Kerajinan Rakyat dan Perempuan Legislator

Oleh Dina Takalapeta Meler, S. Th

I. Rakyat Ada, Rakyat Bisa, Rakyat Rajin
DI TENGAH hiruk-pikuk suasana krisis multidimensi yang salah satu tampilannya nampak dalam wajah kemiskinan material, percayakah Anda akan pernyataan di atas?

Keberhasilan rakyat Indonesia merupakan realitas ontologis dari keberadaan bangsa Indonesia diakui ada, salah satunya karena ada rakyatnya, termasuk kita masyarakat NTT -- lebih khusus lagi masyarakat di Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata dan Kabupaten Flores Timur. Kalau demikian, hal adanya rakyat adalah bagian dari harga keberadaan bangsa dan Negara Indonesia.

Di seluruh Provinsi NTT ini, tinggallah 4 jutaan orang rakyat bangsa, yang menghuni gugusan pulau-pulau di wilayah perbatasan negeri dengan Negara Demokratik Timor Leste. Pertanyaan penting bagi kita: siapakah rakyat Indonesia yang kita maksudkan tadi? Percayakah kita bahwa mereka bisa berkontribusi dalam pembangunan kehidupannya sendiri, pembangunan kehidupan desanya dan pembangunan kehidupan daerah dan bangsanya?


Jawabnya: Percaya; setidaknya demikianlah sikap dari kebanyakan pegiat pendamping swadaya masyarakat. Percaya adalah modalitas tertinggi dari seluruh daftar urut modalitas alam semesta.

Percaya pada rakyat sendiri adalah perspektif kunci dari suatu proses pemberdayaan masyarakat. Mereka bukan hanya ada, tetapi juga memiliki kearifan lokal untuk mempertahankan hidup dan karena itu mereka perlu ditemui, didengar dan dipercaya sebagai subyek utama dari proses besar manajemen pembangunan bangsa di setiap area lokal. Ini baik untuk menjadi titik awal dari tahapan pembangunan berkelanjutan yang produktif.

Rakyat Ada, ada dalam keadaan apa adanya, artinya keberadaan mereka tidak mungkin ditutup-tutupi, apakah mereka miskin secara material atau miskin kepedulian, miskin rasa malu sebagai keluarga bangsa di hadapan bangsa lain, miskin secara spiritual; sebaliknya mereka kaya secara material atau kaya secara spiritual? Apa dan bagaimanapun keadaan mereka, demikianlah akan menjadi tampilan obyektif dari keberadaan bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dengan cita-cita adil dan makmur ini.

Rakyat Bisa adalah sebuah pernyataan percaya tentang hal ihwal kemampuan rakyat untuk bertahan hidup dengan kearifan lokal yang disosialisasi dan diolah-didikkan dari orang tua - ke anak atau dari generasi ke generasi.
Dari teropong "rakyat bisa" kita dapat melihat dan menemukan kemampuan tradisional yang dapat di-support aktualisasinya ke keterampilan produktif aktual yang bernilai ganda. Pada satu sisi untuk penguatan budaya bangsa -- penguatan jati diri -- identitas bangsa dan pada sisi yang lain untuk peningkatan pendapatan asli rakyat. Semakin kita rela dan rajin meletakkan teropong berlensa bening tadi, semakin kita menemukan potensi kerajinan rakyat yang bisa dan biasa dikerjakan sebagai usaha mempertahankan hidup yang dapat dikembangkan ke usaha ekonomi produktif masa kini.

Rakyat Rajin, dari kedua bagian pemetaan tentang kemiskinan di atas, penting untuk kita percaya bahwa rakyat Indonesia termasuk komunitas di area lokal, memiliki sikap rajin untuk melakukan terus-menerus, mencoba dan mencoba lagi berbagai usaha untuk keluar dari kesusahan atau kemiskinan hidupnya.
Jikalau kemiskinan material yang disoroti, dengan lensa teropong percaya, kita dapat melihat potensi kerajinan rakyat yang sedemikian banyak dan tersebar di seluruh area kehidupan lokal. 

Kerajinan rakyat merupakan lapangan kerja yang perlu digiatkan sebagai sumber pendapatan baru yang memerlukan sistem perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, peningkatan dan pengendalian mutu, desain dan bantuan permodalan.
Rajin di sini telah mendapat rujukan yang fokus ke olah terampil berbagai benda seni dan budaya untuk produk kerajinan rakyat yang berdampak pada riilnya pendapatan asli rakyat.

Pemetaan kerajinan rakyat di seluruh negeri merupakan gambar simpul potensi yang siap dijadikan 'pemicu' pengentasan kemiskinan atau setidaknya sasaran utama pemerintah sebagai fasilitator program pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, kita dapat menapaki tahapan struktur dasar pengentasan kemiskinan.

II. Peta Kerajinan Rakyat, Pengrajin dan Realitas Kebutuhan 'Sahabat Pendamping'

Kerajinan rakyat secara empirik dapat dipetakan antara lain: kerajinan olah tanah (gerabah, batu bata dll), kerajinan olah kayu, olah batu, kerajinan pembuatan kain (tenun), kerajinan olah bambu, kerajinan olah makanan lokal, kerajinan oleh kulit (kulit hewan, kulit buah : jagung, kelapa, lontar dll), kerajinan olah daun (lontar, kelapa, pandan, dsb).

Di seluruh ruang kehidupan masyarakat, kita menemukan para pengrajin masing-masing sesuai tradisi dan potensi sumber daya alam di lingkungan hidupnya. 

Kesibukan mengolah aneka produk kerajinan rakyat sebagai benda seni dan benda ekonomi, minimal untuk memenuhi perlengkapan hidup dari komunitas masyarakat lokal, cukup memberi kontribusi simpul yang mempertegas pernyataan awal bahwa 

RAKYAT ADA, RAKYAT BISA DAN RAKYAT RAJIN.
Pada satu sisi terjadi kemandirian ekonomi dan hemat (tidak perlu membeli benda ekonomi sebagai perlengkapan hidup); pada sisi yang lain mereka telah melakukan simulasi olah trampil sebagai modal ekonomi dalam kegiatan ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Persoalan terkini adalah siapakah sahabat pendamping yang mensupport perlindungan dalam olah selera pasar dan pengembangan sistimatik dari kegiatan kerajinan itu sendiri. Para pihak berkesempatan untuk hadir aktif produktif diproses ini. 

Sebagai contoh di Kabupaten Alor, pemetaan kerajinan rakyat secara empirik teridiri atas :
- Kerajinan olah tanah : gerabah di Kecamatan Alor Barat Laut dan kerajinan batu bata di Kecamatan Alor Tengah Utara, Kecamatan Kabola dll.
- Kerajinan olah daun dan kulit berupa aneka anyaman dari lontar, daun pandan dan anyaman kulit bambu terdapat di hampir semua kecamatan.
- Kerajinan pembuatan kain tenun, baik melalui proses ikat maupun songket, terdapat hampir di semua kecamatan.
- Kerajinan olah bambu terdapat hampir di semua kecamatan.
- Kerajinan-kerajinan olahan makanan lokal (jagung titi, kue rambut, kue hanua, kue baruas, dll) terdapat hampir di semua kecamatan.
- Kerajinan olah kulit : kulit hewan, kulit pohon, kulit bambu terdapat di kecamatan Kabola, Alor Barat Laut, Alor Timur Laut, dll. 

Jejaring Pembinaan IKM Tenun di NTT 
ANEKA kerajinan di atas lebih banyak dikerjakan oleh kaum perempuan. Kegiatan ini secara alamiah disosialisasi dan dilatihkan dari orangtua kepada anak-anaknya sekaligus menjadi tampilan identitasnya. Dalam perkembangannya benda seni dan kerajinan ini telah diterima sebagai benda ekonomi yang mempunyai nilai jual dan berdampak pada pendapatan asli keluarga, pendapatan asli rakyat; di samping usaha pertanian, perkebunan, peternakan, dan lain-lain.

Disamping itu ada pula aneka kerajinan rakyat yang telah lama dikerjakan oleh kaum laki-laki antara lain olah seni susun batu rumah, olah seni pahat bangunan. Inilah perspektif kerajinan rakyat yang dapat kita sebutkan pada kegiatan tukang batu dan tukang kayu.

Laki-laki dan komunitas masyarakat Alor, juga Lembata dan Flores Timur dan tempat-tempat lainnya memiliki keterampilan ini. Sayangnya, dalam kehidupan pembangunan, tukang batu dan tukang kayu lebih banyak dihargai sebagai "tukang saja" hampir tidak terdengar tentang keberadaan mereka sebagai budayawan pembuat "tempat tinggal atau rumah".

Mereka bisa kehilangan ruang identitas sebagai narasumber lokal dari penggalian dan pengembangan Arsitektur Bangunan sebagai bidang ilmu.

Membangun kerajinan rakyat dengan perspektif KKG seperti di atas sangat mungkin mempercepat proses olah pengentasan kemiskinan. Dunia kerajinan rakyat sebagai kegiatan tradisional produktif telah menghasilkan produk tambahan yaitu spirit kerja dengan nuansa seni, dan dalam perkembangannya men-support aneka kesibukan jasa pertukangan yang dibutuhkan oleh masyarakat: tukang cukur, tukang jahit, peseni tata rias wajah, peseni tata rias rambut, tukang sepatu dan sebagainya.

III. Investasi Pengalaman Kaum Perempuan di Area Domestik Rumah Tangga dan Kebutuhan Kapasitas Perempuan Legislator dalam Pembangunan Masyarakat Miskin di NTT

Tradisi masyarakat patriarki di NTT telah menyumbangkan ruang dan modal investasi yang besar bagi kaum perempuan sehingga memiliki kompetensi lebih dalam mencermati, merancang dan mengelola berbagai kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar ke-rumah-tanggaan. 

Perempuan aktivis pendamping swadaya masyarakat dalam arti luas (LSM maupun non LSM) ada dan bekerja di hampir semua areal lokal. Kaum perempuan telah memiliki lebih banyak waktu untuk mencermati realitas keberadaan masyarakat yang sesungguhnya memiliki potensi tradisional, tetapi hampir hilang harganya disapu arus selera berpikir dan bertindak modern, tanpa spirit pengakaran kehidupan sebagai rakyat bangsa yang beridentitas.

Kaum perempuan Indonesia di NTT sudah cukup lama mengalami dampak buruk dari goyahnya posisi tawar ekonomi dan sosial budaya tradisional, antara lain seperti pelaku secara peradaban busana dunia di daerah ini. 
Kaum perempuan Indonesia-NTT sudah sangat lama mengalami dampak buruk dari perlakuan over protective dari masyarakat dengan garis keturunan patrilineal ini.

Masyarakat Flobamora mengunggulkan sistem kekerabatan patriarkat, kaum laki-laki berada di garda depan dalam hampir semua urusan sosial, budaya, ekonomi, keamanan dan politik. Kaum perempuan telah terposisikan sebagai kaum yang dilindungi dan karena itu dihargai dan dihormati; mungkin karena perempuan mempunyai kodrat melahirkan dan menyusui.

Dalam realitasnya terlihat sangat jelas putusnya benang merah budaya patriarki dalam perlakuan pada kaum perempuan: dari posisi dilindungi-dihargai-dihormati menjadi posisi subordinasi dan bahkan diskriminasi.

Kaum lelaki memiliki lebih banyak bekerja di luar rumah, di sektor publik dan alam, kaum perempuan ditinggalkkannya, berada di area domestik ke-rumah-tanggaan yang banyak kali melakukan pengolahan kebutuhan pokok dan atau kebutuhan dasar. Urusan makan minum, pakaian, rumah, pendidikan dan kesehatan lebih banyak dikelola oleh perempuan.

Persoalan krusial yang menonjol di sini adalah: di mana tempat kaum perempuan dalam proses pengambilan keputusan?
Investasi pengalaman kaum perempuan dalam mengelola domestik ke-rumah-tanggaan hampir tidak menjadi penghargaan, oleh karena ketiadaan akses ke ruang pengambilan keputusan. Realitas ini cukup besar memberikan sumbangan pada kusutnya pengolahan kemiskinan di daerah kita.

Tahun 2009 adalah tahun politik, lima tahun sekali masyarakat Indonesia dibukakan pintu akses ke perubahan yang lebih baik. Di tengah realitas kemiskinan yang melanda negeri, ternyata rakyat bangsa Indonesia memiliki kekayaan politis yakni hak suara, arisan suara dapat menjadi jembatan bagi kaum perempuan dari posisi investor pemilik pengalaman pengolah domestik rumah tangga menjadi investor pemilik suara terbanyak bagi pengolahan kemiskinan di area domestik rumah tangga daerah.

Jika seluruh masyarakat NTT (yang lahir dari tanah Flobamora atau yang hidup di tanah perbatasan ini) mengakui bahwa masing-masing hanya bisa menginjakkan kaki di bumi karena atau melalui IBU yang PEREMPUAN, maka tahun 2009 sebagai tahun politik Indonesia akan menjadi kesempatan lima tahunan bagi masyarakat untuk menyatakan terima kasih kepada kaum ibunya dan bersama-sama masyarakat lain di seluruh Indonesia menyatakan kepada bangsa-bangsa dunia bahwa perempuan Indonesia ada dan pantas untuk bersanding dengan perempuan bangsa lain dalam posisi perempuan legislator di parlemen Indonesia. Di sini arisan suara perempuan telah menjadi arisan suara seluruh masyarakat peduli martabat perempuan Indonesia khususnya di NTT pada setiap dapil- dapilnya.

Perempuan di lembaga legislatif telah menjadi salah satu indikator uji dari proses evaluasi kesadaran manusia bangsa Indonesia dalam kurun waktu lima tahunan.
Perempuan hadir di lembaga legislatif, artinya perempuan telah mendapat ruang di area pengambilan keputusan tertinggi di setiap jenis pemerintahan (ini suatu kemajuan peradaban kenegaraan yang adil dan beradab).

Perempuan hadir di lembaga legislatif berarti terbukanya kesempatan bagi investasi pemulihan pengalaman mengolah kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar ke-rumah-tanggaan untuk turut mengolah proses pengentasan kemiskinan dari fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran dari kesibukan pemerintah yang hidup dalam konteks masyarakat yang mayoritas miskin.

Perempuan hadir di lembaga legislatif berarti masyarakat patriarki NTT di Indonesia telah menyumbangkan kepada bangsa ini nilai baik bagi penguatan posisi bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dunia yang turut menandatangani konvensi internasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan. *

Rubrik Perempuan Bicara, Pos Kupang edisi 20 dan 21 Maret 2009 halaman 7
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes