George Weah |
Dua puluh dua tahun silam, si hitam dari Monrovia itu mewujudkan mimpi anak-anak Afrika selama puluhan tahun yaitu menjadi pemain sepakbola terbaik dunia bukan sesuatu yang muskil.
Dia membuktikan bahwa lahir dari keluarga miskin dengan 12 anak, bertumbuh besar dalam lingkungan kumuh bukan alasan untuk pasrah diri pada nasib kurang baik. Keterbatasan justru bisa diubah menjadi modal merajut asa, menempa diri dengan bijak hingga menjadi manusia kaya arti dan terbaik.
Tahun 1995, pemilik nama panjang yang terdiri dari 34 huruf ini meraih penghargaan Ballon d'Or atau pemain terbaik dunia FIFA. Dialah George Tawlon Manneh Oppong Ousman Weah alias George Weah yang kala itu merupakan bintang klub raksasa Italia, AC Milan.
Dua puluh dua tahun lalu Weah mencatat dua rekor sekaligus. Dia pemain Afrika pertama yang meraih gelar pemain terbaik dunia serta pemain non-Eropa pertama yang mengoleksi penghargaan ini setelah perubahan peraturan pada tahun yang sama.
Sebelum tahun 1995 hanya pemain asal Eropa di klub-klub Eropa yang berhak meraih penghargaan bergengsi tersebut, sehingga pemain seperti Diego Armando Maradona yang bermain di klub Eropa tetapi bukan orang Eropa dan Pele tidak memenuhi syarat untuk diberi penghargaan.
George Weah mulai mencuri perhatian penggemar sepakbola sejagat sejak penghujung 1980-an ketika dia membela klub papan atas Prancis, AS Monaco. Selama empat tahun berseragam Monaco (1988-1992), pemain kelahiran Monrovia Liberia 1 Oktober 1966 tersebut tampil 102 kali dan mencetak 47 gol.
Tahun 1992-1995 dia menjadi bagian dari skuat klub papan atas Prancis lainnya, Paris Saint Germain (PSG). Dia pun menyabet penghargaan pemain Afrika Terbaik tiga kali, yakni pada 1989, 1994 dan 1995.
Medio 1990-an hingga tahun 2000 sungguh milik George Weah. Masa emas prestasinya melekat bersama AC Milan selama lima tahun membela klub itu (1995- 2000). Popularitasnya menembus hingga ujung bumi, kurang lebih selevel Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo sekarang.
Dengan postur tubuh setinggi 184 cm, dia tergolong tipe ideal sebagai ujung tombak. Kualitas sontekan kaki serta sundulannya mirip. Di kotak penalti lawan, Weah adalah predator yang bisa mengubah situasi sulit menjadi gol manis.
Bersama AC Milan, dia dikenal sebagai striker paling mematikan di liga Serie A Italia dan kompetisi antarklub Eropa. Weah ikut membantu AC Milan merebut scudetto pada musim kompetisi 1995-1996 dan 1998-1999. Saat berseragam Merah Hitam, Weah bermain spartan sepanjang musim dengan total penampilan 147 kali dan mencetak 58 gol.
Lepas dari Milan seturut usia yang kian menua, George Weah sempat coba peruntungan di Liga Utama Inggris bersama Chelsea dan Manchester City tahun 2000. Bersama dua klub itu dalam masa yang sangat singkat Weah hanya bermain 18 kali dan menyumbang 4 gol. Tahun 2001 dia memakai seragam Olimpique Marseille (Prancis) kemudian pindah ke klub Al-Jazirah, Uni Emirat Arab dan setahun berikutnya dia gantung sepatu selamanya.
Weah memakai kostum tim nasional (timnas) Liberia selama 12 tahun dengan rekor penampilan sebanyak 60 kali dan koleksi 22 gol. Tahun 2002 Weah mengumumkan pensiun dari timnas Liberia. Meski menjadi pemain terbaik dunia dan prestasinya luar biasa di klub raksasa Eropa, Weah tidak pernah merasakan panasnya kompetisi Piala Dunia selama karirnya.
George Weah hari-hari ini kembali mencuri perhatian masyarakat dunia setelah dia terpilih menjadi Presiden Republik Liberia. Setelah pensiun dari lapangan hijau, Weah memang memilih jalur politik praktis.
Menarik disimak karena perjalanan karir politiknya diwarnai kisah jatuh bangun, kalah dan menang -- sesuatu yang selama puluhan tahun dia rasakan di lapangan hijau. Hanya tiga tahun setelah pensiun sebagai pemain bola, George Weah nekat mengikuti pemilihan Presiden Liberia pada bulan November 2005. Dia kalah telak melawan Ellen Johnson-Sirleaf.
Enam tahun kemudian (2011) Weah kembali bersaing dalam pemilihan presiden Liberia, negara mungil yang berbatasan dengan Sierra Leone, Guinea dan Pantai Gading tersebut. Kurang pengalaman dan minim dukungan rakyat, dia kalah lagi melawan Ellen Johnson-Sirleaf. Apakah dia pasrah? Ternyata tidak. Pengalaman di lapangan bola mengajarkan George Weah untuk sabar dan terus mengasah kemampuan.
Tahun 2014 dia bertarung dalam pemilu legislatif dan terpilih menjadi wakil rakyat negeri Afrika berpenduduk kurang lebih 5 juta jiwa tersebut. Sejak saat itu jalannya makin lapang menuju singgasana presiden. Popularitas Weah kian menjulang. Pada pemilu presiden bulan Oktober 2017, Weah penuh percaya diri bersaing melawan Joseph Boakai yang adalah Wakil Presiden Liberia dalam 12 tahun terakhir. Boakai memimpin Liberia selama dua periode bersama Presiden Ellen Johnson-Sirleaf.
Dalam pemilu tahun ini, George Weah meraih kemenangan di 12 dari 15 daerah pemilihan di negara yang terletak di pesisir Afrika Barat tersebut. Weah yang kini berusia 51 tahun akan menggantikan Ellen Johnson Sirleaf sebagai presiden Liberia bulan Januari 2018, dalam transisi demokratis pertama negara tersebut sejak tahun 1944. Kesabarannya selama 12 tahun berbuah manis.
Terkait kesuksesannya memenangi pemilu presiden, Weah mengucapkan terima kasih kepada rakyat Liberia melalui akun Twitter pribadi. "Dengan rasa yang terdalam, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada rakyat Liberia yang sudah memilih saya hari ini," tulis Weah pada hari Natal kedua, Selasa 26 Desember 2017.
Menurut konstitusi Liberia, George Manneh Oppong Ousman Weah akan menjabat selama enam tahun (2018-2024) dan maksimal berkuasa selama dua periode.
Si hitam dari Monrovia kembali memancarkan sinar inspirasi bagi anak-anak Afrika dan dunia bahwa mantan pemain bola bisa menjadi presiden negara yang berdaulat. Resepnya sederhana, tekun, total, tidak mudah menyerah. Kalah berkali-kali itu biasa karena kemenangan bukan mustahil.
Hari ini dan hingga enam tahun mendatang, orang akan menyapa namanya dengan santun, Mr. President, yang terhormat tuan Presiden Weah. Proficiat! *
Sumber: Pos Kupang.com 29 Desember 2017