Ini Baru Budi


Paul Budi Kleden, SVD (kiri)

Oleh: Robert Bala

Penulis buku Homili yang Memikat, Prolog oleh P. Paul Budi Kleden, SVD (Penerbit Ledalero, Maret 2024)

Pengumuman P. Paul Budi Kleden SVD sebagai Uskup Keuskupan Agung Ende mengejutkan. Mengapa?

Karena sebagai pimpinan tertinggi SVD, Budi semestinya meneruskan ‘tradisi’ Provinsi Gerejawi Nusa Tenggara (mencakup keuskupan Larantuka, Ende, Weetebula, Ruteng, Denpasar, Kupang, dan Atambua) untuk hanya memilih imam projo.

Itulah tradisi sejak Uskup Longginus da Cunha (1996), Uskup Turang (1997), Uskup Benyamin Bria (2000), Uskup Frans Kopong Kung (2002), Uskup Visen Sensi (2007), Uskup Domi Saku (2007), Uskup Silvester San (2008), Uskup Sipri (2019) dan yang terakhir Uskup Pakaenoni (2024) semuanya imam projo.

Logikanya, Ende sebagai Keuskupan Agung harusnya meneruskan ‘tradisi’ memilih salah seorang imam projo, apalagi Uskup Longginus dan Sensi sebelumnya juga imam projo.

Umat Gereja Nusa Tenggara rasanya sudah terima kenyataan. Hal ini bukan karena gereja lokal lupa akan SVD sebagai wilayah ‘SVD’. Pada masanya, semua uskup di wilayah ini adalah SVD (bukan yang lain).

Tetapi SVD Nusa Tenggara kemudian menafsir dan menerapkan secara konsekuen konstitusi SVD no 102 yang berbunyi: ... Kita bekerja pertama-tama dan terutama di tempat-tempat Injil belum sama sekali atau belum cukup diwartakan, dan di tempat-tempat Gereja lokal belum sanggup hidup dengan kekuatan sendiri. Tugas-tugas yang lain harus diarahkan kepada tujuan-tujuan utama ini.”

Di sinilah awal ‘minggirnya’ SVD karena merasa gereja lokal sudah bisa hidup dengan kekuatan sendiri oleh telah hadirnya imam projo berkualitas. Jabatan uskup menjadi salah satu konsekuensi.

Lalu mengapa praktik yang sudah diterapkan 37 tahun (sejak penahbisan Mgr Hilarius Moa Nurak, SVD tahun 1987, kini harus kembali lagi? Apakah itu berarti SVD ‘mengambil alih’ jabatan uskup yang selama ini ‘dipinjamkan sementara ’ ke imam projo?

Pendapat seperti ini sah-sah saja. Terpilihnya P. Paul Budi Kleden SVD yang juga superior Jenderal tentu bukan sekadar ‘mengambil jatah yang selama ini sudah ditinggalkan SVD? Apakah hal ini bisa memunculkan ‘kecemburan’ terutama antar imam projo yang merasa jatahnya diambil?

Bisa dipastikan para imam Keuskupan Agung Ende, saat mendengar nama Pater Budi disebutkan, mereka malah bersujud mencium tanah Ende-Lio, Ngada, dan Nagekeo.

Sementara umat terutama dari generasi di atas 50 tahun kalau ada yang bingung pun, mereka pun tidak kehilangan akal karena dengam mudah mengingat figur: Wati, Iwan, dan terutama Budi.

Di sana nama Wati sang kakak dan Iwan sang adik rasanya hanya pelengkap untuk menggambarkan bahwa figur sentral adal di frase ini: Ini Budi, Ini Ibu, Bapak, Kakak, Adik Budi.

Tetapi ada yang jauh lebih penting. Budi adalah sebuah nama yang yang terpilih dari total 5.754 anggota SVD saat ini (Catalogus 2024) di seluruh dunia.

Kalau masih belum lengkap, jumlah itu tersebar di 80 negara dari lima benua. Dengan demikian kalau kini Budi jadi pimpinan tertinggi, maka ia sungguh merupakan ‘personaje’ (karakter) kata orang Spanyol.

Sebuah karakter yang tidak saja tiba-tiba ‘turun dari atas’ tapi bertumbuh dan berkembang dari bawah. Kalau pun ‘ditracing’ (dilacak), kemungkinan menemukan celah hidup pada perjalanan hidup pria kelahiran Waibalun 16 November 1965 itu sangat kecil.

Karena itu keterpilihan Budi menimbulkan kecil kemungkinan untuk ditolak. Malah yang akan terjadi adalah munculnya rasa cemburu dan iri hati, terutama Keuskupan Larantuka yang tentu sedang menyiapkan kadernya menggantikan Uskup Frans Kopong Kung.

Budi’s Effect

Daripada berkutat pada iri hati, pertanyaan yang jauh lebih penting: apa yang menjadi ‘budi’s effect’ atau efek yang bisa hadir dengan terpilihnya doktor Teologi Dogmatik dari Universitas Albert Ludwig Freiburg Jerman ini sebagai Uskup Agung?

Pertama, keterpilihan Superior Jenderal SVD ke-12 menjadi Uskup Agung merupakan sebuah hal baru dari Superior Jenderal SVD selama ini. Dari 12 Superior Jenderal SVD sejak Santo Arnoldus Janssen, baru P. Paul Budi Kleden, SVD yang terpilih langsung menjadi Uskup.

Memang ada anggota Dewan Jenderal seperti Leo Cornelio SVD yang terpilih jadi uskup tahun 1999 di Khandwa dan kemudian Uskup Agung Bhopal, India (2007).

Tetapi Budi Kleden menjadi superior Jenderal pertama terpilih sebagai uskup Agung, Ini sesuatu yang ‘fenomenal’. Di sini terbukti lagi bahwa Keuskupan Agung Ende sangat berbangga memiliki Budi sebagai uskupnya dan bisa berkata: Ini Baru Budi.

Kedua, keterpilihan SVD kembali menduduki jabatan Uskup merupakan tafsiran yang tepat terhadap kemandirian gereja lokal. Semua imam baik projo maupun dari kongregasi yang ada di sebuah keuskupan merupakan elemen konstitutif dari gereja lokal.

Karena itu umat yang ada di wilayah itu berhak untuk mendapatkan kandidat terbaik sebagai uskup, entah imam projo ataupun biarawan dari aneka kongregasi. Figur terbaik, siapapun dia, diharapkan dapat memaknai tantangan gereja yang semakin konmpleks.

Dengan ini juga tidak berarti praktik selama 40 tahun terakhir yang hanya memberi ruang bagi imam projo sebagai praktik tak lazim. Ia bisa disebut sebuah keberanian yang patut diapresiasi.

Namun itu tidak berarti setelah periode tertentu perlu dikoreksi dan secara fleksible membuka tafsiran lain hal mana terjadi dengan penunjukkan Pater Paul Budi Kleden sebagai Uskup Agung kini dan diharapkan akan menjadi peluang baru dalam mencari figur untuk menjadi Uskup Larantuka dan mungkin Labuan Bajo.

Ketiga, keterpilihan P. Budi Kleden, SVD memunculkan efek yang jauh lebih menarik untuk diterawang.

Terlalu berlebihan untuk menilai bahwa penunjukkan Budi sebagai Uskup Agung Ende memiliki target untuk kepemimpinan yang jauh lebih dari itu baik di level KWI, jadi Kardinal, dan mengapa tidak untuk menjadi pemimpin gereja universal kelak?

Ini bisa saja disebut harapan terlalu jauh dan berlebihan. Tetapi kefasihan Budi berbahasa Jerman, Inggris, Spanyol, dan Italia (sepeti bahasa sendiri) bukankah ini menunjukkan bahwa ke depannya Budi akan lebih mudah berkomunikasi di Gereja universal? Ah, ini hanya harapan.

Tapi kalau ingat kata-kata dari Aristoteles bahwa harapan merupakan mimpi yang terjaga (Hope is a waking dream), maka mari kita jaga mimpi ini. Kalau pun terjadi, maka itu hanya tambahan.

Yang pasti, kita menyertai P. Budi untuk memulai langkah ini dari Ende, tempat Sukarno juga memulainya di sini.

Kita pun berharap, jangan-jangan efek Sukarno yang bisa juga jadi efek Budi? Kita doakan saja agar langkah awal ini kemudian mendatangkan decak kagum: Ini (Baru) Budi. (*)

Sumber:  Pos Kupang

Budi Kleden, Ende, dan Kebun Vanila

 

Paul Budi Kleden, SVD


Oleh: Pater Charles Beraf, SVD

Pastor Paroki Detukeli, Ende

KABAR tentang Uskup baru Ende, Mgr. Paul Budi Kleden, SVD sampai ke telingaku saat saya sedang membetulkan tajar vanilla di kebun Paroki Roh Kudus Detukeli. 

Mengejutkan? Sedikit saja reaksi itu. Budi, dari kaca mata saya sejak dulu, layak menjadi uskup. 

Seorang yang rendah hati, cerdas, juga seorang yang bisa diajak untuk masuk ‘ke kebun’. 

Alasan lain, Budi memang dibesarkan dari rahim Keuskupan Agung Ende (KAE): mengenyam pendidikan di STF Ledalero dan kemudian menjadi dosen pada almamater itu (ketika STF Ledalero masih ada dalam wilayah KAE), pernah menjadi anggota dewan Provinsi SVD Ende sebelum  terpilih sebagai Superior Jenderal SVD.

Minggu lalu ketika beliau mengirimkan kepada saya dan pater Yohan Wadu (Zarathustra) dokumen tentang sepak terjang SVD dalam perfilman di Indonesia, saya memang dibayang-bayangi pikiran entahkah Budi yang nota bene imam kongregasi bisa menjadi uskup di Ende dihadapkan pada semacam pandangan di antara segelintir konfrater SVD untuk memprioritaskan “uskup dari imam diosesan”, ya gereja lokal KAE sudah sangat mampu untuk melahirkan seorang uskup. 

Tapi toh mendengar kabar sore ini, saya toh akhirnya sampai pada pandangan bahwa memang Budi sudah dibesarkan dari rahim gereja lokal KAE dan karena itu, ‘layak’.

Budi sekarang bukan hanya milik SVD, tapi lebih dari itu, dia adalah milik KAE. Pelampauan ini, hemat saya, amat missioner. Budi, mungkin di kalangan sebagian besar konfrater SVD, dipandang layak lagi untuk terpilih sebagai Superior Jenderal dalam Kapitel Jenderal SVD mendatang. Namun mau bagaimana? 

Roh menuntunnya ke Ende, kembali ke rahim, kembali di tengah umat KAE yang sebagian besar adalah para petani dan peternak yang sedang dihadapkan dengan aneka persoalan: kekacauan iklim, gagal panen/tanam, ASF dan lain lain.

Apakah Budi bisa diajak ‘ke kebun” para petani? Apakah Budi bisa membuang langkah ke kandang para peternak? Apakah Budi bisa berbau ala para domba di keuskupan ini?

Saya mengenal Budi cukup dekat. Dia ketika pertama kali menjadi dosen di STF Ledalero, mengasuh mata kuliah Teodice, perihal penderitaan dan angkatan kami mahasiswa pertamanya. 

Dia mengajar tanpa buku, tetapi amat sistematis – hal yang cukup kuat memberi gambaran bahwa Budi memang menjiwai ‘dunia penderitaan’ dengan kaca mata teologis-filosofis dan sastrawi yang tajam. 

Ketika saya mendirikan KMK (Kelompok Menulis di Koran Ledalero), saya meminta beliau untuk menjadi moderator bagi para penulis pemula (Ve Nahak, Bill Halan, Willy Gaut, dll)  yang masih tambal sulam dalam hal menulis dan  Budi mengiyakan. 

Hasilnya, “tahi kucing bisa terasa seperti coklat”. Ya, yang sederhana di mata kebanyakan orang, toh bagi Budi, bisa jadi sangat luar biasa.

Budi memang dikenal banyak orang lewat artikel-artikelnya, selain beberapa karya berupa buku. 

Di harian lokal Pos Kupang dulu, Budi, seingat saya, amat setia menulis, Banyak artikelnya (artikelnya pertama di harian itu “perihal hukuman mati’) –menggambarkan cukup jelas betapa Budi amat peduli dengan persoalan-persoalan sosial. Tapi tidak cuma artikel. 

Tidak cuma buku. Tidak cuma di ruang kelas. Budi juga seorang pegiat sosial. Seingat saya, ketika RUU SISDIKNAS menjadi hal kontroversial dan diskriminatif (saat itu saya menjabat sebagai Wakil Ketua Senat mahasiswa STF), Budi mendorong kami para mahasiswa untuk bergerak, menggelar demonstrasi memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum minoritas.

Budi dikenal. Ya. Tetapi beliau juga mudah sekali mengenal orang. Hemat saya, dia, di kalangan para formator dan dosen, paling banyak mengenal frater – mahasiswa. Sekali kenal, tetap terkenang (sulit lupa). 

Itu sebabnya dia selalu dikenang oleh para mahasiswa sebagai dosen yang rendah hati, yang kapan saja dan di mana saja bisa berbaur dengan siapa saja (tak peduli dari kalangan mana).

Dengan sejumput kualitas mengagumkan di atas,  apakah Budi nanti bisa diajak ‘ke kebun’ para petani atau ‘kandang’ para peternak di KAE?

Sejumput harapan sedang ada di benak para awak dan umat KAE agar Budi memang benar benar mengemban tugas kegembalaan yang berkonteks. 

Budi dibesarkan dari rahim KAE, dan tentu saja kita berdoa dan berharap agar gereja Keuskupan Agung Ende dengan visi “menjadi gereja yang injili, solider, missioner dan mandiri” sungguh nyata dalam derap kegembalaan sang Uskup Baru.

Selamat datang Uskup Baru, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD. Kami semua menantimu dengan doa dan harapan yang penuh.

Salam dari Kebun Vanila Gereja Kajuoto, Detukeli!

Sumber: arahkita.com


Paul Budi Kleden, Teologi Terlibat, dan Tantangan Imam Masa Kini

 

Paul Budi Kleden, SVD

Oleh Valens Daki-Soo

Penulis adalah entrepreneur dan politisi, mantan Frater SVD di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, Flores.

Paus Fransiskus akhirnya menunjuk Superior General SVD (Societas Verbi Divini), Pater Dr. Paulus Budi Kleden, SVD menjadi Uskup Keuskupan Agung Ende (KAE). Pengangkatan Pater Budi secara resmi dibacakan oleh Administrator KAE, Rm. Yosef Daslan Moang Kabu di Gereja Katedral Ende pada 25 Mei 2024. 

Dengan demikian, berakhirlah penantian umat KAE akan sosok pemimpin spiritual yang baru sejak mangkatnya Mgr. Vincentius Sensi Potokota enam bulan lalu. Mgr. Sensi meninggal dunia di Rumah Sakit Sint Carolus Jakarta pada 19 November 2023.

Rasa syukur, apresiasi, dan ucapan selamat terhadap Pater Budi datang dari berbagai kalangan dan membanjiri media sosial. 

 Pengalaman Pribadi

 Kepada beberapa teman dekat yang juga mantan frater SVD, saya pernah bilang begini beberapa waktu setelah Mgr. Sensi wafat, "Jangan-jangan Pater Budi Kleden menjadi pengganti (sebagai Uskup Agung Ende)." Ternyata benar dan itu sebabnya saya tidak heran ketika diumumkan, karena Pater Dr. Paul Budi Kleden, SVD seorang figur imam yang episkopabilis, layak menjadi uskup.

 Sebelum beliau akhirnya diumumkan Vatikan sebagai Uskup Agung Ende yang baru, saya terakhir bertemu Pater Budi di kantor pribadi saya di PT Veritas Dharma Satya (PT VDS), Tebet, Jakarta. Beliau datang untuk 'sharing' dengan sejumlah alumni Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK), yang sekarang menjadi Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero, Maumere, Flores.

 Pertemuan itu terjadi pada 2018, tak lama setelah Pater Budi (begitu beliau biasa disapa) dipilih menjadi Superior General SVD atau pimpinan tertinggi SVD sedunia yang berpusat di Roma. Mengapa di 'markas' PT VDS? Itu kebetulan menjadi tempat diskusi rutin kami, sejumlah alumni Ledalero Jabodetabek yang dimotori Redem Kono, mantan murid Pater Budi.

 Meski merupakan orang Indonesia pertama (dan orang Asia kedua) yang menjadi Superior General SVD, Pater Budi yang dikenal sangat cerdas sekaligus amat rendah hati itu mengomentari posisinya (pemimpin tertinggi SVD) sebagai "biasa saja, tak ada hal yang perlu dibanggakan". Dia berujar, "Saya tetap bekerja seperti biasanya, hanya beda tempat dan jumlah orang yang harus diurus. Tak ada hal yang luar biasa, karena SVD sudah punya konstitusi, sistem kerja dan spirit misioner yang perlu selalu diaktualisasi."

 Secara pribadi, sebenarnya saya mengenal Pater Budi jauh sebelum ini. Ketika mendengar namanya disebut sebagai uskup baru KAE, ingatan saya terlempar kembali ke Ledalero, bahasa Sikka artinya "bukit (tempat) sandar matahari". Di Ledalero berdiri teguh Seminari Tinggi St. Paulus milik SVD sejak 20 Mei 1937 dan STFK (kini IFTK).

 Pater Budi adalah senior kami, persisnya satu tahun di atas angkatan saya dan teman-teman. Beliau dan para konfrater-nya masuk Novisiat SVD Ledalero tahun 1985, saya dan kawan-kawan novis (frater baru) SVD menginjakkan kaki di seminari tinggi itu tahun 1986. Beliau senior tidak hanya dalam angkatan, tapi juga dalam usia (Pater Budi lahir tahun 1965, saya 1968). 

Namun, karakternya yang rendah hati, cerdas, ramah, pendengar yang baik, dengan daya ingat yang luar biasa membuat Frater Budi dekat dengan kami semua. Kelak, ketika menjadi dosen teologi di alma maternya ini, dia dikenal bisa menghafal/mengingat nama semua mahasiswanya yang berjumlah 800 orang, sebagaimana testimoni rekan dosennya yang juga kini Rektor IFTK Ledalero, Pater Dr. Otto Gusti Madung, SVD.

 Masih teringat, suatu ketika setelah makan malam di Novisiat Ledalero tahun 1988, saya menemui Frater Budi dan "sharing" tentang keraguan saya terkait panggilan menjadi imam. Hati saya tergerak untuk sharing kepada sang senior karena sikapnya yang menerima dan mendengarkan tanpa menghakimi. Sungguh pribadi yang berwibawa, humanis, rendah hati dan pendengar yang setia.

 Oleh karena kepribadiannya yang integral dan jiwa kepemimpinannya yang kuat dengan kecerdasan yang sangat memadai, Frater Budi dikirim ke Wien, Austria, untuk melanjutkan studi teologinya. Biasanya yang dikirim untuk studi lanjut ke luar negeri adalah frater yang sudah ditahbiskan menjadi imam. 

Namun, kali itu -- dan sejak itu -- Rektor Seminari Tinggi Ledalero yang juga Ketua STFK Ledalero Pater Dr. Hubert Muda, SVD (putra Mangulewa-Ngada yang mengambil doktornya di Universitas Kepausan Gregoriana Roma) mengirim Frater Budi (asal Waibalun, Larantuka) dan Frater Ferry Radju Tuga (asal Bajawa, Ferry kemudian mengundurkan diri dari SVD saat di Austria), lalu disusul frater-frater muda terpilih ke luar negeri untuk menjalani Overseas Training Program (OTP).

 Setelah menyelesaikan studinya di Sankt Gabriel Moedling bei Wien, Austria, Pater Budi sempat menjadi pastor paroki di Swiss. Kemudian dia belajar dan mengambil doktor bidang Teologi Sistematik di Universitas Freiburg, Jerman. Pater Budi sangat fasih dalam beberapa bahasa asing. Pater Fritz Meko Svd dalam tulisannya menyebut Pater Budi menguasai tujuh bahasa asing.

 Sebenarnya, saya agak menyesalkan Pater Budi menjadi uskup. Saya ingin beliau tetap menjadi dosen dan pembina di alma mater IFTK Ledalero. Sebagai dosen Pater Budi punya kapasitas akademis-intelektual yang mumpuni. Sejumlah buku telah ditulisnya dan dia menjadi teolog andal di Ledalero yang dikenal luas, termasuk dalam advokasi terhadap kaum marjinal atau orang kecil yang menjadi korban ketidakadilan.

Sebagai formator/pembina Pater Budi adalah pengkader yang ikut melahirkan para imam misionaris SVD maupun para kader "awam" (laicus) yang berkiprah di mana-mana.

 Namun, mungkin Pater Budi lebih dibutuhkan Keuskupan Agung Ende dengan segala kompleksitas masalah dan serbaneka tantangannya.

 Teologi Terlibat

 Menempuh pendidikan calon imam bertahun-tahun di Eropa tidak lantas membuat Pater Budi melupakan Indonesia tanah tumpah darahnya. Ketika kebanyakan orang berteologi dengan kecenderungan berkiblat pada pemikir Barat, Pater Budi membangun sebuah kesadaran mengenai usaha berteologi di Indonesia yang sadar konteks, yang antara lain tertuang dalam karyanya berjudul "Teologi Terlibat: Politik dan Budaya dalam Terang Teologi".

 Lewat buku ini, Pater Budi, yang mendalami dan menerjemahkan pemikiran Johann Baptist Metz, teolog dan imam Jesuit asal Jerman, mengulas masalah-masalah sosial-politik dan sosial-kultural untuk menegaskan bahwa Allah sungguh terlibat dalam sejarah umat manusia.

 Pater Budi dengan rendah hati mengakui, teologi terlibat bukan salah satu teologi baru, tapi lebih sebagai sebuah usaha sadar untuk menegaskan inti dari kegiatan berteologi.

 "Jika kegiatan teologis adalah refleksi atas iman yang merupakan tanggapan dari wahyu Allah, maka gerakan menyentuh tema-tema politik dan budaya merupakan gerakan sah dan wajar mengingat wahyu Allah menunjukkan dengan jelas keterlibatan-Nya dalam sejarah umat manusia," tulis Antonius Ignasius Nggino Tukan mengomentari buku Teologi Terlibat: Politik dan Budaya dalam Terang Teologi.

 Dalam jurnal berjudul "Berfilsafat dan Berteologi di Indonesia", Pater Budi menulis iman yang dihayati di Indonesia mesti menjadi iman yang mengakar di dalam realitas budaya dan masyarakat Indonesia. 

Iman kita perlu menjadi "iman Nusantara atau Indonesia". Iman sungguh menjadi iman yang dipahami, diungkapkan dan berinkulturasi di Indonesia apabila didorong dan didampingi refleksi teologis. 

Dengan itu, iman sungguh berakar dan menjadi iman Indonesia yang menjadi sumber inspirasi dan motivator dalam perjuangan menegakkan hak-hak hidup, keadilan dan perdamaian serta dalam dialog dibutuhkan refleksi teologis yang serius.

 "Pertanyaan mengenai tema berfilsafat dan berteologi di Indonesia memungkinkan kita untuk melihat entahkah filsafat dan teologi memiliki relevansi di sini. Sesuatu dikatakan memiliki relevansi apabila ia menjawabi kebutuhan atau pertanyaan yang hidup di dalam satu masyarakat pada waktu dan di tempat tertentu," ungkap Pater Budi.

 Hemat saya, sebenarnya setiap teologi itu kontekstual, dalam arti setiap teolog (atau setiap orang?) berteologi sesuai tantangan dan kebutuhan zaman, tuntutan sosial-ekonomi-budaya-politik di mana sang teolog berada.

 Setiap teologi tidak lahir dalam vakum atau direfleksikan dalam tabula rasa. Teologi apapun niscaya lahir dalam konteks. Itu sebabnya Teologi Terlibat saya kagumi sebagai tawaran buah pikir Pater Budi untuk merespon serbaneka wajah dan kompleksitas persoalan di Indonesia tercinta ini.

 Para imam bahkan setiap umat Katolik tidak bisa tidak terlibat dalam segala segi keindonesiaan kita, meski keterlibatan itu berbeda dalam wujud, sifat dan caranya.

 Dalam konteks keindonesiaan kita, hemat saya, Teologi Terlibat menganjurkan setiap kita tidak berdiam diri dalam proses pembangunan bangsa (nation building) yang bersendikan pembangunan karakter (character building), dua hal yang selalu dikumandangkan Bung Karno. 

Kita perlu aktif turut serta dalam upaya merekat-kuatkan tali kebangsaan dan kenegaraan kita, merawat keanekaan multidimensional (suku, ras, agama, budaya, ekonomi, dan sebagainya).

 Teologi Terlibat menyerukan kita untuk tidak berdiam diri dan hanya pasrah melihat ketidakadilan, penindasan, kekerasan, kemiskinan dan kebodohan. Bersama dengan komponen-komponen lain bangsa, kita semestinya bergerak di setiap palagan/medan tempur untuk membela kebenaran dan memerangi kebatilan (terma Islam:  amar ma'ruf nahi munkar). 

 Ringkasnya, Teologi Terlibat meminta kita menjadi agen cinta ilahi yang memancarkan sinar kasih Tuhan ke segenap lapisan masyarakat. Kabar baik dari Yesus Kristus hendaknya menyeruak di tengah berbagai komunitas, tidak saja dalam ajaran verbal-imperatif tapi terutama dalam tindakan riil di tengah masyarakat -- sekali lagi, khususnya di kalangan kaum yang menderita dan terpinggirkan.

 Tantangan Seorang Imam

 Meski cakupan tanggung jawab seorang uskup amat luas, namun dalam tulisan ini saya secara khusus menyoroti beban seorang uskup dalam membimbing para imamnya menghadapi tantangan dalam dunia dewasa ini. 

Skandal seksual yang dilakukan sejumlah imam di berbagai belahan dunia, terutama Eropa dan Amerika menjadi indikator bahwa selibat adalah tantangan serius bagi para imam.

 “Para imam adalah seorang yang selibat – dan mereka menginginkannya – hanya karena Yesus juga selibat. Persyaratan untuk selibat bukan hanya bersifat teologis, namun bersifat mistik: semoga hal ini dapat dipahami oleh mereka yang mampu,” tulis Kardinal Pietro Parolin akhir 2023 lalu.

 Gulshan Ekka dalam artikel berjudul "Priesthood in Modern Age" menulis, para pastor tidak hanya berjuang untuk tetap kudus dan bertumbuh di dalamnya, namun juga menghadapi banyak tantangan untuk mewujudkan pelayanan imamatnya baik secara internal maupun eksternal.

 Berikut ini empat tantangan yang dihadapi seorang pastor yakni tantangan rohani, tantangan sosial, tantangan seksual, dan tantangan psikologis.

 Tantangan Rohani

 Perkembangan teknologi, globalisasi dan konsumerisme menjadi tantangan buat para imam. Para imam cenderung terpengaruh oleh arus zaman. Seorang imam mungkin tergoda untuk menghabiskan banyak waktu di depan internet, televisi, dan menggunakan ponsel. 

Lalu, waktu yang tersisa untuk berdoa, bermeditasi atau olah batin lainnya sangat sedikit dan kalaupun ada, ia mungkin merasa bosan dan kering, karena hidupnya berorientasi pada jadwal seperti itu. 

Para pastor melibatkan diri dalam berbagai pelayanan seperti pembangunan sosial umat, pendidikan, menjalankan lembaga besar dan lain-lain, dan pada akhirnya mereka tidak mempunyai waktu untuk fokus pada kehidupan spiritualnya. 

Mereka sangat mementingkan tugas. Meskipun seorang imam mungkin sangat cerdas, terpelajar, efisien dan efektif, tanpa doa ia tidak akan mempunyai pancaran rohani.

 “Pastor yang tidak berdoa lambat laun kehilangan kredibilitasnya, karena umat mencari bimbingan dan dukungan dari mereka yang berdoa dan spiritual. Ketika doa ditinggalkan, seorang imam akan dikelilingi oleh godaan dari segala penjuru seperti lebah, ia akan mendambakan kekuasaan dan kedudukan. Dia akan mengumpulkan uang. Alkohol akan menjadi teman tetapnya dan akan terjadi krisis dalam kesuciannya. Ini adalah titik terendah dalam kehidupan imam. Aspek yang menyedihkan dari kehidupan imam saat ini adalah bahwa gaya hidup modern telah menghambat keindahan kehidupan doa. Hal ini membutuhkan kebangkitan dan kebangkitan. Inilah kebutuhan saat ini untuk mencapai keseimbangan antara kenyamanan dan kehidupan spiritual.”

 Tantangan Sosial

 Ada era di mana umat biasa datang berkonsultasi dengan pastor untuk segala urusan. Pastor adalah orang yang paling terpelajar di masyarakat. Seorang pastor dianggap sebagai mercusuar masyarakat. Kini masyarakat sudah lebih berpendidikan. 

Oleh karena itu peran pastor saat ini lebih menantang. Tantangan terhadap panggilan imam secara historis dianggap sebagai tantangan yang muncul dari konsep negatif tentang dunia. Tidak ada yang diharapkan baik atau suci dari dunia ini dan oleh karena itu tradisi budaya, adat istiadat, perilaku, nyanyian, tarian, pemikiran, tulisan dan semuanya terbukti sebagai tantangan yang harus diatasi oleh seorang pastor.

Tantangan Seksual

 Imam Katolik antara lain dikenal dan ditandai dengan kehidupan selibatnya. Karunia selibat adalah landasan bagi seorang imam. Kewajiban selibat sebagai persyaratan untuk menjadi imam merupakan sebuah tantangan. 

Pelecehan seksual yang dilakukan sejumlah 'oknum' imam telah sangat mencoreng citra Gereja. Hal ini juga menyebabkan menurunnya kepercayaan umat terhadap imam. Perilaku seksual yang menyimpang seperti homoseksualitas, pedofilia, pencabulan menciptakan sikap negatif terhadap imamat baik di kalangan umat Kristen maupun non-Kristen. 

Pastor Tony Flannery, pensiunan berusia 76 tahun dari daerah Galway dan anggota pendiri ACP kepada Euronews pernah mengatakan, skandal pelecehan seksual yang terjadi di sekitar gereja adalah salah satu faktor utama yang mendorong orang menjauh dari agama.

Tantangan Psikologis 

 Karena para imam berurusan dengan pribadi manusia dalam pelayanannya, kedewasaan psikologis mereka sangatlah penting. Jika orang yang tertekan atau bermasalah menemui dan berkonsultasi dengan imam yang matang secara psikologis, kemungkinan besar dia akan menjalani kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya bila orang yang bermasalah itu "sharing" dengan pastor yang belum matang secara psikologis, masalahnya bisa menjadi lebih buruk.

 Kematangan psikis yang tangguh akan diiringi dengan kematangan rohani yang kokoh pula. Oleh karena itu kedewasaan psikis seorang imam sangat penting untuk menjadi pribadi yang dewasa secara rohani. Orang yang matang secara psikologis adalah orang yang relasional. Jika seorang imam pertama-tama ingin menjadi efektif dalam pelayanannya, ia harus menjadi orang yang relasional.

 Penutup

 Pater Budi bukan orang asing bagi umat KAE. Sebelum melanjutkan pendidikan calon imam di Austria, Pater Budi (sebagai frater kala itu) masih sempat menjalani masa novisiat dan satu tahun sebagai filosofen (mahasiswa filsafat) di STFK Ledalero. Setelah ditahbiskan menjadi imam di Austria dan mengabdi sebagai pastor paroki di Swiss, Pater Budi kembali berkarya sebagai dosen di STFK Ledalero.

 Sebelum diangkat menjadi Superior General SVD, Pater Budi pernah menjadi anggota dewan Provinsial SVD Ende. Tidak sedikit teman dan mantan anak muridnya yang kini menjadi imam di KAE. Memiliki kecerdasan di atas rata-rata, dengan kepribadian yang rendah hati dan egaliter, Pater Budi diyakini mudah diterima dan bisa bekerja sama dengan semua pihak, terutama dengan sesama imam di KAE.

 Kendati demikian, tantangan akan selalu ada. Sebagai imam, Pater Budi dan para koleganya di KAE ditantang secara intelektual, fisik, emosional, dan spiritual di medan karya. Seorang imam harus selalu sadar akan panggilan pemuridannya, yang meliputi keberpihakan dan kepedulian terhadap fakir miskin dan yang membutuhkan serta pengabdian tanpa pamrih kepada kemanusiaan. 

Seorang imam memerlukan pertobatan dalam cara hidupnya untuk menghadapi tantangan dan untuk bersaksi tentang Kristus, yang hanya dicapai melalui integrasi tubuh, pikiran dan jiwa serta hubungan pribadi yang mendalam dengan Tuhan. 

Proficiat Mgr. Paulus Budi Kleden, selamat berkarya bersama umat KAE. Kami akan selalu mendukungmu lewat doa dan karya. *

Sumber: Akun Facebook Valens Daki Soo

Selamat Datang Mgr. Paul Budi Kleden, SVD

 


Paul Budi Kleden, SVD

Oleh Romo Nani Songkares

Terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD sebagai Uskup Agung Ende yang baru disambut sangat antusias. Banyak sekali whatsapp group di mana para imam bergabung, dan di sana mengalir rasa syukur penuh kegembiraan atas terpilihnya Bapak Uskup Agung kita.

Pagi ini di paroki-paroki, saya yakin ada doa syukur, karena hanya dalam setengah tahun masa sede vacante, doa-doa umat se-Keuskupan Agung Ende terkabulkan.  Dan bahwa yang terpilih adalah salah satu dari misionaris kita, mungkin ini sejalan dengan dan sekaligus menegaskan arah-dasar Gereja Keuskupan Agung Ende yang mandiri, solider, injili, dan misioner.

 Biasanya para misionaris, SVD khususnya di Keuskupan Agung Ende, mengarahkan perhatiannya ke luar wilayah keuskupan. Dengan terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD, ada semacam gerak balik, mungkin untuk mengingatkan bahwa setiap medan pastoral adalah medan misioner.

Begitu mendengar nama Mgr. Paul Budi Kleden, SVD, saya teringat sederetan nama para Uskup SVD yang melayani Gereja Keuskupan Agung Ende, dari awal berdirinya. 

Saat umat se-keuskupan berdoa bagi pemilihan Uskup yang baru, nama-nama para Uskup itu disebut satu persatu, dalam satu tarikan napas dengan para Uskup dari kalangan imam diosesan, lengkap dengan moto tahbisan episkopal yang memperkaya. 

Mgr. Petrus Noyen, SVD dengan moto “Mutiara dari Timur”; Mgr. Arnoldus Vestraelen, SVD dengan moto “Bagi Allah dan jiwa-jiwa; Mgr. Henricus Leven memilih moto “Salam, O, Salib, satu-satunya Harapan”; 

Disebutkan juga para uskup dari Jepang, yakni Mgr. Paulus Yamaguchi dan Mgr. Aloysius Ogihara, SJ, yang menjadi perpanjangan tangan Tuhan yang memelihara umat di saat krisis. Lalu disebutkan Mgr. Antonius Thijssen, SVD yang mengusung moto “Di dalam SabdaMu”; Mgr. Gabriel Manek, SVD bermotokan “Bunda Maria, Pelindung segala Bangsa”;

 Mgr. Donatus Djagom, SVD mengambil moto “Mari Kita Wartakan Kristus yang Disalibkan”; Mgr. Abdon Longinus Da Cunha mempunyai moto “Mendengarkan dan Mewartakan”; dan moto Mgr. Vinsensius Sensi Potokota adalah “Beritakanlah Firman, Baik atau Tidak Baik Waktunya”.

Tampak sekali semangat misioner yang universal dan terbuka yang menembus sekat-sekat primordial: pribumi non pribumi, Eropa-Asia, penjajah-jajahan, imam diosesan-imam tarekat. Semangat misioner itu serasa mengalir dari waktu ke waktu dan menggembalakan umat Keuskupan Agung Ende. 

Saat ini, ketika Mgr. Paul Budi Kleden, misionaris SVD,  terpilih menjadi Uskup Agung Ende yang baru, rasanya semangat misioner itu sama sekali tidak hilang dalam lintasan sejarah, bahkan, atas bimbingan Roh, bernyala dengan cemerlang. 

Maka pantas kalau umat bergembira, dan kita semua  merayakan berita ini dengan rasa syukur yang besar, hari ini, persis pada Pesta Tritunggal Mahakudus. Selamat datang Bapak Uskup!

Kalau terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD dikaitkan dengan kaderisasi para imam, baik imam diosesan maupun imam tarekat, taruhan kaderisasi bukanlah pada terpilihnya seseorang menduduki jabatan tertentu dalam gereja, seakan-akan tidak ada ruang lagi bagi The Invisible Hand yang mengorkestrasi semua ini. Taruhan kaderisasi, bagi saya, letaknya pada kualitas pelayanan sehari-hari dengan semangat misioner yang tidak pudar dalam tugas apa pun yang dipercayakan gereja kepada kita.

Semua kita mengenal Bapak Uskup Agung kita yang baru ini, baik kompetensi intelektualnya, kerohanian, kepribadian, maupun keluasan hatinya. Bagi saya ini berkat yang luarbiasa bagi gereja lokal kita. 

Saya teringat tahun 2018 sesudah Mgr. Budi dipilih jadi Superior General SVD. Dia jalan-jalan ke Mataloko. Saat itu sudah sore. Saya sedang berada di English Room bersama sejumlah anak. Saya terkejut bukan main. Spontan saya peluk dia, dan saya katakan pada anak-anak, “He anak-anak, tahu tidak, ini Pater Superior General SVD yang baru, pemimpin tertinggi SVD sedunia!”

Anak-anak terkesima. Pater Budi, seperti biasa, sangat sederhana, sangat rendah hati. Tidak terasa ada tendensi megalomania pada dirinya, padahal semua orang tahu, dia raksasa. 

Sesudah dia tinggalkan English Room, saya terdiam. Orang besar ini begitu manusiawinya, begitu bersahajanya. Saya merasa seperti temannya, saudaranya, padahal saya tahu, dan anak-anak tahu, betapa saya sering konyol, dan tidak ada model.

Sekarang dia bapak Uskup saya, Mgr. Paul Budi Kleden, SVD. Sebentar lagi saya akan cium tangannya, meletakkan tanganku di dalam genggaman tangannya. Rasanya ini rahmat.

Kadang saya bertanya, apakah spirit misioner itu masih mengalir deras dalam nadiku? 

Mgr. Noyen naik kuda, jalan kaki dari ujung timur Flores sampai ujung barat Labuan Bajo. Mereka pasti capai sekali. Namun itu bukan alasan bagi mereka untuk menimba kekuatan misioner lewat brevir, doa rosasio, baca Kitab Suci, dan terutama Ekaristi.

P. Paul Arndt, SVD, P. Herman Bader, SVD, Pater Glinka, SVD, untuk menyebut beberapa nama, pioner dalam menyelami hati terdalam dari umat. 

Mereka tidak besar karena pewartaan mereka tentang dirinya. Mereka besar karena melalui karya mereka kita lebih mengenal kedalaman diri kita sebagai orang Flores, local wisdom yang ternyata tak ternilai. 

Dan mereka sendiri, dengan kedalaman refleksi dan penguasaan pengetahuan menjadi artikulator dari kebernasan budaya kita. Mereka mengekspresikan teologi kebijaksanaan yang dihayati orang-orang kita.

Pater Hubert Hermens SVD, Pater Mommersteg, SVD, untuk menyebut beberapa, adalah pastor paroki, tapi bau tanah Flores yang mereka hirup membuat para petani, nenek moyang kita, orang-orang kita, berjalan dengan kepala tegak.

Semangat misioner itu tidak pernah hilang dalam lintasan sejarah. 

Namun, terkadang saya pikir, mungkin urat nadi yang mengalirkan darah misioner itu sudah mulai tersumbat oleh berbagai kolestrol, di era invasi teknologi dengan turbulensinya yang tinggi ini. 

Karena itu, mari kita bersatu hati mendoakan Bapak Uskup kita yang baru,  dan karya misioner di Keuskupan Agung Ende. (*)

Sumber: Seminari Todabelu

Makna dan Berkah Pastoral Terpilihnya Mgr Paul Budi Kleden SVD

 

Mgr. Paul Budi Kleden, SVD


Oleh Apolonius Anas, SPd

Direktur LBKP U-Genius Kefamenanu

Mgr Paul Budi Kleden,SVD baru saja dipilih Paus Fransiskus untuk memimpin Keuskupan Agung Ende. Kabar baik itu menyebar begitu cepat di jagat maya akhir pekan lalu. Secara serempak, ucapan syukur bertaburan di berbagai platform digital.

Berbagai pihak menganggap momentum ini sebagai berkat Allah yang luar biasa. Berkat itu bukan hanya diberikan kepada keluarga Besar Serikat Sabda Allah(SVD) di seluruh dunia dan umat Keuskupan Agung Ende tetapi juga umat Katolik seluruh NTT dan Indonesia.

Menurut saya, keterpilihan Mgr. Paul Budi Kleden menjadi Uskup Agung Ende saat ini sangat berbeda dan bernilai spiritualitas yang luar biasa. Karena pengikut St. Arnoldus Jansen ini adalah biarawan/rohaniwan berkharisma yang terkenal di seluruh dunia. 

Foto wajahnya yang terpampang di tiap rumah biara SVD maupun lembaga-lembaga pendidikan dan sosial yang bernaung di bawah Serikat Sabda Allah berada di seluruh dunia.

Pembaca tentu punya pandangan tersendiri tentang aura yang terpancar dari wajah beliau saat melihat fotonya di rumah biara SVD sekitar. Secara kasat mata tentu kita mengamini bahwa ia pantas dan layak dipilih menjadi Uskup Agung Ende.

Selain pandangan pintas di atas, tentu ada berbagai pertimbangan lain beliau dipilih menjadi uskup. Yang paling utama boleh jadi pertimbangan bobot keunikan spiritualitas Serikat Sabda Allah yang dijalankannya selama menjadi biarawan/rohaniwan puluhan tahun dan saat menjadi Superior General SVD di Roma periode 2018-2024. 

Ditambah lagi kepribadian beliau yang bersahaja, rendah hati, cerdas dan telah lama menjadi suri teladan ketaatan bagi segenap konfrater dalam mengarungi hidup di tanah misi dan menjalankan hidup membiara secara benar.

Pertimbangan terakhir tentu saja takhta suci tidak mau melupakan atau menghapus begitu saja jejak dan karya-karya besar Serikat Sabda Allah di tanah Flobamora. 

Karya karya SVD harus dihargai di tanah Flobamora karena fakta menunjukkan bahwa kontribusi besar Serikat Sabda Allah membimbing masyarakat Flobamora melalui karya misi telah membuahkan hasil.

Atas dasar itu maka mutiara terbaik Serikat Sabda Allah seperti Mgr Paul Budi Kleden sangat tepat, pantas dan layak dipilih menjadi uskup. Minimal satu keuskupan. 

Jika merujuk pada preferensi kualitas diri dan jam terbang memimpin sekitar 6.000-an anggota kongregasi Serikat Sabda Allah di seluruh dunia, hampir dipastikan Mgr Paul Budi Kleden ke depan bisa saja menjadi kardinal.

Di sisi lain efek pemilihan beliau secara rohani seperti mengangkat dan memperkuat nilai kekatolikan tanah Flores. Kali ini tampaknya pilihan Allah sama dengan pilihan hati manusia. Doa dan kerinduan akan pemimpin gereja yang tepat didengar Allah. 

Allah telah mendengarkan suara seruan umat akan kehadiran seorang gembala bersahaja yang bisa menjadi jembatan spiritual bagi kelangsungan ziarah jiwa manusia di bumi ini.

Makna Keterpilihan

Panggilan suci Mgr Paul Budi Kleden, SVD menjadi Uskup Agung Ende memperlihatkan bersatunya hubungan yang mendalam antara pilihan Allah dan manusia. Ada empat hal penting dan mendalam memaknai keterpilihan beliau sebagai Uskup Agung Ende.

Pertama, Gereja sejagat saat ini butuh pemimpin yang beriman dan bermoral akibat memanasnya tantangan zaman. 

Di tengah persaingan sengit pencarian pemimpin negara-negara dan daerah di Indonesia khususnya yang mengabaikan aspek iman dan moral, Gereja Katolik tetap konsisten memberi teladan ideal memilih pemimpin hanya bersandar pada kehendak Allah dan berbasis pada prinsip Teokrasi dan Kristokrasi tanpa menginjak-injak iman dan moral.

Legitimasi Teokrasi dan Kristokrasi tentu tidak bergeser dari pemahaman sentral dan hakiki bahwa suara umat tetaplah suara Tuhan. Mekanismenya jelas. 

Umat mempercayakan pelayan terbaik dalam hal ini tahta suci mencari pemimpin sekaligus pelayan menurut ukuran Allah dan ukuran manusia yang kemudian membawa manusia kepada keselamatan dan kemaslahatan rohani dan jasmani.

Tentu saja, Gereja Katolik saat ini "tegas" mencari pemimpin yang mampu memimpin dengan kekuatan iman dan moral. Paus Fransiskus membuktikannya dalam menentukan pemimpin yang bisa merepresentasi kehendak umat. 

Karena pemimpin Gereja dari dahulu telah menjadi teladan bagi umat dan masyarakat luas. Pancaran kepemimpinan dalam gereja harus bisa memberi inspirasi hidup yang berkesan serta mampu mengarahkan umat dan manusia lain mengarungi kehidupan rohani yang benar meneladani sikap kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II.

Ketika pemimpin gereja memiliki kekuatan iman yang kokoh dan ditopang oleh moral yang kuat, maka mereka mampu mengatasi tantangan apa pun seperti yang dialami gereja Katolik saat ini. 

Tentu pemimpin gereja seperti Mgr Paul Budi Kleden SVD bisa mengendalikan situasi gereja lokal dan regional yang terseok-seok akibat gertakan zaman yang menjelma dalam bentuk tantangan dari dalam dan dari luar gereja.

Kedua, pemimpin cerdas. Selain iman dan moral yang kuat, kepemimpinan yang cerdas sangat penting dalam memandu gereja. Visi misi gereja akan terlaksana dengan baik jika pemimpin punya bobot kecerdasan ideal. 

Dalam konteks gereja Katolik, pemimpin yang cerdas tentu saja memahami dinamika sosial, budaya, dan teologi yang berkembang. Sehingga mudah menyelesaikan permasalahan yang ada.

Maraknya persoalan internal yang menghempas kaum klerus belakangan lebih banyak didiamkan begitu saja tanpa menyentuh akar masalah. Hal ini yang kemudian membuat malu gereja dan berdampak secara luas kepada umat. 

Dengan demikian Gereja tentu membutuhkan pemimpin yang cerdas dan tegas mencegah tumbuhnya benalu yang mengganggu kesucian gereja.

Pemimpin yang cerdas dapat merencanakan strategi yang efektif untuk pertumbuhan gereja serta menghadapi berbagai persoalan yang muncul dengan arif dan bijaksana. Dampaknya iman umat akan teguh dan kuat karena ditopang para pemimpin gereja yang handal.

Ketiga, sikap integritas. Kecerdasan saja tidaklah cukup tanpa kekuatan yang berintegritas. Integritas adalah kunci dalam membangun kepercayaan umat dan menghasilkan pengaruh yang positif. 

Pemimpin gereja yang memiliki integritas akan menginspirasi umat dan para rohaniwan untuk mengikuti teladan hidup yang jujur, adil, dan bertanggung jawab. Pemimpin tentu diguguh dan ditiru karena sikap integritasnya.

Pemimpin gereja tidak boleh memiliki "kartu truf keburukan" dalam karya pelayanan karena hal itu menjadi prahara yang tidak terselesaikan dalam mengatasi permasalahan gereja. 

Karena sikap integritas dimiliki uskup, maka dalam membimbing kaum biarawan dan umat tentu tidak pilih kasih dan dilematis dalam menindak tegas hal-hal yang bertentangan dengan ajaran iman dan prinsip hidup bergereja.

Keempat, kekuatan fisik dan mental. Hal ini juga diperlukan dalam kepemimpinan gereja yang efektif. Pemimpin yang kuat dan sehat secara fisik mampu menanggung beban fisik dalam pelayanan gereja. 

Pemimpin harus sehat. Sementara kekuatan mental membantu pemimpin menghadapi tekanan dan tantangan yang kompleks yang berasal dari umat maupun dari para rohaniwan.

Ketika semua elemen ini bersatu dalam kepemimpinan gereja, hasilnya adalah sebuah komunitas gereja yang kuat, bersemangat, dan berdampak positif dalam masyarakat. 

Gereja yang dipimpin oleh pemimpin yang bermoral, beriman, kuat, cerdas, dan berintegritas tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pengembangan spiritual, pelayanan sosial, dan penyemangat bagi orang-orang di sekitarnya.

Saya yakin gambaran pelayanan Pastoral Keuskupan Agung Ende akan menjadi teladan bagi keuskupan lainnya ketika dipimpin oleh Mgr Paul Budi Kleden, SVD sehingga Keuskupan Agung Ende menjadi sumber belajar bagi keuskupan lainnya dalam menangani berbagai permasalahan yang dihadapi gereja. 

Saya yakin reksa pastoral Keuskupan Agung Ende ke depan sangat berbeda dan tentu reksa pastoral itu dinantikan oleh umat di keuskupan lain. Profisiat Mgr Paul Budi Kleden, SVD. 

Sumber: Pos Kupang


Drama Uang Sekolah



Mirip drama dengan klimaks yang mudah ditebak. Lepas isu panas sekadar tes ombak. Kalau bergolak riuh bos turun tangan. Bila adem ayem ya jalan terus.

Begitulah penggalan cerita tentang kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri. 

Hampir sebulan uang sekolah menjadi buah bibir masyarakat dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote karena angka kenaikannya dipandang tidak wajar. Mencekik leher.

Betapa tidak. Di tengah gejolak ekonomi bangsa ini  yang tak kunjung membaik sejak dihajar pandemi Covid-19, perguruan tinggi negeri ramai-ramai meminta persetujuan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk menaikkan UKT.

Angka kenaikan UKT yang diusulkan bervariasi. Tetapi secara umum mengalami peningkatan signifikan. Setiap perguruan tinggi negeri menyampaikan alasan mereka masing-masing. 

Riuh rendah suara protes di berbagai penjuru negeri. Ada pula yang turun beraksi lewat demo meskipun berskala sedang.

Cukup lama pemerintah diam seribu bahasa. Tak merespons gejolak UKT. Akhir cerita terjadi di hari Senin 27 Mei 2024. Setelah memenuhi panggilan Presiden RI Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Nadiem Makarim mengumumkan kenaikan UKT batal.

"Kami telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan kenaikan UKT dari perguruan tinggi negeri," kata Nadiem.

Nadiem mengatakan keputusan membatalkan kenaikan UKT diambil setelah pihaknya mendengar aspirasi masyarakat, mahasiswa, dan keluarga. Menurut Nadiem, kenaikan UKT harus mempertimbangkan asas keadilan. 

"Sekali lagi terima kasih kepada seluruh unsur masyarakat, mahasiswa, para rektor dan lainnya yang memberikan kita berbagai macam masukan," ujarnya.

Kita mengapresiasi keputusan pemerintah meski disertai pertanyaan mengapa sangat lama baru memutuskan? Kuat kesan pemerintah melempar wacana tersebut untuk mengecek reaksi masyarakat. 

Kalau mereka diam-diam saja berarti jalan terus. Padahal pemerintah pun  tahu kondisi ekonomi saat ini. Tega nian.

Setelah Nadiem ketok palu, masyarakat dan para wakil rakyat di Senayan hendaknya tidak tinggal diam. Kawal terus agar tidak muncul drama berikutnya. 

Jangan-jangan hanya soal waktu. Kenaikan UKT akan terjadi juga. Mungkin dalam waktu dekat. Tak ada yang tahu pasti.

Tuan dan puan juga beta prinsipnya tidak menolak kenaikan uang kuliah di perguruan tinggi negeri. Silakan naik asal wajar dan mempertimbangkan asas  keadilan dan kondisi sosial ekomi masyarakat seperti dikatakan Mendikbudristek sendiri. 

Kecemasan terbesar kita adalah komersialisasi pendidikan itu nyata, bung! Bahkan makin menyala di banyak tempat di persada Nusantara.  (dion db putra)

Sumber: Pos Kupang

Horor Sydney



Oleh Dion DB Putra

Sydney yang romantis nan damai sontak berubah menjadi kota horor.  Horor ditebarkan penyerang bersenjata pisau yang menikam orang-orang tak bersalah di ruang publik. 

Hanya dalam tempo 48 jam terjadi serangan di dua tempat berbeda yaitu pusat perbelanjaan dan gereja. Kota terbesar di Australia yang terkenal nyaman dan aman kini menebarkan kengerian.

Gedung Opera, ikon Kota Sydney menyalakan lampu khusus tanda duka cita sekaligus menghormati para korban tewas dan terluka.

Semua gedung pemerintahan di negara bagian New South Wales  mengibarkan bendera setengah tiang, dan negara bagian serta teritori di seluruh Australia merayakan hari berkabung nasional. Australia sungguh terguncang.

Horor merebak di akhir pekan. Pada jam sibuk Sabtu petang 13 April 2024, Joel Cauchi berjalan santai menuju mal Westfield Bondi Junction di jantung Kota Sydney. 

Tak seorang pun mencurigai pria berusia 40 tahun itu akan melakukan serangan mematikan.

Joel masuk mal laksana pengunjung lainnya. Sabtu petang itu Mal Westfield Bondi Junction sedang sibuk. Maklum akhir pekan sehingga banyak orang belanja aneka kebutuhan atau pelesir bersama keluarga, kerabat dan kolega.

 Tiba-tiba Joel Cauchi mengeluarkan pisau lalu menyerang orang-orang di tengah keramaian mal. Enam orang meninggal dunia dan beberapa lainnya terluka dalam serangan yang berlangsung sekitar 25 menit.

Korban tewas lima orang perempuan dan seorang laki-laki yang adalah penjaga keamanan mal. 

Sang penyerang kejam, pria Queensland bernama Joel Cauchi langsung ditembak mati oleh polisi wanita di lokasi kejadian. 

Mengincar perempuan

Mengutip berita Kompas.com, keenam korban meninggal sudah teridentifikasi. Mereka adalah seorang ibu bernama Ashlee Good (38), Faraz Tahir berusia 30 tahun, Dawn Singleton usia 25 tahun, Jade Young yang berumur 47 tahun, Pikria Darchia berusia 55 tahun, dan Yixuan Cheng. 

Ashlee Good jadi korban penikaman bersama bayinya yang berusia sembilan bulan, adalah korban pertama yang disebutkan namanya. Bayinya kini dalam kondisi kritis namun stabil setelah menjalani operasi di rumah sakit. 

Faraz Tahir, warga negara Pakistan yang bekerja sebagai penjaga keamanan di Westfield Bondi Junction, merupakan satu-satunya korban laki-laki. Faraz baru saja pindah dari Brisbane.

Yixuan Cheng adalah warga negara China yang sedang kuliah di Sydney. Pikria Darchia adalah seniman dan desainer yang belajar administrasi bisnis di Sydney TAFE dan meraih gelar dalam bidang seni pertunjukan di Tbilisi State Academy of Art di Georgia.

Dawn memiliki hubungan lama dengan Killcare Surf Life saving Club di NSW Central Coast dan bekerja untuk White Fox Boutique. 

Jade Young juga tergabung dalam tim penyelamat di Bronte Surf Life saving Club di pinggiran timur Sydney. 

Andrew Cauchi, meminta maaf atas tindakan putranya Joel Cauchi yang dia sebut sedang frustrasi.  

"Ia adalah jiwa yang tersesat dan frustrasi, dan saya menyesal dia telah melakukan ini terhadap anak-anak Anda dan bangsa ini,” kata Cauchi sambil menangis. 

Ibu pelaku mengatakan putranya telah dirawat dokter selama 18 tahun karena kondisi kesehatan mentalnya. 

"Tidak ada yang bisa saya katakan, tidak ada yang bisa saya katakan yang dapat menghilangkan rasa sakit yang disebabkan oleh anak saya," tutur Andrew Cauch. 

Polisi setempat belum menyimpulkan motif serangan Joel Cauchi apakah terkait terorisme atau bukan.

Komisaris Polisi New South Wales, Karen Webb mengatakan, sedang menyelidiki masa lalu pria berusia 40 tahun tersebut. Hal yang sudah jelas Joel mengincar perempuan. "Dari video-videonya jelas, bukan?" katanya kepada ABC. 

"Bagi saya sudah jelas, menarik bagi para detektif juga untuk mencari tahu bagaimana pelaku fokus pada perempuan dan menghindari laki-laki," tambah Karen Webb.

Menurut Karen, para detektif sedang berbicara dengan orang-orang yang mengenal Joel untuk mendapatkan gambaran lebih dalam. Kepolisian New South Wales dan Queensland sempat waswas dengan pelaku karena masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental. 

Serangan di gereja

Belum usai perhatian warga Sydney terhadap tindakan Joel, muncul serangan kedua pada Senin malam 15 April 2024. Penikaman kali ini terjadi di Gereja Christ The Good Shepherd di Wakeley pada pukul 19.15 waktu setempat. 

Pelaku yang juga menggunakan pisau melukai empat orang  termasuk Uskup Mar Mari Emannuel yang sedang memimpin ibadah di altar gereja. Pelaku sontak mendekati altar, mengangkat tangan kanan lalu menikam Uskup Emanuel.

Sebagaimana dilansir Independent, tiga orang jemaat juga terluka dalam serangan tersebut. Kepolisian New South Wales mengatakan, petugas telah menangkap seorang pria setelah mendapat laporan adanya penikaman terhadap sejumlah orang di gereja tersebut. 

"Orang-orang yang terluka tidak mengalami cedera yang mengancam jiwa dan sedang dirawat paramedis Ambulans New South Wales. Masyarakat diimbau untuk menghindari daerah tersebut," kata juru bicara polisi.

Horor Sydney benar-benar mengguncang publik Australia, negara benua yang selama ini terkenal apik sistem keamanannya.

Serangan dengan pisau di pusat perbelanjaan maupun gereja jarang terjadi di negara tetangga Indonesia tersebut.

Setelah dua insiden mengerikan ini, otoritas negeri Kanguru mengevaluasi sistem keamaman mereka dan menetapkan standar yang lebih ketat dan terukur guna mencegah kejadian serupa terulang.

Bagaimana kita? Sikap waspada dan antisipasi adalah keniscayaan. (*)

Sumber: Pos Kupang

Eviva Espana

 

Xabi Alonso

Catatan Sepak Bola Oleh Dion DB Putra

 Pekik girang meledak membahana di Stadion BayArena Leverkusen, Minggu  malam 14 April 2024. Girang dengan sedikit gila.

Ketika tercipta gol keempat ke gawang Werder Bremen pada menit ke-83,  sejumlah penonton nekat masuk ke lapangan.

Pertandingan sempat terhenti beberapa menit untuk mengamankan kegilaan tersebut. Setelah penonton kembali ke tribune, laga berlanjut. 

Permainan Bayer Leverkusen kian menggila. Tatkala  gol kelima tercipta menit ke-90, keceriaan pendukung Leverkusen benar-benar tak bisa lagi dibendung. 

Manusia menyemut serbu masuk lapangan. Situasi tak terkendali memaksa wasit langsung meniup peluit akhir.

Leverkusen menang telak 5-0. Lapangan hijau BayArena berubah menjadi lautan manusia yang bersukaria merayakan prestasi bersejarah klub kesayangan mereka. 

Bayer Leverkusen juara Bundesliga,  pertama dalam 120 tahun sejarah klub cilik di bumi Jerman itu.

Sukacita mewarnai langit dan lorong-lorong Kota Leverkusen. Penyiar radio memutar lagu Eviva Espana. Lagu khusus untuk menghormati Xabi Alonso, pelatih Bayer Leverkusen berkebangsaan Spanyol. 

Xabi Alonso memang  pahlawan bagi Bayer Leverkusen. Dia mengubah impian hampir 200 ribu warga kota di Jerman bagian barat menjadi kenyataan. 

Seabad lebih Leverkusen menanti untuk mencapai puncak tertinggi kompetisi sepak bola Jerman.

Pencapaian historis itu berkat tangan dingin Xabi Alonso meracik tim tanpa banyak bintang menjadi satu kekuatan super keren.

Kemenangan 5-0 atas Bremen membuat Leverkusen mengoleksi 79 poin  dalam 29 pertandingan Bundesliga musim 2023-2024.  

Poin tim asuhan Xabi Alonso  tak dapat lagi dikejar sang juara bertahan, Bayern Muenchen, dan VfB Stuttgart yang beriringan di tangga kedua serta ketiga dengan koleksi poin sama, 63. 

Dengan Bundesliga musim ini menyisakan lima laga, maka 79 poin milik Leverkusen tak mungkin lagi disalip Bayern Munchen atau Stuttgart.

Kisah sukses Bayer Leverkusen menjuarai Bundesliga musim ini dipermanis catatan tanpa terkalahkan. 

Mereka melewati 29 pekan kompetisi level teratas Liga Jerman musim ini nyaris sempurna. Die Werkself - julukan Leverkusen, menang 25 kali dan  empat laga meraih hasil seri.

Rekor pasukan Alonso pun kian mengagumkan jika menyertakan kiprah mereka di ajang lain termasuk Piala Jerman dan Liga Europa. Leverkusen tak terkalahkan dalam 43 pertandingan secara beruntun. 

Leverkusen sudah menyamai Juventus (Italia) asuhan pelatih Antonio Conte yang melalui 43 partai tanpa kalah pada musim kompetisi  2011-2012. 

Rekor mereka bahkan masih bisa lebih baik lagi mengingat kompetisi Bundesliga belum berakhir. Demikian juga Liga Europa dan Piala Jerman.

Leverkusen kini mensejajarkan dirinya dengan klub lain di Eropa yang tak terkalahkan dalam 40 pertandingan secara beruntun.

Selain Juventus, klub yang mencatat rekor apik adalah Real Madrid  (Spanyol) yang tak terkalahkan dalam 40 laga pada musim 2016-2017.

Musim 2016-2017 merupakan tahun tersukses bagi Madrid, klub yang pernah dibela Xabi Alonso. 

Los Blancos meraih lima trofi dalam satu musim yaitu gelar La Liga, Liga Champions, Piala Super Eropa, Piala Super Spanyol, dan Piala Dunia Antarklub. 

Bagi Bayer Leverkusen, juara Bundesliga musim ini sekaligus mengakhiri dominasi klub raksasa Jerman yang bermarkas di Kota Munich, Bayern Muenchen yang merajai Bundesliga 11 musim terakhir.

Tim terakhir yang menjadi juara Liga Jerman sebelum ini adalah Borussia Dortmund asuhan Pelatih Juergen Klopp pada tahun 2012. 

Jadi, betapa monotonnya Bundesliga  meskipun saya telanjur jadi penggemar  berat Bayern Muenchen.

Di Bundesliga, Bayern Muenchen memang sangat berkuasa. Mereka hanya sedikit bisa disaingi Borussia Dortmund atau sesekali dapat gangguan dari VfB Stuttgart, FC Koln, 1860 Munich, FC Nurnberg, Borussia Monchengladbach atau VfL Wolfsburg.

Trofi yang diraih Granit Xhaka dan kawan-kawan pada musim ini merupakan yang pertama bagi Bayer Leverkusen dalam 31 tahun terakhir. 

Media Jerman menulis dengan perasaan yang meluap-luap. Betapa jamahan tangan Xabi Alonso telah mengakhiri nasib sial Leverkuesen.

Klub yang berdiri tahun 1904 ini mendapat julukan Neverkusen karena berulangkali gagal meraih trofi kampiun justru pada detik-detik terakhir. 

Sebut misalnya ketika Leverkusen yang dimotori Lucio dan gelandang elegan Michael Ballack mengejar treble Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions pada musim kompetisi 2001-2002. 

Mereka gagal membawa pulang satu trofi pun setelah finis satu poin di belakang Borussia Dortmund di Bundesliga, kalah 2-4 dari Schalke di final DFB Pokal (Piala Jerman), dan keok 1-2 melawan Real Madrid di final Liga Champions Eropa. 

Nasib malang itu sudah pupus di tangan anak Spanyol bernama Alonso.

Keberhasilan Xabi Alonso (42) yang  3 kali mencicipi gelar Bundesliga bersama Bayern Muenchen tersebut membuat namanya terus dihubung-hubungkan dengan kursi kepelatihan Liverpool dan Bayern Muenchen. 

Namun, Xabi Alonso tak tergoda. Dia akan menghabiskan masa setahun lagi bersama Leverkusen. "Momen hebat bersama tim top dan klub luar biasa," ujar Xabi Alonso seusai laga melawan Bremen, Minggu malam 14 April 2024. 

"Sangat spesial untuk menjadi juara. Tim telah berhasil menjadi juara untuk kali pertama sepanjang sejarah Leverkusen. Anda harus mennikmati ini," kata pria Spanyol kelahiran 25 November 1981 ini. 

"Anda harus rayakan bersama fans dan keluarga. Suatu kehormatan untuk bekerja bersama klub ini," demikian pemilik nama lengkap  Xabier  Alonso Olano tersebut. 

Lalu, siapakah Xabi Alonso yang luar biasa mengagumkan itu? Apa saja keunggulannya dibandingkan pelatih klub lain di Jerman dan Eropa?

Saya janji bikin catatan kecil pada kesempatan mendatang. Maklum sekarang mau siap tenaga biar bisa fokus  malam ini mendukung perjuangan Marselino Ferdinand dkk melawan Qatar di Piala Asia U23.

Semoga virus kejayaan Bayer Leverkusen menjalar ke skuat Garuda Muda. Salam bola! (*)

Sumber: Pos Kupang 

Naturalisasi

 



Oleh Dion DB Putra

Warta BolaSport.com pada Selasa 9 April 2024 menarik perhatian beta.

BolaSport.com melaporkan bahwa langkah Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, mendapatkan kritikan pedas dari rekannya sesama pelatih  asal Korea Selatan, Jong Song-chon.

Jong Song-chon yang pernah melatih timnas U20 putri Korea Selatan menyentil Shin Tae-yong yang banyak mengandalkan pemain keturunan di Timnas Indonesia.

Memang skuat Merah Putih 2024 dipenuhi pemain diaspora Indonesia atau pemain keturunan Indonesia.

Mereka adalah Sandy Walsh, Jordi Amat, Shayne Pattynama, Elkan Baggott, Ivar Jenner, Rafael Struick, Justin Hubner, Jay Idzes, Nathan Tjoe-A-On, Ragnar Oratmangoen, dan Thom Haye.

PSSI bahkan sedang mendekati tiga pemain keturunan untuk bergabung yaitu Marteen Paes dan dua nama lain yang belum diketahui profilnya.

Artinya saat ini ada 14 pemain keturunan di Timnas Indonesia, jumlah yang tidak sedikit. Tidak heran banyak pula reaksi kontra dan nyinyir dari masyarakat pecinta sepak bola di Tanah Air. Suatu yang lumrah.

Jujur, beta tak sepenuhnya setuju naturalisasi di ladang sepak bola karena itu merupakan jalan pintas untuk kebutuhan jangka pendek. 

Akan tetapi terobosan Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan Pelatih Shin Tae-yong patut diacungi jempol.

 Sejak Shin Tae-yong menginjakkan kakinya di Indonesia, harkat dan martabat tim nasional sepak bola kita menanjak. 

Sepak bola Indonesia yang selama puluhan tahun terpuruk, kini boleh sedikit tersenyum dan bangga. Ukuran simpel adalah kenaikan drastis ranking FIFA.

Shin tiba di Jakarta bulan Desember 2019, Indonesia berada di peringkat 173 dunia. Bulan April 2024  skuat Merah Putih di ranking 134 dunia. Suatu lompatan jauh bahkan melampaui musuh bebuyutan, Timnas Malaysia.

Shin Tae-yong juga sukses mengantar tim nasional pada tiga kelompok umur berbeda lolos ke putaran final Piala Asia yaitu senior, U20 dan U23. Belum pernah terjadi sebelumnya.

Khusus untuk timnas senior, Indonesia mencatat prestasi manis yakni lolos ke babak 16 besar di ajang Piala Asia 2023. Capaian ini merupakan pertama kali dalam sejarah sepak bola kita.

Timnas Indonesia senior pun mencatat hasil apik di babak kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Indonesia yang bergabung di Grup F bersama Irak, Filipina dan Vietnam sudah mengoleksi 7 poin dari empat pertandingan. Indonesia hanya butuh satu kemenangan lagi untuk lolos ke putaran berikutnya.

Hari-hari ini Shin Tae-yong sedang berada di Qatar. Dia mendampingi Timnas U23 Indonesia yang berlaga di Piala Asia U23 mulai 15 April 2024.

Indonesia berada di Grup A bersama tuan rumah Qatar, Australia dan Yordania. Lawan Indonesia jelas sangat berat. 

Tapi hal itu tidak mesti menciutkan nyali juang Marselino Ferdinan dkk. Apalagi hampir separuh skuat timnas U23 merupakan tim inti timnas senior yang berlaga di Piala Asia bulan Januari lalu.

Singkat cerita tujuan jangka pendek lewat naturaliasi pemain timnas sudah tercapai. Hasilnya telah kita lihat bersama.

Toh orang pada akhirnya tak akan mempersoalkan  berapa banyak pemain naturalisasi yang pernah dipakai Shin Tae-yong. Sebab  bahkan di negara yang sepakbolanya sudah maju pun tetap memakai pemain naturalisasi.

Warisan terbesar Shin Tae-yong bagi sepak bola Indonesia adalah keberanian dia memotong satu generasi. Dia tidak memakai jasa para pemain senior yang kinerjanya tidak sesuai harapan.

Dalam lima tahun masa kontraknya dengan PSSI (2019-2024), pecinta sepak bola Indonesia melihat bagaimana pelatih asal negeri ginseng itu mengandalkan para pemain muda. 

Dia menanamkan disiplin tinggi dan pembentukan karakter yang baik. Disiplin ala Shin Tae-yong  mulai dari urusan makan minum sampai di tempat latihan dan saat bertanding. 

Keutamaan Shin Tae-yong adalah sikap independennya dalam memilih pemain Timnas Indonesia. 

Shin tidak sudi diintervensi siapapun. Tak ada tempat buat titip nama pemain timnas yang sudah menjadi rahasia umum sebelum era kepelatihannya. 

Sikap tanpa kompromi Shin Tae-yong terhadap budaya KKN merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi prestasi sepak bola nasional.

Jika kelak PSSI dan Shin Tae-yong tidak sepakat memperpanjang kontrak, bukan masalah serius bagi Shin. 

Rekam jejaknya yang apik selama ini memberi jalan mudah bagi Shin Tae-yong mendapatkan pekerjaan baru sebagai pelatih. Entah klub atau tim nasional suatu negara di Asia, Afrika atau Eropa.

Justru Indonesia harus berpikir dan bekerja keras untuk mencari sang pengganti agar warisan Shin Tae-yong  yang baik tidak pudar begitu lekas dan kita kembali ke zaman skuat Merah Putih jadi lumbung gol lawan. 

Salam bola!

 Sumber: Pos Kupang

Pesona Kefamenanu

Durasi kehidupan malam terasa lebih lama. Rumah makan tersebar di beberapa tempat. Pilihan menu pun bervariasi. Satu hal yang membuat girang, ada menu kuah ikan asam dan ikan bakar. Makanan kesayangan saya.

Di warung pinggir jalan kita berhak pilih sendiri jenis ikan, umumnya  masih segar dalam kotak khusus berisi es batu. Baru sekali mati, kata empunya rumah makan melukiskan kondisi ikan.

Sungguh malam itu beta melihat wajah Kefamenanu yang sudah jauh berubah. Ya, setelah lima tahun beta kembali ke ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara tersebut di penghujung Februari 2024.

Saya ke sana bersama dua rekan dari Harian Pos Kupang, Paul Kopong Burin dan Kristanto Bisilisin. Kami ke sana untuk silaturahmi dengan mitra kerja di Kefa.

Terakhir saya ke Kefa 27 Januari 2019, juga bersama kolega dari Pos Kupang dalam perjalanan silaturahmi termasuk ke Belu dan Malaka.

Sesudah itu saya ke Pulau Dewata menunaikan tugas dari pemimpin Tribun Network di Harian Tribun Bali sampai Oktober 2021. 

Selanjutnya saya bergeser ke Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di nusa molek berkat keanggunan Gunung Rinjani itu, beta bantu merintis lahirnya portal berita ke-60 Tribun Network bernama TribunLombok.com.

Kembali ke Kefa - sapaan populer Kefamenanu - merupakan kerinduan lamaku yang akhirnya terwujud pada 26 dan 27 Februari 2024.

Kota ini lama nian bukanlah favorit di Timor Barat. Orang lebih kuat  mengingat Kota Kupang dan Atambua sebagai jantung dan barometer kemajuan Indonesia di Timor.

Dulu Kefa hanya tempat transit. Banyak orang cuma mampir sejenak manakala letih menghampiri dalam perjalanan Atambua-Kupang atau sebaliknya. 

Kala malam menjelang, Kefa lekas amat menuju peraduan. Tak banyak aktivitas yang memaksa pemilik toko dan atau rumah makan bertahan sedikit lebih lama.

Hari ini Kefa telah berubah. Tuan dan puan tak perlu cemas bila baru keluar dari rumah atau penginapan untuk makan malam di atas pukul 21.00 Wita. Niscaya anda tidak kelaparan.

Mengapa Kota Kefamenanu berubah? Faktor pemicu kemajuan Kota Kefa tentunya tidak tunggal. Tapi menurut beta,  ada satu fakta paling menonjol yaitu kehidupan kampusnya yang luar biasa pesat.

Saat ini tercatat lima perguruan tinggi di Kota Kefamenanu (sumber https://datapendidikan.com/perguruan-tinggi/kab/timor-tengah-utara).

Kelima kampus tersebut yaitu  Universitas Timor (Unimor) yang beralamat di Jalan El Tari, Km 9 Kelurahan Sasi,  Kecamatan Kota Kefamenanu. 

Kedua, Akademi Kebidanan Santa Elisabeth Kefamenanu di Jl. El Tari Km 9 Kecamatan Bikomi Selatan.

Ketiga, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Cendana Wangi di Jl. Timor Raya Km  6, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan  Kota Kefamenanu.

Keempat, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya Kasih di Kecamatan Kota Kefamenanu. 

Kelima, Sekolah Tinggi Pastoral St. Petrus Keuskupan Atambua yang beralamat di Jalan  El Tari,  Km 9 Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Selatan.

Dari kelima perguruan tinggi tersebut, Unimor merupakan satu-satunya universitas negeri di Kefa. Sedangkan empat lainnya adalah perguruan tinggi swasta.

Unimor terbesar dan tersohor. Kehadiran universitas yang berdiri pada 16 Juli 2000 ini mengubah kawasan Sasi yang dulu sepi menjadi riuh ramai oleh aktivitas para mahasiswa. 

Status awal Unimor adalah perguruan tinggi swasta. Tahun 2014 berubah menjadi universitas negeri. 

Sejak saat itu  minat mahasiswa dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk kuliah di Unimor terus meningkat dari tahun ke tahun.

Saat ini Unimor memiliki 15 program studi yang terbagi ke dalam lima fakultas yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Sains dan Teknologi.

 Ketika saya  temui di ruang kerjanya, Selasa 27 Februari 2024,  Wakil Rektor Unimor Bidang Akademik dan Kerja sama, Dr. Yoseph Nahak Seran, S.Pd., M.Si mengatakan, Unimor siap menerima 2.700 orang calon mahasiswa baru melalui Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) tahun 2024.

 Demi  mendukung jangkauan penyebaran informasi ke sekolah dan siswa tentang SNPMB  tahun 2024, kata Yoseph Seran, panitia sudah membekali  tim sosialisasi dan promosi pada 24 Januari 2024. Kegiatan ini dibuka  Rektor Unimor Dr. Ir. Stefanus Sio, MP.

“Untuk tahun 2024, kita usulkan 2.700 orang calon mahasiwa baru. Untuk mencapai ini kita harus melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya turun melakukan sosialisasi," kata rektor dikutip dari situs web Unimor.

Total jumlah mahasiswa Unimor sekarang  kurang lebih 12 ribu orang. Bukan angka yang kecil. Ditambah para mahasiswa dari empat perguruan tinggi lainnya, maka mahasiswa di Kota Kefamenanu lumayan banyak. 

Bisa dilukiskan Kefamenanu merupakan  kota pelajar dan mahasiswa nomor dua terbesar di Timor setelah Kota Kupang.

Keberadaan mereka memberi warna baru kehidupan warga Kota Kefa. Bisnis pemondokan, kuliner dan sebagainya tumbuh subur. Perputaran uang hari-hari  ini terjadi dalam skala lebih gemuk dan menggiurkan dibandingkan belasan tahun silam.

Kiranya itulah yang mengubah wajah Kefa lebih bergairah, anggun dan mempesona.

Pesona Kefa pun memikat hati para mahasiswa mancanegara. Menurut Yoseph Seran, Unimor memiliki mahasiswa asing sejak tahun akademik 2023-2024. "Ada sembilan orang, semuanya dari Timor Leste," kata dia.

Untuk tahun 2024 sebanyak 200 calon mahasiswa asal Timor Leste sudah menyatakan minatnya bergabung. Yos  Seran memperkirakan sekira 40 persen dari jumlah tersebut akan mewujudkan niat menjadi mahasiswa Unimor Kefamenanu. 

"Kami yakin mahasiswa asing bertambah jumlahnya tahun ini. Keberadaan mereka meningkatkan grade Unimor," ujarnya.

Bagaimana kemampuan berbahasa Indonesia? "Sebelum kuliah di Unimor mereka kursus Bahasa Indonesia di KBRI Dili," kata Yos Seran.

Begitulah tuan dan puan sekeping cerita dari Kefamenanu, kota pelajar yang bergairah di tapal batas negeri Indonesia-Timor Leste. (*)

Sumber: Pos Kupang



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes