|
Buku yang diluncurkan saat HPN 2015 di Batam |
(Catatan mengenang HPN 2011)
Oleh Dion DB Putra
Ketua PWI Provinsi Nusa Tenggara Timur, Wartawan Harian Pos Kupang
SAYA menghabiskan waktu hampir enam jam saat pulang dari Manado
ke Kupang hari itu, Selasa 18 Desember 2012 atau dua hari sebelum
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merayakan Hari Ulang Tahunnya ke-54.
Kabut tipis dan renai gerimis menyelimuti Bandara Sam Ratulangi tatkala
pesawat Lion Air take off sekitar pukul 06.10 Wita menuju Surabaya
dengan transit selama 25 menit di Bandara Sepinggan, Balikpapan,
Kalimantan Timur.
Penerbangan Surabaya-Kupang berlangsung lebih nyaman lantaran cuaca
siang itu lumayan cerah. Bumi Kupang baru saja bermandikan hujan ketika
Lion Air mendarat tak seberapa mulus di run way Bandara El Tari
sekitar pukul 14.50 Wita. Saya pulang untuk kesekian kalinya ke kota
ini. Pulang untuk libur bersama keluarga setelah hari-hari menjalani
penugasan di Harian Tribun Manado, salah satu Koran daerah Grup Kompas
Gramedia, kolega Harian Umum Pos Kupang.
Om Ali, sopir taksi langgananku batal menjemput karena mendadak ibunya
sakit. Saya pilih taksi Om Sius menuju perumahan Lopo Indah Permai,
Kolhua Kupang. Saat meninggalkan area parkir Bandara El Tari, Om Sius
langsung berceloteh tentang Hypermart, pasar modern pertama di Kota
Kupang yang baru dibuka sehari sebelumnya. "Ramai sekali. Orang
Kupang berbondong-bondong belanja, mungkin barang-barang di sana sudah
habis dibeli," katanya sambil terkekeh.
Om Sius menyebut lokasi pasar modern tersebut berada di Bundaran PU,
kira-kira hanya selemparan baru dari Jembatan Liliba Kupang. Rupanya Om
Sius sengaja menunjukkan kepada saya karena dia memilih jalur itu
sebelum memutar mobil taksi ke arah Oebufu, Maulafa terus menuju ke
perumahan Kolhua.
Ketika melintas di bundaran PU mata saya masih menangkap sisa-sisa
pesta pembukaan Hypermart oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. Ada
kerumunan spanduk dan umbul-umbul aneka rupa dan warna. Juga sampah yang
belum seluruhnya disingkirkan.
Perasaan senang sekaligus bangga menghiasi batin. Luar biasa Kupang,
kota tempatku menjalani hidup lebih dari 25 tahun terakhir. Kalau pasar
modern telah masuk di ibu kota provinsi ini berarti secara ekonomis
Kupang bukanlah yang terletih geliat bisnisnya di antara ibu kota
provinsi lain di ini negeri.
Sontak pikiranku melayang jauh ke awal tahun 2010. Suatu hari di
penghujung April tahun itu, ponselku bordering nyaring. Telepon masuk
dari Hendri Ch Bangun, wartawan senior Harian Kompas yang sehari-hari
menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI).
"Dion, kami baru selesai rapat pleno pengurus harian PWI Pusat. Dalam
rapat tadi pimpinan PWI setuju kalau peringatan Hari Pers Nasional
tahun 2011 berlangsung di Kupang sebagaimana permintaan PWI NTT tahun
yang lalu. Apakah NTT siap? Tugasmu diskusikan segera dengan gubernur
dan wakil gubernur serta pimpinan Dewan. Kami tunggu jawaban secepatnya.
Kalau NTT tidak siap akan dialihkan ke daerah lain yang mau. Ini sudah
antre Sulsel, Sulut dan Jambi bahkan Jatim. Saya tunggu kabar balik
segera ya.." Klik! Sambungan telepon terputus.
NTT Pasti Bisa
Perasaaanku campur aduk. Provinsi NTT menjadi tuan rumah HPN, sebuah
event akbar berskala nasional dengan tamu undangan lebih dari 1.000
orang? Ah mengapa tidak? NTT pasti bisa kalau ada kemauan! Saya ingat
tahun 2003 ketika mengikuti Kongres PWI di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah untuk memilih kembali Drs. Tarman Azzam sebagai ketua umum PWI
Pusat.
Akomodasi hotel di Palangkaraya minim amat, tetapi PWI Cabang setempat
berani ambil tanggung jawab sebagai host. Saya bersama Bernard Tokan dan
Aser Rihi Tugu, delegasi PWI Cabang NTT kala itu, bahkan nginap di
rumah penduduk karena keterbatasan hotel dan penginapan. Selama tiga
hari kami merepotkan mantan kepala stasiun RRI Kupang sekeluarga di
Palangkaraya.
Fokus pikiran saya langsung tertuju ke gubernur, wakil gubernur dan
pimpinan DPRD Provinsi NTT. Malam itu juga saya bersama anggota Dewan
Kehormatan Daerah (DKD) PWI Cabang NTT, Damyan Godho serta Wakil Ketua
Bidang Organisasi PWI NTT, Bernard Tokan bertemu Gubernur NTT, Drs.
Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur, Ir. Esthon L Foenay, MSi di rumah
jabatan gubernur di Jalan El Tari Kupang.
Kebetulan saat itu gubernur dan wakil gubernur akan menggelar acara
dengan para tokoh agama. Sebelum menuju tempat acara di aula rumah
jabatan, kami mencuri waktu bertemu kedua pasangan yang akur ini sekitar
15 menit.
Gubernur Frans Lebu Raya terdiam sekitar dua menit setelah menyimak
penjelasan saya soal keputusan PWI Pusat memilih NTT sebagai tuan rumah
HPN 2011. Sambil menatap saya, dia berkata, "Kita harus siap. Kalau
tidak sekarang kapan lagi. NTT pasti bisa." Jawaban singkat dan mantap.
"Kita memang banyak keterbatasan, tetapi kalau terus berpikir soal
keketerbatasan kita tidak akan pernah jadi tuan rumah event nasional.
Saya setuju dengan Pak Gub. Kita pasti bisa jadi tuan rumah yang baik,"
kata Wagub Esthon Foenay. Plong sudah perasaan saya.
Baru sekitar 10 menit meninggalkan rumah jabatan gubernur malam itu di
tengah hujan lebat, saya angkat ponsel. Memencet nomor Hendri Ch Bangun
dan mengabarkan kepastian NTT siap jadi tuan rumah. "Wah, cepat sekali
keputusannya. Oke Dion, ini tantangan sekaligus momentum emas bagi NTT
mempromosikan dirinya di mata nasional," kata Hendri.
Tugas saya dan teman-teman Pengurus PWI Provinsi NTT selanjutnya adalah
bertemu dengan pimpinan DPRD NTT kala itu, Drs. Ibrahim Agustinus Medah.
Justru yang terjadi di luar prediksi. Bahkan sebelum kami temui secara
resmi Medah yang membaca statement gubernur di media soal HPN, langsung
menggelar jumpa pers dan menegaskan bahwa DPRD NTT mendukung penuh
Kupang menjadi tuan rumah HPN 2011. "Sejauh kegiatan itu untuk
masyarakat NTT, Dewan sebagai representasi dari 4,6 juta penduduk NTT
pasti mendukung," kata Medah seperti diberitakan Harian Pos Kupang hari
Rabu, 16 Juni 2010 halaman 6.
Pengurus PWI secara resmi bertemu dengan pimpinan DPRD NTT pada tanggal
13 Juli 2010 di gedung Dewan, Jl. El Tari Kupang. Pengurus PWI NTT
antara lain, Zacky W Fagih, Indra Alvian, Tony Kleden, Laurens Molan dan
Bernard Tokan diterima pimpinan DPRD NTT, Nelson Matara dan LS Foenay.
Sama seperti sikap Medah, Matara dan LS Foenay pun menyatakan mendukung
suksesnya HPN.
"DPRD NTT pasti setuju soal pengalokasian anggaran asal tidak melanggar
rambu-rambu. Kami bangga karena PWI NTT sudah berjuang menyelenggarakan
kegiatan nasional di NTT. DPRD akan memberikan dukungan penuh agar
pelaksanaan HPN di Kupang bisa berjalan lancar dan sukses," kata Nelson
Matara.
Persetujuan pimpinan tertinggi eksekutif dan legislatif di NTT merupakan
jaminan event ini bakal sukses. Sekarang tinggal urusan operasional.
Pertanyaan berikut adalah siapakah sosok yang pantas menjadi ketua dan
sekretaris Panitia Pelaksana HPN 2011 tingkat lokal NTT? Panitia Pusat
bukan masalah karena itu otomatis ditekel pengurus pusat. Sebagai mantan
aktivis mahasiswa yang sarat pengalaman berorganisasi, Gubernur Frans
Lebu Raya dan Wagub Esthon Foenay paham dan tahu betul siapa orang yang
tepat.
Pada bulan Agustus 2010 terbitlah SK Gubernur NTT tentang komposisi
kepanitian HPN Kupang 2011. Ketua Panitia Pelaksana Ir. Andre W Koreh,
MT (Kepala Dinas PU Provinsi NTT) dan Sekretaris Drs. Ary Moelyadi,
MPd (Kepala Bidang Keolahragaan Dinas PPO NTT). Secara pribadi saya
mengenal baik figur Andre dan Ary. Cukup lama kami bekerja sama dalam
kapasitas sebagai pengurus KONI Provinsi NTT. Itulah yang menguatkan
saya dan pengurus PWI bahwa hajatan besar ini dikelola orang yang
tepat.
Komposisi kepanitian HPN Kupang 2011 merupakan gabungan unsur birokasi,
pers, aktivis sosial dan relawan. Saya sebagai ketua PWI provinsi NTT
adalah penanggungjawab bersama dengan Sekretaris Daerah. Gubernur,
Wagub, Ketua DPRD NTT serta Forum Pimpinan Daerah merupakan pelindung
dan penasihat. Klop sudah! Tapi bukan tanpa soal. Melihat sosok birokrat
dalam diri Andre Koreh dan Ary yang aktif dalam kepantian, ada ada
teman-temanku sesama wartawan yang menyindir dengan memplesetkan HPN
sebagai "Hari Pejabat Nasional, Hari Pemerintah Nasional". Andre dan Ary
pun diganggu dengan pertanyaan macam- macam via SMS, telepon atau tatap
muka langsung.
Saya pun tidak luput dari sasaran tembak. Selain lewat SMS, telepon atau
bicara tatap muka, komentar- komentar di jejaring sosial seperti
Twitter dan Facebook sungguh membuat kuping sempat panas. HPN Kupang
dilukiskan sebagai gawenya PWI saja yang hanya menghabiskan uang daerah.
Ketika mereka membaca rencana agenda penyambutan Presiden SBY dengan
menghadirkan murid SD dan SMP di Kupang berdiri berjejer di sisi jalan
dengan memegang bendara Merah Putih mini, itu dilukiskan sebagai gaya
Orba (Orde Baru).
Dalam hati saya tertegun. Apakah semua yang berbau Orde Baru itu buruk?
Tidak tiap hari seorang Presiden RI datang ke kampong Nusa Tenggara
Timur ini. Anak-anak itu akan lama mengenang dalam benaknya bahwa pada
masa bocah mereka berjejer di pinggir jalan menyambut SBY, Presiden
Republik Indonesia. Siapa tahu di antara mereka kelak akan menjabat
presiden atau pemimpin negeri ini dalam bidang yang lain. Tapi
sudahlah. Ini era Reformasi Bung! Bahkan presiden dan kepresidenan
bukan lagi person dan institusi yang imun kritik. Bukan lagi lembaga
yang nihil dari hujatan dan makian.
Saya sungguh tidak kaget dengan sindiran itu. Saya dan teman-teman
pengurus PWI Provinsi NTT sadar sepenuhnya bahwa hajatan besar selevel
HPN pasti penuh warna. Bahkan ada beberapa rekan wartawan yang beritahu
akan bikin demonstrasi. Kalau tidak mempertanyakan segala sesuatu itu
bukan wartawan namanya. Maka sindiran dan ancaman bukan alasan bagi saya
untuk marah apalagi putus asa. Kuanggap semua itu sebagai dinamika
lumrah. Malah diramu secara positif sebagai pelecut semangat menyiapkan
diri sebagai tuan rumah HPN yang baik. Kami pun salut pada Bung Andre
dan Ary, dua orang yang sudah berpengalaman dalam berorganisasi sehingga
mereka tetap fokus.
Malam-malam yang panjang serta hari kerja ekstra mulai menyertai panitia
HPN sejak bulan Oktober 2010. Praktis hampir setiap hari selalu
berkoordinasi antarseksi dan setiap minggu rapat pleno lengkap.
Rapat-rapat secara bergantian dipimpin Bung Andre, saya atau Ary.
Bahkan banyak kali langsung dipimpin Sekda NTT, Frans Salem di Aula
Setda NTT, lantai II Kantor Gubernur. Setiap seksi pun menggelar rapat
sendiri mempersiapkan segala sesuatunya.
Venue untuk acara puncak HPN pada 9 Februari 2011 yang dihadiri
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan topik yang hangat.
Berdasarkan hasil survei panitia pusat, hanya ada dua tempat yang
representatif di Kupang yang bisa menampung 700 hingga 1.000 orang yaitu
GOR Flobamora atau Aula El Tari. Dilema muncul tatkala melihat wajah
GOR Flobamora yang butuh dana besar untuk renovasi. Pilihan akhir jatuh
pada Aula El Tari. Yang dibenahi hanya sistem akustiknya agar suara
tidak berdengung lagi. Pembenahan akustik selesai tepat waktu. Aula El
Tari dipercantik dan memang indah memanjakan mata.
Sejak awal Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menekankan satu hal penting.
Di tengah berbagai keterbatasan, NTT harus menjadi tuan rumah yang baik
dan memberi perbedaan dengan tuan rumah HPN tahun-tahun sebelumnya.
Berikan sesuatu yang berkesan dan lama diingat 1.000-an tamu yang datang
pada HPN 2011 di Kupang. Panitia pun menerjemahkan pesan itu melalui
beberapa hal cara yang spesial dan belum pernah ada pada HPN sebelumnya.
Sebut misalnya, menyiapkan tenaga Liaison Officer (LO) yang akan
mendampingi delegasi dari 33 provinsi, duta besar negara sahabat serta
mitra pers nasional dari dalam dan luar negeri.
Bung Dr Johny Lumba dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang dan
Sipri Seko bersama timnya sukses merekrut 70 putra- putri NTT sebagai
LO. Mereka smart dan jadi penghubung yang mengesankan. Ada mahasiswa,
mahasiswi. Ada pula dosen dan karyawan. Mereka itu minimal bisa
berbahasa Inggris. Bahkan ada yang cakap berbahasa Jerman dan Prancis.
Panitia HPN Kupang juga menyiapkan mobil untuk setiap delegasi, sesuatu
yang belum pernah ada pada penyelenggaraan HPN terdahulu.
HPN Kupang akan lama dikenang peserta karena mereka disambut ramah sejak
kedatangan di Bandara El Tari hingga pulang dengan membawa sekian
banyak souvenir khas NTT seperti patung Komodo, topi Ti'i Langga yang
mirip Sombrero Meksiko, selendang tenun ikat, Sasando dan lainnya. Di
Bandara El Tari saat kedatangan semua bagasi milik degelasi dari 33
provinsi diurus panitia. Dua nama patut saya sebut yaitu Ferdy Amatae
dan Hermensen Ballo yang bersama anggota timnya, sebagian besar atlet
berbagai cabang olahraga di NTT, sigap dan rapi mengurus semua bagasi
tanpa komplain. Peserta HPN Kupang 2011 sungguh mendapat pelayanan
istimewa.
Spirit Kebersamaan
Dana untuk HPN merupakan masalah krusial. Dalam banyak kesempatan
berkomunikasi dengan pimpinan eksekutif dan legislatif kami selalu
menggarisbawahi bahwa HPN Kupang jangan sampai menjadi beban bagi APBD
Provinsi ataupun kabupaten dan kota di NTT. Mesti dicari cara yang
bijaksana agar seluruh pembiayaan HPN bisa terkover dengan sumber bukan
satu-satunya dari APBD.
Melalui diskusi, dialog dan debat yang tentu diwarnai beda pendapat
akhirnya kami tiba pada satu kesimpulan yakni HPN Kupang 2011 bisa
sukses jika putra-putri Flobamora menyatukan spirit kebersamaannya.
Harus bakutopang dan bakubantu. Bahu-membahu. Beri kontribusi dari apa
yang dimiliki. Gubernur Frans Lebu Raya dalam banyak kesempatan bertemu
bupati, walikota, wakil rakyat NTT baik tingkat daerah serta pusat,
pimpinan BUMD dan BUMN serta kalangan dunia usaha memompakan spirit
bakutopang itu.
Semangat "urunan" sungguh tercipta di HPN Kupang 2011. Anggota DPR RI
dari Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto yang kini menjabat Ketua DPR
RI, misalnya menyumbangkan baju tenunan bermotif NTT untuk 500 tamu
undangan HPN termasuk buat Presiden SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono serta
para menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II dan para duta besar
negara sahabat. Setya Novanto melibatkan perancang busana kondang Oscar
Lawalata dan timnya.
Wali Kota Kupang kala itu Drs. Daniel Adoe menanggung jamuan makan malam
untuk seluruh peserta pada tanggal 7 Februari 2011, Bupati Rote Ndao
Lens Haning menyumbang 250 buah topi Ti'ilangga sebagai souvenir, Bupati
Kupang Ayub Titu Eki memberikan miniatur Sasando sebagai buah tangan,
Bank NTT, Bank BNI serta pimpinan perbankan di Kupang pun urunan
memberikan bantuan sesuai kemampuan. Juga patut disebut peran ibu-ibu
Dekranasda. Ketua Dekranasda NTT, Ny. Lusia Adinda Lebu Raya bersama
para ketua Dekranasda kabupaten dan kota se-NTT menyumbangkan selendang
tenun ikat yang dikalungkan di leher sekitar 1.000 tamu saat tiba di
Bandara El Tari mulai tanggal 6, 7 dan 8 Februari 2011, serta aneka
makanan ringan khas NTT yang ditempatkan dalam sebuah tas rajutan untuk
peserta HPN.
Kalangan dunia usaha pun tak mau ketinggalan. Mereka menyumbang baliho,
spanduk dan lainnya yang membuat semarak Kota Kupang selama rangkaian
kegiatan HPN tanggal 4-11 Februari 2011. Dari momentum HPN Kupang 2011,
ada satu best practise (praktek cerdas) yang bisa dipetik yakni
indahnya kebersamaan. NTT yang terbatas ini bisa menjadi kekuatan maha
dashyat manakala ada kebersamaan. Putra- putri NTT dari sononya sudah
terlahir sebagai orang yang berbeda, berbeda asal- usul, beda partai
politik dan lainnya, tetapi untuk nama baik Nusa Tenggara Timur (NTT)
mereka sehati sesuara. Sukses HPN Kupang 2011 membuktikan hal itu.
HPN Kupang meninggalkan sejumlah catatan historis. Itulah pertama kali
dalam sejarah HPN seorang Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara
menginap dan berdinas di lokasi tuan rumah HPN lebih dari dua hari.
Presiden SBY bahkan pertama kali melewati jalan darat lebih dari 300 km
dari Kupang sampai Atambua, Kabupaten Belu dan tidur semalam di barak
TNI lalu kembali ke Kupang via Pelabuhan Atapupu dengan kapal perang.
Atambua adalah daerah perbatasan antara Indonesia dan negara Timor
Leste.
Gara-gara Presiden SBY berkantor di Kupang selama tiga malam empat hari,
dalam sekejap NTT menjadi pusat perhatian seluruh bangsa Indonesia.
Wujud perhatian tersebut saya kira masih membekas dan akan terus
berlanjut hingga hari-hari mendatang. Pada tanggal 18 Oktober 2012,
Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono lagi-lagi menikmati perjalanan
darat dari Kota Labuan Bajo ke Ruteng PP saat menghadiri peringatan
Yubelum 100 Tahun Gereja Katolik di Manggarai, Pulau Flores. Rasanya
hanya di NTT Presiden RI sungguh menikmati perjalanan semacam itu.
Pening Kepala
Saya merasa perlu berbagi cerita tentang suasana menjelang dan saat
kedatangan tamu HPN Kupang tanggal 6, 7 dan 8 Februari 2011. Tak banyak
yang tahu betapa peningnya kepala kami, khususnya panitia HPN seksi
akomodasi mengatur penginapan bagi para tamu yang datang hampir
bersamaan dalam jumlah lebih dari 1.000 orang. Tamu dan undangan HPN
Kupang sungguh di luar prediksi awal lantaran Presiden SBY menginap
selama tiga malam. Jumlah menteri yang datang ke Kupang kala itu
sebanyak 24 orang atau lebih dari separuh anggota Kabinet Indonesia
Bersatu jilid II. Kedatangan pejabat negara serta tamu VIP, VVIP dan
tokoh pers nasional dari 33 provinsi bukan sesuatu yang mudah.
Lain ceritanya bila Kupang memiliki akomodasi perhotelan yang memadai.
Nah, kita semua maklum bahwa hotel di Kupang selain jumlahnya sudah
terbatas, standar hotel berbintang pun bisa dihitung dengan jari sebelah
tangan. Saya melihat sendiri betapa Ketua Panitia HPN, Bung Andre Koreh
terlibat diskusi alot (untuk tidak melukiskannya sebagai bersitegang)
dengan staf protokoler Istana juga komandan Paspampres saat mengatur
penempatan para tamu VIP dan VVIP. Rata- rata hanya mau memilih Hotel
Kristal atau minimal Hotel Sasando, sementara kapasitas kedua hotel itu
tidak sanggup menampung semuanya. Tentu harus ada yang mengalah dan hal
tersebut butuh penjelasan yang santun sehingga mereka bisa memahami
keterbatasan Kupang sebagai tuan rumah.
Alhamdulilah. Cara panitia memberi penjelasan dapat dimaklumi para tamu
meskipun gerutuan dan sindiran-sindiran kecil tak bisa dipungkiri. Tak
apalah. Ini konsekwensi dari kesiapan Kupang menjadi host event akbar.
Keterbatasan akomodasi perhotelan di Kupang merupakan fakta tak
terbantahkan.
Pada tanggal 7 Februari 2011 kira-kira pukul 21.24 Wita, seorang LO
menemui saya di Sekretariat Panitia HPN Kupang. Dia baru saja
mendampingi seorang duta besar dari negara Asia Selatan ke salah satu
hotel di Kupang. "Saya sempat risih dan malu, Om. Beliau nginap di kamar
hotel yang sangat sederhana untuk standar seorang duta besar. Tapi
setelah mendengar penjelasan saya, syukurlah beliau mengerti bahwa
Kupang adalah daerah Indonesia Timur yang dalam banyak hal masih
berkekurangan," kata LO itu, mahasiswi dari Undana Kupang. Saya salut.
Dia telah menjadi duta NTT yang smart.
Praktis hanya empat bulan setelah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di
Kupang tanggal 9 Februari 2011, saya bertugas di luar Kota Kupang.
Memang saya masih bolak-balik ke Kupang saban bulan, namun perkembangan
kota ini tidak bisa saya ikuti setiap saat. Setidaknya saya kini menjadi
semacam outsider, melihat Kupang (NTT) dari luar. Cara memandang
semacam itu jauh lebih elok untuk menemukan perbedaan, perkembangan dan
perubahan wajah Kupang, kota yang dalam banyak sisi menjadi barometer
bangunan Nusa Tenggara Timur.
Dalam tiga tahun terakhir, harus diakui wajah Kupang telah banyak
berubah. Lebih dari 10 hotel yang baru dibangun dalam kurun waktu tahun
2011-2014. Bahkan beberapa saat ke depan akan hadir lagi hotel
berbintang dari grup ternama di Indonesia. Pusat-pusat perbelanjaan baru
pun tumbuh pesat.
Sebagai orang yang kerap bepergian karena tugas, indikator yang saya
pakai simpel saja. Setiap kali menumpang pesawat baik dari Surabaya,
Bali atau Jakarta tujuan Kupang, semakin banyak saja muka baru alias
orang yang saya tak kenal. Artinya apa? Itu menandakan betapa tingginya
mobilitas manusia dari dan ke Kupang, Ibu Kota Provinsi NTT. Tingginya
mobilitas manusia dan barang mencerminkan bisnis tumbuh. Perputaran uang
tidak lagi berjalan di tempat. Kupang atau NTT umumnya sebagai tujuan
investasi bukan lagi isapan jempol.
Tanggal 29 Desember 2012 atau sepekan setelah PWI NTT menggelar
Konferensi Cabang di Hotel Sylvia Kupang, saya bersama pengurus harian
PWI Cabang NTT periode 2012-2017 beraudiensi dengan Gubernur NTT Drs.
Frans Lebu Raya. Dalam pertemuan itu Gubernur Frans Lebu Raya
menyampaikan beberapa event berskala nasional yang berlangsung di Kota
Kupang dalam tahun 2013. Dia menyebut di antaranya Kupang dipercaya
sebagai tuan rumah Kongres Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI) serta Sail Komodo 2013. Jumlah peserta, tamu serta undangan
untuk event sekelas itu kurang lebih 1.000 orang. "Soal hotel bukan
masalah lagi di Kupang," kata Lebu Raya dengan wajah sumringah.
Tahun 2014 juga telah berlangsung sejumlah event berskala nasional dan
internasional di ibu kota Provinsi NTT ini. Sebut misalnya Musyawarah
Nasional (Munas) PKBI, Pekan Olahraga Pelajar Wilayah (Popwil) IV yang
melibatkan atlet dan ofisial dari delapan provinsi dan Lomba Bintang
Radio tingkat Nasional dan ASEAN pada bulan Oktober 2014. Kini sudah
menjadi hal biasa bagi Kupang dipercaya sebagai tuan rumah.
Ya, Kupang sebagai barometer wajah Provinsi NTT sudah mengalami
perubahan signifikan wajah dan profilnya setelah tiga tahun
berlangsungnya HPN 2011. Pemerintah dan masyarakat NTT menyadari
sungguh HPN telah membuat perubahan itu. Tentu saja masih ada
kekurangan di sana-sini, namun kekurangan itu selalu mungkin untuk
disempurnakan terus-menerus.
Kolegaku para ketua PWI dari berbagai daerah di Indonesia serta
rekan-rekan wartawan masih saja menyampaikan kesan manis tentang HPN
Kupang 2011. Saat ditunjuk menjadi tuan rumah tahun 2012, teman-teman
dari PWI Provinsi Jambi melakukan studi banding ke Kupang. Demikian
pula dengan Bengkulu yang dipercaya sebagai tuan rumah HPN tahun 2014.
Tentu saja bukan kesan itu yang utama dan terus dibangga-banggakan
sekadar romantisme nostalgik. Dengan menulis catatan ini saya secara
pribadi dan dalam kapasitasku sebagai ketua PWI Provinsi NTT mau
menyuarakan sekali lagi bahwa momentum peringatan Hari Pers Nasional
tidak sekadar seremoni rutin tahunan. Peringatan HPN mendorong daerah
di tanah air tercinta ini untuk bangkit meraih kemajuan demi
kesejahteraan rakyat yang empunya kedaulatan. *
Sumber: Buku
Geliat NTT, Jambi dan Bengkulu Pasca HPN. Diterbitkan PWI Pusat dan diluncurkan pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2015 di Batam, Kepri 9 Februari 2015.