhum. Dimatanya, kata Nope, almarhum merupakan orangtua, pemimpin yang ramah, rendah hati, tidak menyombongkan diri, tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan antargolongan.

"Saya bertugas menjadi Sekwilda Manggarai tahun 1998, jadi mengenal beliau sangat dekat. Memang banyak orang melihat beliau seperti 'angker' tetapi sesungguhnya tidak. Beliau sangat dekat dengan siapa saja dan membagi ilmu kepada siapapun. Kepemimpinannya sangat kuat, intelektualnya bagus, obyektif dan tidak berpihak. Saya menilai almarhum sosok yang mumpuni," kata Nope.

Dia menambahkan, kepergian almarhum tentu merupakan kehilangan tokoh hebat dalam menularkan ilmunya untuk generasi NTT mendatang. Tentu ilmu kepemimpinan yang selama hidup beliau tunjukan, dapat diilhami generasi berikutnya.

Kehilangan Dua Tokoh
Sementara Gubernur NTT, Frans Lebu Raya mengatakan, dalam bulan yang sama NTT kehilangan dua tokoh penting, yakni mantan Bupati Manggarai, Drs. Gaspar Parang Ehok dan Letkol (Purn) Is Tibuludji. Pemerintah dan seluruh masyarakat NTT sangat sedih dan kehilangan tokoh panutan yang selama ini telah menyumbangkan pemikirannya untuk pembangunan di daerah ini.

"Atas nama keluarga dan atas nama pemerintah juga seluruh warga NTT, turut berbelasungkawa atas berpulangnya kedua tokoh ini. Mereka telah mengabdikan dirinya untuk NTT. Pak Tibuludji tokoh NTT yang paling tua. Kita berikan penghormatan kepada beliau-beliau karena kita kehilangan. Pak Gaspar, kita semua tahu beliau sangat berjasa membangun NTT. Kita sedih tapi tentu semangat yang sudah mereka tunjukkan akan kita lanjutkan," ujar Gubernur Frans. (yon)


Mengelus Batu di Jalan Bari

PESAN singkat (SMS) dikirim seorang tua  warga Bari, Kecamatan Macang Pacar,
Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), masuk ke telepon genggam Drs. Christian  Rotok, Bupati Manggarai 2005-2010 dan 2010-2015, Jumat pagi (26/2/2016).
Pengirim pesan yang tak disebutkan  identitasnya menyampaikan  curahan hatinya  mendengar berita kepergian selamanya, Drs. Gaspar  Parang Ehok, Bupati Manggarai 1989-1999.  Gaspar menghembuskan nafas terakhir di RS Panti Rapih Yogyakarta, Kamis malam (25/2/2016).

Spontan, orang itu keluar dari dalam rumahnya menuju jalan  di depan rumahnya. Ia meratapi di jalan, kemudian  mengelus-elus batu bekas aspal lalu berujar," Pak Bupati Gaspar, di'a-di'a lako Dite.. Ho'o kid watu agu bekas pande dite. Sepenggal pesan penuh makna itu diteruskan  Chris kepada Pos Kupang mengingatkan kepemimpinan Gaspar di masa sulit dulu.

Sosok tegas, intelektual, disiplin, suka melanglang buana keluar masuk kampung, desa dan kecamatan bertemu rakyat. Chris yang mengenal dekat Gaspar  di  tahun 1970-an, mengatakan, Gaspar pantas menyandang tokoh pembangunan tiga wilayah Manggarai, sebelum Manggarai Barat dan Manggarai Timur dimekarkan. Ia pemimpin yang berintegritas dan pro rakyat.

"Dia selalu bilang, memimpin Manggarai harus pakai  hati yang bening supaya  bisa melihat semua persoalan dengan jernih," kata  Chris kepada Pos Kupang.
Bupati Manggarai, Dr. Deno Kamelus, S.H M.H, menilai Gaspar merupakan pribadi dan pemimpin yang komplit  dengan record pendidikan yang mendukung intelektualitasnya. Bekal yang besar membentuk visi yang kuat memimpin pemerintahan.

Gaspar memulai karier  pemerintahan dari staf  terendah sampai  ke jenjang jabatan pemerintahan tinggi yang membentuknya sebagai  pamong praja tulen. Bekal itu mengantarnya sebagai  pemimpin yang kuat memberi bimbingan,  mengarahkan  dan  menggerakkan.  Pribadi yang bisa membangun komunikasi  dengan semua pihak.
Membangun Manggarai di zaman yang sulit, Gaspar memanfaatkan semua sumber daya yang terbatas menggandeng  Gereja Katolik  membangun infrastruktur di  Manggarai yang luas dengan segudang masalah.

"Pribadi yang lengkap sehingga masyarakat Manggarai kehilangan tokoh panutan. Di  usianya  yang tua, dia jadi tempat bertanya, diskusi  dan meminta nasehat  membangun daerah," ujar Kamelus.

Sekda Manggarai, Manseltus Mitak, S.H,  menilai Gaspar pribadi visioner, tegas dan disiplin  yang  diwujudkan  dalam melaksanakan tugas.  Dia bahkan  telah membaca kebutuhan sumberdaya aparatur  yang dibutuhkan  jauh ke depan.

"Kami-kami ini menjadi pegawai dari golongan kecil di masa  Pak Gaspar. Dia membentuk karakter PNS  orang yang kuat  dan punya keperibadian. Laporan kegiatan camat harus menyertakan juga gotong-royong," kenang Manseltus, yang memulai karier  PNS  di Kantor Sospol Manggarai di masa Gaspar.

Silvanus Hadir yang menjadi juru penerangan (Jupen) di masa Bupati Gaspar, mengatakan, Gaspar punya visi kuat dengan program meretas isolasi wilayah, disiplin dan tegas memerintah. Segala sesuatu yang dikerjakan selalu fokus dan terukur, tak beda dengan yang digagas Deno Kamelus dengan fokus, terukur dan tuntas.
Rony Kaunang, mantan Kepala Cabang Dispenda NTT mengenang Gaspar sebagai pribadi konsisten dengan  ucapan dan keputusan, tak setengah hati. Apapun yang  telah diputuskan dan akan dikerjakan dipantau untuk memastikan apakah  telah dilaksanakan atau belum.

Membangun Manggarai  yang luas di masa sulit, Gaspar bergandengan dengan Gereja Katolik membangun dengan tanam batu yang masih kokoh sampai sekarang.  Dalam hal disiplin, Gaspar memberi contoh. Dia selalu hadir sebelum acara atau kegiatan apapun dimulai. (ius)

Buka Jalan Borong-Elar

MANTAN Bupati Manggarai dua periode itu juga dinilai Bupati Manggarai Timur, Drs. Yoseph Tote, M.Si,  sebagai tokoh inspirator pembangunan di wilayah Manggarai. Banyak hal yang dibuat oleh almarhum Gaspar Parang Ehok. Salah satu bukti pembangunannya adalah membuka isolasi wilayah Manggarai, khususnya membuka ruas jalan Borong-Elar Selatan dan Wae Lengga-Mok-Mukun yang saat ini telah dinikmati oleh masyarakat.

Bupati Tote yang ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (26/2/2016), mengatakan, banyak hal yang dibuat almarhum sejak ia menjabat sebagai Bupati Manggarai dan juga sebelum ia menjabat sebagai bupati.

Dikatakan Bupati Tote, Gaspar Parang Ehok dikenal tokoh inspirator pembangunan di wilayah Manggarai khususnya, dan tokoh NTT umumnya. Almarhum merupakan kebanggaan rakyat Manggarai Raya, secara khusus sebagai tokoh inspirator bagi pemimpin-pemimpin setelahnya. Almarhum juga melanjutkan karya pembangunan
yang belum tuntas dibangun oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya.

Meskipun zaman itu masih sangat terisolasi dan kurangnya dana, namun beliau sangat berani bekerja. "Saya juga terinspirasi dari aplikasi kepemimpinan yang dilakukan beliau walaupun saat itu saya masih muda belia. Saya belajar banyak hal dari beliau, salah satunya kepemimpinan. Saya kenal almahrum sejak saya masuk SLTA. Saya lebih kenal pada saat kuliah, sebab beliau saat itu menjabat sebagai Sekretaris Walikota Kupang dan sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi NTT.

Banyak hal yang almarhum Gaspar Parang Ehok berikan. Salah satunya yang dia berikan, yakni  sebagai seorang pemimpin harus konsisten dan benar dalam kepemimpinan.

"Saya ingat waktu itu, kami ke Atambua 1981 reboisasi di Hutan Betun Malaka. Saya juga ingat kata-kata yang diungkapkan untuk memberikan inspirasi bagi kami. Katanya, kamu ini menjadi orang besar tapi kamu harus kuliah dan berorganisasi. Saat itu beliau menjadi ketua KNPI dan saya menjadi anggotanya," kata Bupati Tote.
Bupati Tote mengatakan, atasnama keluarga, pemerintah dan masyarakat Kabupaten Matim ia mengucapkan belasungkawa atas kepergian almarhum Gaspar Parang Ehok. (rob)


Bupati Manggarai dari masa ke masa:
1924-1930: Kraeng Bagung
1959-1967: C. Hamboer
1967-1978: Frans Sales Lega
1978-1988: Frans Dula Burhan, S.H
1989-1999:  Drs. Gaspar Parang Ehok
2000-2005: Drs. Anthony Bagul Dagur, M.Si-Drs. Markus Djadur
2005-2010: Drs. Christian Rotok-Dr. Deno Kamelus, S.H, M.H
2010-2015: Drs. Christian Rotok-Dr. Deno Kamelus, S.H, M.H
2016-2021: Dr. Deno Kamelus, S.H, M.H-Drs. Victor Madur


Sumber: Pos Kupang 27 Februari 2016 hal 9

Mengenang Kawan Gaspar Parang Ehok

Gaspa P Ehok
Oleh Daniel Dhakidae
Kepala LITBANG Kompas 1995-2005; Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Jurnal Prisma, Jakarta.

PERKENALAN dan perkawanan kami semasa menjadi mahasiswa SOSPOL Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tahun 1970-an, berjalan begitu saja secara wajar dan alasannya juga wajar-wajar saja. Pertama, tentu saja sebagai sesama mahasiswa Flores.

Namun, terutama kedua, kesamaan ide dalam banyak hal baik terhadap situasi universitas seperti pendidikannya, kurikulumnya, dan yang paling mengikat kami semua adalah kesamaan pandangan mengenai Orde Baru Soeharto, dan militer.

Ketiga, karena dua alasan di atas kami juga sama dalam pandangan mengenai organisasi kemahasiswaan dengan identitas yang menjadi dasar, dalam hal ini apa yang harus dibuat oleh organisasi seperti PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia).

Dengan beberapa alasan seperti dikemukakan di atas itulah persahabatan yang wajar itu akhirnya menjadi ideologis, menyangkut suatu cita-cita besar, dalam arti kami bersama sejumlah teman yang akan dikisahkan di bawah ini menjadi comrades in arms, teman seperjuangan, dalam arti sesungguh-sungguhnya.

Gaspar dan Dunia Mahasiswa
Pengalaman penulis yang pahit di Ledalero menyebabkannya menarik diri ke dalam, dalam arti memutuskan hubungan dengan kegiatan di luar dunia kampus yang artinya menjadi mahasiswa yang "manis"--terima apa saja yang disuguhkan oleh dosen dengan diktat-diktat kuliahnya, menghapal, diuji, lulus, dan senang.

Namun, semuanya berubah total ketika mahasiswa ITB, Rene Coenrad, ditembak mati oleh tentara 1970, karena mahasiswa AKABRI kalah bermain bola. Pemberontakan mahasiswa menyala di semua kampus, termasuk kampus UGM. Penulis pun terjun ke dunia itu dan sejak itu berhenti menjadi mahasiswa yang duduk manis di ruang-ruang kuliah.

Inilah yang menyatukan kami semua, termasuk Gaspar, dalam suatu kelompok yang disebut waktu itu sebagai "kelompok independen"---dalam arti khusus yaitu tidak menjadi aktivis organisasi seperti HMI, PMII, GMNI, GMKI, PMKRI, dan lain sebagainya. Alasan sebetulnya sederhana yaitu bagaimana menjadi aktivis yang disegani; namun, tidak mengorbankan dunia akademi. Pengamatan sekeliling menunjukkan bahwa banyak aktivis organisasi yang menjadi tua sebagai mahasiswa, lama sekali menyelesaikan studinya sehingga diberi gelar MA, Mahasiswa Abadi, bukan Master of Arts.

Bagaimana memungkinkan itu?  Kami membentuk kelompok diskusi yang kami namakan "Kelompok Tiga Belas", karena terdiri dari tiga belas orang dan didirikan pada tanggal 13 Mei 1972. Sebagai mahasiswa tidak mampu kami memiliki kantor. Untuk itu paviliun kontrakan Gaspar dan Peter Hagul, yang agak besar di wilayah Kolombo, dijadikan kantor dan sekaligus menjadi ruang kuliah.

Tugas penulis ini adalah mengamati apakah ada para peneliti untuk disertasi doktor atau master atau profesor yang sedang meneliti di Yogya. Kalau ada penulis ini akan mendatangi mereka dan meminta berbicara dan berdiskusi dalam kelompok kami.

Sampai kami semua tamat kira-kira 15 peneliti doktor dan master yang berbicara di kelompok kami yang terdiri dari mereka yang kelak menjadi doktor-doktor terpandang dalam ilmunya masing. Nama-nama yang bisa disebut di sini adalah Dr. Peter McCawley, yang kelak menjadi deputi Perdana Menteri Australia, dari partai buruh; Dr. Chris Manning, dua-duanya ekonom; Profesor Niels Mulder, antropolog Belanda, yang melakukan studi banding antara kebudayaan Thailand dan Jawa; Marcell Bonnef dari Universitas Sorbonne, Perancis, yang melakukan studi tentang komik di Indonesia; dari Indonesia Yuwono Sudarsono yang baru saja menyelesaikan studi Master di Berkeley, California, Amerika Serikat.

Dengan demikian ketidakpuasan kami dengan kampus formal dipenuhi oleh studi sendiri di dalam kelompok studi seperti itu. Gaspar memainkan peran penting di sana. Mendengar para doktor, master, dan professor berbicara tentang tesisnya dengan sendirinya merangsang ambisi kami masing-masing juga untuk meraih gelar tertinggi di dunia akademia itu.

Nama-nama yang bisa disebut adalah Dr. Peter Hagul, Amerika Serikat; Dr. Mochtar Pabottingi, Amerika Serikat; Dr. Parakitri T. Simbolon, Belanda; Dr. Hotman Siahaan, Airlangga; dan Gaspar yang menggondol gelar master dalam administrasi publik dari Jerman, dan saya sendiri dari Universitas Cornell, Amerika Serikat.
Ketika pulang dari Jerman saya bercanda kepada Gaspar: "Gas, dari semua gelar teman-teman gelarmu itu yang paling menakutkan, Magister Rerum Publicarum", MA administrasi negara, dari Hochschule für Verwaltungswissenschaften di Speyer, Jerman, karena panjang ...dan dia hanya tertawa terbahak-bahak dengan gaya khasnya yang memecah keheningan.

Gaspar dan Kongres PMKRI Solo 1971
Aktivitas politik mahasiswa Gaspar tidak banyak diketahui orang. Pertama dan terutama adalah masuk menjadi anggota PMKRI meski Gaspar tidak pernah puas dengan organisasi itu. Namun, kami tetap mendesak agar dia maju menjadi ketua cabang PMKRI Yogya, dan memang dia terpilih menjadi ketuanya.

Gebrakannya terjadi di kongres PMKRI Solo, 1971. Tuntutan mahasiswa Yogyakarta pada waktu itu adalah mengubah orientasi PMKRI sebagaimana tercantum dalam namanya yaitu bukan perhimpunan mahasiswa Katolik Republik Indonesia akan tetapi menjadi Perhimpunan Katolik Mahasiwa Republik Indonesia.

Kalau yang pertama adalah organisasi tertutup, ekslusif, mahasiswa katolik saja, yang kedua adalah organisasi terbuka, inklusif, bagi siapa saja seraya mengundang siapa saja ke dalam organisasi Katolik itu. Orientasi organisasi tentu saja prinsip katolik akan tetapi anggotanya terbuka, persis seperti PKB zaman Gus Dur 27 tahun kelak, menerapkan apa yang kami mahasiswa menuntut tahun 1971 di Solo, Jawa Tengah.

Sebelum reformasi, 1998, Gaspar sudah jauh-jauh hari menuntut keterbukaan itu yang berarti lebih maju seperempat abad dibandingkan dengan kesadaran bangsa ini.
Tentu saja seruan semacam itu seperti menabrak dinding karena ditolak mentah-mentah oleh PMKRI pusat yang pada waktu itu dipimpin oleh Chris Siner Key Timu. Jakarta kami anggap konservatif, dan memang tuntutan Gaspar bergerak sejauh itu yaitu kalau perlu nama "katolik" dibuang dari nama organisasi, sehingga organisasi lebih menjadi seperti garam yang hancur-lebur ketika masuk ke dalam air masyarakat, dan diketahui oleh penyantab makanan hanya rasa asinnya sehingga organisasi itu benar-benar lebur menjadi sal terrae, garam dunia.

Kedua, kesan bahwa PMKRI menjadi organisasi dansa-dansi yang harus hilang, dan menjadi organisasi yang menyerahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan akademia, di luar perkuliaahan ala kampus akademia sedangkan dansa-dansi hanya menjadi pemanisnya. Semuanya ini didukung penuh oleh mentor PMKRI Romo Depoortére yang menjadi moderator PMKRI Yogyakarta.

Tentu saja dua-dua tuntutan "gila" itu tidak bisa memenangkan hati para peserta kongres. Namun, diskusi yang dirangsangnya dahysat sekali, sehingga acara tidak bergerak ke mana-mana sampai tengah malam.

Gaspar dan Mingguan Berita SENDI
Ketika gagal di Solo atau mungkin karena gagal di Solo muncul ide baru lagi dari Gaspar sendiri. Katanya, tidak mungkin mengubah organisasi seperti PMKRI dalam tempo semalam. Karena itu harus dicari jalan lain yaitu memiliki suatu organ yang bukan milik PMKRI, alias independen. Seperti "pungguk merindukan bulan" datanglah saat yang hampir tidak pernah kami bayangkan. Gaspar memfasilitasi pertemuan antara Moderator PMKRI Romo Depoortére dan kami dari kelompok independen.

Dalam pertemuan itu Romo Depoortére mengatakan sebagai berikut. Ibunya barus saja meninggal,sedangkan ayahnya sudah lama meninggalkan mereka,  dan dia adalah anak tunggal yang mewarisi harta peninggalan ayah dan ibunya. Dia tidak bersedia menyerahkan harta itu kepada gereja dan juga tidak bagi PMKRI, akan tetapi harus dipakai di dalam suatu kegiatan sosial yang berguna bagi orang banyak. Apakah kelompok independen ada ide untuk membuat sesuatu?

Ini sangat menantang kami. Setelah berdiskusi dan atas desakan Gaspar kami memilih memakai sejumlah uang dari romo itu untuk menerbitkan mingguan yang kelak kami berikan nama SENDI, yaitu titik temu antara dua tulang yang membagi-bagi fungsi sehingga menjadi pusat tenaga yang berguna bagi seluruh tubuh.

Mingguan itu kami terbitkan pada bulan Oktober 1972 yang mengejutkan Yogyakarta dengan gaya dan isi jurnalistik yang khas mahasiswa, penuh kejelian, dan kengawuran sekaligus, keberanian yang lebih berarti nekad, tanpa merasa takut apa pun terhadap Orde Baru. Dengan editorial berani kami menjalankan sesuatu yang berada di luar jurnalisme pada umumnya yaitu menjadikan SENDI bukan saja menjadi pusat informasi akan tetapi menjadi pusat aksi.

Dalam hubungan itu SENDI menggelar demonstrasi besar untuk menolak proyek Taman Mini Indonesia yang kami anggap pada waktu itu sebagai pemborosan karena kebutuhan dasar rakyat belum terpenuhi. Dinamika jurnalistik SENDI dan dinamika politik di luarnya saling mengisi sehingga SENDI bergerak sejauh itu untuk mempersoalkan preambul UUD 1945, dan memperolok-oloknya seperti "... bahwa sesungguhnya hasil kemerdekaan itu ialah hak segelintir orang dan oleh sebab itu, maka penindasan dan kesewenang-wenangan layak terjadi karena sesuai dengan kediktatoran dan militerisme".

Saya sendiri sudah menduga bahwa preambul itu akan menjadi soal besar, dan tidak perlu menunggu terlalu lama. Dalam apelnya KODAM Diponegoro di Semarang mengatakan bahwa ada surat kabar di Yogya yang sudah bergerak di luar batas dan akan diambil tindakan. Dua hari berikutnya penulis ini menerima telegram dari Departemen Penerangan RI yang mengatakan "bahwa dengan ini penerbitan saudara kami tutup untuk sementara."

Semua kami tahu apa artinya "sementara" untuk Orde Baru yaitu ditutup tanpa ketentuan waktu alias ditutup selama-lamanya pada awal tahun 1973. Kelak pemimpin redaksinya, Drs. Ashadi Siregar, diadili dan dijatuhi hukum penjara lima tahun, meski tidak perlu dijalankan.

Dengan semua yang dikatakan di atas dengan tajam kita bisa meneropong sosok seperti apa Gaspar Parang Ehok dalam dunia pendidikan, pergerakan, dan dunia kemahasiswaan.

Pada dasarnya dia adalah seorang pemberontak yang bagi kami sahabat-sahabatnya adalah kawan dalam perjuangan, comrade in arms, yang karena pragmatisme untuk memajukan tanah asalnya Nusa Tenggara Timur menyerahkan dirinya menjadi pejabat, yang juga dikerjakannya dengan sepenuh hati, karena sejatinya dialah seorang tulus dan baik hatinya. Adios Amigo! Adios my Friend! Selamat Jalan Kawan! *

Sumber: Pos Kupang 29 Februari 2016 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes