Alex Longginus Bebas Kampanye

MAUMERE, PK---Pengadilan Negeri (PN) dan Kejaksaan Negeri Maumere saling melempar tanggung jawab atas pengawasan terhadap tersangka Drs. Alexander Longginus dalam menjalankan jenis tahanan kota. PN Maumere menilai Kejari Maumere yang mesti bertanggung jawab atas pelanggaran/perbuatan tersangka Longginus selama menjalani tahanan kota.

Pengadilan hanya membuat dan mengeluarkan surat penetapan pengalihan penahanan tersangka Longginus dari tahanan kurungan ke tahanan kota dengan alasan tersangka Longginus sakit sesuai surat keterangan dokter RSUD TC Hillers, Maumere. Kejaksaanlah yang mengeksekusi penetapan majelis hakim itu serta mengawasi tersangka Longginus dalam menjalani jenis tahanan kota.

Seperti diwartakan sebelumnya, Longginus dialihkan tahanannya dari kurungan di Rutan Maumere menjadi tahanan kota sejak Jumat (20/3/2009) lalu. Saat menjalani tahahan kota, Longginus aktif berkampanye di Lapangan Kota Baru-Maumere, Jumat petang (27/3/2009). 

"Kalau selama menjalani tahanan kota tersangka Longginus melakukan pelanggaran seperti keluar dari kota tanpa izin, berkampanye di panggung politik tanpa izin, itu tanggung jawab instansi yang mengawasinya. Kalau ada pelanggaran yang dibuat tersangka dalam menjalani tahanan kota itu berarti pengawasan Kejaksaan Negeri Maumere terhadap tersangka sangat lemah. Dan itu tanggung jawab Kejaksaan Negeri Maunere," kata Ketua Pengadilan Negeri Maumere, Poltak Silalahi, SH, melalui Humas Pengadilan Negeri setempat, LS Tampubolon, SH, kepada Pos Kupang di PN Maumere, Senin (30/3/2009).

Tampubolon ditanya terkait kesan diskriminasi penegakan hukum di PN Maumere yang mendapat protes dari berbagai pihak di Kabupaten Sikka. Masyarakat Sikka mempertanyakan kebebasan tersangka Longginus, mantan Bupati Sikka yang tengah diproses hukum terkait kasus korupsi dana purnabakti 30 mantan anggota DPRD Sikka senilai Rp 276,5 juta. Longginus ditahan Kejari Maumere di rutan selama dua hari (11-13/3/2009). 

Ketika dilimpahkan Kejari Maumere ke PN Maumere, Jumat (20/3/2009) pukul 14.30 Wita, dalam hitungan menit tersangka Longginus langsung dialihkan penahanan dari tahanan rutan ke tahanan kota dengan alasan sakit. Penetapan pengalihan tahanan yang seharusnya dieksekusi kejaksaan setempat kali ini diambilalih Majelis PN Maumere. Selanjutnya dalam beberapa hari saja tersangka yang terikat tahanan kota berkampanye sebagai caleg dan jurkam PDIP di Lapangan Kota Baru Maumere sambil bernyanyi dan bergoyang. Padahal dialihkannya tahanan tersangka Longginus dari tahanan rutan ke kota dengan alasan sakit.

Menanggapi kebebasan Longginus itu, Tampubolon yang juga salah satu anggota majelis hakim untuk perkara korupsi tersangka Longginus, menjelaskan, pihaknya tidak bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan Longginus selama menjalani tahanan kota.

"Sekali lagi saya mau tegaskan, kami hanya membuat penetapan, dan penetapan itu dieksekusi kejaksaan. Kalau tersangka melanggar penetapan majelis hakim itu berarti pengawasan kejaksaan lemah, dan itu tanggung jawab kejaksaan, bukan majelis hakim," tegas Tampubolon.

Lucu, Pernyataan Tampubolon
Secara terpisah, Kajari Maumere, Acep Sudarman, S.H, didampingi Kasi Intel, Ahmad Jubair, SH, yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (30/3/2009), menegaskan, sangat lucu jika PN Maumere menyerahkan tanggung jawab pengalihan tahanan terhadap tersangka Longginus dari tahanan rutan ke tahanan kota kepada kejaksaan. 

"Loh amat lucu kalau ada pernyataan Tampubolon seperti itu. Siapa yang mengalihkan jenis tahanan terhadap tersangka Longginus, dia yang mengawasinya. Sesuai aturan, pengadilan meminta bantuan pihak kepolisian untuk mengawasi tersangka dalam menjalani tahanan kota, bukan kami kejaksaan. Itu salah alamat PN Maumere. Kecuali kami juga diminta bantuan ya, kami laksanakan. Tapi dari awalnya kami tidak pernah dikoordinasi, penetapan pengalihan penahanan saja dieksekusi sendiri oleh pengadilan. Lalu untuk apa kami harus repot mengawasi tersangka Longginus? Silahkan awasi sendiri kalau tersangka melanggar penetapan mejelis hakim. Bahkan kalau sampai tersangka Longginus melarikan diri atau dipanggil tidak mau datang sidang ya, PN Maumere urus sendiri," tegas Sudarman.


Sudarman mengatakan, Longginus dialihkan dari tahanan rutan ke tahanan kota karena sakit. Tetapi faktanya dia tidak sakit dan berkampanye serta bernyanyi dan bergoyang di atas panggung. Artinya, kata Sudarman, tersangka tidak sakit. Karena itu, PN Maumere harus bersikap adil memperlakukan tersangka dengan tersangka kasus pidana lainnya. 

"Jangan lempar tanggung jawab, lalu serahkan lagi pengawasan tersangka longginus kepada kejaksaan untuk mengawasi Longginus menjalani tahanan kota. Itu tidak benar," tegas Sudarman. (art)

Pos Kupang edisi Selasa, 31 Maret 2009 halaman 1

Pileg di Flotim dan Lembata 14 April 2009

KUPANG, PK--Hasil pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) NTT bersama KPUD Flores Timur dan Lembata, Senin (30/3/2009) malam, menyepakati pelaksanaan pemilu legislatif (Pileg) di Flores Timur (Flotim) dan Lembata diundur ke tanggal 14 April 2009. Kesepakatan ini sudah final.

Juru bicara KPUD NTT, Drs. Djidon de Haan, yang ditemui usai rapat pleno, Senin (30/3/2009) pukul 23.45 Wita, mengatakan, pleno yang dihadiri lima anggota KPUD NTT, bersama Ketua KPUD Flotim dan Lembata itu membicarakan dua persoalan subtansial.

Pertama, jika pelaksanaan pemilu di dua daerah itu tetap 9 April bertepatan dengan Hari Kamis Putih maka KPPS, PPS dan PPK memohon untuk ditunda. Penundaan itu diamini KPPS, PPK dan PPS serta KPU. 

Kedua, pleno KPU lengkap dihadiri Ketua, Drs. Yohanes Depa, anggota Drs. Djidon de Haan, Drs. Gasim, Maryanti Luturmas, SE, Yos Dasi Djawa, S.H bersama Ketua KPUD Flotim, Abdul Kadir dan Ketua KPUD Lembata, Wihelmus Panda, menerima usulan penundaan untuk diproses sesuai kewenangan hirarki. 

"Besok pagi (hari ini--Red) Pak Yos ke Jakarta untuk menyampaikan rencana KPUD NTT kepada KPU pusat," kata Djidon. 

Menurut Djidon, seandainya KPU pusat setuju tanggal 14 April, persiapan panitia ad hoc lebih matang. Kalau dimajukan sangat sulit karena surat suara dan lain-lain menjadi masalah. "Walau demikian, panitia ad hoc (KPPS, PPK dan PPS) tetap dibentuk dan mengikuti bimtek sehingga kapan saja dilaksanakan panitia ad hoc bisa selenggarakan. Dimajukan risiko lebih besar, jika diundur lebih baik," kata Djidon.

Ditanya soal logistik, terutama surat suara yang kurang, Djidon mengatakan, KPU pusat akan mendroping melalui pesawat ke propinsi untuk diteruskan ke kabupaten/kota. Semua daerah mengalami kekurangan surat suara, baik DPR, DPD maupun DPRD kabupaten/kota. Khusus DPRD kabupaten/kota, kekurangan terjadi pada daerah pemilihan. KPU siap melaksanakan tugas dan dalam waktu dekat diadakan simulasi dan bimtek untuk penyelenggara tingkat bawah.(gem)

Pos Kupang edisi Selasa, 31 Maret 2009 halaman 1

Diskusi FAN: PLN Segera Siapkan Call Center

KUPANG, PK -- Demi meningkatkan komunikasi dengan para pelanggan serta masyarakat luas yang membutuhkan informasi, manajemen PT PLN (Persero) Kantor Wilayah NTT akan menyiapkan sarana call center dalam waktu dekat. Langkah awal akan diberlakukan di PLN Cabang Kupang.

General Manager PT PLN (Persero) Kantor Wilayah NTT, Santoso Januwarsono mengemukakan hal itu, dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Academia NTT (FAN) di Hotel Charvita-Kupang, Sabtu (28/3/2009) malam. Diskusi tentang pelayanan PLN malam itu juga menghadirkan narasumber Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Cabang NTT, Ny. Mus Malessy, S.H.

"Usul saran dari Forum Academia NTT agar PT PLN lebih transparan terhadap sangat kami hargai. Kami akan menyiapkan call center agar masyarakat bisa menyampaikan keluhan. Call center juga akan melayani kebutuhan masyarakat tentang informasi apa saja berkaitan dengan pelayanan PLN," kata Januwarsono.

"Call center PLN tidak menggunakan mesin penjawab, tetapi oleh petugas khusus untuk itu," tambah Januwarsono yang dalam diskusi itu didampingi Manajer Perencanaan, Sulityo, Manajer Teknik, Supriyadi, Manajer PLN Cabang Kupang, Ignatius Rendroyoko dan Humas PLN Wilayah NTT, Paul Bolla. Dari FAN, hadir antara lain, Prof Vincent Gasperz, Mario Vieira, Rm. Leo Mali, Gusti Brewon dan Sandro Dandara.

Diskusi yang dipandu Paul Sinlaeloe dari FAN berlangsung menarik. Ketua YLKI NTT, Mus Malessy mengungkapkan kerugian yang dialami konsumen terkait pemadaman bergilir yang masih berlangsung sampai saat ini. 

"Pemadaman bergilir merugikan konsumen, tetapi mereka sulit sekali mendapatkan kompensasi," kata Malessy. Ia juga menyampaikan keluhan konsumen yang disalurkan melalui YLKI. 

Mengenai pemadaman bergilir, Januwarsono dan Manajer PLN Cabang Kupang, Ignatius Rendroyoko menjelaskan alasan teknis yang sudah kerapkali disosialisasikan kepada masyarakat selama ini. 

"Tidak ada maksud PLN untuk menyusahkan konsumen. Mudah-mudahan pada bulan Mei 2009, jadwal pemadaman bergilir dapat diminimalir," kata Januwarsono.
Dalam diskusi selama tiga jam yang diikuti 22 peserta, pimpinan PLN juga menjelaskan rencana kerja jangka panjang manajemen PLN demi mengatasi krisis listrik di NTT. "Yang sedang kami kerjakan sekarang antara lain PLTU Ropa di Ende, Bolok - Kupang dan Atambua," demikian Januwarsono. (osi)

Pos Kupang edisi Selasa, 31 Maret 2009 halaman 9

NTT

Hai, Nusa Tenggara Timur
Masih pantaskah tuan tidur-tiduran?


HARI ini di hari yang mulai terik menggigit memasuki musim pancaroba, apalagi yang kurang dari altar Nusa Tenggara Timur? Semua nyaris lengkap dan sempurna. Tersaji rapi, elok dan apik di beranda rumah kita.

Kekerasan mengental bergumpal. Bergolak, menghentak, meledak-ledak dengan wajah tanpa dosa. Tanpa penyesalan setetes pun. Bunuh-membunuh. Bunuh diri dengan menggorok leher sendiri. Dingin nian menikam mati sang kekasih, istri, suami atau saudara sendiri. 


Di sini orang merasa boleh menyirami tubuh dengan bensin atas nama cinta. Berlabelkan kasih sayang. Siram bensin sekujur tubuh yang letih lalu tubuh itu dibakar. Kematian pasti bagi manusia. Tapi haruskah mati dengan cara demikian?

Apa yang kurang di rumah Flobamora? Sel tahanan bukan tempat yang aman. Sel itu ladang pembantaian. Kurung untuk dibunuh. Di balik jeruji, di kamar tak seberapa luas serta pengap itu, nyawa anak manusia yang mencari keadilan berakhir sadis. Tubuh kaku terbujur tak padamkan amarah. Rongga dada baru terasa plong setelah potong alat vital. Gila! 

Apa yang kurang dari NTT hari ini? Hampir semua sudah melihat dan mendengar tentang pipi pejabat memerah, lebam, bengkak entah karena dipukul, memukul atau bakupukul di depan umum. Luar biasa.

Ya, apa yang kurang? Bahkan seorang imam Tuhan, gembala umat, rohaniwan "dihabisi" denyut kehidupannya dengan cara menyayat hati. Sadisme sudah menjadi menu harian. Keramahan, kelembutan, loyalitas makin mahal harganya. Telah demikian jauhkah perubahan manusia Flobamora? Kita semakin kerdil-primitif atau kian beradab?

Hukum meringkik genit. Menertawakan logika, menebar ragu, menebalkan cemas. Bukti-bukti dicandatawakan. Canda tak lucu. Tebang pilih bukan mimpi di hutan tandus sabana. Pohon kuat kuasa, siapa berani babat? Kita bangga menghukum yang lemah. Berani cuma pada kaum pinggiran.

Ranking survei korupsi number one, tapi sakit masih bisa disinetronkan. Inspirasi opera sabun. Hasil visum tergantung pesanan. Mau luput, gampang! Tersedia ahli yang mengerti hidup. Yang bisa kerja sama asal sama mengerti maunya. Yang salah bisa benar, yang benar disalahkan.

Kalau tuan dan puan jadi tersangka, ikut saja modus yang sudah terbukti mumpuni. Sehari dua dalam tahanan, ekspresikan muka pucat pasi, badan panas dingin, napas terengah-engah. Niscaya penyidik akan iba. Dokter-perawat tak tega melihat. Tuan pindah ke rumah sakit. Diperiksa lengkap serta tes laboratorium. Kuat kuasa, siapa berani lawan? Kalau puan miskin papa sebaiknya tidak latah. Perkara boleh sama, nasib bisa berbeda.

Apa yang kurang di beranda kita? Bekas galian yang lupa tutup membunuh anak-anak tak berdosa. Ketika maut itu datang, di manakah negara? Mereka tahu tapi tak mau menyahut. Tiga anak meregang nyawa di kolam galian dalam dua bulan, bukan apa-apa. Toh mereka bukan siapa-siapa.

Es potong merenggut dua nyawa di Amanuban. Lebih dari 100 orang dirawat. Es potong memotong kehidupan remaja kita yang sedang gairah menatap hari depan. Es menanam derita, menimbun trauma panjang. Si penjual es entah ke mana? Hai, Nusa Tenggara Timur, masih pantaskah tuan tidur-tiduran saja? Tidur lebih lama?

Setelah pembagian kamera gratis, setelah Lamalera berjingkrak bangga memotret diri sendiri, datanglah kata konservasi. Konservasi Laut Sawu demi ikan paus. Apa kabar nelayan Lamalera? Mari sekejap membuka hati, mata dan otak. Ikan paus itu kehidupanmu. Jatidirimu sejak berabad-abad lalu. 
Setengah abad yang lalu Bung Karno sudah berseru-seru. Siapa bilang kolonialisme telah mati? Kita junjung konservasi. Kita konservasi untuk siapa? Yang gratis belum tentu tanpa pamrih. Hak hidupmu. Jangan biarkan dia terenggut... 

Semen Kupang ada menandai pesta perak Flobamora. Duapuluh lima tahun kemudian, asap tak lagi mengepul di langit Alak. Bara Semen Kupang padam saat NTT usia emas. Salah siapa, ini dosa siapa? Sudah terlalu lama nasib kita bergantung pada orang. Diatur. Diobok-obok pihak lain. Kita susah, di manakah mereka? Terlalu mengada-adakah beta bertanya demikian? Bangkit NTT-ku. Bangkit dan raih kembali kehormatan itu. "Jika pemimpin loyo, rakyat harus berani," kata Bung Kanis puluhan tahun lalu. Bayangkan kalau pemimpin juga berani?

Adakah yang kurang sempurna dari beranda Flobamora? Sepanjang 2008 kita menggelar 12 pemilihan umum kepala daerah dengan aman, sukses dan demokratis. Telah lahir duet pemimpin eksekutif. Campuran wajah lama dan baru. Pemimpin yang lebih energik, lebih menjanjikan banyak hal kepada rakyat.

Sekarang pemilu su dekat. Kita segera memilih pemimpin lagi. Memilih "Yang Terhormat". Mestinya Nusa Tenggara Timur lebih terhormat. Esok, mestinya tidak lagi terdengar kisah ini. Usai upacara bendera alias apel kesadaran tanggal 17 dalam bulan berjalan, sang kepala menatap wakil kepala. Dia bisikkan kata menantang, "Buktikan secara jantan bung! Beta tunggu di deker sana." Kalau pemimpin masih suka bakulipat, apa kata dunia? Flobamora yang letih tak perlu berkata lagi. Tertawa? Ah, tidak lucu kawan! (dionbata@poskupang.co.id)

Pos Kupang edisi Senin, 30 Maret 2009 halaman 1

Perempuan Berjuang, Perempuan 'Diuji'

Oleh Dra. Maria Fatima Daniel

Ketua LSM Sandiana dan Anggota Jaringan Perempuan dan Politik NTT

PERJUANGAN untuk meningkatkan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen tidak dalam spirit mengungguli mitranya (laki-laki) tetapi dalam spirit kemitraan dengan laki-laki mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam perlakuan dan kesempatan membangun bangsa.

Hiruk-pikuk menyongsong Pesta Demokrasi 9 April 2009 telah dimulai sejak DPR menetapkan Paket UU Politik khususnya UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Partai Politik mulai mempersiapkan semua persyaratan sesuai amanat UU dimaksud, agar dapat terdaftar sebagai peserta Pemilu. Sejak saat itulah kader perempuan baik yang sudah siap karena melalui proses pengkaderan yang panjang maupun kader perempuan pemula di rana politik, LARIS MANIS dilamar oleh Partai Politik.


Parpol-parpol khususnya yang baru lahir karena singkatnya waktu tidak lagi melihat rapor kader perempuan yang direkrut, karena parpol harus berlomba dengan waktu.

Sebagai perempuan ada perasaan bangga dan memberikan pernghargaan kepada aktivis perempuan di tingkat pusat akan keberhasilan perjuangan memasukan persyaratan sekurang- kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan antara lain pada pasal pembentukan parpol, dan kepengurusan parpol (UU Nomor 2 Tahun 2008) dan pasal Persyaratan Peserta Pemilu dan Tata Cara Pengajuan Bakal Calon (UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu).

Penerapan UU Pemilu tersebut memacu perempuan untuk berbenah diri guna mmenuhinya. Pendidikan politik menjadi begitu penting baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, dan tanggung jawab itu sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang ada menjadi tanggung jawab pemerintah dan partai politik. 

Dalam rangka konsolidasi dan pembekalan bagi caleg perempuan, Tim dari Biro Pemberdayaan Perempuan dan Jaringan Perempuan dan Politik Propinsi NTT melakukan kegiatan di 4 region yaitu Kupang untuk caleg dari daratan Timor dan Rote, Waingapu untuk daratan Sumba, Ende untuk daratan Flores dan Lembata dan Alor. Banyak cerita suka dan duka dari caleg perempuan yang dapat direkam oleh tim. 

Pernyataan yang paling menarik dan menjadikan beban bagi caleg perempuan, demikian tutur mereka, "Ada pernyataan yang disampaikan oleh beberapa pihak bahwa akan memberikan dukungan dengan memilih caleg perempuan pada Pemilu 2009 untuk MENCOBA apakah PEREMPUAN MAMPU DAN LEBIH BAIK dari laki-laki apabila terpilih sebagai anggota Parlemen dalam merumuskan kebijakan untuk perbaikan nasib rakyat." 

Masih menurut cerita caleg perempuan, ada pihak yang bersedia mendukung karena mereka dilahirkan oleh perempuan, dan ada juga pihak yang mengatakan mengapa tidak membuat Partai Perempuan. Masih banyak tanggapan tentang keterlibatan perempuan yang dapat membuat caleg perempuan putus asa tetapi ada pula yang sebaliknya yaitu berjuang all out untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya pada Pemilu 2009.

Mengapa masih ada pihak yang tidak tulus memberikan dukungan bagi perempuan yang selama ini terdiskriminasi? Mengapa dukungan diberikan hanya sekadar mau MENCOBA kemampuan perempuan? Dunia politik adalah dunia yang baru untuk perempuan karena selama ini Perempuan dibesarkan dan dikondisikan untuk merasa TIDAK NYAMAN di dunia politik dan laki-laki tidak TERBIASA melihat perempuan di dunia politik.

Sudah saatnya perempuan bangkit dan berjuang untuk meningkatkan perannya di bidang legislatif karena perempuan memiliki hak politik yang sama dengan semua warga negara lainnya, tetapi mustahil hal itu dapat terwujud tanpa adanya dukungan dari semua pihak, MIMPI itu tidak akan menjadi kenyataan.
Dan, kalau hal itu terjadi siapa yang harus bertangung jawab? Tentunya bukan perempuan sendiri kan ??????? 

Bagi caleg perempuan Pemilu 2009 yang mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 2008 memberikan peluang sekaligus tantangan karena harus mampu membuktikan bahwa perempuan bisa kalau adanya dukungan dan kepercayaan untuk mereka. Caleg perempuan harus benar-benar mempersiapkan diri apabila masuk di Parlemen . Tuntutan kepada perempuan terlampau tinggi walau pengalaman membuktikan bahwa banyak anggota parlemen yang BUKAN PEREMPUAN kualitasnya diragukan. Tuntutan bagi perempuan sepertinya berlebihan tetapi saya mengajak teman-teman caleg perempuan untuk mengambil hikmah dari semua keragu-raguan itu.

Kepada semua teman-teman caleg perempuan persiapkan diri dengan baik antara lain untuk dua hal yang penting. Pertama, mampu menjaga keseimbangan kualitas intelektual dan emosional (tetap menjaga sikap-sikap lembut, penuh kasih, penyabar sehingga dapat merubah citra bahwa dunia politik tidak identik dengan intrik dan kekuasaan, politik kotor serta jegal-jegalan.

Kedua, BERANI BERSIKAP 'BEDA' (Tegas menyatakan tak sependapat dengan kebiasaan-kebiasaan yang sering menjadi citra umum para wakil rakyat, seperti korupsi, kurang memahami persoalan rakyat dan kurang memperjuangkan nasib rakyat, adanya keterwakilan perempuan diharabkan akan memberi warnah cerah bagi Lembaga Perwakilan Rakyat).

Pada akhir tulisan ini marilah semua perempuan bersepakat bahwa semboyan kita 'PEREMPUAN MEMBAWA PERUBAHAN' mampu kita buktikan. Berjuanglah teman, Perempuan Indonesia (juga daerah ini) mendukung Anda sekalian dengan caranya masing-masing. *

Pos Kupang 27 Maret 2009 halaman 7

Otonomi Perempuan

Oleh Dra. Erny Nappoe, MM

Kabag Pengarusutamaan Anak pada Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Propinsi NTT dan Sekretaris Jaringan Perempuan Politik NTT
Meraih Kebebasan Perempuan
PEREMPUAN adalah manusia yang mempunyai potensi untuk tumbuh kembang sebagai manusia. Ia lahir dengan naluri untuk sukses dan terus maju dalam kehidupan yang ditempuhnya. 

Posisi perempuan yang selama ini menjadi nomor dua (women is second sex) akan mengebiri dan menindas perempuan. Kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan kecerdasan diri akan membentur sekat-sekat budaya yang telah dikonstruksikan oleh masyarakat, kebebasan untuk tumbuh belum tampak diberikan oleh orang tua kepada perempuan, kalaupun ada hanya bersifat semu dan sesaat. Perempuan diperbolehkan sekolah dan kuliah, namun masih dibatasi geraknya untuk ke luar rumah mencari aktivitas. 


Sejarah perempuan sangat menyedihkan, harus dibunuh jiwa kreativitasnya oleh orang-orang yang melindunginya secara berlebihan, akibatnya perempuan serasa lumpuh dan tidak bisa mengakses kemajuan. Di sekolah dan banyak perguruan tinggi, perempuan seringkali muncul menjadi yang terbaik mencapai Indeks Prestasi Komulatif (IPK) yang dicapainya. 

Bahkan dalam berkarya perempuan lebih berprestasi dan mampu berpikir kreatif dan cerdas, berkomitmen dan melayani dengan nurani. Potensi yang positif ini membutuhkan ruang yang bebas dan memberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkarya, bekerja keras untuk memajukan potensi yang dimilikinya.

Secara sosiokultural perempuan dibatasi oleh budaya patriakat yang kokoh dan tidak mudah merobohkannya. Contohnya, alokasi dana untuk perempuan dan laki-laki pada keluarga miskin. Mereka akan mendahulukan sekolah anak laki-laki daripada perempuan, jika uang dimiliki hanya untuk satu orang. Sedangkan dalam keluarga sejahtera fasilitas uang pendidikan dan kesejahteraan lebih besar laki-laki daripada perempuan. 

Perilaku yang kelihatan remeh ini akan berpengaruh pada bentukan yang dicapai oleh perempuan. Sikap ayah dan ibu yang membeda-bedakan akan terbawa pada persepsi bahwa perempuan dibawah laki-laki. Namun demikian usaha menuju terbukanya persaingan global memungkinkan usaha kaum perempuan. Seorang ibu mempunyai peranan penting untuk menyejajarkan putra putrinya, untuk bebas tumbuh dan berkembang, bebas memilih dan menentukan sikap, dalam pendidikan dan pekerjaan. Jika para ibu mempunyai cara pandang dan persepsi yang sama dan seimbang memperlakukan anak perempuan dan laki-laki maka pada generasi mendatang anak-anak akan tumbuh menjadi orang yang mampu bersaing secara fair untuk kepentingan bersama.

Mengubah cara pandang atau pikiran adalah membongkar sekat-sekat ketidakadilan dalam srtuktur pemahaman masyarakat. Pembangunan yang dikelola oleh pihak laki laki saja telah menyebabkan budaya korup yang luar biasa besar. Pembangunan yang gagal memandirikan bangsa dari hutang luar negeri karena tidak melibatkan secara utuh partisipasi perempuan. Jumlah perempuan yang 56 persen dari jumlah penduduk Indonesia masih minim dalam mengambil peran publik. Selama ini perempuan dininabobokan oleh pandangan bahwa perempuan ada dibalik kesuksesan suami, akibatnya perempuan dalam kesadarannya terbentuk bergantung sepenuhnya dibawah ketiak laki-laki tanpa mau mengambil peran penting dalam wilayah publik. 

Akibat pembodohan yang sistimatis, perempuan menjadi tertinggal jauh dari segi pendidikan dan tidak mempunyai kemampuan. Akibatnya perempuan menjadi beban para suami dan keluarga laki-laki, sedangkan bagi perempuan yang berusaha mandiri dengan keterbatasan pendidikan yang rendah masih tertatih tatih, bahkan harus menghadapi kerasnya hidup dalam budaya patriakat.

Penindasan Politik Perempuan
Peran politik kaum perempuan masih sangat kurang. Kendala utamanya adalah karena laki-laki dan sebagian perempuan memandang dan memperlakukan perempuan dari segi budaya patriaki yang mengakar dan mendomonasi dalam kehidupan masyarakat, bahkan dalam lingkungan terkecil nuansa domonasi laki-laki sangat kuat, terlebih di pedesaan. Label dan cap yang diberikan kepada kaum perempuan sangat kental sebagai orang lemah dan terbelenggu ketergantungan yang didoktrin secara turun temurun. Perempuan dipersepsikan sebagai orang kelas dua yang seharusnya dirumah dan dininabobokan oleh konsumerisme, sedangkan hedonisme dalam cengkeraman kapitalisme. Perempuan lemah tidak sepatutnya bergelut dengan dunia politik yang penuh dengan kekerasan dan kekasaran permainan kekuasaan. Perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan karena patron membentuk perempuan sangat tendensius, yakni mengutamakan perasaan sehingga jauh dari sikap rasionalitas. Persepsi negatif tersebut dilekatkan pada perempuan sendiri telah terstruktur sedemikian rupa dibenak kaum perempuan dan kaum laki-laki.

Pembongkaran budaya patriakat men-judgment perempuan membuat mitos sangat luar biasa kuatnya. Pemberdayaan perempuan terbentur dinding yang sangat kukuh dari interpretasi perempuan, tinjuaun dari segi politik, agama dan sosial. Perempuan sebenarnya mempunyai otonomi mutlak tentang dirinya yakni sebagai manusia dengan kedudukan setara yang membawa kepemimpinan di muka bumi. Perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara yang mengatur kesesejahteraan manusia. Telah terjadi kesenjangan anatara gagasan keadilan yang mendudukkan perempuan dan laki-laki pada kesetaraan, namun realitas yang terjadi perempuan masih terkungkung oleh tidak adanya kesempatan dan tidak diberikannya ruang yang memadai bagi perempuan untuk mengaktualisasi dirinya.

Wacana keterlibatan perempuan dalam dunia politik dengan memberikan kuota 30 persen caleg di partai politik. Banyak kalangan perempuan menolak dengan alasan membatasi langkah perempuan. Sebagian kalangan perempuan menyambut wacana tersebut dengan langkah maju untuk memberi gerak kepada perempuan dalam langgam politiknya karena selama ini hanya 12 persen perempuan dalam ruang senayan dan DPR Propinsi 9,09 persen, sementara DPR Kabupaten 10,21 persen. 

Sepantasnya dicermati permintaan quota 30 persen untuk perempuan di partai politik memang bernuansa pembatasan peran, namun menilik sejarah perempuan yang duduk di parlemen 12 persen di senayan dan Propinsi NTT 9,09 persen menunjukkkan kemajuan pola berpikir dan gerakan yang progresif. Teriakan untuk menggagas peran perempuan dalam pembangunan tidak semudah membalik telapak tangan, perlu dilakukan secara bertahap dan terus-menerus dalam mengoreksi peran barsama yang telah diusung oleh manusia dalam konteks persamaan derajat dan pemberian ruang bebas bagi aktualisasi manusia. 

Perempuan sebagai manusia mempunyai tugas kemanusiaan (tentu secara wacana). Namun dalam permintaan quota 30 persen sebenarnya merupakan langkah maju yang berani untuk menaikkkan posisi tawar lebih realistis dari manipulasi patriakat. Pemberdayaan perempuan perlu diberikan ruang nyata untuk menebarkan potensi yang berserakan dipinggiran kekuasaan. Ironis memang di satu sisi ingin mengakui persamaan peran antara laki-laki dan perempuan, namun dalam praktisnya ruang itu dikunci rapat bagi perempuan. 


Tuntutan para LSM yakni adanya quota terhadap anggota perlemen bagi kaum perempuan, itu sah-sah saja tetapi harus disertai dengan kemampuan perempuan. Kalau sudah mendapat quota cukup banyak tapi yang duduk disitu tidak bisa mewakili atau tidak bisa menunjukkkan kemampuan mereka, justru bisa membuat bumerang bagi masyarakat.

Peran politik perempuan dalam dunia politk seakan beraneka ragam. Wilayah politik yang mampu dimainkan masih sebatas wacana dalam diskusi dan pelatihan. Dalam pergumulan politik sebenarnya perempuan bisa menembus apa saja dengan kualitas yang dimilikinya. Ia mampu menjadi pemimpin dari tingkat kepala desa sampai presiden dan wilayah publik yang signifikan, namun harapan itu sangat jauh dari kenyataan di lapangan. Perempuan banyak yang ditolak oleh komunitasnya sendiri ketika ingin berperan lebih. Sesama perempuan saling menjegal, tidak siap mendukung ketika sesama perempuan maju bersaing dalam sebuah ranah politik atau publik. Kesempatan bagi perempuan kandas, dan ini dimanfaatkan oleh laki-laki. 

Pertarungan di wilayah perempuan memang penuh intrik antara siapa mempengaruhi siapa. Persoalan pengaruh inilah yang harus digalang solidaritas dari kaum perempuan untuk memberi kepercayaan kepada perempuan yang berkualitas dalam bidangnya. Pembelaan dari sesama kaum perempuan perlu menjadi cetak biru jika ingin menabrak budaya yang mendominasi.

Kesiapan perempuan untuk maju secara berani mengambil inisiatif dalam segala kebijakan menyangkut hidupnya dan masyarakatnya penting untuk diartikulasikan. Penguatan sipil sebagai bangunan yang kokoh, merupakan suatu tatanan negara yang selayaknya menjadi konsentrasi para aktivis perempuan untuk mendampingi kalangan perempuan yang tertinggal karena kita tidak mungkin maju sendiri sementara para perempuan yang lain masih tertinggal pengetahuannya dan terbelenggu oleh mitosnya sendiri yang membelenggu kipranya di bidang politik. Kita masih saksikan banyak perempuan terpuruk karena terbatasnya perolehan mereka di bidang pendidikan. Terbatasanya modal pendidikan, membuat terbatasnya lapangan kerja bagi kaum perempuan dan hal itu menimbulkan rentannya kaum perempuan terhadap kekerasan dan penindasan.

Kemauan politik permpuan sangat strategis menjangkau pembalikan kekuasaan yang didominasi oleh kaum laki-laki, jumlah kaum perempuam mencapai 50 persen dalam pemilu mendatang, akan melandasi gerakan kaum perempuan dan menjadi diktum pembebasan selanjutnya. Cara pandang yang rasional dan mengutamakan nilai-nilai keadilan akan mampu mendorong keterlibatan kaum perempuan lebih luas di dunia publik. Tidak saja perempuan yang menikmati kemajuan ini, namun juga kaum laki-laki akan menjadi lebih bijak dalam mambagi tugas dalam bermitra kerja dengan perempuan dalam memutuskan kebijakan masyarakat luas, maka dalam membagi peran politik antara laki-laki dan perempuan akan menjadi mitra sejajar yang saling mengukuhkan bangunan bangsa yang telah rapuh ini. 

Biarkan perbedaaan itu tetap seperti apa adanya, yang perlu kita upayakan adalah bagaimana perbedaan itu dapat menyatukan kita dalam suatu keharmonisan warna pelangi yang indah. 

***
PERMASALAHAN perempuan di bidang ekonomi tidak terlepas dari kemiskinan. Perempuan dalam kegiatan secara umum terbagi dalam tiga kelompok, yaitu perempuan tidak mampu berusaha, karena beban kemiskinan; perempuan yang tidak berusaha; perempuan pengusaha kecil dan menengah.

Perempuan tidak mampu berusaha karena beban kemiskinan, khusus dalam pemenuhan pendidikan dan kesehatan, harus berusaha dengan segala cara dan berorientasi pada kebutuhan saat ini. Perempuan dalam keluarga miskin sulit untuk berpikir jernih dan terbuka dalam menata kehidupan masa depan. Sedangkan perempuan yang belum bekerja atau tidak bekerja atau tidak berusaha, dihadapkan pada permasalahan sikap, budaya, pengetahuan dan penerapan. Perempuan tidak berusaha karena kurangnya motivasi, walaupun sumber daya yang dimiliki cukup dan mampu. Di lain pihak ada perempuan yang ingin bekerja tapi tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan untuk usaha.

Ada tiga pendekatan kemiskinan, yaitu pendekatan kultural, struktural, dan alamiah, baik secara parsial maupun bersama-sama dapat dipakai untuk menjelaskan penyebab kemiskinan dikalangan kaum perempuan, baik secara ekonomi, politik, sosial dan budaya. 

Pertama, secara kultural. Sebagian masyarakat kita masih dipengaruhi secara kuat oleh budaya tradisional yang beridiologi patriaki, yaitu fenomena ketimpangan struktural berupa keterbatasan kaum perempuan untuk memperoleh pendidikan, memperoleh akses ekonomi (bekerja untuk memperoleh penghasilan dan bukan sebatas menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga), berorganisasi. 

Kedua, kemiskinan struktural. Berekses pada timbulnya kemiskinan kultural dalam wujud rendahnya pendidikan dan keterampilan pada sebagian besar perempuan terutama di pedesaan. Sementara itu, kemiskinan alamiah menjelaskan adanya sebagian kaum perempuan yang bersikap pasrah terhadap posisi dirinya dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat karena secara sadar menyadari demikanlah kodratnya sebagai perempuan. Fenomena penerimaan ini tidak hanya dijumpai di kawasaan pedesaan tapi juga di perkotaan, termasuk di kalangan perempuan terpelajar.

Pada kelompok perempuan pengusaha berskala mikro, permasalahan utama yang dihadapi, yaitu keterbatasan permodalan untuk segera memutarkan usahanya karena kebutuhan rumah tangga masih termasuk bagian dari kegiatan. Kelompok ini sering menjadi korban kelompok pemberi jasa modal dengan bunga harian yang besar. Sementara itu, kelompok perempuan yang telah berusaha dan masuk kategori usaha kecil dan menengah, permasalahan yang sering dihadapi, adalah pemasaran, peningkatan produtivitas, manajeman usaha dan akses perbankan. Sedangkan bagi perempuan usaha menengah biasanya telah memperhatikan kepada masalah pemasaran dan peningkatan kualitas produk

Akses Perempuan Terhadap 
Informasi Pasar dan Teknologi
Dari hasil pengamatan dan peneiltian, perempuan yang melakukan usaha atau bisnis makro dan usaha kecil sering kali kurang mendapatkan akses pasar, yang meliputi keinginan, kebutuhan dan kesukaan konsumen yang kemudian biasanya berhububgan dengan aspek kualitas mutu prodok yang dihasilkan dan dipengaruhi dengan teknologi yang digunakan.

Adriani Sumampouw Sumantri dan kawan-kawan (2000) melakukan pendampingan dan pengamatan terhadap kelompok perempuan UMK menyampaikan kelemahan kelompok perempuan ini. Hasil pemetaaan ADB (2001) terhadap kelompok perempuan pengusaha menunjukkan hasil yang sedikit berbeda, mungkin karena tingkat pendidikan kelompok yang diteliti lebih tinggi. ADB menenumukan bahwa perempuan pengusaha tidak mempersalahkan kualitas produknya, tapi informasi pasar juga masih sering tertinggal. 

Senada dengan pengamatan Adriani dkk dan ADB, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan menengah (2000) yang mengadakan pemetaan UKM perempuan di 18 propinsi juga memberikan gambaran yang sama bahwa informasi pasar dan teknologi menjadi kendala kelompok ini untuk maju dan bersaing dengan pengusaha lainnya. Dengan demikian, perlu adanya peningkatan kualitas dan perbaikan teknologi atas produk-produk usaha mikro, kecil dan menengah. Karena dengan adanya arus globalisasi dan kebebasan pasar, maka negara yang telah maju dan siap menghadapi arus globalisasi telah memanfaatkan hak intelektual sebagai komoditas. Hal ini harus diantisipasi, mengingat produk-produk usaha kecil dan menegah biasanya merupakan produk tradisional, namun seringkali unik dan spesifik sehingga perlu dilindungi dari praktek-praktek pencurian hak intelektual.

Akses Terhadap Sumber 
Permodalan dan Pembiayaan
Adriani dkk (2000) menggambarkan kelemahan UMK dalam hal permodalan, antara lain, kesulitan untuk memperoleh kredit melalui badan resmi dengan sistem formal disebabkan persyaratan-persyaratan yang sering terlalu berbelit dan sulit terpenuhi. Namun di satu pihak ada kelompok perempuan yang mengatakan tidak mempersalahkan hal tersebut asalkan ada informasi yang benar. Namun di satu pihak ada perempuan pengusaha yang tidak mau melakukan pinjaman walaupun sebenarnya pengusaha sangat membutuhkan tambahan modal. Hasil Studi penelitian SMERU yang berkaitan dengan kinerja Upaya penguatan Usaha Mikro Kecil di tingkat pusat periode 1997-2003) berhasil mengidentifikasi permasalahan, antara lain, pertama, kurangnya sosialisasi, terutama upaya yang dilakukan pemerintah (pelaksanaan program yang terburu-buru bahkan tanpa sosialisasi). 

Kedua, upaya tidak berlanjut dan kapasitasnya terbatas (banyak upaya yang hanya bersifat simbolis sangat terbatas baik jumlah maupun jangkauan sasaran serta tidak berkesinambungan).

Ketiga, penunjukan lembaga pelaksana yang kurang tepat. Banyak program yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas lembaga dan SDM yang mengelolanya. Keempat, lemahnya pengawasan dari masyarakat hal ini menyebabkan banyak upaya terhanti dan tersendat setelah ditinggalkan pendamping atau fasilitator. Kelima, otonomi daerah. Hal ini menyebabkan sulitnya instansi pusat dalam mengontrol dan memantau pelaksanaan upaya karena terputusnya hubungan struktural antara pemerintah pusat dengan pemerintah propinsi maupun kabupaten.

Peningkatan Kapasitas 
Sumber Daya Manusia
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya pengusaha mikro kecil dan menengah menjadi slah satu sebab kurangnya peran perempuan dalam pembangunan. Muniarti dkk (2001) mengatakan bahwa faktor budaya menjadi salah satu kendala rendahnya tingkat pendidikan formal perempuan, tapi di sisi lain perempuan juga mendapatkan lebih bayak pendidikan di luar sekolah dari keluarga dan masyarakat. 

Dari hasil survai yang berwawsan gender oleh tim bantuan teknik Pengembangan UKM menemukan bahwa manejer perempuan yang berpendidikan baik sangat optimis terhadap masa depannya, Mereka mampu menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya, tingkat pendidikan menjadi faktor penentu dalam mengakses informasi dan pelayanan usaha, pemgembangan jejaring kerja informasi dan teknologi bagi perempuan pengusaha sangat diperlukan dalam rangka penguasaan pasar.

Penataan Kelembagaan dan Jejaring Kerja
Kooordinasi pengembangan informasi dan jejaring kerja di antara kelompok-kelompok perempuan atau organisasi yang dibentuk oleh pemerintah melalui kegiatan sektoral, maupun kelompok-kelompok perempuan yang tumbuh dari bawah belum memadai. Adanya berbagai kelembagaan yang dikelola perempuan seperti Badan Koordinasi Organisasi Perempuan (BKOW) tampak lebih berfungsi sebagai lembaga kemasyarakatan dan bukan untuk keperluan kegiatan ekonomi. Sedangkan IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) yang benar-benar merupakan organisasi yang berkecimpung langsung dalam kegiatan ekonomi belum sepenuhnya dapat melakukan koordinasi dengan anggotanya. Untuk itu, perlu dibentuk jaringan sosial antarkelompok organisasi perempuan yang dapat berfungsi tidak hanya sebagai paguyuban, tetapi juga sebagai sumber informasi yang sesuai dan sumber yang saling mendukung dan sumber untuk bekerja sama aatau usaha secara kolektif. Jaringan ini menjadi relasi saling menguntungkan, saling ketergantungan dan saling membutuhkan.

Sensitivitas Gender Dikalangan Masyarakat
Hal mendasar yang harus digalakkan adalah upaya pengarusutamaan gender diseluruh lapisan masyarakat, kelompok dan golongan. Kesadaran gender atau gender awareness tidak dapat sekaligus dimengerti dan sekligus dilaksanakan oleh mayarakat. Penyadaran gender perlu waktu dan perubahan pola pikir dan pola tindak sehingga diperlukan kesabaran dan ketekunan untuk mengubah kultur atau kebiasaan masyarakat. 

Sensitivitas gender, kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuahan praktis perempuan berhubungan juga dengan aspek sosial dan lingkungan. Kondisi sosial perempuan harus juga dilihat dari segi kesehatan, perlindungan terhadap kekerasan, lingkungan yang mempengaruhi kehidupan perempuan, yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kinerja usaha perempuan. *

Pos Kupang 28 dan 30 Maret 2009 halaman 7

Menemukan Masalah Pendidikan di NTT (1)

Oleh Matilde Dhiu, Alfred Dama, Agus Sape

HASIL Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2007/2008 menempatkan Propinsi Nusa Tenggara (NTT) di urutan ke-33 alias nomor buntut dari 33 Propinsi di Indonesia. Seperti dipaparkan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Propinsi NTT, Ir. Thobias Uly, hasil UN tingkat SMP tahun ajaran 2005/2006 mencapai 63,18 persen, tahun ajaran 2006/2007 mencapai 64,96 persen dan tahun 2007/2008 turun menjadi 46,36 persen. 

Hasil UN tingkat SMA tahun ajaran 2005/2006 mencapai 70 persen, tahun 2006/2007 turun menjadi 62,08 persen dan tahun 2007/2008 mencapai 62,75 persen.

Posisi NTT secara nasional ini melahirkan penilaian bahwa mutu pendidikan NTT paling rendah secara nasional. Tetapi, banyak peserta diskusi tidak sependapat kalau mutu pendidikan di NTT hanya diukur dengan hasil UN. Menurut mereka, pendidikan tidak sekadar prestasi intelektual, melainkan juga mencakup aspek kepribadian dan budi pekerti dan masih ada aspek lainnya. Sementara yang diukur dalam UN hanya aspek intelektual semata. 

Bahkan masih ada peserta yang keberatan dengan UN karena yang menentukan keberhasilan siswa justru orang lain, padahal yang mengetahui dengan baik kemampuan dan perkembangan siswa justru guru-guru di sekolah.

Tanpa mengabaikan pendapat-pendapat tersebut, hasil UN ini menjadi referensi penting untuk mengetahui kualitas output pendidikan kita secara nasional. Mengapa hasil UN propinsi- propinsi lain bisa lebih tinggi dari Propinsi NTT? Bukankah standar yang digunakan sama untuk semua propinsi? Kalaupun standar lulusan itu terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, bukankah kenaikan standar itu berlaku sama untuk semua propinsi. 

Prof. Elias Kopong menegaskan bahwa merosotnya mutu pendidikan di NTT bukan baru terjadi sekarang, melainkan sudah sejak era tahun 1970-an. Hanya memang kita cukup lama terlena dan baru sekarang mulai menyadarinya.

Menurut Elias, mutu pendidikan NTT masih lebih baik pada era 1960-an. Pada waktu itu, katanya, standar lulusan sudah ditetapkan 6,00. Tetapi sekarang dengan standar lulusan 5,00 atau 5,25 pun masih begitu banyak peserta yang tidak lulus. Dengan ini jelas mutu pendidikan kita mengalami kemunduran.
Diskusi yang digelar Pos Kupang, Kamis (12/3/2009), berhasil mengidentifikasi beberapa masalah yang menjadi biang merosotnya mutu pendidikan di NTT. Antara lain jumlah guru yang masih terbatas. Jumlah guru di NTT saat ini sebanyak 50.135 orang, sementara jumlah sekolah dari tingkat SD hingga SMA/SMK mencapai 5.159 sekolah, dengan jumlah siswa sebanyak 1.045.036 orang. 

Menurut Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan NTT, Drs. Ismail Kasim, NTT idealnya memiliki 65 ribu hingga 70 ribu orang guru. Itu artinya NTT masih kekurangan 15 ribu hingga 20 ribu orang guru. 


Penyebaran guru pun belum merata. Guru-guru masih cenderung menumpuk di sekolah-sekolah perkotaan, sementara di desa-desa sangat langka. Bahkan di TTS ada sekolah yang hanya punya satu orang guru. Guru tersebut tinggal di kampung lain dari sekolah itu. Kegiatan belajar mengajar baru bisa jalan kalau guru yang bersangkutan datang ke sekolah. Kondisi ini jelas membuat kegiatan belajar mengajar jauh dari maksimal.

Sarana peningkatan mutu, seperti perpustakaan, laboratorium dan ICT, juga masih terbatas. Dari 4.024 sekolah dasar di NTT, hanya 344 SD yang memiliki perpustakaan, 3.434 SD yang memiliki laboratorium serta 3.330 SD memiliki fasilitas ICT. 
Di tingkat SMP, dari 795 SMP, hanya 539 SMP yang memiliki perpustakaan, 549 laboratorium serta 15 fasilitas ICT. Di tingkat SMA, dari 235 SMA, hanya 160 SMA yang memiliki perpustakaan, 145 laboratorium serta 124 unit fasilitas ICT. 

Sedangkan dari 105 SMK, hanya 54 SMK memiliki perpustakaan, 40 laboratorium dan 85 unit fasilitas ICT. Data dari Dinas PPO Propinsi NTT ini menunjukkan ketimpangan yang luar biasa proses belajar mengajar di NTT.

Prof. Elias Kopong menegaskan bahwa guru masih menjadi penentu utama mutu pendidikan di NTT. Masalahnya, di NTT jumlah guru masih terbatas. Baru sekitar 9 ribu orang guru yang berkualifikasi sarjana dari sekitar 50 ribu orang total jumlah guru.

Menurut data yang didapatnya dari Pemerintah Kota Kupang, di Kota Kupang terdapat 123 SD dengan rombongan belajar sekitar 1.200 dan jumlah guru sebanyak 875. 

"Dalam kondisi seperti ini, kita tidak bisa berharap akan mutu pendidikan yang lebih baik. Kalau masih ada gap antara jumlah rombongan belajar dan jumlah guru. Di luar Kota Kupang, kondisinya lebih parah lagi," kata Elias. 

Menurut Prof Elias, sistem mengajar guru juga belum tertata dengan baik. Ada guru Agama yang mengajar Matematika. "Kalau mau membenahi mutu pendidikan, benahi mulai dari distribusi guru yang bagus, kualifikasi mereka yang baik sehingga bisa mengajar dengan baik," kata Elias. 

Dia memberi contoh guru Matematika. Kalau guru itu betul S1 Matematika, mestinya dia sudah tahu konsep Matematika yang pas untuk SMP atau SMA. Kurikulum berubah seperti apa pun, tidak menjadi masalah karena gurunya menguasai materi. 
Masalah lainnya adalah manajemen pendidikan di NTT yang belum memenuhi syarat-syarat yang diharapkan. Menurut Drs.John Manulangga, M. Ed, manajemen pendidikan berpengaruh langsung terhadap pemerataan dan standar pendidikan. "Kalau manajemen tidak baik, pemerataan dan peningkatan mutu pasti tidak baik," katanya.

Salah satu komponen yang paling bermasalah dalam pendidikan di NTT, menurut dia, penempatan kepala sekolah. Menurutnya, penempatan kepala sekolah mestinya memenuhi standar seorang kepala sekolah. Tapi, dalam praktiknya hal ini kurang diperhatikan. Bahkan pengangkatan kepala sekolah lebih bernuansa politis dibandingkan kepentingan pendidikan. Bupati atau walikota terpilih cenderung memilih guru-guru yang diketahuinya sebagai tim sukses, sebaliknya orang-orang yang bukan tim sukses akan digusur. 

Masalah ini diperparah lagi dengan kemampuan penjabaran kebijakan dari pusat. Pemahaman yang rendah para pimpinan dan pelaku pendidikan cenderung membuat keputusan yang jauh bergeser dari keputusan pengambil kebijakan. Padahal menyelaraskan suatu kebijakan merupakan hal terpenting. 
Dalam era otonomi daerah pun, para kepala dinas pendidikan tingkat kabupaten/kota lebih memilih berkoordinasi dengan bupati/walikota ketimbang dengan kepala dinas pendidikan propinsi. Kalau kepala dinas pendidikan propinsi mengundang para kepala dinas pendidikan kabupaten/kota untuk rapat koordinasi, tidak semua kadis datang. Mereka hanya mengutus pejabat eselon III dan IV di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota. 

"Omong tentang kebijakan, ini susah. Pak Kadis omong A, nanti penjabaran di kabupaten sudah jadi C atau D. Kesatuan komando merupakan prinsip dalam manajemen atau organisasi. Berkaitan dengan mutu pendidikan, manajemennya berasal dari kepala dinas. Tetapi kalau orang tidak datang untuk koordinasi, tidak jalan itu ke bawah. Apalagi otda bukan orientasi ke atas, melainkan ke samping. Karena atasan kadis bupati/walikota, bukan kepala dinas," jelas Manulangga.

Masalahnya, kata Manulangga, di tingkat kabupaten tidak ada lembaga yang mengendalikan pendidikan. Prinsi the right man on the right place juga tidak jalan. Seolah-olah semua orang boleh ditempatkan di mana saja (anybody can do everything).

Pos Kupang edisi Jumat, 27 Maret 2009 halaman 1

Catatan Redaksi

PADA Kamis (12/3/2009) lalu, Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang menyelenggarakan diskusi terbatas. Temanya, Menemukan Permasalahan Pendidikan di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Diskusi ini dilatarbelakangi oleh semakin menurunnya persentase lulusan NTT dalam Ujian Nasional (UN), baik di tingkat sekolah menengah atas (SMA) maupun sekolah menengah pertama (SMP).
Diskusi yang berlangsung di ruang Redaksi SKH Pos Kupang itu menghadirkan para pakar dan praktisi pendidikan, yaitu Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Propinsi NTT, Ir.Thobias Uly, M.Si, Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek, Eddy Sulla dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) NTT, Damianus Modjo dari Dinas PPO Kota Kupang, Stev Rambodeta dari SMAN 1 Kupang, Kepala SMPN 2 Kupang, Yoel Oematan, Kepala SMP Adhiyaksa Kupang, Henoch Dju Bire, Kepala SMAK-Giovanni Kupang Rm. Drs. Stefanus Mau, Pr, Kepala SMKN 6 Kupang, Drs. Daniel Tapobali, Kepala SMPN 1 Kupang, Hendrik Adu, Pimpinan Lembaga Pendidikan Generasi Unggul, Pdt. Dr. Johny Kilapong, dan Adolfina Tampani dari SMA Teladan Kupang,
Evi Basari mewakili orangtua siswa, Chandara Pali, siswa SMAK Giovanni Kupang, dan Nancy Radja, siswi SMKN 6 Kupang.
Diskusi yang dipandu wartawan Pos Kupang Agus Sape ini menghadirkan Drs. John Manulangga, M. Ed, Prof. Drs. Elias Kopong, M. Ed, Ph. D, Ketua Yayasan Swastisari, Sr.Lucie Sumarni, CB, dan Ketua Forum Ilmiah Guru (FIGUR) SD Kota Kupang, Linus Lusi, S.Pd, sebagai pemakalah.

Menemukan Masalah Pendidikan di NTT (2)

Oleh Alfred Dama, Apolonia Dhiu dan Agus Sape

KETIKA hasil ujian nasional (UN) 2008 yang menempatkan NTT di nomor buntut, maka guru menjadi sorotan utama. Guru dianggap paling bertanggung jawab terhadap gagalnya ribuan siswa NTT dalam UN. Anggapan ini wajar saja karena sampai saat ini guru tetap paling menentukan maju mundurnya pendidikan kita.

Profesi guru itu mulia, tapi tidak mudah menjalankannya. Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, baik di tingkat pendidikan usia dini, pendidikan jalur formal, pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. 

Kini profesi guru menjadi pilihan favorit para calon tenaga kerja. Minat para calon mahasiswa masuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan mengambil program akta mengajar semakin tinggi. Ini terjadi ketika kesejahteraan guru mulai dibenahi dan semakin besarnya formasi guru dalam setiap kali perekrutan CPNS. Perbaikan ini seyogyanya berpengaruh positif terhadap mutu pendidikan. 

Namun, tidak bisa dipungkiri perhatian yang besar terhadap nasib guru membuat orang lupa bahwa menjadi guru itu bukan sekadar pekerjaan. Orang lupa bahwa menjadi itu sebuah panggilan di mana orang mengabdikan seluruh diri dan kemampuannya demi kebaikan sesama dan kemuliaan Tuhan. 
Dalam diskusi terbatas, Menemukan Permasalahan Pendidikan di NTT, Kamis (12/3/2009) lalu, Wakil Walikota Kupang, Drs. Daniel Hurek mengatakan guru merupakan variabel terpenting dalam pendidikan. Namun kini profesi tersebut bukan lagi menjadi panggilan. Sebagian orang bekerja sebagai guru hanya terpaksa sekadar mendapat pekerjaan. 

"Tidak semua yang sekarang menjadi guru karena terpanggil menjadi guru. Kalau kita menjadi guru secara terpaksa, maka pada akhirnya semua menjadi serba sulit. Tetapi, kalau menjadi guru karena terpanggil sebagaimana misionaris zaman dulu, maka tidak ada urusan, kalau tidak ada mobil ya, naik kuda saja," kata Daniel Hurek.

Menurut Hurek, guru yang terpanggil adalah mereka yang terus belajar untuk meningkatkan kemampuan diri, tidak pernah mengeluh dengan gaji atau kesejahteraan. Semua dilakukannya dengan senang hati. "Tapi, sekarang kalau gaji belum dibayar, semua merengek datang ke DPR dan ribut," kata Hurek tentang perilaku guru di Kota Kupang. 

Kepala SMAK Giovanni Kupang, Romo Drs. Stef Mau, Pr menyoroti rekrutmen guru melalui program akta mengajar. Menurut dia, program ini harus menjadi perhatian pemerintah sebab kemungkinan ada yang mengantongi akta mengajar tanpa melalui proses yang benar. 

Dia juga mensinyalir adanya guru yang sudah berhenti belajar. Para guru ini menuntut siswa untuk belajar, tetapi mereka sendiri tidak belajar. Akibatnya, materi ajarnya itu-itu saja. "Tidak semua, tapi memang ada guru yang sudah anti belajar," kata Romo Stef Mau. 

Metode pembelajaran di kelas pun masih cenderung guru sentris. Hanya guru yang omong, siswa hanya mendengarkan. Para siswa pun cenderung bermental instan. Ada yang motivasi dan daya juangnya begitu rendah, tapi cita-citanya begitu melangit. "Dari mana dia bisa mencapai cita-cita melangit, mau jadi dokter misalnya, kalau tidak mau belajar," kata Romo Stef Mau.

Linus Lusi, S.Pd yang membawakan makalah mewakili para guru mengakui bahwa masih banyak guru yang tidak belajar lagi setelah berprofesi sebagai guru. Padahal guru merupakan murid sepanjang masa. 

Dia menyebut beberapa masalah yang dihadapi para guru. Pertama, guru terperangkap dalam rutinitas pembelajaran yang berjalan secara statis, padahal guru perlu dinamis secara progresif dalam mengajar. 

Kedua, para guru belum maksimal menerapkan berbagai teori belajar dan inovasi pembelajaran. Ketiga, komitmen moral guru terhadap paradigma pembelajaran belum membudaya serta motivasi siswa yang masih rendah. Keempat, kontak akademik antarguru masih kurang.

Linus Lusi yang juga Ketua Musyawarah Kelompok Kerja Kepala Sekolah (MK3S) SD Kota Kupang ini menyebut beberapa aspek yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Pertama, siswa, meliputi lingkungan sosial ekonomi, budaya, geografis, inteligensia, kepribadian, bakat dan minat. Kedua, guru, meliputi latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, beban mengajar, kondisi ekonomi, motivasi kerja, komitmen terhadap tugas, disiplin dan kreatif. 

Ketiga, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, meliputi alat peraga atau alat praktik, laboratorium, perpustakaan, ruang keterampilan, ruang bimbingan konseling, ruang UKS dan ruang serba guna. Keempat, pengelolaan sekolah, guru, siswa, sarana- prasarana dan tata tertib.

Kualitas guru juga disoroti oleh pengamat pendidikan dan Direktur Lembaga Pendidikan Generasi Unggul-Supermath Plus, Pdt.Johny Kilapong. Menurutnya, guru menjadi masalah yang tidak bisa dikesampingkan di NTT. Bahkan pemberian tugas kepada guru harus benar-benar sesuai dengan latar belakang pendidikan. 

Ia mencontohkan, dalam ujian yang diikuti puluhan guru Matematika dari berbagai tempat di NTT belum lama ini. Dalam ujian ini Supermath Plus dan Undana memberikan soal kepada para guru Matematika. Alhasil, hanya 30 persen guru yang sanggup mengerjakan soal dengan benar. Menurut Kilapong, hal ini menunjukkan mutu guru rendah. 

Stev Rambodeta dari SMAN 1 Kupang mengatakan, hasil selalu bermuara pada mutu guru. Pertama, perekrutan guru yang tidak punya standar formal secara nasional. Dia membandingkan perekrutan polisi atau tentara -- menjalani pendidikan dan latihan yang ketat dalam jangka waktu tertentu, diuji dan dinyatakan lulus baru dilantik menjadi polisi atau tentara. 
"Tapi guru, entah dia tamat menggunakan kurikulm tahun 75 sampai dengan KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan), begitu lulus langsung ditugaskan menjadi guru. Ini masalah," katanya.

Soal guru yang mengajar sekadar rutinitas atau yang penting mengajar. "Kepala sekolah tidak tahu apakah guru mengajar benar sesuai tuntutan kurikulum atau tidak. Menjadi pertanyaan, apakah kepala sekolah punya alat kontrol untuk itu. Kalau kurang kontrol, itu mungkin menunjukkan kurangnya kinerja kepala sekolah terhadap bawahan," kata Rambodeta.

Ketua Yayasan Swastisari (Yaswari), Sr.Lucie Sumarni, CB, yang mengelola 12 TK, 49 SD dan tiga SMA, mengatakan, penyelenggara pendidikan atau guru-guru di Yaswari dituntut menguasai materi pembelajaran, memberi teladan sikap dan perilaku, memiliki kecintaan dan komitmen terhadap profesi, menjadi motivator agar siswa aktif belajar, mampu berlaku jujur, adil dan menyenangkan, menguasai berbagai strategi pembelajaran dan bersikap terbuka dalam menerima pembaruan dan wawasan, mengenal karakteristik siswa dan mendapat kesempatan mengembangkan profesionalisme. 

Kepala sekolah harus mampu berperan sebagai pemimpin, sebagai manajer, sebagai pendidik, sebagai wirausahawan, sebagai administrator, sebagai pencipta iklim kerja dan sebagai penyelia. 

Selain itu, ada standar kompetensi kepribadian, yakni bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki etos kerja yang tinggi, bersikap terbuka, mampu mengendalikan diri, mampu mengembangkan diri dan memiliki integritas kepribadian. 
Guru juga harus memiliki kompetensi sosial, yakni mampu bekerja sama dengan orang lain, berpartisipasi dalam kegiatan kelembagaan atau sekolah dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dan gereja. 

Semua permasalahan tersebut kembali kepada guru. Terpanggil atau terpaksa. Guru yang terpanggil adalah mereka yang terus berusaha belajar karena guru adalah murid sepanjang masa dan menjadi teladan bagi siswanya. (bersambung)

Pos Kupang edisi Sabtu, 28 Maret 2009 halaman 1

Menemukan Masalah Pendidikan di NTT (3)

Oleh Alfred Dana, Mathilde Dhiu dan Agus Sape

SUDAH menjadi pemandangan biasa pada saat pengumuman Ujian Nasional (UN), para siswa yang lulus merayakan keberhasilan dengan corat-coret pakaian seragam, bersukaria di jalan-jalan umum, bahkan menggelar pesta dengan sesama. Sedangkan para siswa yang gagal UN larut dalam kesedihan, menangis, takut pulang rumah, malu bertemu teman-teman dan tetangga dan mengurung diri di kamar berhari-hari. Bahkan di Kabupaten Sumba Timur, ada siswa yang nekat bunuh diri lantaran tidak lulus UN 2009.

Fenomena ini terjadi hampir setiap tahun. Ini terjadi karena semangat yang besar untuk menyelesaikan pendidikan tidak diimbangi dengan upaya nyata dan fasilitas pendidikan yang memadai. Dalam konteks ini, siswa selalu menjadi korban dari ujian.

Prof. Dr. Elias Kopong dalam diskusi terbatas "Menemukan Masalah Pendidikan di NTT", yang digelar Pos Kupang, Kamis (12/3/2009), mengatakan hasil UN yang merosot tidak berarti nilai merosot. Juga tidak berarti mutu merosot. Menurutnya, ada banyak indikator yang terkait dengan mutu. 

Pada tataran desain kurikulum, para siswa sebenarnya bukan objek. Para siswa harus menjadi subyek dalam mekanisme belajar. Inilah yang selalu dilupakan oleh para pelaku pendidikan, padahal para siswa harus mendapatkan pelajaran yang baik untuk selanjutnya diuji. Hasilnya pun akan diterima langsung oleh para siswa ini. Pemahaman terhadap konsep kurikulum yang diterapkan pun harus benar sehingga implementasi kurikulum juga benar.

Desain kurikulum, menurut Prof. Elias Kopong, berarti membahas siapa-siapa saja yang terlibat dalam proses belajar mengajar, mengetahui tujuan yang ingin dicapai. 

Terkait dengan desain kurikulum ini, salah satu komponen yang dilupakan adalah siswa. Menurutnya, siswa mesti mendapat porsi yang pas dalam proses belajar mengajar, artinya siswa bukan sekadar objek, melainkan sebagai subyek proses belajar mengajar. Siswa harus dilibatkan dalam interaksi belajar mengajar dengan guru. 

"Kita selalu menganggap siswa sebagai obyek, padahal tidak. Mereka harus diajak terlibat aktif dalam menentukan ke mana mereka mau pergi. Siswa harus sebagai subyek. Jadi jangan lupa siswa," jelasnya.

Kita mungkin bisa belajar banyak dari SMAK Giovanni. Menurut Chandra Pali, siswa SMA Giovanni memiliki kelompok belajar. Mereka selalu inisiatif berbuat sesuatu untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Ketika guru tidak hadir atau berhalangan, mereka membuat studi kelompok. 

Menurut Chandra, mereka menjadi sangat kreatif karena pihak sekolah juga memberikan standar lulusan yang sangat tinggi. Kalau secara nasional, standar lulusan 5,25 atau tahun ini 5,50, maka di SMA Giovanni para siswa diberi standar 7,50. Terbukti, para siswa SMA Giovanni bisa memenuhi standar tersebut.

Desain kurikulum dianggap sangat penting karena proses hingga hasil dalam belajar adalah milik bersama. Kegagalan siswa dalam UN bukan hanya kegagalan siswa, bukan kegagalan lembaga pendidikan, melainkan kegagalan semua komponen, termasuk siswa.

"Dalam desain ini hasil milik bersama, bukan milik sekolah, komite sekolah, tetapi milik bersama, sehingga ada motivasi dan komitmen untuk melaksanakan kurikulum," jelas Prof Elias Kopong.

Implementasi
Prof Elias juga menekankan kurikulum dalam tataran implementasi. Menurutnya, hanya bicara saja tidak akan menyelesaikan masalah. Yang terpenting, implementasi. Tahap ini merupakan pilar utama terjadinya perubahan. 

Prof. Elias mengatakan, implementasi sangat mempengaruhi mutu lulusan peserta didik, UN sekalipun. Jika ingin membenahi pendidikan, benahi dulu aspek implementasi dan harus dimulai dari kelas. 

"Interaksi dalam kelas menentukan kualitas anak didik, bukan di tempat lain. Orangtua di rumah hanya memantau bagaimana anaknya belajar di rumah, tetapi kegiatan belajar mengajar berlangsung di sekolah. Karena itu, kalau guru mengajar dengan baik, pasti anak-anak jadi baik. Tetapi, kalau guru mengajar setengah-setengah, pasti siswa juga akan setengah-setengah," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Propinsi NTT, Ir. Thobias Uly, M.Si mengatakan, masyarakat NTT tidak perlu terlalu pesimistis dengan prestasi belajar anak-anak NTT. Sebab, dalam Olimpiade Sains 2008, siswa SD asal NTT menempati ranking empat dengan meraih emas untuk pelajaran IPA dan satu perunggu untuk pelajaran Matematika. Siswa SMP berhasil meraih satu perunggu dari Fisika dan satu perunggu dari Biologi untuk kelompok SMA. Jadi secara nasional kelompok SD, SMP dan SMA NTT berada di ranking delapan. 

"Saya kira juga ada hal yang perlu kita banggakan untuk anak kita. Untuk itu, kita semua harus bersinergi dan tidak ada superman untuk menghandel semua permasalahan yang ada. Oleh karena itu, langkah yang patut diambil adalah koordinasi, bagaimana bersinergi dengan seluruh komponen yang ada, baik kalangan pers sendiri maupun mereka yang ada di kabupaten/kota. Termasuk koordinasi dengan LPMP sebagai lembaga penjaminan mutu," jelas Ir. Thobias Uly, M.Si

Tidak Bodoh
Direktur Pendidikan Generasi Unggul, Pdt. Johni Kilapong mengatakan, siapa pun tidak berhak mencap seorang siswa bodoh, apalagi membagi kelompok anak pintar dan anak bodoh.
"Kalau ada murid yang bodoh sesuai imej masyarakat saat ini, itu karena proses pembentukan. Titik poin yang harus kita bangun saat ini adalah bagaimana membentuk budaya dan nilai- nilai yang bisa memicu mereka agar mencapai puncak prestasi. Nah, ujung tombaknya adalah guru, bukan orangtua," jelas Kilapong. 

Menurutnya, untuk mendapatkan hasil yang berbeda, harus dilakukan kerja yang berbeda. "Anda akan mendapatkan hasil yang sama jika kerja Anda sama. Nah, kita terjebak dalam cara yang sama. Harapan kita, berbeda hasilnya. Ini tidak sinkron," jelasnya.

Penerapan disiplin pun harus dijalankan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan. Hal ini sedang dilakukan Supermath Plus. "Memang kesra guru harus naik. Kami di Super Math, guru mengajar dengan begitu antusias. Satu menit terlambat denda seribu rupiah, tiga kali tidak masuk, SP 1, SP 2 dan pecat langsung. Kita tidak bisa main-main dengan dunia pendidikan," kata Johni Kilapong. 

Kilapong mengatakan, imej orang NTT terhadap dirinya sendiri harus diubah. Tidak ada anak pintar dan anak bodoh. Sebab, bila terus begitu, maka NTT tidak akan pernah maju. 
"Karena kalau kita bicara tentang neuronpsikogrami, maka hari ini kita mengalami social depress. Menurut Pak Tom Therik, ketika di luar kita ditekan, tidak boleh begini, tidak boleh begitu, tanpa menjelaskannya, akhirnya anak berontak. Anak ingin mencoba sesuatu, anak jadi minder, pembentukan ada di rumah dan di sekolah," jelasnya.

Pola mengajar yang menjadikan anak sebagai objek tidak memberi dampak yang baik bagi anak. Hal ini justru sering terjadi di NTT. Guru mengajar dengan cara-cara keras, menggunakan kayu. Guru juga sering mengatakan anak-anak bodoh. "Ini yang membuat anak tidak berkembang," katanya.

Model pembelajaran dengan menekan atau memaksa anak ini diubah di Supermath. Caranya, mengubah kepribadian guru. "Jadi kepribadian guru harus menyenangkan, harus suport, kreatif, fleksibel, hangat." kata Kilapong. 

Menurut Kilapong, kurikulum jangan dipersalahkan, tapi implementasi di lapangan yang harus konsisten dengan perencanaan. "Mari kita komit bangun NTT, jangan lihat biayanya, fasilitasnya. Kalau mau jujur dulu tahun 60-an tidak ada fasilitas, tetapi mereka bisa mengajar dengan antusias. Fasilitas kurang itu masalah eksternal, tetapi jadi masalah internal dalam diri. Motivasi guru dulu baru motivasi siswa," kata Johni Kilapong. 

"Hanya saja, perlu ada program atau trik khusus yang menyentuh hati nurani guru di lapangan," kata Edy Sulla dari LPMP Dinas PPO NTT. (habis)

Pos Kupang edisi Minggu, 29 Maret 2009 halaman 1

Kema Sama di Nuanage

Kalau di Pulau Jawa budaya kerja sama terkenal dengan sebutan gotong royong yang akhirnya diadopsi menjadi budaya nasional, maka di kampung Nuanage, Desa Lokalaba, Kecamatan Mauponggo-Kabupaten Nagekeo, tradisi kerja sama ini dikenal dengan nama kema sama (kerja sama, Red). 

Tidak diketahui kapan budaya kema sama muncul karena tidak ada catatan tertulis yang ditinggalkan. Yang pasti bentuk kerja sama tersebut sudah ada sejak zaman nenek moyangku dulu ketika mereka membuka kampung Nuanage. 

Bermodalkan kema sama, nenek moyangku berhasil membuka kampung di atas ketinggian. Tanpa kema sama, mustahil mereka berhasil membuka kampung Nuanage seperti yang saya kenal sekarang ini. Memang tak ada catatan tertulis yang ditinggalkan, namun batu-batu besar sebagai fondasi rumah yang hingga kini masih tersisa setidak-tidaknya menjadi bukti otentik bahwa kema sama sudah ada sejak zaman nenek moyangku dulu.

Melihat kondisi kampungku yang secara geografis berada di atas ketinggian bahkan boleh dikatakan sebagai kampung tertinggi di Kecamatan Mauponggo Kabupaten Nagekeo, maka rasanya wajar kalau penduduk di kampungku sangat akrab dengan yang namanya kema sama. Tanpa kema sama tidak mungkin mereka berhasil membangun jalan setapak menuju kampung Nuanage walaupun hingga kini belum berhasil dilewati oleh kendaraan roda empat. Dengan kema sama pula warga di kampungku berhasil menarik kayu dari hutan hanya bermodalkan seutas tali untuk membangun rumah. 

Hal lain dari bentuk kema sama adalah pembangunan sarana air minum untuk warga kampung. Sebelum warga kampung mengenal pipa, mereka sudah secara bersama-sama membangun saluran air dengan menggunakan belahan bambu yang berfungsi seperti pipa. Meski jarak antara mata air dan kampung sepanjang 5 km, berkat kema sama akhirnya pemasangan belahan bambu tersebut berjalan dengan baik dan airpun mengalir ke kampung Nuanage. Air mengalir pertama kali ketika saya berusia sekitar 5 tahun. Bersama teman-teman dan seluruh warga kampung kami menyambutnya dengan sukacita. 

Wujud lain dari kema sama adalah pembangunan rumah warga, kerja kebun, kematian. Yang cukup fenomenal adalah pelaksanaan pembangunan Kapela St Martinus Nuanage. Kalau dilihat secara normal rasanya tidak mungkin warga kampung yang berada di atas ketinggian dan tidak bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor bahkan jauh dari jalan raya itu mampu membangun kapela. Namun warga setempat dengan ulet membangun kapela yang bahan bangunannya permanen. 
Untuk memuat bahan bangunan berupa semen, seng ataupun besi warga setempat menggunakan jasa kuda atau dipikul. Tidak ada keluh-kesah dari warga berkat semangat kema sama. Untuk membangun kapela tersebut warga kampung meskipun 100 persen beragama Katolik, memiliki ikatan kekerabatan yang sangat kuat dengan warga kampung lain yang sebenarnya berasal dari Kampung Nuanage juga. Mereka pada umumnya kerabat yang beragama Islam namun mereka ikut bersama warga kampung Nuanage membangun kapela.

Ada satu istilah yang populer di kalangan warga untuk menyebut semangat kema sama yakni too jogho waga sama. Papa yakha, yang artinya bangun dan pikul bersama-sama serta saling bantu. 

Secara harafiah istilah itu menyatakan bahwa dengan semangat kema sama semua warga memikul berat ataupun ringan karena dengan dasar kerjasama, maka sesuatu hal atau pekerjaan yang berat sekalipun menjadi ringan. 

Saat ini situasi dan kondisi zaman semakin maju, namun semangat kema sama yang ada di Nuanage tidaklah luntur oleh perkembangan zaman. (romualdus pius)

Pos Kupang edisi Sabtu, 28 Maret 2009 halaman 10

Lebih Jauh Dengan Vincent Gaspersz

LAHIR dari keluarga yang hidup serba terbatas membuat pria ini tidak menerima keadaan begitu saja. Bahkan, kondisi itu memotivasinya untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Setelah meninggalkan NTT, bukan saja keluar dari lingkaran kemiskinan, pria ini juga mampu mencapai keinginannya dalam dunia akademik dan ia menemukan apa yang ia cari, yakni Tuhan. Pria ini adalah Prof.Dr.Vincent Gaspersz, CFPIM.

Dalam perjalanan akademik, ayah tiga anak ini mampu mencapai nilai sempurna (IP 4,00) dalam studi program doktor bidang Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Bandung. Vincent juga ahli analisis sistem dan teknik industri serta secara intensif mendalami manajemen produksi dan inventori. 

Vincent menyelesaikan pendidikan sarjana peternakan pada Universitas Nusa Cendana Kupang pada usia 20 tahun, 9 bulan. Vincent kini menjadi calon anggota DPR RI daerah pemilihan NTT. Ia ingin menjadi pelaku dalam kebijakan publik khususnya untuk NTT. Berikut perbincangan dengan Pos Kupang.

Anda seorang profesor, jarang ada orang NTT menjadi guru besar di luar NTT. Bagaimana Anda bisa mencapai ini?

Saya lahir di Noelmina tahun 1958, di pinggir kali itu, kalau dulu Noelmina dan Takari itu bersamaan, masih gabung dengan Kecamatan Fatuleu, sekarang sudah kecamatan sendiri, Takari-Kabupaten Kupang. Saya di SD GMIT di Takari, hanya waktu sekolah dalam tiga tahun sudah tamat SD, karena guru-guru waktu itu masih diberikan kebebasan, belum ada aturan seperti sekarang yang penuh birokrasi. Jadi saya lulus tahun 1967. Kemudian pindah ke Kupang dan sekolah di SMP Frater. Tahun 1967 itu di Kupang belum banyak kendaraan, saya tinggal di Kuanino. Tahun 1967 aspal jalan hanya sampai di Maubesi-Strat A, ke arah timur jalan berbatu-batu sampai Atambua. Jadi, fasilitasnya minim. Setelah tamat di SMP Frater lalu SMA Frater. Setelah lulus saya masuk Fakultas Peternakan Undana Kupang. 

Saya pilih peternakan karena hanya itu yang ada di NTT. Waktu itu mau bepergian ke Jawa merupakan hal yang luar biasa. Biasanya numpang kapal hewan atau kapal- kapal barang. Pesawat itu hampir tidak mungkin.

Jadi saya punya satu tekad adalah harus sekolah setinggi mungkin supaya saya bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Saya sarjana peternakan, tapi saya sendiri tidak berminat dalam bidang itu. Karean itu, saya ambil statistika terapan. Kemudian saya terobos ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Setelah lulus di ITB, saya ditawari jadi dosen, tapi saya tidak mau. Saya mau jadi praktisi saja, karena kalau jadi dosen nanti kembali ke teori lagi. Saya mau kerja di perusahaan. Kemudian saya kerja di perusahaan, bukan mmenajdi manajer, tapi karyawan biasa walaupun saya seorang dokotor. 

Bagi saya tidak penting, yang penting adalah pengalaman. Dalam perjalanan waktu, saya kerja dengan mental kemiskinan dari NTT. Saya ubah mental itu menjadi mental yang tahan banting. NTT ini orang bilang batu bertanah, kalau di Jawa tanah berbatu. Karena banyaknya batu jadi tanahnya sedikit, jadi batu bertanah. Jadi hidup di Kupang bisa menjadi modal yang kuat untuk hidup di luar NTT. Di luar NTT itu enak, maksudnya hambatannya kecil, seperti sudah pegang gelar doktor tapi masih gelantungan di pintu bis, saya selalu bilang, ini kecil. Masih syukur saya bisa naik bis, kalau di NTT saya jalan kaki. Jadi mental itu yang ditempa terus.

Dalam perjalanan ada teman yang sekarang jadi rektor Universitas Tri Sakti, Prof. Thobi Mutis, mengajak saya bergabung ke Universitas Tri Sakti. Waktu itu dia (Thobi Mutis) mendirikan Pasca Sarjana dan saya diundang. Saya waktu itu bilang, saya bantu Anda untuk menjadi dosen di sini, Anda bantu saya apa? Waktu itu gaji profesor hanya Rp 3,5 juta, kalau di perguruan tinggi negeri lebih rendah lagi. Jadi tidak sampai sepersepuluh dengan gaji di perusahaan. 

Dia bilang, dia akan mengangkat saya sebagai profesor di sini (Universitas Tri Sakti). Oke, kalau begitu saya akan bertanggung jawab dengan bidang studi saya di program studi S2. Karena keharusan dari Diknas begitu, harus ada status sebagai apa. Tidak bisa ini dibilang dosen dari luar dengan administrasi yang tidak jelas. Pangkatnya apa, jadi mau tidak mau diurus jadi profesor. 

Setelah meninggalkan NTT sekian lama, kapan Anda kembali ke NTT? 

Saya keluar dari NTT tahun 1983. Saya bilang kalau saya belum sukses saya tidak akan kembali ke NTT. Jadi saya kembali ke NTT tahun 2000. Waktu itu, wartawan Pos Kupang Trisna Dano, setiap kali saya ke Kupang, dia yang wawancara saya. Jadi banyak buah pemikiran itu dimuat di Pos Kupang melalui Trisna Dano. Dampaknya cukup siginifikan, saya terlibat langsung membuat perencanaan sumber daya manusia NTT. Jadi, saya tahu masalah NTT ini. Informasi tentang NTT saya ambil dari berbagai sumber.

Anda tahu banyak tentang NTT meski Anda tinggal di luar NTT. Bagaimana Anda melihat kemiskinan di NTT?

Saya lihat kemiskinan di NTT ini struktural. Jadi angka-angka boleh berubah, tapi persentasi tidak berubah. Kalau kita mau jujur, sekarang banyak orang yang miskin di NTT menurut versi pemerintah, itu adalah generasi-generasi masih tahun saya, yang lahirnya tahun 1958, 1960 sekarang 40-an. Nah, dia itu yang masuk lingkaran miskin lagi sekarang yang orangtuanya sudah meninggal. Orangtua saya juga sudah meninggal. Kalau ini tidak diubah, maka generasi sekarang pada 20 tahun mendatang akan masuk dalam kelompok kemiskinan. 

Sekarang orang bilang fakta menunjukan orang yang sekolah di NTT, tapi bisa keluar dari NTT tetap problem juga, pengangguran sarjana meningkat. Itu sumber daya yang terbuang percuma, makanya saya ajak daripada menganggur kenapa tidak berani keluar NTT. 

Setiap Anda memberi sambutan sering menyebut Tuhan, apakah Anda punya pengalaman iman pribadi?

Ya, saya dulu orangnya logika, Anda bisa lihat latar belakang pendidikan saya itu statistika, itu bermainnya logik terus. Misalnya, teknik itu kan logika semua, jadi saya tempatkan Tuhan ini nomor sekian. Mau tidak mau saya usaha pribadi dulu. Jadi kesuksesan itu membuat saya menjadi lebih mengagungkan diri saya sendiri. Sampai suatu waktu saya pindah ke Vancover-Kanada, karena saat itu di Indonesia sudah sukses, saya pindah ke Kanada. Nah, di Kanada saya bermasalah. Jadi, mencari Tuhan dalam versi saya. Kalau saya mencari betul-betul sampai dapat. 

Kalau belum dapat saya tidak berhenti. Jadi saya mencari fisik Tuhan itu apa, jadi saya empat bulan nonstop. Sampai akhirnya suatu ketika, muncul semacam suara. Menurut teori kedokteran, orang-orang yang mau hampir gila itu sering dengar suara-suara. Cuma ketika itu saya dianggap irasional yang gila ya itu. Seketika itu saya selalu tolak bahwa ini bukan halusinasi. Jadi setelah itu saya pakai logika lagi, saya selalu menggunakan dengan logika. 

Saya menikah dengan istri saya bernama Christine. Jadi berdoa terus seperti novena dan segala macam itu berlangsung 18 tahun. Sejarah dari menikah sampai di sini itu 18 tahun. Saya mau menguji dan 100 persen saya benar-benar mau melakukan, bukan mau mencoba. Saya bilang, kalau kau (Christine) bisa munculkan Tuhan di depan saya, saya ikut Tuhan itu, siapapun yang muncul saya ikut. Saya mau belajar, entah bagaimana dia berdoa munculah Yesus di dinding. Ketika muncul Yesus, saya langsung mengatakan oke, kalau ini benar-benar dari Tuhan dari Surga yang kata orang adalah ini, maka saya ikut sekarang. Tapi tiga hal yang saya minta, yakni saya bernegosiasi dan saya minta; Pertama, minta dibimbing dan berkomunikasi setiap saat. Kedua, saya minta agar saya menjadi saluran berkat. Ketiga, keinginan daging.

Setelah itu, apa yang Anda lakukan?

Sekarang saya mau sekolah juga percuma, saya sudah punya gelar doktor dua dan profesor sudah. Berarti sekolah yang satu ini belum, dan kesaktian Dia, saya mau belajar. Jadi mujizat istilahnya, namanya omong dengan sesuatu yang tidak kelihatan dan tidak bisa dia jawab begitu. (Sambil bercerita, Prof. Vincent juga meceritakan kelebihan yang dimiliki istrinya). Istri saya itu aneh, setiap kali dia tutup mata dan sembayang, dia lihat macam gambar. Saya orangnya selalu melihat sesuatu dengan pendekatan ilmiah. 

Saya cari di internet, jadi saya temui di internet yang namanya vision. Jadi vision itu beda dengan mimpi. Mimpi adalah orang yang tidak sadar, sedangkan vision itu orang sadar, hasilnya sama. Masuknya dalam mimpi dan vision itu apa yang dilihat cerita saja. Ada bukunya saya sudah baca, bukunya Dream and Vision. Lantas ide itu muncul, kita harus punya visi. Lalu visinya mau menjadi fasilitator Yesus. 

Yesus membutuhkan saya juga lalu bisa berkuasa. Orang tidak bisa mau ketemu Yesus lalu muncul begitu saja. Nanti orang bisa bingung. Lalu saya mau menyatu dengan Dia, mau menjadi fasilitator Dia. Sebelum saya beroperasi seperti MPI ini. Ya saya sudah dibimbing tiga tahun, dan kita sudah uji segala macam. Kemudian sesuai dengan Alkitab, segala sesuati bisa diuji dari buahnya. Jadi, buahnya baik itu baik kalau buahnya jelek makanya hasilnya jelek. Karena buah ini kebaikan orang lain. 

Jadi, versi saya Yesus adalah Tuhan yang saya sembah. Kemdian saya membuat MPI, yaitu Mujizat Penyembuhan Ilahi. Jadi itu menfasilitasi Yesus. 

Anda telah menjalani MPI, apa pengalaman Anda tentang orang yang menerima berkat Yesus?

Dari pengalaman saya selama beberapa tahun itu, ada orang yang mengagungkan Tuhan bukan karena keyakinan dia. Tapi minta dukungan doa untuk sembuh. Jadi sifatya hanya sampai sembuh saja, bukan mau meyakini Tuhan, mau mengikuti Tuhan. Tapi saya minta doa supaya saya sembuh dan selesai dan tidak dilanjutkan. Ada pejabat minta doa agar terpilih. Dan, setelah merasa sudah terpilih dia merasa ya sampai di situ saja, bukan komitmennya dengan Tuhan. Kan kata dia, saya hanya minta terpilih. Akhirnya banyak terjadi, yang saya temukan baru pada taraf hubungan yang kedekatan dengan Tuhan itu hanya sebatas hamba minta dan dikasih dia pergi. 

Saya tingkatkan hubungan saya dengan istilah sahabat, itu diambil dari Yohanes 15:14-17. Sahabat itu, apa yang Yesus ketahui dari Surga dan diberitahu ke kita dan itu tertulis di Alkitab ya sahabat. Jadi, saya tiga tiga tahun itu dianggap orang gila. 

Karena punya track record keberhasilan di pendidikan, jadi mereka bilang saya sudah melebihi tingkat rasionalitas sehingga saya jadi gila, maksudnya karena terlalu pintar sampai jadi gila. Itu istilah orang umum atau orang awam. Ini yang membuat saya selalu kontrol diri saya, caranya selama tiga tahun itu saya menempuh pendidikan untuk ambil sertifikai internasional, saya belajar dan tiap tiga bulan sekali saya dapat sertifikat. 

Jadi selama tiga tahun itu, saya kumpul 10 sertifikat dari Amerika. Jadi saya bantah diri saya, saya tidak gila. Kalau saya gila, maka saya tidak bisa ujian.. ha...ha (sambil ketawa). Jadi sebelum MPI terjadi, saya mendapat banyak ocehan, saya dikatakan tidak logis, tidak rasional. Jadi saya mengatakan pada orang-orang ini, sebenarnya yang lebih rasional itu saya atau Anda. Kalau dari riwayat pendidikan, semua sekolah itu rasional. Saya sekolah statistika segala sesuatu diuji dengan uji statistik. Tekhnik itu kalau ada sesuatu masalah dengan Tuha itu, ada yang dipelototi ya sistemnya . Dari input-nya bagaimana, prosesnya bagaimana dan output-nya bagaimana sehingga keluarlah teori sistem. 

Teori sistem itu bukan dari Tuhan, sistem itu logis. Kemudian disebut dengan pengkajian ilmiah, itu pembuktiannya uji-uji statistik. Kalau alfa lima persen atau satu persen, tingkat keyakinannya 99 persen itu sudah terbukti secara ilmiah. Jadi sebelum MPI ini jalan, tiga tahun dianggap orang gila. Lantas datanglah MPI.

Anda berkomunikasi dengan Tuhan?

Bisanya setiap kali hal-hal yang berat, saya dan istri langsung berkomunikasi dengan Yesus melalui Vision. Jadi, pokoknya dengan kemuliaan Tuhan. Jadi saya ke NTT ini, sudah tanya Yesus sebelumnya. Secara logika nalar, saya mau kampanye bagaimana, fisik saya sudah dibatasi dan KPUD juga membatasi, pasti tidak bisa saya kampanye. Jadi saya mewartakan saja kalau menang itu dari Yesus. Jadi sebelum kejadian, saya wartakan dulu, bukan setelah kejadian baru saya bersaksi. Jadi saya terbalik, jadi saya harus mempertaruhkan iman saya. Jadi caleg Gerindra, pake ayat ini. Yesus mau membuktikan ke saya, jadi saya tidak usah berbuat apa-apa, jadi saya mau melakukan kata-kata yang disebut Taat. 

Taat ini akronim, T pertama itu Tuhan Berfirman, A itu Aku percaya dan melakukan, A aku melakukan yang aku bisa dan T terakhir adalah Tuhan melakukan yang aku tidak bisa. Pertanyaanya, berdoa untuk keluar dari kemiskinan, oke, itu sudah bagus, tapi aku yang melakukan. Tuhan melakukan yang aku tidak bisa.

Tujuannya apa saya mewartakan firman Tuhan, Matius 10:7-8. Pergilah beritakan, kerajaan sorga sudah dekat. Orang tertawakan saya, tapi buktikan kasih Tuhan selalu ada dari dulu sampai sekarang, jadi sembuhkan orang sakit, Matius 10-7-8. Akhirkan orang kusta, usir setan-setan, bangkitkan orang mati. Tiga-tita sudah saya lakukan. Saya lagi tunggu satu, yakni bangkitkan orang mati. Nah, pas bangkitkan orang mati baru semua orang percaya Yesus. Pelaku firman itu melakukan mujizat- mujizat. Jadi saya sekarang melakukan firman, tapi saya bukan khotbah karena saya orang ilmiah, nanti orang tertawa. Makanya saya minta, kumpul orang sakit dan buktikan bagaiman Yesus bisa sembuhkan. Kalau ada yang berani, ada yang mau tawarkan, saya tidak percaya, kamu mau nggak minggu depan kamu meninggal, kalau berani tawaran. Nah itu ada yang berani nantang. Datang ke rumah saya, dan benar dia meninggal. Kalau ada yang mau begitu, bisa kita buktikan. 

Sudah mendekatkan diri dengan Tuhan, kenapa memilih politik?

Sekarang begini, saya punya ide yang bagus. Tapi ide bagus itu saya mau salurkan ke siapa? Banyak menunggu jadi pelaku, mesti jadi pelaku sebab jadi orang bisa tidak bisa jadi pelaku. Kalau saya masuk caleg, jadi urusannya ke kebijakan publik. Kalau saya jadi menteri itu eksekutif. Kalau saya minta uang dari Tuhan untuk memuliahkan nama Tuhan, itu investasi langsung. Jadi, itu banyak strategi. Masalah caleg ini itu kan dulu ada sesuatu antara saya dengan Tuhan selalu dibuktikan, yaitu kalau saya ingin jadi caleg, Tuhan bisa tidak, ini juga mau menguji juga. Tidak mungkin, tinggal dua hari mau tutup pendaftaran. Jadi, diajawab melalui Pak Esthon, telepon. Itu jalan Tuhan membuktikan kekuasaan dia. 

Setelah jadi caleg, apa yang Anda lakukan?

Jadi setelah menjadi caleg, yang sudah saya lakukan pasang iklan beberapa kali di Pos Kupang untuk memperkenalkan diri. Melakukan pengucapan syukur. Sekarang ditanya, apakah Anda punya cita-cita jadi caleg. Saya jawab tidak, cita-cita saya mau membangun NTT dan selesai. Bagaimana membangun NTT agar keluar dari persoalan yang berbelit-belit ini. Yang saya sebut, nasib tergantung tindakan, namun tetap dalam Tuhan. 

Jadi saya omong itu lebih dari pendeta, tapi saya tidak mau disebut pendeta. Saya mau disebut sahabat Yesus saja. Apa yang dia kasih tahu ke saya dan saya kasih tahu ke orang. Walau dia kasih tahu dengan dampaknya itu dianggap gila, saya minta ke Yesus.

Punya pengalaman lainnya?

Sekarang saya mau cerita. Anda kan mau berdoa pada Tuhan, untuk apa? Untuk kemuliaan nama Tuhan. Oke, sekarang Tuhan suruh saya pergi fasilitasi setiap kali bikin MPI, kasih keluar uang, datang ke NTT. Di Atmajaya keluar uang, sekali lakukan mungkin Rp 15 juta kasih keluar uang. Istrinya sampai mengomel, kita buat begini sudah benar atau tidak. Saya selalu berkomunikasi dengan Tuhan dalam konteks tertentu. Tuhan, saya mau menyebuhkan kalau sampai begini supaya istri percaya, itu Tuhan harus berikan bukti. Lalu kita buat kesepakatan. Saya dengan Tuhan itu selalu bikin kesepakatan, oke pas jumlahnya 2.000 baru di kasih bukti. 

Jadi saya catat, statistik jadi pas 2.000. Jadi negosiasi lagi, Tuhan saya sudah melakukan 2.000 gratis. Berapa engkau membayar pada saya. Pas kemudian dia kasih, satu orang Tuhan kasih Rp 1 juta. Jadi saya dapat Rp 2 miliar. Jadi begitu dapat, saya kasih istri saya, ini uang Rp 2 miliar. Satu malam, istri saya tidak tidur (ketawa). 

Bagaimana bisa mendapat uang itu?

Konsep segi tiga, ini saya punya, okelah saya kasih kamu dua miliar. Tuhan saya mau bikin lagi kegiatan ini, dan dua miliar ini saya sisihkan 10 persen untuk melakukan lagi. Jadi saya bilang, saya mau sembuhkan 1.500 dan saya bernegosiasi dengan Tuhan. Sekarang saya tidak butuh duit, saya butuh hanya 10 nyawa saja. Dan saya diberi 10 nyawa itu. Saya sudah pakai satu untuk mertua. Jadi saya masih punya sembilan nyawa untuk Tuhan bangkitkan. 

Cara-cara Rp 2 miliar itu? (bertanya lagi)

Tuhan tidak menjatuhkan uang itu dari langit. Bukan tidak mungkin, karena Tuhan selalu bisa tetapi dia selalu mendahulukan hal-hal yang sudah berlaku alamiah. Saya melakukan kontrak kerja dengan sebuah perusahaan, kontraknya Rp 2 miliar. Saya tidak melakukan apa-apa, tiba-tiba muncul. Kenapa kontrak kedua diperpanjang, karena pada kontrak pertama perusahaan itu menghasilkan uang Rp 30 miliar. Kita sendiri tidak mengerti uang itu dari mana. Itu dari enam bulan pendampingan, ada uang Rp 30 miliar, nah dari situ saya dikasih uang Rp 2 miliar. Dulu rugi terus. 

Sekarang kok bisa ada Rp 30 miliar. Saya bilang namanya manusia itu Taat. Jadi perpanjang lagi kontrak enam bulan. Tapi kontrak ini saya tidak mau, saya serahkan ke Tuhan, saya minta 20 persen dari keuntungan. Jadi dia Rp 100 miliar, saya dapat Rp 20 miliar. Kalau dia untung, Tuhan kasih dia Rp 500 miliar, saya dapat Rp 100 miliar. Pokoknya saya tidak mau tahu, saya ingin dapat dari Tuhan Rp 1 triliun mau bikin Yesus itu dan semua orang dari seluruh dunia datang ke NTT. Jadi misinya hanya itu dan selesai.

Anda lulus program Doktor Manajemen Industri di ITB dengan nilai sempurna 4,00. Apakah Anda sangat mampu atau dosen atau penguji Anda yang Anda lebih mampu?

Saya kira begini, saya kalau mau jujur, harusnya saya sempurna dari awal, termasuk dari Undana saya harus dapat empat. Tapi sistem penilaian orang di sini itu. Saya sendiri dianggap terlalu muda waktu masuk Undana. Karena baru umur 14 tahun sudah masuk. Jadi waktu baru masuk itu, pakai celana pendek. Jadi, disuruh ganti celana panjang. Jadi kata dekan, wah ini terlalu muda, ini tahan satu tahun di tingkat II. Yang ditahan karena masalah nilai pengantar statistik. Makanya saya dendam statistik jadi ambil master statistik. Kemudian diujian akhir, saya ditahan lagi selama satu tahun. Tujuannya agar saya jangan terlalu muda. Jadi orang NTT tidak percaya diri. Saya lulus di NTT itu data base saya di Undana umur kurang dari 21 tahun atau 20 tahun 9 bulan, belum ada yang pecahkan rekor. Kalau dulu tidak ditahan dua tahun itu, mungkin umur saya kurang 19 tahun sudah selesai sarjana. Jadi saya buktinya potensi begitu. Jadi puncak terakhir di doktor.

Apakah Anda melihat semua soal itu mudah, sehingga dengan mudah pula Anda lulus?

Memang agak lucu dan heran kalau, misalnya, ada ujian sulit dan segala macam. Itu tiba-tiba ada yang bisikin jawaban, kau jawab ini tapi bukan bisikan biasa. Ada semacam memutar kepala saya dan langsung tahu. Kemarin ada omongan saya yang saya tidak nangkap, mesti saya lihat ulang itu di TVRI dulu. Ada yang orang tanya kembali, saya tidak mengerti. Saya merasa saya tidak omong itu. (alfred dama)


Data Diri

Nama : Vincent Gaspersz
Lahir : Desa Noelmina, Kecamatan Takari-Kabupaten Kupang 1958
Pendidikan : SD di Takari
SMP dan SMA Frater di Kupang
S1 Fakultas Peternakan Undana (1974-1980)
S2 Statistik Terapan di Institut Pertanian Bogor (IPB) 
S3 Doctor Of Science in Management of Engenering and Technology SCUP, USA
Berkarya dalam bidang pendidikan : Guru besar di Universitas Tri Sakti-Jakarta
Guru besar di Universitas Katolik Widya Mandira-Kupang 
Keluarga : Istri : dr.Christine Megawati Purba
Anak-anak 1. Albert Ganesha Vincristo
2. Aldo Varian Vincristo
3. Aldi Alexander Vincristo

Pos Kupang edisi Minggu, 29 Maret 2009 halaman 3. Rubrik Tamu Kita.-
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes