Soeharto |
Ruas jalan dengan lebar sekitar 12 meter dan sepanjang dua kilometer lebih itu membentang dari Markas Polda NTT hingga pertigaan Oepura. Jika pada tahun 1960-an, di sisi jalan itu hanya berjejer sedikit rumah penduduk dan toko atau tempat usaha dan sosial, tahun 2017 tidak ada lagi tanah kosong.
Pada sisi kiri kanan ruas jalan itu berdiri rumah penduduk, rumah ibadah, sekolah, kantor pemerintah, tempat usaha seperti toko, hotel, apotek, karaoke, mebel dan otomotif, salon, restoran, rumah makan, toko roti, SPBU dan lainnya. Kini bidang tanah di Jalan Soeharto nilai jualnya tinggi. Kondisi rumah dan bangunan bervariasi ada yang modern, dan ada rumah-rumah tempo dulu.
Eben Pahan (64), mengaku saat lahir, ruas jalan depan rumahnya itu belum dinamai Jalan Soeharto. Penamaan jalan itu, tutur Eben, baru sekitar tahun 1966 saat Soeharto menjadi presiden RI. Eben mengatakan, dulu hanya ada beberapa toko di ruas jalan itu antara lain Toko Aladin, Toko 81, Toko Nilam, yang dulu namnya berbeda. Dan ruas Jalan Soeharto itu tidak tinggi seperti sekarang.
"Dulu rumah saya ini lebih tinggi dari ruas Jalan Soeharto, tapi karena ada pelebaran jalan, maka sekarang jalan Jenderal Soeharto letaknya lebih tinggi dibandingkan rumah saya," tutur Eben.
Eben berharap nama Jalan Jenderal Soeharto dipertahankan dan papan nama jalan diperbaiki. "Saya senang Pak Harto karena pada masa kepemimpinannya, negara kita baik-baik, aman, tidak ada kacau," kata Eben. Eben berharap pemerintah memasang kembali papan nama jalan di berbagai tempat di Kota Kupang sehingga orang tidak bingung. "Yang saya ingat hanya Jalan Siliwangi, Jalan Tompelo, Jalan WJ Lalamentik," kata Eben.
Pemilik Toko Aladin, Sutanto Rante, mengatakan saat pemerintah hendak menebang pohon-pohon untuk membuka jalan awal tahun 1960-an, tidak banyak orang di Kupang yang berani karena pohon berada di sekitar rumah penduduk dan sangat besar.
"Pemerintah panggil orang daerah sini, orang Rote, Sabu, Timor, semua takut tebang pohon itu, karena cakar langit semua. Akhirnya pemerintah panggil orang Bali yang datang untuk tebang semua pohon-pohon di ruas jalan itu," kata Sutanto.
Sutanto berharap ruas jalan ini tetap diberi nama Jenderal Soeharto karena Soeharto memang pantas diberikan penghargaan. "Yang saya senang dari Soeharto, dia bisa berantas anak-anak nakal, dia bisa awasi semua orang dan keamanan. Tidak ada orang yang merusak negara. Tapi namanya manusia, ada baik dan ada buruknya," ujarnya.
Sekjen PMKRI Cabang Kupang, Adrianus Dandi dan anggota John Mesach, Damianus Refo, Esto Ance, Oktavianus Pati dan Juan mendukung Jalan Jenderal Soeharto tetap ada di Kota Kupang.
Damianus mengatakan, penamaan jalan di Kota Kupang harus diinventarisir, diperbaharui dan dibenahi kembali. Pasalnya, banyak papan nama jalan yang sudah rusak dan hilang sehingga menyulitkan orang untuk mencari alamat seseorang. "Harusnya ditata kembali papan-papan nama jalan di Kota Kupang ini, sehingga masyarakat tidak sulit ketika hendak mencari alamat," saran Damianus saat ditemui, Selasa (6/6/3017).
Adrianus menambahkan, keberadaan margasiswa (sekretariat) PMKRI di Jalan Jenderal Soeharto Nomor 20 Kupang bukan suatu kebetulan, tapi mungkin mengandung pesan mendalam bagi seluruh anggota PMKRI.
"Pesannya bahwa kita mesti mendalami dan membahas tentang keberadaan Soeharto. Bagaimana pun PMKRI sebagai organisasi pembinaan dan pengkaderan untuk orang muda, hendaknya belajar dari sisi baik dan sisi tidak baiknya Soeharto. Dengan demikian kota dapat belajar dari sejarah Soeharto," kata Adrianus. (vel)
Sumber: Pos Kupang 9 Juni 2017 hal 1