Mama Belgi Menangis

MAUMERE, FS -- Air mata Mama Belgi tumpah di Panti Asuhan Stella Maris Nangahure-Maumere, Kamis (6/5/2010). 

Mama Belgi tak menyangka bakal menerima bantuan uang Rp 100 juta serta satu ton beras dari Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang.

Maria Jeanne Colson E.A.J atau yang bagi masyarakat Kabupaten Sikka lebih akrab disapa Mama Belgi meneteskan air mata usai menerima bantuan tersebut. 

Ia tidak menyangka Pemerintah Kabupaten Sikka akan membantu panti asuhan dalam jumlah cukup besar.

Melihat Mama Belgi menangis, pekerja dan penguni panti pun ikut meneteskan air mata di hadapan Bupati Sikka. Demikian pula sejumlah pejabat tak tahan menahan air mata mereka melihat Mama Belgi menangis.

Perempuan asal Belgia yang sepanjang hidupnya mengabdi untuk masyarakat Flores ini berulangkali menyampaikan terima kasih kepada Bupati Sikka. Ia terharu sekaligus senang menerima bantuan tersebut.

Menurut Mama Belgi, baru kali ini Pemerintah Kabupaten Sikka memberikan perhatian kepada panti asuhan dalam jumlah yang cukup besar. Untuk memenuhi kebutuhan makan penghuni panti setiap bulan, Mama Belgi membutuhkan tiga ton beras. Panti Stella Maris menampung penguni sebanyak 300 orang.

"Saya terharu dan senang. Baru kali ini bantuan sebesar ini diberikan Pemkab Sikka kepada kami di Panti Asuhan Stella Maris. Ini sangat membantu kami untuk menghidupi anak panti yang kami tampung. Terima kasih pak bupati," kata Mama Belgi.

"Bantuan ini merupakan wujud kepedulian yang besar bagi kami. Kami berharap ke depan ada yang peduli terhadap kami," tambah Mama Belgi usai menerima bantuan.

Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang, mengatakan bantuan ini merupakan wujud perhatian pemerintah terhadap anak-anak panti asuhan. "Pemerintah harus berterima kasih kepada Mama Belgi yang telah melakukan karya kemanusiaan di Kabupaten Sikka selama puluhan tahun," kata Bupati Mitang.

Pemerintah daerah, diakui Bupati Sikka, belum membangun panti asuhan seperti yang telah dibuat Mama Belgi. Karena itu bantuan kepada panti asuhan itu sudah semestinya. (ris)


Berkuda dari Kampung ke Kampung

MAMA Belgi berada di Paroki Mater Boni, Watublapi awal tahun 1970-an. Di Watublapi, Mama Belgi membantu Pater Bolen, pastor paroki saat itu mengurus anak-anak yatim piatu. 

Pada masa itu di wilayah Paroki Watublapi angka kematian ibu melahirkan sangat tinggi karena sulitnya transportasi dan belum ada puskesmas. Satu-satunya andalan umat adalah dukun bersalin sehingga risiko kematian ibu sangat tinggi.

Mama Belgi terpanggil untuk mengasuh anak-anak yatim piatu. Bukan hanya anak yang ditinggal mati ibu. Anak-anak korban kekerasan, misalnya sang ibu dibunuh ayah juga diasuh Mama Belgi. 

Untuk mendapatkan anak yatim piatu, anak cacat, gizi buruk dan anak-anak dari keluarga tak mampu secara ekonomi, setiap pagi Mama Belgi menunggang kuda masuk keluar kampung. 

 Seekor kuda jantan berwarna coklat setia menenami Mama Belgi menapaki jalan lumpur dan batu, semak berduri dan lorong-lorong yang kurang bersahabat. 

 Mama Belgi selalu membawa gula-gula untuk dibagikan kepada anak-anak yang berjejal di pinggir jalan. Mereka umumnya sudah hafal bunyi hentakan kaki kuda yang ditunggangi Mama Belgi.

Dari Watublapi, Mama Belgi harus menempuh perjalanan yang melelahkan ke Kloangpopot, bahkan ke Halehebing yang merupakan daerah terisolir di zaman itu. 

Tak kenal lelah, Mama Belgi memacu kudanya agar bisa menemui anak-anak yang membutuhkan bantuan. Setiap kampung yang disinggahi, Mama Belgi menanyakan kepada kepala dusun atau tua adat soal keberadaan anak-anak yang membutuhkan bantuan atau butuh penanganan khusus.

Sekembali dari kampung-kampung di sore hari, Mama Belgi menggendong satu atau dua orang bayi ke pastoran. Di sana anak-anak itu ditampung di sebuah rumah yang kemudian bediri menjadi panti asuhan.

 Di sana Mama Belgi mengasuh anak-anak itu, ibarat seorang mama yang selalu memberikan belaian kasih sayang kepada anak-anaknya sendiri. Panti asuhan itu terus berkembang dan Mama Belgi memperluas pelayanan ke wilayah Lio, seiring dengan hadirnya kasus busung lapar di Wolofeo.

Mama Belgi dan Pater Bolen sungguh peduli terhadap anak- anak yatim piatu, anak-anak yang putus sekolah dibiayai sampai SLTA bahkan perguruan tinggi. Banyak orang telah menjadi manusia yang sukses. Terima kasih Mama Belgi. (gerardus manyella)


Dari Kongo ke Sikka

Nama lengkap: Marie Jeanne Colson E.A.J
Tempat/tgl lahir: Sint Naafs Vijve, 7 Maret 1935
Anak kelima dari tujuh bersaudara
Kebangsaan: Belgia
Nama ayah: Colson Frans (Alm)
Nama Ibu: Adrienne Libbrecht (Almh)

Pendidikan
1942: TK Sint Baafs Vivje
1948: SD Sint Baafs Vivje
1953: Normaalsschol (Peadagogie) Leuven
1961: Chirojeugd: Kursus Central Kaderinstitut Roeselare
1962: Chirojeugd:Kursus Central Kaderinstitut Roeselare
1967: Caritas: Kursus Pendidikan Asisten Perawat Roeselare
1968: Kursus: Problematiek der Technische Bijstand di Universitas Cato Kortrijk.
1968: Kursus Cooperation au development di Brussel
1979: Kursus pendidikan Kader gizi Universitas Atma Jaya

Pengabdian
September 1953-Oktober 1968: Guru SD di Bavikhove Belgia
Jan. 1968-September 1968: Asisten Perawat Sukarelawan di RS .O.L.Vrouw Kortrijk.
Oktober 1968-Agustus 1970: Conseill ere pedagogique di Diosis Indiofa Zaire (Kongo).
September 1970-Juni 1973: Animatrice de la Catechese di Sekteur di Banga Ibundula Diosees Indiofa Zaire sekaligus Directrice Du Centre de formation d'anematrices rurales di Bunga Mission Catholique Zaiere (Kongo).
1974: Tiba di Maumere.
1974-1975: Menangani masalah social di Watublapi
24 September 1975: Mendirikan Panti Asuhan Nativitas Watublapi.

Juni 1980: Mendirikan Panti Asuhan Resurexio, Lekebai.
Agustus 1980: Mendirikan Panti Asuhan Assumptio Wolofeo
Mei 1989: Mendirikan panti asuhan Maria Visitasi Nebe
Juli 1993: Mendirikan Panti Putri Remaja St. Theresia Nebe
Feb 1996: Mendirikan Panti Asuhan Maria Stella Maris Nangahure.
10 Juli 2000: Merayakan Pesta perak pengabdian di Kabupaten Sikka mendapat cicin emas kelas II dari Pemda NTT.

Tahun 2003: Mendirikan Panti Asuhan St.Damian Wairii
19 Oktober 2005: Mendirikan usaha produktif di Waiara
26 September 2005: Mendirikan TK Maria Stella Maris Nangahure.
Tahun 2006: Mendirikan bengkel kayu Bina Mandiri Waipare.
Tahun 2006: Mendirikan SD Napung Biri
1975-2005: Koordinator Panti Asuhan se-Kabupaten Sikka
2008: Mendirikan Rumah petugas usaha produktif Waiara
2008: Membangun Kantor Pusat Yayasan Nativitas di Maumere.

Harian FloresStar, 7 Mei 2010 halaman 1

The Daddies

 

Ahsan/Hendra (foto: Kompas.com)

Dunia bulu tangkis tak akan pernah sama lagi. Ahsan/Hendra akhirnya gantung raket. Tuan dan puan pemuja tepok bulu pastilah kehilangan. Sangat!

Di layar kaca mata Mohammad Ahsan (37) berkaca-kaca ketika bersama Hendra Setiawan mengelilingi Istora Senayan untuk terakhir kali sebagai pemain. 

Momen mengharukan itu tercipta  dalam acara perpisahan bertitel Tribute to the Daddies, Minggu 26 Januari 2025.

Hendra Setiawan (40), seperti biasa, tampil lebih tenang. Tapi Koh Hendra pun sulit  menahan hati yang mengharubiru.

Usai sudah pemberian diri Ahsan/Hendra sehabis-habisnya untuk kejayaan bulu tangkis Indonesia sejak usia belia.

Selama 12 tahun bersama sebagai pasangan ganda putra, sejak 2012, Ahsan/Hendra sudah mengoleksi beragam gelar juara bergengsi.  

Hendra/Ahsan mengoleksi tiga gelar juara dunia yaitu tahun 2013, 2015, dan 2019. Dua gelar All England (2014 dan 2019), tiga trofi juara Final BWF. Mereka juga  bagian dari tim Indonesia saat menjuarai Piala Thomas 2020.

Pada ajang multicabang, pencapaian tertinggi Ahsan/Hendra meraih medali emas Asian Games Incheon 2014.

Satu-satunya gelar bergengsi yang belum mereka raih sepanjang karier adalah medali emas Olimpic Games atau juara Olimpiade.

Kendati bersama Ahsan belum menjadi juara Olimpiade, Hendra Setiawan pernah meraih medali emas Olimpiade Beijing 2008 bersama Markis Kido. 

Hendra Setiawan merupakan satu di antara sedikit pebulu tangkis Indonesia yang bisa meraih gelar  tiga kejuaraan bergengsi dunia, yakni juara dunia, juara Olimpiade, dan juara All England.

Turnamen bulu tangkis Daihatsu Indonesia Masters 2025 menjadi kejuaraan dunia terakhir bagi Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Keduanya resmi pensiun sebagai pemain profesional. 

Ahsan/Hendra pensiun pada usia tidak muda lagi untuk level pemain profesional. Ahsan berumur 37 tahun, dan Hendra kepala empat alias 40 tahun.

Tidak banyak pasangan ganda putra dunia yang bertahan sampai setua itu dan tetap berprestasi.

Ganda putra bulu tangkis dari negara hebat seperti China, Korea Selatan dan Jepang, umumnya pensiun rata-rata usia 32-34 tahun. Bahkan gantung raket dalam usia lebih muda lagi.

Ahsan/Hendra bertahan lama di panggung kompetitif berkat disiplin diri yang luar biasa. Mereka piawai menjaga kebugaran fisik. Pun konsisten merajut porsi latihan teratur dan terukur. 

Mereka menjadi idola pasangan ganda putra usia muda. Kematangan dan kedewasaan Ahsan/Hendra baik di dalam maupun di luar lapangan bulu tangkis mengagumkan.

Selama belasan tahun mereka kompak luar biasa. Mereka berjaya berkat kecerdikan Hendra Setiawan mengatur pola permainan di depan net dan gebukan keras Ahsan di belakang. Keduanya selalu  bertukar peran dengan apik.

Mengutip warta Kompas, saat menjuarai All England 2019, Ahsan sukses menutup gerakan Hendra yang terbatas karena cedera betis kanan sejak semifinal. Hendra bahkan berjalan pincang. 

Selain harus melakukan jump smash beruntun, Ahsan  menutup lapangan ketika Hendra kesulitan bergerak untuk menjangkau kok.

Gelar All England tahun 2019 didapat ketika Hendra berusia 34 tahun dan Ahsan 31, usia yang tak lagi muda bagi atlet bulu tangkis. 

Saat menjuarai All England 2014, mereka memecah kebuntuan ganda putra Indonesia yang melahirkan juara pada turnamen bulu tangkis paling prestisius itu. 

Sejak Christian Hadinata/Ade Chandra juara pada 1972, para juara dari generasi berikutnya lahir, seperti Rudy Heryanto/Hariamanto Kartono, Gunawan/Eddy Hartono, dan Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky. Namun, momen itu berhenti cukup lama setelah Candra Wijaya/Sigit Budiarto juara tahun 2003.

Hendra/Ahsan menjuarai dua ajang besar lain pada 2019, yaitu Kejuaraan Dunia dan Final BWF World Tour. 

Tiga gelar dari 11 final menjadikan 2019 sebagai periode terbaik mereka, bahkan lebih baik dibandingkan tahun 2013.

Pensiunnya Ahsan/Hendra meninggalkan kesan mendalam bagi para pemain dan pelatih bulu tangkis dari berbagai negara. Mereka berdua telah menjadi legenda hidup yang akan terus dikenang.

Komentator bulu tangkis ternama, Gillian Clark atau lebih dikenal dengan sapaan Oma Gill sangat tepat melukiskan sosok Ahsan/Hendra.

"Sangat sulit melukiskan dengan kata-kata kualitas yang dipertontonkan The Daddies baik teknis maupun taktis," tutur Oma Gill lewat video yang ditayangkan langsung kepada publik Istora Jakarta, kemarin. 

"Mereka brilian sebagai pasangan tetapi mereka juga sangat menyenangkan untuk ditonton. Terima kasih karena telah menunjukkan kepada dunia, seni dan keindahan cabang ganda putra. Selamat pensiun," kata Oma Gill.

Terima kasih The Daddies! Sampai jumpa di lapangan bulu tangkis mungkin dalam peran yang berbeda. (dion db putra)

Sumber: Pos Kupang

Kegalauan Paman Joe

 



Amerika Serikat beberapa saat lagi kembali dipimpin seorang presiden yang tergolong kaya raya. Dialah Donald John Trump atau Donald Trump (78). 

Setelah menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45 dari 2017 hingga 2021, Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47. Dia unggul jauh atas pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris pada Pemilu 5 November 2024.

 Sarjana ekonomi lulusan Universitas Pennsylvania itu akan berada di Gedung Putih mulai 20 Januari 2025 hingga 20 Januari 2029.

Donald Trump adalah presiden terkaya dalam sejarah Amerika Serikat. Bisa dimengerti mengingat latar belakangnya sebagai konglomerat yang memiliki real estat mulai dari lapangan golf hingga hotel berbintang. 

Bloomberg memperkirakan pada akhir tahun 2024, kekayaan bersih Donald Trump paling sedikit di angka 6,49 miliar dolar AS atau setara Rp 102 triliun. 

Donald Trump memang punya pesona khusus. Dalam Pilpres AS 2024,  calon dari Partai Republik tersebut mendapat dukungan dari orang-orang superkaya di Amerika Serikat.

Seorang di antaranya bahkan hampir pasti menjadi masuk kabinet Presiden Donald Trump masa bakti 2025-2029. Sang miliarder tersebut adalah CEO Tesla, Elon Musk.

Elon Musk pada Desember 2024 membukukan harga kekayaan kurang lebih 400 miliar dolar AS atau setara Rp 6.400 triliun. Demikian menurut daftar Forbes Real-Time Billionaires.

Tuan dan puan bisa bayangkan punya harta Rp 6.400 triliun. Berbekal duit segemuk itu, dia dapat berbuat apa saja.

Saat membantu Donald Trump untuk meraih kemenangan di Pemilu 5 November 2024, sejumlah laporan menyebut Elon Musk menggelontorkan dana lebih dari 100 juta dollar AS atau kira-kira Rp 1,6 triliun.

Tokoh superkaya Amerika Serikat lainnya  seperti Mark Zuckerberg dari Meta dan Jeff Bezos dari Amazon juga menyumbang untuk komite pelantikan Donald Trump sebagai presiden pada 20 Januari 2025.

Manusia superkaya AS tersebut secara khusus berkunjung ke klub pribadi Donald Trump di Florida untuk bertemu sang presiden terpilih. 

Merapatnya kaum kaya raya ke kubu Donald Trump membuat Presiden Amerika Serikat, Joe Biden galau.

Dalam pidato perpisahan dari Ruang Oval Gedung Putih, Rabu 15 Januari 2025 waktu setempat, Joe Biden terang-terangan merasa cemas akan hadirnya oligarki dalam pemerintahan Trump. 

“Sebuah oligarki sedang terbentuk di Amerika, dengan kekayaan, kekuasaan, dan pengaruh yang luar biasa, yang benar-benar mengancam demokrasi kita, hak-hak dasar dan kebebasan kita, serta kesempatan yang adil bagi semua orang untuk maju,” kata Presiden Joe Biden dalam pidatonya.

Menurut Joe Biden yang mengakhiri masa jabatannya pada 20 Januari 2025,  konsentrasi kekuasaan  di tangan segelintir orang superkaya sangat berbahaya bagi demokrasi.

Pemerintahan yang dijalankan beberapa orang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu bakal merugikan rakyat.

Untuk memperkuat kegalauannya, Si Paman Joe (baca: Joe Biden)  mengutip  peringatan Presiden AS,  Dwight Eisenhower dalam pidato perpisahannya tahun 1961. Ketika itu Presiden Eisenhower memperkenalkan istilah military-industrial complex. 

Istilah itu menggambarkan hubungan erat antara kalangan militer,  industri persenjataan, dan pemerintah Amerika Serikat. 

Eisenhower memperingatkan, jika hubungan itu tidak diawasi, maka akan terjadi konsentrasi kekuasaan yang berbahaya. 

Hal ini berpotensi mendorong peningkatan pengeluaran militer yang berlebihan dan kebijakan yang dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan politik, bukan oleh kepentingan rakyat Amerika Serikat. 

"Saya memiliki kekhawatiran serupa terhadap kemungkinan munculnya tech-industrial complex yang dapat menjadi ancaman serius bagi negara kita," kata Joe Biden, presiden AS dari Partai Demokrat yang mengalahkan Trump di Pilpres 2020. 

Rasanya bukan hanya Paman Joe Biden yang galau. Sebagian rakyat Amerika tentu cemas melihat sejumlah orang superkaya di dunia dan raksasa industri teknologi berbondong-bondong mendukung Donald Trump dalam beberapa bulan terakhir. 

Elon Musk (53) akan mengisi jabatan sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah AS. Lembaga ini baru dibentuk Trump. Dipangku Elon Musk sebagai penghargaan atas dukungan kuatnya selama kampanye Donald Trump.  

Elon Musk bukan tidak mungkin akan menjadi calon Presiden Amerika Serikat berikutnya. Jalan politik telah dia masuki.

Oligarki bukan hanya masalah Amerika Serikat. Kita di negeri ini pun jangan sampai terjerat praktik oligarki. Nasib kita diatur hanya oleh beberapa orang kaya raya dan berkuasa. Mereka kongkalikong dan mengatur sesuka hatinya. (*)

Sumber: Pos Kupang

Hanya Seumur Jagung


 Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sejumlah KPU kabupaten dan kota di NTT telah menetapkan pasangan calon kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 pada 9 Januari 2025. 

Pengecualian bagi daerah yang masih bersengketa di Mahkamah Konstitusi.

Setelah pleno penetapan itu, KPU mengirimkan berkas penetapan pasangan calon kepala daerah terpilih kepada DPRD setempat untuk proses lebih lanjut hingga pelantikan yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. 

Menurut rencana pelantikan kepala daerah terpilih pada bulan Februari atau Maret 2025. 

Menarik perhatian kita menyimak pernyataan sejumlah pasangan calon kepala daerah setelah resmi ditetapkan KPU. Sebut misalnya pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT terpilih,  Melki Laka Lena dan Johni Asadoma. 

Melki-Johni membuka ruang bagi siapapun menyampaikan kritik selama keduanya menahkodai provinsi ini lima tahun ke depan. 

"Bukan cuma dukungan dalam bentuk hal positif. Kami membutuhkan kritik saran dari semua pihak tanpa kecuali. Terutama teman-teman pers dan pemikir NTT yang saya tahu, terkadang mencintai pemimpin daerah dengan mengkritik. Kami membuka diri untuk dikritik dan diberi masukan. Apa saja," kata Melki Laka Lena. 

Melki Laka Lena dan Johni Asadoma mengucapkan terima kasih kepada pasangan Ansy Lema-Jane Natalia Suryanto dan Simon Petrus Kamlasi-Andre Garu. Kedua  paslon itu telah memberikan kompetisi demokrasi yang baik pada Pilkada 2024. 

"Kami berkomitmen merangkul semua pihak tanpa terkecuali, kita akan mendengarkan pikiran-pikirannya. Juga mengajak bersama membangun NTT sesuai kemampuan masing-masing," kata Melki. 

Melki pun mendorong para aktivis mahasiswa termasuk dari kelompok Cipayung untuk bersikap kritis terhadap kepemimpinan Melki-Johni masa bakti 2025-2030. 

Kata-kata sejuk juga datang dari Christian Widodo-Serena Francis, pasangan wali kota dan wakil wali kota Kupang terpilih. 

Chris dan Serena mengatakan, sukses mereka di Pilkada 2024 merupakan kemenangan seluruh rakyat Kota Kupang. Keduanya mengajak semua pihak menyudahi perbedaan akibat pilihan politik selama proses demokrasi Pilkada 2024. 

Akhiri pengkotak-kotakkan. Chris dan Serena bertekad menjadi pemimpin bagi seluruh rakyat Kota Kupang tanpa kecuali. Mereka akan bekerja sebaik mungkin. Lembut dalam cara tapi tegas dan fokus pada tujuan demi kebaikan seluruh rakyat Kota Kasih.

Kita respek pada isi hati duet pemimpin baru NTT tersebut di atas. Pun sikap bijak pasangan wali kota dan wakil wali kota Kupang terpilih. Sudah sepatutnya pemimpin terpilih berlaku demikian. Kontestasi Pilkada sudah usai. 

Saatnya merajut kembali persaudaraan dan kebersamaan untuk membangun daerah tercinta.

Keutamaan pemimpin adalah keteladanan. Nah, duet pemimpin terpilih di NTT hasil Pilkada 2024  perlu memberi contoh yaitu merawat kebersamaan sejak awal hingga akhir periode kepemimpinan. Tak elok bila bulan madu kalian sebagai pasangan calon hanya seumur jagung. 

Tak menawan hati bila kepala daerah dan wakil kepala daerah berjalan sendiri-sendiri. Kompaklah selama lima tahun. (*)

Hasil Lengkap Pilkada NTT Tahun 2024

Melki Laka Lena (kiri)

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) serentak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 27 November 2024 berlangsung sukses dan damai.

Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Provinsi NTT maupun KPU di 22 kabupaten dan kota se-NTT sudah menggelar pleno rekapitulasi penghitungan suara pada pekan pertama dan kedua Desember 2024.

Masyarakat NTT umumnya telah mengetahui pasangan calon yang meraih suara terbanyak dalam Pilkada  Provinsi atau pemilihan gubernur (Pilgub) serta pilkada kabupaten dan kota.

Berikut hasil lengkap Pilkada serentak di NTT tahun 2024 yang dirangkum dari pemberitaan Pos Kupang serta sumber KPU setempat.

Pilkada Provinsi Nusa Tenggara Timur

1. Yohanes Fransiskus Lema - Jane Natalia Suryanto:  873.524 suara

2. Emanuel Melkiades Laka Lena-Johanis Asadoma: 1.004.055 suara

3. Simon Petrus Kamlasi - Adrianus Garu: 812.353 suara


Hasil Pilkada Kabupaten dan Kota se-NTT Tahun 2024

1.  Kabupaten Alor

1. Abdul Madjid Nampira-Seprianus Kaminukan: 24.590 suara

2. Iskandar Lakamau, S.H., M.Si-Rocky Winaryo: 30.849 suara

3. Drs. Simeon Thobias Pally-Dra. Sri Ananda Inang Enga: 14.591 suara

4. Gabriel Abdi Kesuma Beri Binna-Mulyawan Jawa: 19.544 suara

5. Imanuel Ekadianus Blegur-Lukas Reiner Atabuy: 28.490 suara


2. Kabupaten Lembata

1. Yeremias Ronaldy Sunur-Ir. Lukas Lipataman: 17.221 

2. Thomas Ola-Gaudensius Mado Huar Noning: 12.567

3. Yohanes Viany K. Burin dan Paulus Doni Ruing: 4.640

4. P. Kanisius Tuaq, S.P. dan Muhamad Nasir, S.Sos: 19.712

5. Drs. Marsianus Jawa, M.Si dan Paskalis Laba, ST: 12.106 

6. Simeon Lake, S.Pd dan Marsianus Zada Ua, S.Sos: 5.854 


3. Kabupaten Flores Timur

1. Lukman Riberu-Zakarias Daun: 32.846 suara

2. Antonius Doni Dihen-Ignasius Boli: 37.203 suara

3. Antonius Hadjon-Matias Enay: 26.415 suara

4. Stephanus Ola Demon-Rofinus Baga: 28.491 suara


4. Kabupaten Sikka

1. Fransiskus Diogo-Martinus Wodon: 35.454 suara

2. Suitbertus Diogo-Robertus Ray: 59.485 suara

3. Mekeng P. Florianus-Alfridus Melanus Aeng: 7.333 suara

4. Juventus Kago-Simon Supriadi: 67.504 suara


5. Kabupaten Ende

1. Yosep Benediktus Badeoda-dr Dominikus Minggu Mere: 60.589 suara 

2. Emanuel Eriko Rede-Awalludin Sutoro: 14.964 suara 

3. Djafar Ahmad-Yustinus Sani: 38.020 suara

4. Laurentius D. Gadi Djou-Damran Baleti: 33.980 suara


6. Kabupaten Nagekeo

1. Simplisius Donatus-Gonzalo Muga Sada: 31.367 suara

2. Johanes Don Bosco Do-Marianus Waja: 20.339 suara

3. Tomas Tiba Owa-Seke Albertus: 9.424 suara

4. Elias Djo-Marselinus Siku: 21.271 suara


7. Kabupaten Ngada

1. Paru Andreas-Moses Jala: 32.975 suara

2. Raymundus Bena-Bernadinus Ngebu: 54.220 suara


8. Kabupaten Manggarai Timur

1. Siprianus Habur-Lucius Modo: 43.881 suara

2. Agas Andreas-Tarsisius Sjukur: 51.178 suara

3. Selphyanus Tovin-Frumensius Fredrik Anam: 40.841 suara

4. Yosep Marto-Heremias Dupa: 7.729 suara


9. Kabupaten Manggarai

1. Ngkeras Maksimus-Ronald Susilo: 51.700 suara

2. Heribertus Nabit-Fabianus Abu: 71.027 suara

3. Yohanes Halut-Thomas Dohu: 44.357 suara


10. Kabupaten Manggarai Barat

1. Christo Mario Y. Pranda-Richard Tata Sontani: 71.164 suara

2. Edistasius Endi-Yulianus Weng: 73.872 suara


11. Kota Kupang

1. Alexander Funay-Isyak Nuka: 13.863 suara

2. Jonas Salean-Sukardan Aloysius: 41.300 suara

3. George Hadjoh-Theodora Taek: 15.084 suara

4. Jefri Riwu Kore-Adinda Dua Nurak: 50.093 suara

5. Christian Widodo-Serena Franciesa: 68.830 suara


12. Kabupaten Kupang

1. Korinus Masneno-Silfester Banfatin: 42.302 suara

2. Messerasi Ataupah-Maria Nuban Saku: 28.788 suara

3. Jerry Manafe-Melianus Akulas: 41.796 suara

4. Yosef Lede-Aurum Titu Eky: 55.375 suara

5. Melkisedek Buraen-Roby Manoh: 3.863 suara


13. Kabupaten Timor Tengah Selatan

1. Salmun Tabun-Marthen Tualaka: 65.417 suara

2. Daniel F. Oematan-Uksam Selan: 11.279 suara

3. Alexander Kase-Johanis Lakapu: 15.624 suara

4. Egusem P. Tahun-Johan Tallo: 56.324 suara

5. Eduard M. Lioe-Jhony Army Konay: 70.349 suara


14. Kabupaten Malaka

1. Simon Nahan-Felix Nahak: 31.904 suara

2. Stefanus Bria Seran-Henri Simu: 37.568 suara

3. Louise Taolin-Eduardus Atok: 28.683 suara


15. Kabupaten Timor Tengah Utara

1. Juanda David-Roni Bunga: 26.665 suara

2. Kristiana Muki-Kornelis Naifatin: 27.280 suara

3. Fransiskus Senak-Yohanes Amsikan: 37.536 suara

4. Yosep Kebo-Kamilus Elu: 37.841 suara


16. Kabupaten Belu

1. Willybrodus Lay-Vicente Goncalves: 46.173 suara

2. Agustinus Taolin-Yulianus Tai Bere: 34.132 suara

3. Serfasius Manek-Pius Bria: 4.388 suara

4. Hironimus Luma-Theodorus Tefa: 16.062 suara


17. Kabupaten Sumba Timur

1. Umbu Lili Pekuwali-Yonathan Hani: 66.293 suara

2. Khristofel Praing-Franky Ranggambani: 56.668 suara

3. David Melo Wadu-Umbu Ndata Jawa Kori: 21.938 suara


18. Kabupaten Sumba Tengah

1. Paulus S.K. Limu-Marthinus Umbu Djoka: 14.614 suara

2. Lambertus Labi Ibi Riti-Renggi Jerimani: 548 suara

3. Danial Ledi Kodi-Melkianus Umbu Hunggar: 2.188 suara

4. Umbu Besi-Keda Rambu Katta: 12.757 suara

5. Daniel Landa-Umbu Neka Jarawoly: 10.874 suara


19. Kabupaten Sumba Barat

1. Daniel Bili-Gregorius Pandango: 15.239 suara

2. Yohanes Dade-Thimotius Rangga: 28.027 suara

3. Agustinus Dapawole-John Kabba: 20.892 suara


20. Kabupaten Sumba Barat Daya

1. Ratu Wulla-Dominikus Kaka: 74.559 suara

2. Fransiskus Adilalo-Yeremia Tanggu: 66.554 suara

3. Agustinus Mbapa-Soleman Dappa: 10.941 suara


21. Kabupaten Sabu Raijua

1. Yohanis Kale-Leonidos Adoe: 10.079 suara

2. Krisman Riwu Kore-Thobias Uly: 21.153 suara

3. Simon Diratome-Dominikus Lado: 14.191 suara


22. Kabupaten Rote Ndao

1. Paulus Henuk-Apremoi Dethan: 40.474 suara

2. Vicoas Amalo-Bima Fanggidae: 9.296 suara

3. Paulina Bullu-Sandro Fanggidae: 26.008 suara


Hasil Pilgub NTT 2024: Melki-Johni Menang

 


Dari kiri: Ansy-Janes, Melki-Joni, Siaga

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Timur telah menetapkan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena - Johanis Asadoma ( Melki-Johni ) sebagai peraih suara terbanyak Pilgub NTT.

Paslon nomor urut 2 yang diusung 11 partai politik di antaranya Golkar, Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mendulang 1.004.055 suara (37,33 persen).

Melki-Johni unggul terhadap paslon nomor urut 1, Yohanes Fransiskus Lema - Jane Natalia Suryanto ( Ansy-Jane ) yang meraih 873.524 (32,44 persen) dan paslon nomor urut 3 Simon Petrus Kamlasi - Adrianus Garu ( Paket Siaga ) memperoleh 812.353 (30,20 persen). 

Total suara sah Pilgub NTT sebanyak 2.689.932 suara, dan 56.018 suara tidak sah. Adapun jumlah pemilih sesuai DPT sebanyak 3.988.372 orang. 

Demikian hasil Rapat Pleno Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub NTT yang diselenggarakan KPU NTT selama Sabtu-Minggu (7-8/12/2024).

Berdasarkan data rekapitulasi tingkat provinsi, diketahui bahwa Melki-Johni menang di sembilan kabupaten dari total 22 kabupaten/kota.

Sembilan kabupaten dimaksud, yakni: 

Kabupaten Rote Ndao: 27.910 suara

Kabupaten Sabu Raijua: 18.836 suara

Kabupaten Malaka: 37.200 suara

Kabupaten Sumba Barat Daya: 67.239 suara

Kabupaten Sumba Barat: 28.099 suara

Kabupaten Sumba Tengah: 13.866 suara

Kabupaten Ende: 71.588 suara

Kabupaten Flores Timur: 60.731 suara

Kabupaten Alor: 85.469 suara

Melki-Johni meraih suara terbanyak kedua di delapan kabupaten/kota, yaitu:

Kota Kupang: 68.863 suara

Kabupaten Kupang: 52,021 suara

Kabupaten Timor Tengah Selatan: 29.382 suara

Kabupaten Belu: 35.544 suara

Kabupaten Sumba Timur: 57.206 suara

Kabupaten Manggarai Barat: 48.138 suara

Kabupaten Manggarai Timur: 53.948 suara

Kabupaten Lembata: 30.456 suara


Sementara ada lima kabupaten perolehan suara Melki-Johni terendah dari dua paslon lainnya, yakni: 

Kabupaten Timor Tengah Utara: 38.330 suara

Kabupaten Manggarai: 47.449 suara

Kabupaten Manggarai Timur: 53.948 suara

Kabupaten Ngada: 31.186 suara

Kabupaten Nagekeo: 27.356 suara


Melki- Johni menyampaikan terima kasih untuk masyarakat NTT atas dukungannya, termasuk rangkaian kampanye yang digelar. 

Melki-Johni mengungkapkan rasa syukur dan suka cita atas kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat, relawan, hingga pimpinan partai politik dan anggota legislatif di berbagai tingkatan.

“Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua basudara di NTT, relawan, teman-teman partai politik, fraksi DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta DPR RI yang telah mendukung perjuangan kami. Dukungan ini adalah kekuatan luar biasa bagi kami,” ujar Melki Laka Lena.

Selama lebih dari dua bulan kampanye, pasangan ini bekerja keras meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah pilihan terbaik untuk membawa perubahan positif bagi NTT.

Melki-Johni menegaskan bahwa masa depan NTT berada di tangan masyarakat sendiri dan hanya dapat diwujudkan melalui kerja keras, kejujuran, dan kolaborasi.

“Kami percaya, dengan potensi luar biasa yang dimiliki NTT, jika digerakkan dengan baik, kita akan menciptakan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” tambah dia.

Melki-Johni juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dan bekerja bersama membangun NTT menjadi provinsi yang lebih maju dan membanggakan.

“Ayo bangun NTT,” seru Melki Laka Lena. 

Wakil Gubernur NTT terpilih, Johni Asadoma juga menyampaikan terima kasih atas dukungan semua pihak. Dia meminta kolaborasi dari semua masyarakat, termasuk diaspora NTT. 

Mantan Kapolda NTT itu mengaku, kepercayaan masyarakat itu merupakan amanah yang perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan bersama. 

"Kita semua bekerja sama untuk membangun NTT yang kita cintai ini. Mari kita saling mendukung untuk mengerjakan apa-apa yang menjadi visi menuju kesejahteraan," kata mantan petinju nasional itu. (fan)

Sumber: Pos Kupang

Hasil Lengkap Pilgub NTT 2024 di 22 Kabupaten


Pasangan Ansy-Jane

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nusa Tenggara Timur telah merampungkan Rapat Pleno Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub NTT, Minggu (8/12/2024).

Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT nomor urut 2 Emanuel Melkiades Laka Lena-Johanis Asadoma ( Melki-Johni ) menang dengan meraih 1.004.055 suara (37,33 persen).

Suara terbanyak kedua diraih paslon nomor urut 1, Yohanes Fransiskus Lema-Jane Natalia Suryanto ( Ansy-Jane ) dengan 873.524 (32,44 persen).

Sementara paslon nomor urut 3 Simon Petrus Kamlasi - Adrianus Garu ( Paket Siaga ) memperoleh 812.353 (30,20 persen). 

Adapun total suara sah sebanyak 2.689.932 suara, dan 56.018 suara tidak sah. Jumlah pemilih sesuai DPT sebanyak 3.988.372 orang. 

Melki-Johni diusung 11 partai politik, di antaranya Golkar, Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). 

Ansy-Jane didukung PDI Perjuangan dan Hanura.

Sedangkan Simon-Adrianus diusung NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejaterah (PKS).

KPU NTT menggelar rapat pleno selama dua hari. Rapat pleno berlangsung di Kantor KPU NTT, Jalan Polisi Militer Kota Kupang. 

Pada hari pertama, Sabtu (7/12/2024) menyelesaikan pleno rekapitilasi untuk 13 kabupaten/kota.

Kemudian dilanjutkan pada Minggu (8/12/2024) dengan sembilan kabupaten.  

Berdasarkan data rekapitulasi, Ansy-Jane menang di Belu, Sumba Timur, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Sikka dan Lembata.

Paslon Melki-Johni menang di Rote Ndao, Sabu Raijua, Malaka, Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, Ende, Flores Timur dan Alor.

Sedangkan Paket Siaga unggul di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU).

Siaga menang telak di TTS dengan meraih 174.011 suara.

Komisioner KPU NTT, Frederik Lodwyk menyoroti mengenai partisipasi pemilih. Menurutnya, partisipasi tidak terlepas dari data pemilih yang ada. 

Dari data pemilih yang ada, lanjut dia, saat distribusi pemberitahuan memilih menjelang pelaksanaan pencoblosan, banyak pemilih yang berubah status, meninggal dunia maupun pindah domisili bahkan ada yang tidak ditemui. 

"Partisipasi pemilih, memang secara umum, nasional juga turun," kata Frederik Lodwyk. 

Dia mencontohkan, partisipasi pemilih di Timor Tengah Selatan (TTS) yang hampir 73 ribu pemilih tidak berpartisipasi dari total DPT 351 ribu.

Sementara masih ada pemilih yang meski menerima undangan mencoblos, namun tidak datang saat hari pemungutan suara. 

"Ini hemat saya menjadi tantangan buat kita semua. Bukan saja di penyelenggara Pemilu, ini tanggung jawab kita bersama. Bayangkan, kami sudah undang, terima tapi tidak datang. Tentu ini banyak alasan," ujarnya. 

Frederik Lodwyk menyebut ada lima daerah dengan partisipasi pemilih paling rendah, yang menerima undangan mencoblos tapi tidak datang, yakni: 

Sumba Barat Daya: 54.779 pemilih (22 persen) 

Manggarai Timur: 44.000 pemilih (20 persen)

Kabupaten Kupang: 44.712 pemilih (16 persen)

Timor Tengah Selatan:  73.000 pemilih (21 persen)

Kota Kupang: 40.927 pemilih (14 persen) 

"Ini menjadi tantangan buat kita bersama, baik kami di KPU maupun Bawaslu. Tentunya peserta pemilu, partai politik maupun pasangan calon atau bahkan pemerintah. Kita perlu cermati bersama agar kedepan tentu harapan kita jangan lagi terjadi seperti ini," katanya. 

Berikut inni perolehan suara tiga paslon di kabupaten/kota yang ditetapkan KPU NTT:

1.Kota Kupang

Ansy-Jane: 36.567 suara

Melki-Johni: 68.863 suara

Siaga: 84.716 suara

2. Kabupaten Kupang

Ansy-Jane: 21.710 suara

Melki-Johni: 52.021 suara

Siaga: 99.777 suara

3. Kabupaten Rote Ndao

Ansy-Jane: 20.036 suara

Melki-Johni: 27.910 suara

Siaga: 27.433 suara

4. Kabupaten Sabu Raijua

Ansy-Jane: 14.149 suara

Melki-Johni: 18.836 suara

Siaga: 12.424 suara

5. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)

Ansy-Jane: 17.854 suara

Melk-Johni: 29.382 suara

Siaga: 174.011 suara

6. Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)

Ansy-Jane: 39.493 suara

Melki-Johni: 38.330 suara

Siaga: 51.541 suara

7. Kabupaten Belu

Ansy-Jane: 41.558 suara

Melki-Johni: 35.544 suara

Siaga: 23.256 suara

8. Kabupaten Malaka

Ansy-Jane: 30.047 suara

Melki-Johni: 37.200 suara

Siaga: 30.531 suara

9. Kabupaten Sumba Barat Daya

Ansy-Jane: 41.692 suara

Melki-Johni: 67.239 suara

Siaga: 42.663 suara

10. Kabupaten Sumba Barat

Ansy-Jane: 20.057 suara

Melki-Johni: 28.099 suara

Siaga: 15.655 suara

11. Kabupaten Sumba Tengah

Ansy-Jane: 13.800 suara

Melki-Johni: 13.866 suara

Siaga: 13.460 suara

12. Kabupaten Sumba Timur

Ansy-Jane: 68.729 suara

Melki-Johni: 57.206 suara

Siaga: 18.932 suara

13. Kabupaten Manggarai Barat

Ansy-Jane: 57.012 suara

Melki-Johni: 48.138 suara

Siaga: 38.507 suara

14. Kabupaten Manggarai

Ansy-Jane: 63.617 suara

Melki-Johni: 47.449 suara

Siaga: 55.579 suara

15. Kabupaten Manggarai Timur 

Ansy-Jane: 61.124 suara

Melki-Johni: 53.948 suara

Siaga: 28.120 suara

16. Kabupaten Ngada

Ansy-Jane: 41.161 suara

Melki-Johni: 31.186 suara

Siaga: 14.679 suara

17. Kabupaten Nagekeo 

Ansy-Jane: 44.769 suara

Melki-Johni: 27.356 suara

Siaga: 10.265 suara

18. Kabupaten Ende 

Ansy-Jane: 66.417 suara

Melki-Johni: 71.588 suara

Siaga: 9.215 suara

19. Kabupaten Sikka

Ansy-Jane: 81.276 suara

Melki-Johni: 73.238 suara

Siaga: 15.454 suara

20. Kabupaten Flores Timur 

Ansy-Jane: 44.405 suara

Melki-Johni: 60.731 suara

Siaga: 19.482 suara

21. Kabupaten Lembata 

Ansy-Jane: 32.888 suara

Melki-Johny: 30.456 suara

Siaga: 8.993 suara

22. Kabupaten Alor 

Ansy-Jane : 15.163 suara

Melki-Johni: 85.469 suara

Sianga: 17.660 suara. (fan) 

Sumber: Pos Kupang

Hasil Pilgub NTT: Simon-Andre Menang di Timor

 


Simon Kamlasi- Adrianus Garu

Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur NTT ( Nusa Tenggara Timur ) nomor urut 3, Simon Petrus Kamlasi - Adrianus Garu menang meyakinkan di empat wilayah Pulau Timor. 

Empat daerah dimaksud, yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Kabupaten Kupang, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).

Paket Siaga menang telak di TTS dengan 174.011 suara, disusul paslon Melkiades Emanuel Laka Lena - Johanis Asadoma ( Melki-Johni ) meraih 29.382 suara dan paslon Yohanis Fransiskus Lema - Jane Natalia Suryanto ( Ansy-Jane ) memperoleh 17.854 suara.

Di Kabupaten Kupang, Paket Siaga unggul dengan 99.777 suara. Melki-Johni meraih 52.021 suara dan Ansy-Jane 21.710 suara.

Di Kota Kupang, Paket Siaga mendulang 84.716 suara, disusul Melki-Johni 68.863 suara dan Ansy-Jane 36.567 suara.

Sementara di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Paket Siaga meraup 51.541 suara. Ansy-Jane meraih 39.493 suara dan Melki-Johni memperoleh 38.330 suara.

Meski menang meyakinkan di empat wilayah tersebut, namun secara akmulasi perolehan suara Paket Siaga sebanyak 812.353 suara (30,20 persen).

Paket Siaga yang diusung Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejaterah (PKS) di posisi ketiga, berada di bawah Ansy-Jane dan Melki-Johni.

Melki-Johni menang Pilgub NTT dengan meraih 1.004.055 suara (37,33 persen).

Suara terbanyak kedua diraih paslon nomor urut 1, Ansy-Jane dengan 873.524 (32,44 persen).

Demikian hasil Rapat Pleno Rekapitulasi Perolehan Suara Pilgub NTT yang dilakukan KPU NTT selama Sabt-Minggu (7-8/12/2024).

Perolehan suara Paket Siaga di Pulau Flores tidak signifikan.

Manggarai Raya yang semula diperkirakan menjadi basis elektoral Paket Siaga karena faktor Adrianus Garu yang merupakan orang Manggarai, ternyata tidak memberi efek optimal.

Berikut ini perolehan suara Paket Siaga di kabupaten lain yang ditetapkan KPU NTT:

Kabupaten Rote Ndao: 27.433 suara

Kabupaten Sabu Raijua: 12.424 suara

Kabupaten Belu: 23.256 suara

Kabupaten Malaka: 30.531 suara

Kabupaten Sumba Barat Daya: 42.663 suara

Kabupaten Sumba Barat: 15.655 suara

Kabupaten Sumba Tengah: 13.460 suara

Kabupaten Sumba Timur: 18.932 suara

Kabupaten Manggarai Barat: 38.507 suara

Kabupaten Manggarai: 55.579 suara

Kabupaten Manggarai Timur: 28.120 suara

Kabupaten Ngada: 14.679 suara

Kabupaten Nagekeo: 10.265 suara

Kabupaten Ende: 9.215 suara

Kabupaten Sikka: 15.454 suara

Kabupaten Flores Timur: 19.482 suara

Kabupaten Lembata: 8.993 suara

Kabupaten Alor: 17.660 suara

Simon Petrus Kamlasi menyampaikan selamat kepada Melki-Johni yang unggul perolehan suara di Pilgub NTT.

"Berdasarkan hasil penghitungan plano C1 yang telah kami verifikasi di sekretariat pemenangan, kami berada di posisi 31 persen. Kami mengucapkan selamat kepada Melki-Johni," ucap Simon Petrus Kamlasi di Kantor DPW NasDem NTT, Jumat (29/11/2024).

"Kemenangan ini adalah bukti kepercayaan masyarakat NTT kepada mereka untuk memimpin provinsi ini ke arah yang lebih baik," tambahnya.

Meski kalah, Simon Petrus Kamlasi menegaskan komitmen untuk tetap mendukung pembangunan NTT dengan memberikan kritik konstruktif. 

"Kami siap memberikan dukungan kritis demi NTT. Sebagai putra daerah, kepentingan masyarakat tetap prioritas kami," ujarnya.

Sementara Adrianus Garu mengatakan, walaupun tidak terpilih, Paket Siaga akan tetap optimis untuk membangun NTT.

Ia berterima kasih kepada seluruh masyarakat, tim dan semua pihak yang telah mendukung Paket Siaga hingga saat ini.

"Terimakasih atas semua ini, saya dan pak Simon akan tetap bersama untuk membangun NTT," ucapnya. (fan/rey)

Sumber: Pos Kupang

Jurnalisme Fakta dan Jurnalisme Makna

 



Oleh: Jakob Oetama

Pidato Penerimaan Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang Komunikasi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 17 April 2003

DALAM dunia media masa, dua hal berlangsung hampir serentak di Indonesia. Datangnya kebebasan pers hasil reformasi pro demokrasi serta berlangsung revolusi teknologi informasi yang menghasilkan ICT (Information and Communication Technology).

Ada gejala yang perlu diteliti, dan cukup menarik perhatian. Yakni bahwa kehadiran media informasi dan komunikasi serba teknologi itu, pada gilirannya bukan mematikan informasi dan komunikasi tatap muka dan lewat forum tradisional lainnya, akan tetapi justru menggalakkannya. 

Demikianlah kabar-kabur dan informasi juga ramai dilakukan dalam pertemuan di rumah ibadah, di pasar, di pertemuan-pertemuan tatap muka lainnya.

Sudah sejak semula dipahami, informasi tidak pernah merupakan arus satu arah. Senantiasa dipersepsikan sebagai dua arah, multiarah, berinteraksi. 

Demikian kuat tabiat dan kebutuhan komunikasi sebagai ekspresi diri maupun sebagai proses komunikasi, sehingga apa pun sistem sosial politik yang berlaku, esensialia informasi dan komunikasi itu terus berlangsung. 

Informasi tidak pernah merupakan arus satu arah.

Dewasa ini mulai terdengar pendapat yang bernada mengeluh. Bahwa akhirnya, masyarakat bukan saja kaya akan jaringan informasi yang teknologi maupun yang tradisional, yang lokal maupun yang global, masyarakat bahkan mulai kebanjiran informasi. 

Informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan, mulai dikhawatirkan sebagai sumber kecemasan.

Hampir tidak ada yang mampu memastikan berapa banyak dan berapa jenis informasi mampu diterima seseorang, atau suatu masyarakat dalam suatu waktu. Dewasa ini mulai terdengar pendapat yang bernada mengeluh tentang lubernya informasi. 

Lubernya informasi tidak lain berarti bahwa ada jenis informasi yang bukan saja tidak sempat diolah akan tetapi sama sekali tidak mungkin dipakai.

Kekhawatiran lain tentang kontradiksi yang tidak mudah dipecahkan. Pada satu pihak masyarakat diperkaya dengan jaringan informasi yang didukung teknologi tinggi yang dalam prosesnya meningkatkan akumulasi seperti belum pernah disaksikan sebelumnya. 

Namun di pihak lain kekhawatiran juga mulai meningkat apakah dengan itu informasi tradisional dihancurkan. Informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan, mulai dikhawatirkan sebagia sumber kecemasan.

Perkembangan itu menghidupkan lagi debat, sesungguhnya apakah fungsi informasi dan komunikasi itu? Sekedar menyajikan informasi dengan memaparkan kejadian dan persoalan ataukah menyajikannya sedemikian rupa, sehingga khalayak menangkap dan memahami arti dan maksa kejadian dan masalah itu.

Dalam surat kabar, sudah lama ditinggalkan, pandangan – di antaranya dikemukakan oleh C.P Scott dari The Manchester Guardian, bahwa “comment is free but facts are sacred”. “Opini itu bebas, tetapi fakta adalah suci”. Reportase faktual yang memisahkan fakta dan opini berkembang sebagai reportase interpretasi, reportase yang mendalam, yang investigatif dan reportase yang komprehensif.

Pencarian makna berita serta penyajian makna berita itulah yang semakin merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media

Bukan sekedar fakta menurut urutan kejadiannya, bukan fakta secara linier, melainkan fakya yang mencakup. Disertai latar belakang, proses dan riwayatnya. Dicari interaksi tali temalinya. Diberi interpretasi atas dasar interaksi fakta dan latar belakangnya. 

Ditemukan variabel-variabelnya. Dengan cara itu berita bukan sekedar informasi tentang fakta, berita sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna dari peristiwa.

Lambat laun, bahkan pencarian makna berita serta penyajian makna berita itulah yang semakin merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media. The search of meaning dan the production of meaning. 

Bukankah hal itu berarti, tidak lagi berlaku suatu jurnalisme yang obyektif, melainkan yang berlaku adalah jurnalisme yang subyektif. Prof. De Volder ahli etika media dari Universitas Leuven, Belgia sudah dalam tahun 50 -an menyebutnya sebagai obyektivitas yang subyektif.

Subyektivitasnya itu apa? Tentu saja bukan suka atau tidak suka, bukan pula prasangka, tidak juga kepentingan pribadi dan partisan. Subyektif dalam arti, secara serius, secara jujur, secara benar, secara profesional mencoba mencari tahu secara selengkap-lengkapnya, mengapa peristiwa itu terjadi dan apa arti dan maknanya.

Demikianlah cara kerja jurnalisme yang berobyektivitas subyektif, bukan saja terikat dan wajib mematuhi kode perilaku dan kode kerja wartawan. Diperlukan hal-hal lain yang perlu dimiliki wartawannya secara individual, secara kolegial dan secara bersama dalam lembaga tempat mereka bekerja ialah lembaga media yang bersangkutan.

Sikap dan cara kerja yang dipersyaratkan ialah cara kerja bebas dan independen tetapi disertai pertimbangan atas akal sehat, kepekaan serta komitmen.

John C. Merill mengisyaratkan sosok wartawan dan media yang diperlukan agar pencarian dan the production of meaning bisa tercapai. Ia lukiskan sebagia sosok wartawan “yang berpikir dan merasa, yang rasional sekaligus sensitif, yang berdedikasi kepada dunia obyektif di luar “sana” dan kepada dunia subyektif di dalam “sini”. Sikap dan cara kerja yang dipersyaratkan ialah cara kerja bebas dan independen tetapi disertai pertimbangan atas akal sehat, kepekaan serta komitmen.

Atau seperti dilukiskan dengan indah oleh Paul Tillich “Orang hidup dalam makna artinya hidup di atas validitas yang lengkap, yakni validitas akal sehat, estetis, etik dan religius".

Intensi atau tujuan menjadi pedoman bagaimana interpretasi atau arti akan diberikan setiap kali media berjumpa dengan kenyataan. Dan interpretasi itu diberikan lewat kelebihan kata-kata, gambar serta sosok audio visual.

Tidak ada salahnya dipaparkan lagi, modal sosial dan modal intelektual yang diperlukan agar jurnalisme interpretatif atau jurnlaisme komprehensif atau jurnalisme obyektif yang subyektif dapat bekerja secara profesional dan karena itu juga secara bertanggung jawab.

Dalam keadaan supply informasi normal saja, pekerjaan media adalah pekerjaan seleksi. Tidak semua kejadian dan masalah, baik yang jatuh dari langit alias spot news maupun yang mengendap dalam masyarakat alias trend news, semuanya bisa masuk media. Kelewat banyak supply bagi ruang dan tempat yang sanggup menampung.

Seleksi, memilih, itulah pekerjaan media.

Seleksi, memilih, itulah pekerjaan media. Memilih selalu berimplikasi ukuran, kriteria, kualifikasi. Maka orang pun maklum, kriteria itu misalnya bahwa peristiwa dan masalah itu menarik. Menarik secara psikologis dan manusiawi, menarik karena makna dan pengaruhnya yang praktis. 

Selera publik, mau tidak mau menjadi pertimbangan. Sebab pada dasarnya, lewat media, berita bukan dibagi gratis tetapi dijual, dipasarkan, dipersaingkan.

Maka interaksi antara media dan khalayak merupakan suatu proses dan cara kerja yang ibarat terus berlaku dan berlangsung dari A sampai Z, artinya dalam seluruh proses kerja media.

Kriteria menarik atau tidak menarik, berarti atau tidak berarti terutama secara teknis, tidaklah memadai untuk mendudukkan media sedemikian rupa, sehingga mampu memenuhi tugasnya ialah memberi informasi, melangsungkan komunikasi serta menangkap arti dan makna dari suatu peristiwa dan masalah.

Lagi pula, seperti halnya dewasa ini di negara mana pun dan dalam sistem politik apa pun, media bukan lagi sekedar media informasi dan komunikasi secara sempit. Makna peristiwa dan masalah menjadi jelas, luas lagi dalam, tatkala justru ditempatkan pada posisi dan interaksi dengan persoalan-persoalan besar bangsa dan negaranya.

Media untuk bisa melaksanakan tugasnya secara memadai, memerlukan pada dirinya perangkat lunak visi, pandangan kemasyarakatan, misi sebagai pengejawantahan posisi dan peran yang akan diambilnya di tengah kenyataan persoalan masyarakat serta arah tujuan pembangunan masyarakat.

Memang demokrasi yang menjamin kebebasan dan hak individual serta kesetaraan. Namun sekaligus juga demokrasi yang bisa bekerja efektif untuk mengikis sumber-sumber unfreedom lainnya dan menurut Amartya Sen itu mencakup ”kemiskinan maupun tirani, kesempatan ekonomi yang terbatas maupun perampasan sosial, kelalaian fasilitas publik, intoleransi serta aktivitas berlebihn dari negara represif.”

Kiranya tanpa menyetujui pemakaian istilah the end of history, pengamatan Francis Fukuyama benar, di mana-mana kini berlaku sistem ekonomi pasar dan sistem demokrasi liberal. Tetapi jangan dilalaikan konteks dan seluruh lingkungannya yang berbeda bagi berlakunya demokrasi liberal dan ekonomi pasar itu.

Latar belakang, riwayat, sikap dasar, nilai dan kepercayaan mempengaruhi produk yang dihasilkan oleh sebutlah proses demokrasi liberal maupun ekonomi pasar.

Setiap bangsa mempunyai formulasi tujuan eksistensinya sebagai bangsa dan negara. Ada faktor-faktor idiil dan rasional yang berlaku umum. Ada realitas-realitas sosial, geopolitik dan lain-lain yang memberi ruang bagi pencarian dan perumusan sendiri. Ada identitas. Ada prioritas. Ada persoalan-persoalan spesifik.

Dari tugas media yang mencakup itulah, muncul pemahaman, bahwa media untuk bisa melaksanakan tugasnya secara memadai, memerlukan pada dirinya perangkat lunak visi, pandangan kemasyarakatan, misi sebagai pengejawantahan posisi dan peran yang akan diambilnya di tengah kenyataan persoalan masyarakat serta arah tujuan pembangunan masyarakat.

Visi dan misi lebih jauh diuraikan dalam suatu kerangka referensi. Pemikiran, pemahaman serta preferensi perihal hal-hal pokok yang menyangkut perikehidupan bangsa dan negara. Bagaimana memahami pluralisme. 

Bagaimana memahami warisan budaya secara kritis. Bagaimana menempatkan individualitas dan kebersamaan. Bagaimana menumbuhkan ekonomi yang sekaligus memberikan perbaikan hidup bagi rakyat banyak.

Bagaimana memahami semacam proses yang hampir-hampir seperti usaha menemukan kembali Indonesia, Reinventing Indonesia. Memberikan jiwa, semangat dan energi baru kepada Republik, memberi makna aktual dan kongkrit kepada otonomi. 

Menjadikan salahguna kekuasaan alias KKN sebagai musuh bersama, sebagia tantangan bersama, sebagai ujian kita sebagai bangsa akan lulus berjajar dengan bangsa-bangsa lain atau tidak.

Media bekerja dengan melakukan seleksi. Seleksi yang disertai beragam kriteria dan beragam kategori kerangka referensi untuk menyajikan makna atau meaning kepada publik.

Apa yang oleh John Naisbitt pernah disebut sebagai Global Paradox, semakin tampak. Jaringan global merambah ke Nusantara, tetapi pada waktu yang sama identitas-identitas lokal ibarat meledak penuh energi di mana-mana. Ekspresi seni budaya, ekspresi sosial ekonomi, ekspresi politik, ekspresi emansipasi kemanusiaan.

Dalam arena informasi dan komunikasi yang marak, khalayak masih tetap harus memilih. Inilah yang juga menarik dari dinamika media. 

Media bekerja dengan melakukan seleksi. Seleksi yang disertai beragam kriteria dan beragam kategori kerangka referensi untuk menyajikan makna atau meaning kepada publik.

Sebaliknya, khalayak juga tetap raja. Ia berhak memilih dan khalayak melakukan pemilihan, setiap hari, setiap saat. Adalah Menlu Singapura Rajaratnam yang dalam tahun 70-an berolok, sesungguhnya pekerjaan yang paling demokratis ialah pekerjaan wartawan. Khalayak pembaca sebagai konstituennya melakukan pilihan setap hari, bukan lima tahun sekali.

Persaingan terjadi antara sesama media. Bisnis media ialah bisnis persaingan yang ketat. Persaingan memperoleh khalayak pembaca, pendengar atau penonton dan persaingan untuk memperoleh iklan. 

Menjadilah media benar-benar suatu lembaga yang dimensi bisnisnya tidak main-main. Harus juga ditangani dan dikelola secara professional.

Dalam persaingan pasar itulah, akhirnya bisnis media bermuara. Gejalanya bertambah hari bukan bertambah surut, justru semakin ramai. Masuk akal, jika pengembangan dan pengelolaan bisnis media itu pun membangkitkan ketegangan. 

Ketegangan di antara sesama bagian-bagian dalam media, terutama antara bagian editorial, pemasaran dan periklanan. Misalnya seberapa jauh dan dalam sosok bagaimanakah, iklan rokok dapat dimuat dalam media. Ada perbedaan kebijakan antara satu media dengan lainnya.

Kemajuan media di negeri kita, kecuali oleh isinya, ditentukan oleh kemampuan mengelola bisnisnya.

Agak terlambat pemahaman dan perhatian media terhadap aspek bisnis dari lembaganya. Surat kabar Indonesia berasal dari zaman pergerakan dan perjuangan kemerdekaan. Surat kabar Indonesia bermula dari pamflet perjuangan. Isi menjadi nomor satu. Barulah kemudian, pemahaman perihal pentingnya pengelolaan bisnisnya muncul.

Untuk selanjutnya, kemajuan media di negeri kita, kecuali oleh isinya, ditentukan oleh kemampuan mengelola bisnisnya. Juga dalam lingkungan ini, media Indonesia sedang memasuki era baru. Era baru yang sangat dipicu oleh perkembangan ekonomi global termasuk berlakunya perjanjian AFTA.

Apakah dengan berlakunya kebebasan dalam sistem demokrasi, perbedaan dan benturan antarmedia dan kekuatan-kekuatan lain dalam masyarakat maupun dalam pemerintah, lantas berakhir? 

Baru saja kita alami pengalaman Mingguan Tempo. Baru saja kita ikuti sengketa hukum antara pengulas pasar modal Lie Chin Wei dengan Komisaris Bank Lippo. Masih terngiang-ngiang kritik pedas Presiden Megawati Soekarnoputri terhadap media.

Perbedaan, konflik dan salah paham antara media dengan publik, demikian pula antara media dengan power that be, dengan pemerintah, tidak akan berakhir. Mungkin lebih ramai, karena dipicu oleh kesempatan dan kebebasan yang dilindungi dan dikehendaki oleh demokrasi.

Terhadap pemerintah, mungkin media bisa menggunakan kebebasannya secara lebih leluasa tanpa beban. Terhadap publik dan berbagai kelompoknya yang pandangan hidup dan persepsinya tentang kehidupan beragam dan bisa sensitif, media akan cenderung lebih hati-hati.

Untuk membedakan norma, lingkungan dan pedoman kerja antara media dengan bentuk-bentuk kekuatan dan kekuasaan lainnya, terutama kekuasaan pemerintah, dibedakan antara politic of values, politik nilai-nilai dan Realpolitik atau power politics.

Kiranya orang tidak salah paham dan beranggapan, kekuasaan dalam otokrasi dan demokrasi itu berbeda. Dalam otokrasi kekuasaan cenderung bersalah guna. Dalam demokrasi kekuasaan cenderung bersih. Persepsi itu salah. Kekuasaan baik dalam otoraksi maupun dalam demokrasi, sama tabiatnya, cenderung bersalah guna.

Karena kekuasaan cenderung bersalah guna maka dalam demokrasi kekuasaan harus dikontrol, dikoreksi, diminta pertanggungjawaban.

Yang membedakan bukanlah tabiat kekuasaan tetapi sikap dan konsekuensi yang diambil. Karena kekuasaan cenderung bersalah guna, maka dalam demokrasi kekuasaan harus dikontrol, dikoreksi, diminta pertanggungjawaban. Hal semacam itu tidak terjadi sepenuhnya pada sistem otokrasi.

Maka amatlah jelas, betapa penting dan menentukan arti kontrol, koreksi dan pertanggungjawaban. Betapa penting kebebasan pers yang membuat media bisa dan wajib melakukan tugas tersebut.

Mudah dipahami, antara media sebagai pengemban politik nilai dan pemerintah sebagai pengemban Realpolitik terbentang peluang untuk berbeda pendapat, berbeda penilaian dan berbeda kepentingan. Terbukalah bukan saja perbedaan, tetapi konlfik, benturan. Terhadap kekuatan publik berlaku hal yang sama.

Perlu diakui dan dihormati aturan main yang disepakati sesuai dengan negara hukum. Yakni bahwa segala sesuatu jika tidak dengan mediasi, haruslah diselesaikan menurut proses dan aturan hukum. Tidak main hakim sendiri.

Meskipun lingkungan media adalah politics of values, sementara domain penguasa adalah Realpolitik alias politics of power, terbentang pula kesempatan bukan saja berinteraksi tetapi bekerja sama. 

Media biarpun beratribut politics of values tidaklah lantas berada di menara gading. Sebaliknya, Realpolitik maupun politics of power tidak berarti kosong nilai, buruk, tidak adil, represi.

Ada lingkungan sekaligus batas yang eksistensinya diperlukan serta eksistensinya harus dihargai oleh semua pihak termasuk oleh media. Yakni sebut saja, adanya wilayah dari the possible, the feassible, the workable, wilayah yang membuat maksud baik dan rencana baik pemerintah dan masyarakat dapat dilaksanakan.

Media ikut memperluas ruang kemungkinan, ruang dari yang feasible dan possible.

Segi inilah akhir-akhir ini, dalam euphoria kebebasan demokrasi, kurang atau tidak diperhatikan. Juga kurang diperhatikan perlunya proses. Salah satu perbedaan antara otokrasi dan demokrasi, diantaranya, adalah proses.

 Otokrasi ibarat tekan knop dari atas, maka proses cepat dan tidak penting. Demokrasi di antaranya ditunjukkan dengan bekerja lewat proses, proses menurut aturan main.

Apakah contoh dari suatu kebijakan yang haruslah feasible, kecuali baik. Hapuskan semua utang luar negeri. Putuskan hubungan dengan lembaga-lembaga luar negeri. Apa gantinya. 

Disebut diantaranya pajak, memang ideal dan sudah seharusnya. Tetapi bagaimana menambah pembayar pajak yang dari 215 juta penduduk, dewasa ini 2 juta saja yang membayar pajak.

Kata Lucien Pye, di antaranya memang di situlah peranan media. Pemerintah cenderung melihat segala sesuatu terbatas, sulit, tidak feasible. Sebaliknya, DPR dan partai-partai politik memandang segala sesuatu mudah dan amat feasible.

 Medialah yang menunjukkan jalan tengah, jalan yang benar-benar atau feasible atau tidak feasible. Media ikut memperluas ruang kemungkinan, ruang dari yang feasible dan possible.

Namun semua itu tidaklah mengurangi atau menggeser, tugas media yang sebenarnya, ialah mencari dan menghadirkan makna dari peristiwa dan masalah, besar dan kecil. Kesetiaan dan kemampuannya melaksanakan tugas itu akan membuat, media berhak atau tidak berhak berperan sebagai suara hati bangsanya, the conscience of a nation.

Pencarian makna lewat karya jurnalis kiranya tidak berhenti sampai sekedar laporan.

Penyelesaian suatu masalah sampai masalahnya benar-benar secara praktis dan selesai bukanlah tugas media. Tetapi jika jurnalisme mencari makna dan pencarian itu pun bepedoman kepada politics of values bukannya politics of power, pencarian makna lewat karya jurnalis kiranya tidak berhenti sampai sekedar laporan.

Lagi pula laporan komprehensif berusaha memaparkan seluruh persoalan berikut aneka macam latar belakang, interaksi serta prosesnya.

Kebanyakan persoalan adalah persoalan yang menyangkut kepentingan bahkan kepentingan berbagai pihak. Maksudnya agar setiap pihak memperoleh bagian yang adil dan dengan demikian masalah diselesaikan.

Seperti disebutkan di atas, sekurang-kurangnya dua faktor mempengaruhi cara kerja media. Yang pertama, revolusi teknologi informasi. 

Revolusi itu menghasilkan media-media baru yang demikian besar dampak teknologinya sehingga Marshall McLuhan melahirkan ungkapan "the medium is the message". Pesan media bukanlah isinya, tetapi pesan media adalah teknologi medium itu sendiri. Teknologinya mempengaruhi dan menentukan sosok isi.

Pesan media bukanlah isinya, tetapi pesan media adalah teknologi medium itu sendiri. Teknologinya mempengaruhi dan menentukan sosok isi.

Faktor kedua ialah perubahan dan perkembangan masyarakat yang kini berlangsung dalam interaksi global. Begitu banyak perubahan, begitu intensif interaksi global dan lokalitas, sehingga warga merasa kehilangan makna. Agar hubungan antara kejadian dan masalah-masalah itu. Apa pula arti dan maknanya.

Demikianlah dalam teori dan praktek jurnalisme berkembang cara kerja media yang dikenal sebagai jurnalisme komprehensif, jurnalisme in depth, jurnalisme investigatif.

Dicari bukan sekedar fakta dan masalah yang tampak. Tetapi latar belakang, riwayat dan prosesnya, hubungan kausal maupun hubungan interaktif.

Orang lewat media bukan sekedar ingin tahu, bukan berwacana saja, tetapi ingin memahami arti dan makna peristiwa tersebut.

Selanjutnya khalayak tidak hanya ingin tahu makna, tetapi juga ke mana arah dan semangat penyelesaiannya.

Lagi pula, jika dipikir lebih jauh, apakah artinya makna, tahu duduknya perkara, jika dalam persoalan-persoalan yang mendesak dan strategis, pencarian dan pendekatan solusi tidak ditawarkan. Kembali berlaku disini tuntutan politics of value, bahwa pendekatan dan arah solusi haruslah bermuatan keadilan, persamaan, pembelaan kepada yang lemah dan kepada yang banyak.

Wartawan mestilah cerdas serta memiliki pengetahuan dan pemahaman elementer.

Barangkali terasa diulang-ulang, namun perlu kiranya dikemukakan lagi: bahwa kecuali perlengkapan visi, kerangka referensi, kerja jurnalisme komprehensif serta pilihan-pilihan atas politics of value, untuk sanggup secara memadai melakukan tugasnya, wartawan mestilah cerdas serta memiliki pengetahuan dan pemahaman elementer, sekurang-kurangnya, perihal fakta dan persoalan yang akan diliput dan dipaparkan secara komprehensif.

Tampil silih berganti fenomena yang sebagai pemberi informasi, komunikasi serta makna, wartawan tidak bisa lain kecuali berusaha keras untuk memahaminya.

Media harus memahami lebih jauh, mengapa korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela. Apa akar permasalahannya? Latar belakang struktur dan budaya feudal menyuburkan. Demikian pula paham feudal bahwa power is privilege.

 Warisan sejarah bisnis yang diungkapkan dengan setiap penguasa ada koneksi bisnisnya. Tertimpa oleh sikap hidup kapan lagi. Merajalelanya konsumerisme dan hilangnya rasa malu.

Mengapa Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Filipina dan Vietnam kini melangkah lebih maju dari Indonesia? Mereka sudah keluar dari krisis, kita belum? 

Apakah sekedar karena jumlah penduduk Indonesia lebih besar, 215 juta, menghuni negeri kepulauan, amat majemuk, lemah dan feodal budayanya.

Kebangkitan demokrasi dalam milenium ketiga disertai kebangkitan rakyat. Kebangkitan rakyat berjenjang dari akar rumput lewat beragam organisasi politik, social dan keagamaan berlanjut. Juga disertai lahir dan tumbuhnya gerakan masyarakat madani. Tetapi perannya belum tampak dan bermakna dalam membawa perubahan.

Culture matters, budaya kita bicara, tulis Samuel P. Huntington dan Laurence E. Harisson. Budaya yang mana misalnya dikutip pengalaman antara Ghana dan Korsel, sama-sama posisi dan data ekonominya dalam tahun 70-an, tetapi kini dalam tahun 2000 ibarat bumi langit kesenjangannya.

Kultur yang mana? Ethika Protestan? Revolusi Meiji, Konfucian, Ascetisme Gandhi, Ascetisme Hatta. Kita punya, kita bahkan termasuk kaya budaya. Bagaimana menjadikan budaya Indonesia sebagai pemicu kemajuan, pemicu pemerintah yang bersih, pemicu hidup hemat, kerja keras, berencana serta membangun social trust alias kepercayaan sosial yang kuat, kreatif, produktif.

Barangkali tidak lagi memadai jika sekedar pendidikan yang mencerdaskan, harus juga pendidikan yang mencerahkan.

Terdorong motivasi ikut serta menggerakkan kebangkitan, reveille dan reformasi, media ikut berwacana, barangkali tidak lagi memadai jika sekedar pendidikan yang mencerdaskan, harus juga pendidikan yang mencerahkan. Bukan saja akal, tetapi akal budi, emosi dan spiritualitas yang sekaligus ditumbuhkembangkan pada anak dan warga Indonesia.

Wacana! Ya, wacana. Amatlah subur dewasa ini. Beragam forum diselenggarakan untuk wacana. Sampai-sampai mulai ada yang mengingatkan, dalam wacana pun jangan sampai orang kebablasan. Perlu belajar dari negara-negara Amerika Latin, yang nasibnya sejauh ini seperti hanya jatuh bangun.

Di sana wacana oleh para komentator dan oleh kaum intelektual umumnya begitu tertimpa inflasi, sehingga seorang kolumnis terkenal melukiskannya dengan istilah “todologi”. 

Menurut Carlos Alberto Montano, todologi ialah kemampuan untuk bicara tentang hal apa pun tanpa sikap tahu diri dan tanpa pengetahuan. Todologi celakannya, ikut membentuk “cosmovision” Amerika Latin. Yakni pandangan hidup yang sekedar dan terbatas pada ngomong melulu.

Bukan dalam makna itulah wacana yang dilakukan lewat media. Wacana dalam arti yang serius, disertai usaha sungguh-sungguh untuk memahami persoalan serta bertujuan memperkuat wacana demokrasi.

Wacana membuka kesempatan bagi lembaga-lembaga publik untuk berpartisipasi dalam urusan hidup bersama. Lewat wacana itu masyarakat madani dibentuk dan diperkuat. Selanjutnya masyarakat madani membangun jaringan yang sekaligus merupakan jaringan kultur, nilai dan makna demokrasi dalam masyarakat.

Janganlah wacana merosot menjadi todologi, asal ngomong dan hanya ngomong!

Wacana dalam istilah Anthony Giddens, “democratizing of democracy” merupakan tugas pokok media. Setiap hari orang bisa merasakannya. Termasuk menjelaskan proses demokrasi itu bagaimana serta apa pula tanggung jawab dan tujuannya.

Namun tidak ada salahnya orang belajar dari pengalaman negara Amerika Latin. Janganlah wacana merosot menjadi todologi, asal ngomong dan hanya ngomong!

Kemarin, kini atau hari esok, sungguhlah tinggi tugas media. Pendekatan developmentalism seperti yang diusahakan sejak tahun 70-an atau kini sejak 5 tahun lalu, pendekatan Development as Freedom, sama-sama merupakan pilihan yang jika akan berhasil, haruslah memenuhi syarat-syaratnya. 

Misalnya syarat bahwa segala sesuatu haruslah diolah menjadi rencana dan program. Rencana dan program harus dilaksanakan. Dulu get things done, cukup efektif. Kini gejala todologi yang lebih kuat.

Harapan besar menyertai reformasi, bahwa dalam pemerintahan dan kekuasaan yang demokratis, kecenderungaan bersalahgunanya kekuasaan, wewenang dan kesempatan akan terkendali. Sejauh ini, orang dibuatnya kecewa. Bukan berkurang justru menjadi-jadi.

Pemerintah bertugas eksekutif, melaksanakan, get things done. Partai-partai politik mengontrol dan menyalurkan aspirasi rakyat. Partai-partai politik tidak sendirian. 

Kebangkitan demokrasi abad 21 disertai kebangkitan masyarakat madani. Ada jalur representasi dan ada jalur partisipasi. Namun semua itu masih menunjukkan taraf coba-coba tanpa disertai pemahaman yang jelas serta komitmen yang tinggi dan konsisten.

Apa peranan media? Kecuali menjelaskan duduknya perkara, membuka dialog dan mengontrol juga setiap kali menangkap tanda dan isyarat. Tanda dan isyarat perubahan serta perkembangan zaman yang besar pengaruhnya terhadap perikehidupan bangsa dan negara.

Demikianlah suratkabar berani mengambil risiko memasang jati diri dan simbol profesinya sebagai Amanat Hati Nurani Rakyat. Tidaklah berlebihan, tidah tahu diri, mempertaruhkan diri kelewat tinggi serta tanpa disadari menempatkan diri pada penilaian serta pengadilan publik.

Tetapi dalam segala zaman, kondisi dan sistem, akhirnya, the bottom line dari suatu surat kabar, bukankah mencoba dengan tahu diri dan rendah hati menyampaikan apa sesungguhnya yang merupakan aspirasi dan dambaan publik untuk perikehidupannya.

Macam-macam formulasi dipakai oleh beragam media. Mengungkap dan menyampaikan kebeneran yang menyangkut perikehidupan bersama. Kewajiban surat kabar adalah kepada pembacanya dan kepada publik, bukan kepada kepentingan pribadi pemegang sahamnya.

Surat kabar tidak boleh menjadi sekutu dari kepentingan khusus apapun dan pihak mana pun. Surat kabar haruslah fair dan bebas, independen dalam pandangan kemasyarakatannya serta dalam pandangannya terhadap siapa pun.

Kebebasan ialah kesempatan untuk menjadi baik. Perbudakan adalah kepastian untuk menjadi lebih buruk.

Ketika lewat suatu proses jatuh bangun, uji coba, ketegangan dan tarik menarik suatu surat kabar menunjukkan sosoknya sebagai Un journal c’est un monsieur, pastilah pergulatannya telah panjang. Meskipun telah panjang, pergulatan akan terus menyertai kehadiran dan peranannya.

Amatlah elokuen jawaban Albert Camus atas pertanyaan, apakah jika pers bebas, dengan sendirinya pers adalah baik. 

Jawab wartawan dan filsuf Prancis tersebut: “Jika pers bebas, bisa baik, bisa buruk. Baik untuk pers maupun untuk manusia. Kebebasan ialah kesempatan untuk menjadi baik. Perbudakan adalah kepastian untuk menjadi lebih buruk”. Tetapi siapa pun membicarakan kebebasan, baik ilmuwan, publik, pemerintah dan media sendiri cenderung tidak akan mengatakannya dengan gagah berani dan amat percaya diri.

Kebebasan ialah kebebasan memilih. Memilih bukan pekerjaan sederhana. Juga dengan sikap dan pandangan sebagai penyangga politics of value pilihan tetap sulit. Sebab senantiasa ada dua dunia yang dihadapi, dunia realita yang obyektif di luar sana serta dunia subyektif di dalam sini.

Pilihan perlu disertai pertimbangan akal sehat, kepekaan dan komitmen. Bahkan ada yang mengingatkan isyarat Sorean Kierkegaard, agar pilihan dilakukan “in fear and trembling in anguish” – dengan rasa takut dan cemas.

Kecemasan bukanlah pertanda kelemahan, kecemasan pertanda rasa tanggung jawab. Tugas media seperti “to afflict the powerful and comfort the afflicted” adalah tugas yang disertai kecemasan. Yakni Kecemasan yang menurut theology Paul Tillich adalah pertanda serta proses interaksi munculnya keberanian.

Kecemasan justru bagian dari proses membersitkan vitalitas. Vitalitas diperlukan oleh setiap pekerjaan, terutama oleh profesi wartawan. Vitalitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu melebihi sosok pribadinya tetapi tanpa kehilangan sosoknya.

Vitalitas lagi-lagi dikaitkan dengan tujuan pekerjaan apalagi jika pekerjaan itu masuk kategori profesi.

Dalam proses yang paralel dengan “democrating of democracy” inilah persoalan yang terutama sedang digeluti oleh masyarakat media. Bagaimana memberi makna kepada profesi wartawan dan bagaimana melaksanakan pesan Albert Camus, bahwa dengan kebebasan peri kehidupan harus menjadi lebih baik.

Kemarin ibaratnya, masalah yang dihadapi oleh pers Indonesia adalah “freedom from”. Sekarang pun freedom from belum sepenuhnya selesai dan memang tidak akan pernah selesai. Aturan main dan aturan main itu ialah etika dan hukum, itulah yang harus terus dikokohkan dan dibuat efektif.

Meskipun freedom from belum sepenuhnya memuaskan, kiranya semakin mendesak sisi yang lain bagi pers, ialah freedom for. Untuk apa kebebesan yang dimiliki pers.

Hampir-hampir hapallah wartawan akan arti kebebasan pers bagi terciptanya forum wacana, untuk menginterpretasikan berita, untuk menghibur yang papa dan menggugat yang mapan, untuk mengontrol dan mengkritik pemerintah serta untuk memperbaharui masyarakat.

Pekerjaan media harus dibuat lebih spesifik dengan menangkap dan memahami kondisi dan gejala zaman.

Pekerjaan media harus dibuat lebih spesifik dengan menangkap dan memahami kondisi dan gejala zaman. Kondisi, keadaan, masalah-masalah riil bangsa dewasa ini. Serta perubahan dan gejala yang dibawa oleh perkembangan zaman. Di satu pihak globalisasi, di lain pihak kebangkitan dan ekspresi lokal.

Kenapa tidak tampak hasrat bangkit mengejar ketinggalan, ketika orang mengikuti analisa, kali ini, yang akan memanfaatkan revolusi industri baru ialah India dan Cina. 

Kepercayaan, Trust dan Social Trust, modal pergerakan dan perjuangan Indonesia Merdeka. Juga modal pembangunan masyarakat bangsa dari kemajemukan menjadi satu masyarakat bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Tanah air! Dari tanah air, dari masyarakat, dari alam, laut, daratan dan kepulauan, dari keragaman sumber alam, kekayaan penghuni hutan dan lautan, dari ekspresi seni budaya bangsa, kita bangun Indonesia Baru.

Reinventing Indonesia! Menemukan kembali Indonesia. Jangan-jangan itulah yang mendesak dewasa ini. Kembali ke persoalan media! Freedom from tetapi sekaligus freedom for.

Masyarakat pers Indonesia telah memiliki buku pintar dan kode perilaku profesionalnya. Pers Indonesia memiliki sejarah panjang. Sejarah yang parallel sekaligus berinteraksi dengan kebangkitan, pergerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pers memang harus melaksanakan tugasnya “in fear and trembling in anguish“

Dan lagi-lagi, jika mencoba menangkap dan memahami kondisi, keadaan serta tantangan dewasa ini, begitu berakumulasinya persoalan dan begitu miskinnya visi dan kepemimpinan – pers memang harus melaksanakan tugasnya “in fear and trembling in anguish“.

Kecemasan dan ketakutan bukan sebagai tanda kelemahan, melainkan sebagai isyarat tanggung jawab dan membersitnya vitalitas.

Demikianlah, kesetiaan akan sejarah dan warisan terus dipupuk secara kreatif dan kritis.

Diperkuat kemampuan professional untuk mengembangkan pengetahuan umum yang sistimatis. Diperkuat orientasi dan komitmen bagi kepentingan orang banyak. Kontrol diri oleh Kode Etik Profesional yang disepakati.

Hadir di antara kita wartawan-wartawan senior yang sangat dihormati oleh masyarakat media. Dan yang untuk saya sekaligus adalah tempat saya belajar, seperti di antaranya saudara Rosihan Anwar.

Kepadanya, juga kepada Ibu Herawati Diah, rekan-rekan senior yang telah mendahului kita di antaranya Saudara P.K. Ojong, Bapak Wonohito, Hetami, Sakti Alamsyah, Zus Tuti dan Bung Azis, Rorimpandey, kepada rekan dan sahabat saya Manuhua yang sedang sakit di Makassar, tokoh kebebasan pers Indonesia Bung Mochtar Lubis, saya sampakan hormat dan rasa syukur saya.

Kehormatan besar yang dianugerahkan oleh Universitas Gadjah Mada kepada saya untuk merekalah kehormatan itu saya persembahkan.

Prof. John C. Merril membedakan sosok wartawan dengan mengambil tamsil mitologi Romawi yakni dewa Apollo dan Dionisius.

Tanpa ragu preferensi pilihan ialah kepada sosok wartawan “Apolonisian”. Dilukiskan sosok wartawan Apolonisian sebagai: “pribadi yang berpikir dan merasa yang rasional tetapi juga sensitif, yang peduli terhadap fakta maupun perasaan, yang berdedikasi terhadap dunia obyektif 'di luar sana' dan terhadap dunia subyektif 'di dalam sini'".

Sosok wartawan dikatakan demikian oleh mahaguru Missouri School of Jurnalism itu sebagai pada esensinya seorang pesinthesa yang rasional, seorang wartawan yang mampu secara sadar mengembangkan falsafah jurnalistik yang menggabungkan ketegangan, kebebasan, akal sehat dan kewajiban.

Pekerjaan media bukan saja profesi tetapi panggilan hidup.

Kepada siapakah preferensi pilihan itu ditujukan dari mimbar yang terhormat dan terpelajar ini?

Kepada rekan-rekan wartawan muda yang akan melanjutkan pekerjaan media. Pekerjaan media bukan saja profesi tetapi panggilan hidup. 

Tugas ikut mencerahkan anak bangsa tugas membangun masyarakat madani, tugas membawa masyarakat kepada komitmen dan kehendak menyejahterakan bangsa, tugas-tugas itu patut dan menuntut komitmen wartawan sebagai panggilan hidup!

Mengapa saya. Mengapa bukan rekan-rekan yang lain? Disertai pertanyaan itu, kehormatan ini saya terima dengan sikap tahu diri “nobles oblige” , kehormatan itu membawa tanggung jawab.

Kepada Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada, kami sekeluarga menyampaikan terima kasih. Kami sampaikan pula terima kasih kepada Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Sofian Effendi. Terima kasih pula kepada promotor Prof. Dr. Mulyarto.

Adalah rekan-rekan dari jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Sospol Gadjah Mada yang pertama melontarkan prakarsa. Masukan di antaranya dari sebagian masyarakat pers Indonesia.

Sepanjang hayat dalam suka maupun duka, kami “Praci dino”, setiap hari berterima kasih dan bersyukur.

Dan pada kesempatan ini rasa syukur dan terima kasih meluap kepada keluarga, kepada orang tua, kepada para guru, kepada rekan-rekan.

Sungguh benar pandangan James Redfield, penulis “The Celestine Prophecy” , bahwa yang terjadi dalam perjalanan hidup sebagai koinsidensi, sesungguhnya adalah Penyelenggaraan Ilahi.

KepadaNyalah, kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah saya dan keluarga dan rekan-rekan dan kita semua yang hadir di sini melantunkan puji syukur. (*)

Sumber: Kompas.com

Bahasa dan Buku

 


Stephie Kleden-Beetz

Oleh: Stephie Kleden-Beetz

 LAMBANG adalah sebuah bahasa, bahasa tertua manusia. Sampai sekarang di abad computer ini pun kita hidup dalam “lautan” lambang. Sebuah lukisan, entah itu bintang, garuda, beringin, perahu, atau apapun saja, baru menjadi lambang bila di dalamnya terkandung sesuatu yang lebih dari pada yang hanya terlihat oleh mata. C. G. Jung, psikiater (1875-1961) berkata: “Lambang memiliki aspek yang tak sadar yang mustahil dapat diterangkan atau diberi definisi setepatnya”. Pun : “Musik adalah juga Bahasa yang dipahami siapa saja”.

George Bernard Shaw, (1856-1950) dramawan Irlandia dan juga pemenang hadiah Nobel Kesusasteraan, tahun 1926, pernah berkunjung ke rumah seorang yang sangat kaya. Si tuan rumah bertanya, apa kesan tamunya tentang barang-barang antik yang mahal. Shaw menjawab: “Saya merasa seperti berada di museum, yang paling penting tidak terdapat di sini.” Orang kaya itu terkejut, lalu spontan bertanya: Apa? “Buku”, jawab Shaw.

Dulu di kota-kota besar Eropa ada gerobak penuh buku berkeliling dan orang boleh leluasa mencari. Seorang mahasiswi membeli buku karangan Beranger, : penyair Perancis, (1780-1852). 

Di rumah ia terkejut ketika menemukan setumpuk uang di balik sampul tebal buku itu dengan sebuah nota bertuliskan “Duit ini hadiah bagi pencinta buku”. Bahwa buku itu mencerdaskan manusia, semua kita tahu. “Katakan apa yang anda baca, dan akan kukatakan siapa anda”. Tentu ada pula buku yang tidak bermutu.


Kita tidak bisa berkomunikasi tanpa bahasa. Buah, pikiran yang lahir dalam kepala kita, hanya mendapat wujud dalam bahasa. Semakin tertata-rapi bahasa kita, semakin mudah kita membuat orang lain memahami maksud kita. Semakin “ngawur” dan panjang lebar dan tidak keruan bahasa kita, semakin bingung pihak yang mendengarnya. 

Kemarin seorang sahabatku berkeluh-kesah tentang aneka naskah yang masuk majalahnya, dan dia harus mengedit naskah-naskah tersebut. “Astaga, saya jadi “pusing, tujuh keliling” benar-benar minta ampun”.

Diterimanya kita dalam pergaulan dengan sesama amat tergantung bukan hanya pada peri laku kita melainkan terutama pada bagaimana kita bertutur-kata, ya berbahasa. Sepotong kalimat biasa bisa membuat hidup seseorang berubah, merasa berguna.

 Misalnya: “Jangan menyerah, coba sekali lagi pasti bisa!” Kalimat yang menguatkan dan memberi semangat ini dapat diucapkan oleh ayah-ibu kepada anak-anaknya, atau bapak dan ibu guru kepada murid-muridnya, atau atasan kepada bawahannya.

Kenapa tidak suka Matematika? Seorang mahasiswi ditanya. Karena guruku pernah menghardik dengan galak “Goblok amat sih!” jawab si cantik itu. Maka ia pun langsung patah-arang dengan mata pelajaran eksakta dan kini menekuni bidang bahasa. 

Bahasa kita mengenal ungkapan: “Kata-kata lebih tajam dari pedang”. Tetapi kata pun memiliki daya sihir yang menghanyutkan pendengar atau pembacanya. Coba dengar sanjungan berikut: Wow, rambutnya bagaikan mayang berurai, alis persis semut beriring, lengan mulus seperti gading yang tidak retak, lehernya jenjang mempesona dan masih banyak lagi.

Betapa senang saya menjelajahi ‘Ruang Siswa’ Warta Flobamora, membaca puisi dan cerita pendek dari para murid sekolah. “Rajin-rajinlah adik-adik. Sebab tak ada juara yang jatuh dari langit, semua harus dimulai langkah demi langkah,” Selamat berjuang untuk masa depan yang gemilang.

Ada ungkapan oleh Grace Hopper: “A ship in port is safe, but this is not what ships are built for” (Kapal di pelabuhan memang aman, tetapi bukan itu maksud kapal dibuat). Justru di lautan ya di samudra raya kapal baru berfungsi, ketika bertarung dengan ombak dan gelombang atau angin puting beliung.

Bersama Petronius, penyair Romawi kita pun berkata: “Perjuangan untuk mencapai sesuatu justru perlu, sebab apalah artinya kemenangan mudah yang terasa hambar dan tak memberi kepuasan di hati dan kebanggaan di jiwa”.

Sumber: berandanegeri.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes