Mudik Lancar dan Selamat


ilustrasi
POS KUPANG.COM  - Harga tipet pesawat selangit, tiket kapal PT Pelni dan PT ASDP bahkan sudah habis terjual empat hari menjelang lebaran. Mereka yang terlambat membeli tiket harus batalkan rencana perjalanan, entah untuk mudik lebaran maupun sekadar liburan mengisi masa cuti bersama.

Penumpang pesawat udara maupun kapal melonjak drastis. Hampir semua maskapai penerbangan di negeri ini  mengajukan tambahan jadwal penerbangan alias extra flight.  PT Pelni dan PT ASDP pun menyiapkan kapal cadangan guna mengakomodir jumlah penumpang yang membludak.

Menyiapkan kapal cadangan itu antara lain diungkapkan General Manager PT ASDP Cabang Kupang, Burhan Zaim yang  ditemui wartawan  ketika memantau aktivitas di Pelabuhan Bolok, Selasa (20/6/2017). "Untuk ke Larantuka kita siapkan dua kapal, yaitu Ile Ape dan Ranaka. Kalabahi ada dua kapal juga yakni kapal  Ine Rie II dan Ile Mandiri," jelasnya.

Mahalnya harga tiket pesawat dan fakta tiket kapal yang sudah habis terjual itu kiranya bisa dimengerti lantaran lebaran tahun ini bertepatan dengan musim liburan sekolah. Animo orang untuk bepergian pun semakin besar setelah pemerintah pusat menambah  jatah lima hari cuti bersama hingga akhir Juni 2017. Dengan demikian terjadilah masa libur panjang kurang lebih 10 hari. Mereka yang mudik bahkan bisa lebih lama lagi masa liburnya bila ditambah dengan cuti kerja biasa.

Dalam dua pekan ke depan ini kita akan menyaksikan mobilitas manusia dan barang yang sangat tinggi frekwensinya  hampir di seluruh pelosok Nusantara. Awak moda transportasi darat, laut dan udara merupakan orang-orang  yang paling sibuk melayani. Mereka harus siap memenuhi permintaan masyarakat yang otomatis lebih besar dari biasanya.

Pengalaman menunjukkan kepada kita bahwa mudik  bukanlah kisah indah semata di Indonesia. Saban tahun selalu terjadi kecelakaan lalulintas yang menelan korban jiwa tidak sedikit. Ratusan nyawa hilang, air mata tumpah berderai.  Pun terjadi musibah di laut dan udara karena kesalahan manusia selain faktor alam. Utamakan keselamatan masih sebatas omongan di bibir, belum banyak bukti menggembirakan di lapangan. Angka kecelakaan mudik di Indonesia mencengangkan sekaligus menyayat hati.

Itulah sebabnya kita tiada henti mengingatkan agar awak moda transportasi jangan bermain-main dengan keselamatan penumpang. Periksa cermat kondisi kendaraan sebelum beroperasi. 

Pastikan  mobil, bus, kereta api, kapal laut dan pesawat udara dalam kondisi laik jalan. Terima penumpang sesuai kapasitas dan aturan yang berlaku. Yang rawan terjadi pelanggaran umumnya angkutan darat dan laut. Kerapkali kapal  memuat barang dan penumpang melebihi kuota seharusnya. Demi mengejar keuntungan mereka menomorduakan faktor keselamatan. Kita berharap mudik lancar dan selamat sungguh terwujud tahun  ini. Selamat berlibur.*

Sumber: Pos Kupang, 23 Juni 2017 halaman 4

Jalan Soeharto Kupang Menyimpan Kisah Menarik


Soeharto
POS KUPANG.COM, KUPANG --  Tahukah Anda berapa umur Jalan Jenderal Soeharto yang membentang dari Oepura hingga Naikoten Kupang? Tahun 2017 ini usianya sudah lebih dari setengah abad. Jalan protokol itu diberi nama Soeharto sejak tahun 1966.

Soeharto merupakan jalan protokol di ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini. Posisinya sangat strategis,  sambung-menyambung dengan jalan lain yang mengusung nama para tokoh nasional yaitu Jalan Jenderal Soedirman (Naikoten- Kuanino), Jalan Mohammad Hatta (Kuanino-Fontein) dan Jalan Soekarno (Fontein hingga kota lama Kupang).

Mantan Wakil Gubernur NTT, Esthon L Foenay, M.Si mengatakan,  dulu Jalan Soeharto itu namanya Motorpol yang dimulai dari Komdak (sekarang Polda NTT) hingga ke pertigaan Oepol (sekarang Oepura). "Kenapa dinamakan motorpol karena di depan Komdak itu adalah tempat pemeriksaan semua kendaraan bermotor," kata Esthon, Rabu (7/6/2017).

Menurut Esthon, pemberian nama jalan Soeharto di Kupang itu dilakukan setelah Soeharto menjabat Presiden  ke-2  RI dan Kabupaten Kupang saat itu dijabat Bupati Anton Hadi. "Kalau tidak salah, Jalan Soehato itu ditetapkan saat pemerintahan Bupati Kupang Pak Anton Hadi sekitar tahun 1966," kata Esthon.

Tanah lokasi jalan Jenderal Soeharto itu, demikian Esthon, sebagian besar adalah milik tanah orangtuanya, Eben Cornelius Foenay. "Saya tidak ingat persis berapa banyak tanah yang papa berikan kepada masyarakat dan pemerintah untuk kepentingan umum. Tapi saya tahu papa saya memang sering memberikan tanah keluarga bagi masyarakat dan pemerintah sejak tahun 1930-an," kata Esthon.

Eben Foenay juga memberikan tanah kepada pemerintah dalam rangka persiapan berdirinya provinsi daerah tingkat satu NTT tanggal 20 Desember 1958.  "Kalau dulu papa saya kasih tanah miliknya kepada masyarakat dan pemerintah untuk kepentingan umum itu lebih banyak tidak ada transaksi uang, hanya balas jasa atau pemberian tempat sirih. Terkecuali untuk pembangunan kantor-kantor maka ada bayarannya tapi nilainya juga kecil," kata Esthon.

Seingat Esthon, tanah orangtuanya di Jalan Soeharto yang diberikan kepada pemerintah untuk kepentingan umum mulai dari Kantor Asuransi Bumi Putera, mesjid, Gereja Paulus (dulu Gereja Pola), Sekolah Rakyat (SR) dan kampus Universitas Nusa Cendana Kupang dan terus sampai ke pertigaan Oepura.
Esthon bangga karena di atas tanah orangtuanya yang diserahkan kepada pemerintah  dibangun jalan Soeharto. "Menurut saya pantas nama Jenderal Soeharto dijadikan nama jalan dan nama jalan itu harus dipertahankan," katanya.

Pemilik Toko Aladin di Jalan Soeharto Kupang, Sutanto Rante memberi kesaksikan yang sama bahwa tanah untuk jalan itu diserahkan keluarga Foenay. "Tanah untuk dijadikan Jalan Jenderal Soeharto ini milik Bapak Eben Foenay, beliau adalah raja. Dia kasih kepada pemerintah sekitar 30 meter di sisi kiri dan 30 meter di kanan. Di tanah itu ada pohon-pohon besar sebesar pelukan tangan tiga orang dewasa. Ada sekitar 30-40 pohon di sini yang dipotong untuk pelebaran jalan Soeharto saat itu," kata Sutanto.

Sutanto  sudah ada di Kupang bersama orangtuanya sejak tahun 1952. Mereka datang dari Sulawesi dan memulai usaha kecil-kecilan di tempat yang sama dari dulu sampai saat ini.  "Dulu datang ke Kupang umur saya enam tahun. Kala itu kami  sudah tinggal di tempat ini dengan orangtua. Toko ini belum ada, mama saya penjahit. Kondisi jalan di depan masih kecil, lebarnya hanya dua meter setengah, dan berbatu-batu. Kalau ada dua mobil lewat, maka satu mobil di pinggir berhenti dulu baru satu bisa jalan," tutur Sutanto di tokonya, Selasa (6/6/2017).

Perbaiki Papan Nama
Terkait ruas Jalan Soeharto, demikian Esthon Foenay, saat ini terasa sempit karena makin banya jumlah pengguna kendaraan bermotor. Untuk memperluas ruas jalan itu tidak mudah mengingat sudah ada rumah penduduk, tempat usaha bahkan banyak bangunan bersejarah sehingga sayang jika harus dibongkar untuk perluasan jalan.

"Saya ingat zaman kepala Dinas PU NTT Pak Sitepu, ada wacana agar jalan Soeharto  buat satu jalur saja. Mungkin wacana ini perlu didiskusikan kembali agar tidak terjadi kemacetan di ruas Jalan Jenderal Soeharto," kata Esthon Foenay.

Foenay berharap ada perbaikan papan nama jalan itu sehingga terlihat dan mudah dibaca masyarakat. Tidak hanya papan nama Jalan Soeharto, namun juga papan nama jalan lainnya di Kota Kupang. "Mungkin kita harus ubah beberapa nama jalan sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi zaman. Inventarisir kembali ruas-ruas jalan yang ada juga inventarisi nama-nama tokoh nasional dan tokoh lokal yang bisa dijadikan nama jalan. Tidak harus di jalan besar, di jalan kecil dan lorong pun bisa menggunakan nama orang yang pernah berjasa untuk daerah. Tentunya harus ada pembahasan dan penetapan perda," kata Esthon.

Sementara itu, Dinas Perhubungan Provinsi NTT dan Dinas Pariwisata NTT tidak menyimpan  data tentang  sejarah penamaan Jalan Jenderal Soeharto.  Kepala Dinas Perhubungan NTT, Drs Richard Djami, yang ditemui di Gedung DPRD NTT, Kamis (8/6/2017), mengaku tidak mengetahui  kapan nama Jalan Soeharto itu ada.

"Mohon maaf, karena kami tidak tahu menyangkut nama jalan itu," kata Richard.
Ia juga mengatakan, nama jalan itu sudah ada sejak dulu sehingga dirinya pun tidak mengetahui siapa yang memberi nama jalan itu.

Kepala Dinas Pariwisata NTT, Dr Marius Jelama yang dikonfirmasi sebelumnya mengatakan yang sama. Mantan Ketua DPRD NTT, Drs Mell Adoe mengatakan, Jalan Soeharto ada sejak ia masih kecil.  "Ketika saya masih kecil jalan itu sudah ada. Kami waktu itu sudah dengar nama Jalan Jenderal Soeharto," ujarnya. (vel/yel)

Sumber: Pos Kupang, 9 Juni 2017 hal 1

Banyak Pohon Raksasa Ditebang Demi Pembukaan Jalan Soeharto


Soeharto
POS KUPANG.COM - Pada awal tahun 1960-an, puluhan pohon besar berbagai jenis  di atas tanah milik Eben Foenay di Kota Kupang ditebang untuk membuka ruas jalan baru yang di kemudian hari diberi nama Jalan Jenderal Soeharto.

Ruas  jalan dengan lebar sekitar 12 meter dan sepanjang dua kilometer lebih itu membentang dari Markas  Polda NTT hingga pertigaan Oepura. Jika pada tahun 1960-an, di sisi jalan itu hanya berjejer sedikit rumah penduduk dan toko atau tempat usaha dan sosial, tahun 2017 tidak ada lagi tanah kosong.

Pada sisi kiri kanan ruas jalan itu berdiri rumah penduduk, rumah ibadah, sekolah, kantor pemerintah, tempat usaha seperti toko, hotel, apotek, karaoke, mebel dan otomotif, salon, restoran, rumah makan, toko roti, SPBU dan lainnya.  Kini bidang tanah di Jalan Soeharto nilai jualnya tinggi. Kondisi rumah dan bangunan  bervariasi ada yang modern, dan ada rumah-rumah tempo dulu.

Eben Pahan (64), mengaku saat lahir, ruas jalan depan rumahnya itu belum dinamai Jalan Soeharto. Penamaan jalan itu, tutur Eben, baru  sekitar tahun 1966 saat  Soeharto menjadi presiden RI.  Eben mengatakan, dulu hanya ada beberapa toko di ruas jalan itu antara lain Toko Aladin, Toko 81, Toko Nilam, yang dulu namnya berbeda. Dan ruas Jalan Soeharto itu tidak tinggi seperti sekarang. 

"Dulu rumah saya ini lebih tinggi dari ruas Jalan Soeharto, tapi karena ada pelebaran jalan, maka sekarang jalan Jenderal Soeharto letaknya lebih tinggi dibandingkan rumah saya," tutur Eben.

Eben berharap nama Jalan Jenderal Soeharto dipertahankan dan papan nama jalan  diperbaiki. "Saya senang Pak Harto karena pada masa kepemimpinannya, negara kita baik-baik, aman, tidak ada kacau," kata Eben. Eben berharap pemerintah memasang kembali papan nama jalan di berbagai tempat di Kota Kupang sehingga orang tidak bingung. "Yang saya ingat hanya Jalan Siliwangi, Jalan Tompelo, Jalan WJ Lalamentik," kata Eben.

Pemilik Toko Aladin, Sutanto Rante, mengatakan saat pemerintah hendak menebang pohon-pohon untuk membuka jalan awal tahun 1960-an,  tidak banyak  orang di Kupang yang berani karena pohon berada di sekitar rumah penduduk dan sangat besar.

"Pemerintah panggil orang daerah sini, orang Rote, Sabu, Timor, semua takut tebang pohon itu, karena cakar langit semua. Akhirnya pemerintah panggil orang Bali yang datang untuk tebang semua pohon-pohon di ruas jalan itu," kata Sutanto.

Sutanto berharap ruas jalan ini tetap diberi nama Jenderal Soeharto karena Soeharto memang pantas diberikan penghargaan. "Yang saya senang dari Soeharto, dia bisa berantas anak-anak nakal, dia bisa awasi semua orang dan keamanan. Tidak ada orang yang merusak negara. Tapi namanya manusia, ada baik dan ada buruknya," ujarnya.

Sekjen PMKRI Cabang Kupang, Adrianus Dandi dan anggota John Mesach, Damianus Refo, Esto Ance, Oktavianus Pati dan Juan mendukung Jalan Jenderal Soeharto tetap ada di Kota Kupang.

Damianus mengatakan, penamaan jalan di Kota Kupang harus diinventarisir, diperbaharui dan dibenahi kembali. Pasalnya, banyak papan nama jalan yang sudah rusak dan hilang sehingga menyulitkan orang untuk mencari alamat seseorang.  "Harusnya ditata kembali papan-papan nama jalan di Kota Kupang ini, sehingga masyarakat tidak sulit ketika hendak mencari alamat," saran  Damianus saat ditemui, Selasa (6/6/3017).

Adrianus menambahkan, keberadaan margasiswa (sekretariat)   PMKRI di Jalan Jenderal Soeharto Nomor 20 Kupang bukan suatu kebetulan, tapi mungkin mengandung pesan mendalam bagi seluruh anggota PMKRI. 

"Pesannya bahwa kita mesti mendalami dan membahas tentang keberadaan Soeharto. Bagaimana pun PMKRI sebagai organisasi pembinaan dan pengkaderan untuk orang muda, hendaknya belajar dari sisi baik dan sisi tidak baiknya Soeharto. Dengan demikian kota dapat belajar dari sejarah Soeharto,"  kata Adrianus. (vel)

Sumber: Pos Kupang 9 Juni 2017 hal 1

Bangunan Bersejarah di Sepanjang Jalan Soeharto Kupang


Soeharto
POS KUPANG.COM - Sepanjang Jalan Jenderal Soeharto mulai dari Oepura hingga Markas Polda NTT, pada kiri kanan ruas jalan itu dipadati aneka jenis bangunan mulai dari bangunan berusia tua dan bersejarah hingga hotel berbintang.

Ada rumah ibadah,  fasilitas milik pemerintah antara lain Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, dan Kantor Dinas Sosial NTT. Di ruas jalan itu juga sejak puluhan tahun lalu sampai sekarang masih berdiri kokoh bangunan kampus Akademi Teknik Kupang (ATK).

Salah satu bangunan monumental di ruas Jalan Jenderal Soeharto adalah marga atau sekretariat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang yang konon sudah ada sejak awal abad ke-21. Markas Polda NTT, kampus lama  Universitas Nusa Cendana (Undana), Gereja Paulus, kantor Dinas P dan K serta Hotel Sylvia Kupang. Hotel berstatus bintang tiga ini merupakan satu-satunya hotel di ruas Jalan Jenderal Soeharto. Pada sore hingga malam hari, sepanjang ruas jakan tersebut dipadati bisnis kuliner berbagai jenis. Jalan ini juga merupakan salah satu ruas terpadat dan teramai di Kota Kupang.


Jika berjalan dari pertigaan Oepura menuju Markas Polda NTT di bagian kiri jalan terdapat bangunan rumah tinggal, depot makan, Toko Nilam, Penjahit Bellini, Kantor Pemantau Perhubungan, Toko 81, pengiriman kargo udara, Toko Aladin, Istana Bangunan, Telesibdo shop, ruko, Foto Paris, Toko Kristal Bangunan, Family Brownies dan Roll Cake, Toko Piala, rumah, Victory Barber Shop, Valentine Motor, Toko Pratama Bangunan, warung makan Ojo Lali, Toko Sinar, rumah, Glory Restoran, Station Aki, vinaria, Gunung Sari Jaya, Depot Surya, Apotek Queen Farma, Jogi, Primagama.

Ada UD Alkamas, Pos Indonesia, Salon Scorpio, Resto Je Ma, notaris, Radio DMWS, Evan Meubel, Apotek Kimia Farma, Rumah Sakit Undana, SPBU, ruko, art shop budaya, Apotek Sehati, Agung Optikal, laundry, Live Karaoke dan Pub.

Ada juga rumah dinas pajak, sekolah Kristen Generasi Unggul, Gereja Bethel, Kantor Nindya Karya,  kios cinta kasih, tempat  praktik dr Herly, Bank TLM, Toko Anugerah, kios, Depot Setya Budi Solo,  Toko Warna Warni, Toko Kurnia, Aura Wangi, Rajawali Timor  Tour, pangkas rambut, CV Mitra Agung Utama Souvenir, Berkat Anugerah Motor, Timor Jaya Elektrik, Deddy Motor, Bumi Putra, Bintang Sablon, Klinik Adven, Viktoria Meubel, Toko Hero, Toko Jago Warna, chezz, UD Bhineka, Toko Sanrio, Marga PMKRI,  Oasis, depot Bakso Ratu Sari, Toko Happy, Toko Murah, Toko Duta Cahaya, KK Tekstile, Toko Balita, Asrama Belu dan Salon Scorpio.

Jika berjalan dari Polda NTT menuju pertigaan Oepura, di bagian kiri jalan terdapat bangunan Polda NTT, pusat foto copy praktis, Dunia Mode, Mesjid Taqwa, Gaya Busana Fashion dan  Shoes, Firman Jaya, barber shop blackred, resto and cafe d toumeluk, nivan cell, Allya model, Gereja GSJA Perjanjian Baru, SQ Cell, Pasar Kasih, UD Karya Jaya, Toko Elshaday, Manna Motor, Boutique de Janti, Excellent audio variasi mobil, Baby and kids shop, Orchid laudry, Sylvia Hotel, Sylvia Printing Xerox, Sylvia Budget Hotel.

Ada juga Toko Matahari, penginapan Vannyas, BRI Unit  Naikoten, kreasy fotocopy, ungu sablon, de yoken fotocopy, warung lalapan widjaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, SDN Bertingkat Naikoten 1, Gereja GMIT Paulus, Dinas Sosial NTT, Metro Motor,  Bank NTT Kantor Kas Oepura, Gereja Pantekosta, depot mie bakso sapi, depot hoki, Sinar Oepura Elektrik, Bengkel Batak, Indovision, Pegadaian, Apotek Generik, Glory Swalayan, Salon Natalia, Universitas Karya Dharma Kupang, xo jets, toko sepatu singapura colection, sharp, Indo Pizza, Entiro Motor, Royal Bakery, Sari Bangunan, Toko Hengky Kargo, BRI Unit Oepura dan bak air Oepura.  (vel)

Sumber: Pos Kupang 9 Juni 2017 hal 1

Bung Karno Rancang Gedung Pabrik Es Minerva


Bung Karno
SEBUAH karya tangan Bung Karno di Kota Kupang adalah bangunan gedung Pabrik Es Minerva di Jalan Siliwangi, Kelurahan Solor. Saat merancang bangunan pabrik es tersebut, Bung Kanro sedang menjalani masa pengasingannya di Kota Ende, Pulau Flores tahun 1934-1938.

Leopold Nicolas Nisnoni, BBA (anak dari Alfons Nisnoni, Raja Kupang ketiga) mengatakan,  karya tangan Bung Karno di Kota Kupang adalah bangunan Pabrik Es Minerva.

Arsitektur gedung pabrik itu digambar oleh Bung Karno saat berada di tempat pengasingannya di Ende. "Itu beta (saya) tahu, beta dengar cerita dari pemiliknya (pabrik es, Red), Kong Seo. Dia (Kong Seo) bilang, bangunan itu dirancang oleh Bung Karno. Karena itu kita rasa bangga ada satu pabrik es  yang gedungnya  dirancang Bung karno," kata Leopold, Raja Kupang keempat, saat ditemui di kediamannya di Kupang, Minggu (4/6/2017).


Bangunan pabrik es yang tidak beroperasi lagi tersebut sejumlah dindingnya sudah terkelupas. Meskipun sejumlah diniding terkelupas, tapi kondisi  banguan beratap genteng itu masih utuh.

Selain itu, hampir keseluruhan bangunan pabrik es tersebut ttidak terawat. Di depan pabrik es itu terdapat situs Bioskop Raya sebagai bioskop pertama di Kota Kupang. Namun  tidak beroperasi lagi.

Lepopold menjelaskan, saat Presiden Bung Karno datang di  Kupang, disambut oleh Raja Kupang III, Alfons Nisnoni, di bawah tangga pesawat. Malam ramah tamah di Kantor Resident Kupang (eks kantor Bupati Kupang), Bung Karno dihibur oleh tarian dari sejumlah gadis-gadis Kupang.

Leopold menuturkan, Bung Karno datang ke Kupang tahun 1950. Kala itu salah seorang yang menerima Bung Karno adalah Raja Kupang III, Alfons Nisnoni. "Ada fotonya bersama bapak saya. Nanti saya kasih tunjuk," ujar Leopold, Raja Kupang IV.

Leopold menjelaskan,  Bung Karno datang ke Kupang pasca penetapan NIK. Selama beberapa hari di Kupang, Bung Karno mengunjungi sejumlah tempat, termasuk kantor Resident.  "Kalau dia (Bung Karno, Red) datang, ada malam ramah tamah di kantor bupati lama di Jalan Soekarno. Di situ ada menari-menari dan tarian dibawakan oleh gadis-gadis Kupang," tuturnya.


Leopold mengatakan, dari cerita ayahnya dan beberapa orang bahwa saat datang ke Kupang, Bung Karno mengunjungi Tugu Hak Asasi Manusia (HAM) atau Tugu Pancasila di Jalan Pahlawan,  tak jauh dari Benteng Concordia di Kota Kupang Lama. Saat berada di Tugu HAM itu Bung Karno meletakkan karangan bunga dan melakukan penghormatan.

"Itu cerita yang saya dengar. Bapak saya cerita waktu dia (Bung Karno, Red) datang ke Kupang, dia bilang sama bapak jaga baik-baik ini Kerajaan Kupang. Dulu itu  NTT masih Provinsi Nusa Tenggara," kenang Leopold.

Ia menyatakan, Tugu HAM dan gedung Pabrik Es Minerva di Kupang yang punya sejarah dan ada kaitannya dengan Bung Karno harusnya bisa dijaga dan ditata baik oleh pemerintah dan ahli waris.

"Cagar budaya dijaga supaya sama di luar negeri, orang jaga. Mari kita sama-sama jaga, jangan semua hanya dari pemerintah," ajak Leopold.

Leopold sangat mengagumi sosok Bung Karno sebagai tokoh besar proklamator Indonesia. Bung Karno juga adalah pencetus Pancasila, nilai-nilai luhur bangsa yang menjadi dasar Negara Indonesia.

"Pancasila melekat pada Bung karno dan harus juga melekat pada kita. Tanggal 1 Juni sebagai lahirnya Pancasila harus senantiasa dirayakan dan amalkan maknanya. Opa juga sangat bangga bahwa Bung Karno sempat ke Ende dan di situ juga Ende punya peran juga untuk Pancasila," kata Leopold, yang kini sudah berusia 81 tahun.

Leopold berharap seluruh warga Indonesia dan NTT, khususnya generasi muda mempertahankan negara RI ini dan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Pancasila harus melekat dalam kehidupan kita," tegas Leopold.

Tugu HAM di Jalan Pahlawan berbentuk bulatan bersusun lima dan paling atas berupa tiang dengan cat warna merah putih. Ada satu prasasti di bagian bawah bertuliskan Tugu HAM dibangun tahun 1945, dan ada gambar Garuda Pancasila. Pada dua sisi tugu itu di masing-masing susunan bulatan dari atas ke bawah bertuliskan "Ketuhanan Jang Maha Esa, Peri-Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakjatan dan Keadilan Sosial."

Pada  satu dinding, terpampang plakat dengan tulisan 17 Agustus 1945 -23 Oktober 1949. Di bawah tulisan tahun pembuatan, tertera tulisan "SATU: BANGSA 1, BAHASA 1, BENDERA 1, TANAH AIR 1, LAGU KEBANGSAAN 1.


Pada dinding tugu sebaliknya, terpampang plakat kuno bertuliskan "EMPAT KEMERDEKAAN" -"FOUR FREEDOM'S", dikuti empat tulisan di bawahnya berbahasa Indonesia : DARI RASA TAKUT, DARI KEKURANGAN, BERIBADAT, BERBICARA. Di sebelah teks bahasa Indonesia, tertulis: FOUR FREEDOM'S: FROM FEAR, FROM WANT, OF WORSHIP, OF SPEECH. (vel)


Ajak Raja-raja Bersatu dalam NKRI


PADA tahun 1955, Presiden Soekarno berkunjung ke Timor menggunakan pesawat Katalina yang mendarat di Atapupu. Kala itu, raja-raja di Timor berkumpul di Atambua, Kabupaten Belu.

Saat memasuk panggung kehormatan, warga menyiapkan bebak sebagai pengganti karpet untuk alas kaki Presiden Bung Karno saat memasuki podium.

"Dulu tidak ada karpet, jadi alas kaki pakai bebak di Atambua," tutur tokoh masyarakat Timor Tengah Utara (TTU), Theodorus Lorenso Taolin, Jumat (2/6/2017).
Olis Taolin, demikian dia akrab disapa, kehadiran Bung Karno saat itu untuk mengajak raja-raja di Timor agar tetap bersatu dalam NKRI.

Setelah para raja menyatakan siap bergabung ke RI, lanjut Olis Taolin, dari Jakarta langsung dikirim bendara merah putih dalam jumlah banyak untuk dibagi kepada raja-raja di Timor.

Olis Taolin yang juga pencetus Forum Silahtuhrami Kraton Nusantara (FSKN) mengatakan, sejak zaman Soekarno, budaya dan adat istiadat di wilayah Indonesia Timur harus menjadi bagian dari budaya Indonesia untuk memperkaya budaya nusantara.
Olis Taolin meniali Bung Karno adalah tokoh pejuangan bangsa dan  pemersatu bangsa yang nasionalis.  Tanpa perjuangan Bung Karno, demikian Olis Taolin, rakyat Indonesia mungkin belum merasakan masa kemerdekaan seperti saat ini, karena kekuatan kala itu masih bersifat kerajaan, dan memiliki ego untuk berjuang melawan penjajahan secara sendiri-sendiri. (jen)

Sumber: Pos Kupang 5 Juni 2017 hal 1

PWI NTT Kutuk Kekerasan Terhadap Wartawan Antara


Dion DB Putra
Senin, 19 Juni 2017 12:03 WIB

Pewarta: Kornelis Kaha


"Kita mengutuk keras kasus ini, dan sangat kita sesalkan arogansi dari oknum anggota Brimob yang melakukan tindakan kekerasan terhadap teman wartawan kita," kata Ketua PWI NTT Dion DB. Putra di Kupang, Senin, (19/6).

Kupang (Antara NTT) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT mengutuk keras kasus tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota Brimob terhadap pewarta LKBN Antara Ricky Prayoga di sekitar turnamen bulu tangkis Indonesia Terbuka 2017 Jakarta Pusat, Minggu (18/6/2017).

"Kita mengutuk keras kasus ini, dan sangat kita sesalkan arogansi dari oknum anggota Brimob yang melakukan tindakan kekerasan terhadap teman wartawan kita," kata Ketua PWI NTT Dion DB Putra di Kupang, Senin, (19/6/2017).


Menurutnya sikap dan perilaku dari oknum anggota Brimob itu menunjukan betapa arogansinya sikap anggota Kepolisian. Sebab sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak terpuji dan bahkan mengajak berduel satu lawan satu dengan menyuruh melepaskan "ID Pers".

Seharusnya oknum anggota Brimob tersebut menurut Dion bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih sopan dan santun serta lebih elegan.

"Kami dari PWI sendiri mengharapkan agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi. Apalagi seorang aparat harus mengeluarkan kata-kata makian yang sangat kasar," tambahnya.

Sementara itu Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Kupang,  Aleks Dimoe juga menyatakan dengan tegas bahwa kasus kekerasan terhadap wartawan hendaknya menjadi atensi dari pihak kepolisian untuk terus ditindak.

"Menurut kami ini adalah perbuatan yang selain mencoreng citra Polri tetapi juga mencoreng kami sebagai wartawan. Oleh karena itu kami berharap agar pelaku kekerasan terhadap wartawan ini menjadi atensi khusus dari pihak kepolisian," ujarnya.

Alex juga mengharapkan agar pihak kepolisian bisa mengusut tuntas kasus tersebut dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan tersebut.

Sebab jika tidak kedepannya hal-hal semacam itu (kekerasan terhadap wartawan, red) bisa saja terjadi kepada wartawan lainnya atau juga masyarakat umum akibat arogansi dari anggota kepolisian.

Sebelumnya, sejumlah anggota Brimob yang mengamankan turnamen Indonesia Open 2017 melakukan kekerasan terhadap wartawan Antara Yoga saat antre di mesin anjungan tunai mandiri (ATM) pada Minggu (18/6).

Kekerasan tersebut sempat terekam video yang menjadi viral di media sosial.

Dari video tersebut terlihat wartawan Yoga dibekap dan ditarik oleh beberapa anggota Brimob untuk dibawa ke suatu tempat.Namun Yoga yang masih mengenakan ID Card peliput kejuaraan bulu tangkis Indonesia Terbuka itu berusaha berontak.

Menurut Yoga, kejadian tersebut sekitar pukul 15.00 WIB. Ketika ia datang di satu ATM di JCC, seorang anggota Brimob bernama Adam mendekati dan memandangnya.

"Saya mengira ada yang salah dengan saya, lalu saya tanya ke petugas itu apa ada yang salah dengan saya," kata Yoga.

Ditanya seperti itu petugas malah marah-marah dan bilang "Apa kau, ada undang-undangnya jangan melihat, pukimai kau," kata Adam seperti dikutip Yoga.

"Setelah itu Adam dan tiga orang rekannya berusaha mengamankan saya seperti saya seorang maling, saya sempat difiting dan akan banting. Karena kejadian itu dekat dengan media center, saya berusaha menuju kesana meski masih dipegang," kata Yoga.

Situasi kekerasan ini pun terekam video, termasuk terdengar suara-suara keras dari oknum petugas Brimob itu.Yoga mengatakan, setelah itu situasi mulai tenang setelah ada seorang anggota Brimob senior yang datang dan berusaha memediasi.

Yoga mengaku merasa terpukul dengan kejadian tersebut, apalagi oknum Brimob itu sempat mengacungkan senjata laras panjang ke arahnya. Salah satu anggota Brimob, kata Yoga, juga sempat menantangnya berkelahi dan mengeluarkan kata-kata yang bernada intimidasi.

Sumber: Antaranews.com

Beringin Soekarno Masih Berdiri Kokoh di Atambua

ilustrasi
ATAMBUA, PK -- Proklamator kemerdekaan yang juga presiden pertama RI, Ir. Soekarno mewariskan jejak bersejarah di Pulau Timor. Satu di antaranya  pohon beringin yang ditanam Bung Karno masih berdiri kokoh dan rimbun menaungi sisi timur lapangan umum Kota Atambua, Kabupaten Belu.

Soekarno berkunjung ke Atambua tahun 1955.  Bung Karno menginap semalam di  kota perbatasan dengan negara Timor Leste  itu dan setelah berpidato di lapangan umum Kota Atambua, dia menanam beringin yang masih tumbuh subur hingga kini.
Agaknya tak banyak warga Atambua yang tahu kalau pohon beringin itu ditanam Bung Karno 62 tahun lalu.

Di bawah naungan beringin itu,  pada siang hari para penjual es kelapa muda menjajakan dagangannya.  Di sekelilingnya dicor semen melingkar sehingga bisa diduduki dan menjadi tempat orang mengaso sambil menikmati es kelapa muda.

Ditemui di Atambua, Sabtu (3/6/2017), sesepuh masyarakat Belu, Jos Agustinus Diaz (84) menyebut pohon beringin  itu memiliki nilai sejarah. Camat pertama Kota Atambua ini menuturkan, kunjungan Presiden Soekarno ke Atambua  setelah pemilu 1955. Soekarno datang ke Atambua melalui Atapupu. Soekarno  menumpang pesawat Amfibi Catalina. Soekarno disambut secara adat dengan bentangan kain adat Belu sepanjang garis pantai hingga ke mobil yang membawanya ke Kota Atambua.

Hanya saja, jelas Jos Diaz, Soekarno menolak berjalan di atas kain adat sebagai bentuk penghormatan kepada adat dan budaya Belu. Di Atambua Bung Karno menginap di rumah jabatan bupati.  Mantan ketua DPRD Belu ini menyaksikan lautan manusia yang mendengar pidato Bung Karno di lapangan umum Kota Atambua kala itu.

"Setelah pidato, presiden langsung menanam beringin yang mungkin sudah disiapkan saat itu oleh Bupati AA Bere Talo. Beringin inilah yang ada sampai sekarang. Tumbuh alamiah sangat rindang dan bentuknya seperti menaungi atau memayungi," ujarnya.

Jos Diaz menjelaskan, Bung Karno menanam beringin sebagai simbol melindungi seluruh rakyat. Kedatangan Soekarno ke Atambua, lanjut Jos Diaz, bukan tanpa alasan. Itu wujud perhatian Soekarno yang mendengar bahwa Belu memiliki orang- orang hebat yang turut memperjuangkan atau merintis kemerdekaan Indonesia.
Sebagai sesepuh masyarakat Belu yang mengetahui sejarah, Jos Diaz  prihatin dan sedih melihat pohon beringin Soekarno dibiarkan begitu saja.

 Menurut dia, tidak pantas pohon beringin bersejarah ini hanya menjadi tempat jualan es kelapa muda bahkan jadi tempat pembuangan sampah.  "Harusnya dibuat  pagar keliling atau dibuat pilar keliling untuk menunjukkan bahwa pohon beringin ini pohon bersejarah sehingga orang yang pergi ke sana atau sekadar lewat melihat lalu dalam hatinya ada kesan bersejarah. Sekarang  tidak ada kesan apa-apa," ujarnya.

Bupati Belu, Willy Lay mengaku tidak mengetahui persis apakah pohon beringin di lapangan umum itu ditanam Presiden Soekarno tahun 1955.  Namun, Bupati Willy mengaku masih menyimpan jejak-jejak sejarah kunjungan Soekarno ke Atambua waktu itu berupa foto yang dipajang di rumah jabatan bupati saat ini.

Dihubungi  Sabtu (3/6/2017), Bupati Willy  mengatakan, pada tahun 2015 saat dirinya belum menjadi Bupati Belu,  pohon beringin itu hampir mati karena dicor  pakai semen yang diduga menghambat pertumbuhan akarnya. Semua daun mulai menguning. Dia bersama teman-temannya mengerahkan operator alat berat escavator mengeruk tanah di sekitar pohon beringin itu lalu menyirami dengan air sehingga  hijau dan subur lagi seperti saat ini.

Bupati Willy sependapat jika pohon beringin ini dijadikan ikon Kota Atambua sebagai salah satu kota bersejarah karena pernah dikunjungi Presiden Soekarno setelah pemilu pertama dan menanam pohon beringin.

Tak Merasa Seram
Sejak tahun 2008, Hermansyah asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) berjualan es  di sisi jalan di bawah rimbunan pohon beringin yang ditanam Bung Karno  di sisi timur lapangan umum Kota Atambua. Dia menyiapkan dua kereta tang selain menjual es kelapa muda, dijual pula  es teller dan  es pisang hijau.

Dua kereta dijaga Jens (21), Dedi (20) dan Andre. Ketiganya melayani pelanggan secara acak untuk setiap menu yang diminati. Saat ditemui Minggu (4/6/2017), Jens, Dedi dan Andre sedang melayani pelanggan. Meski cuaca sedang mendung, minat pelanggan terhadap es kelapa dan es teller serta es pisang hijau tidak berkurang.

Mereka  bekerja pada Hermansyah yang telah mengantongi izin usaha dari Kantor Perizinan Kabupaten Belu. Mereka berjualan di tempat itu setiap hari mulai pukul 08.00 sampai pukul 17.00 Wita. Untuk bahan baku kelapa muda, mereka membeli dari Timor Tengah Utara (TTU). Dan, dalam sehari mereka bisa menghabiskan lebih dari 100 buah kelapa. "Kami beli dari Kefa. Kalau dari sini (Belu) biasanya mereka bawa kelapa yang belum ada isi makanya kita beli dari luar," kata Dedi.

Tentang keberadaan pohon beringin besar itu, ketiganya mengaku pernah mendengar cerita bahwa pohon beringin ini ditanam oleh Presiden Soekarno. "Orang-orang di sini sering cerita bahwa ini beringin ditanam Soekarno," ujar Dedi. Selama berjualan di tempat itu, mereka tidak merasakan apa-apa seperti kesan mistis atau seram. Mereka merasa biasa saja.

"Kami rasa biasa saja. Tidak yang terasa seram. Mungkin kalau malam hari baru terasa,  tapi kami kan  hanya jualan sampai sore," ungkap Dedi. (roy)

Sumber: Pos Kupang 5 Juni 2017 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes