Jendela Dunia

ilustrasi
BUKU adalah jendela dunia. Begitulah yang diyakini banyak orang yang gemar membaca atau menjadikan membaca sebagai bagian dari gaya hidupnya. Dengan membaca banyak buku, majalah, koran atau bahan bacaan apa saja, seseorang niscaya bisa melihat dunia dalam kepenuhan. Secara rohani dia mendapat kekayaan yang luar biasa. Dia bisa menjelajahi jagat raya hanya dengan membaca.

Sejarah sudah membuktikan bahwa orang-orang hebat yang mewariskan sesuatu yang amat penting bagi  peradaban umat manusia pastilah gemar membaca dan menuliskannya. Anda baca buku, Anda pasti dituntut menyimak dan meresapi pesannya dengan sungguh-sungguh sehingga dapat melahirkan kesimpulan atau inspirasi baru. Prosesnya akan terus bergulir semacam itu.Artinya membaca selalu menuntut proses berliku, berbeda dengan menonton yang cenderung instan.

Proses berliku itulah yang membuat banyak orang tidak suka membaca atau membaca seperlunya saja. Apalagi kita sekarang  hidup di zaman kejayaan televisi yang menawarkan informasi dan hiburan beragam dengan instan. Sudah banyak survei membuktikan generasi baru kelahiran di atas tahun 1990-an lebih suka menonton daripada duduk di pojok ruangan atau di dalam kamar tidur untuk membaca buku. Maka menemukan orang di zaman ini yang doyan membaca merupakan sesuatu yang langka.

Dalam pergaulan sehari-hari kita mudah membedakan orang yang doyan membaca
dan atau sebaliknya. Orang yang gemar membaca memiliki pengetahuan yang luas dan utuh. Dia memahami duduk perkara suatu persoalan secara lengkap. Tidak setengah-setengah atau hanya di permukaan. Mereka yang tidak suka membaca lazimnya berlagak sok tahu tetapi sejatinya seperti tong kosong nyaring bunyinya.
Ikhwal membaca buku kita agaknya patut meneladani orang nomor satu di Provinsi  Sulawesi Utara (Sulut), Gubernur  Dr Sinyo Harry Sarundajang (SHS).

Dia memiliki  koleksi  buku yang tertata apik di perpustakaan pribadi di rumahnya di Kelurahan Kinali Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Dengan koleksi sekitar 45 ribu eksemplar yang terdiri dari 15 ribu judul buku, perpustakaan pribadi SHS dalam  waktu dekat akan  tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai perpustakaan pribadi terbesar di Indonesia  yang sudah dikelola."Muri sudah menyetujuinya, mereka tinggal datang mengeceknya nanti," ujar Drs Jemy Pelealu, MBA, kepala perpustakaan pribadi SHS di Kawangkoan.

Tidak amat penting bagi kita  perpustakaan SHS masuk rekor Muri atau tidak. Yang perlu kita contohi dari Gubernur SHS adalah kebiasaannya melahap buku sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Jujur saja tidak banyak tokoh seperti SHS yang masih meluangkan waktu membaca buku lama dan baru di sela-sela kesibukannya sebagai politisi, kepala daerah serta seabrek jabatan yang diembannya.

 "Saya dari dulu memang gemar membaca," ujarnya, Selasa (17/12/2013). SHS telah menebarkan inspirasi kepada masyarakat Sulawesi Utara agar mau membaca,  menjadikan membaca sebagai kebiasaan sehari-hari. Dengan membaca niscaya hidup Anda akan lebih baik dan bermartabat.  Dengan membaca Anda akan menguasai dunia.*

Tribun Manado 19 Desember 2013 hal 10

Sesudah 630 Menit

ilustrasi
LUAR BIASA Perse Ende! Selamat untuk putra-putri Ende Lio Sare. Anda merangkak ke puncak tertinggi melalui tujuh tanjakan berbahaya, namun tanpa cacat. Tak perlu menangis PSN! Kalian memang gagal mempertahankan mahkota di bumi Tri Warna, tetapi kegagalan itu tetap indah dalam ruang hati penggemar bola Flobamora karena Anda kalah secara terhormat.

    Duel PSN Ngada vs Perse Ende di Stadion Marilonga, Selasa (7/12/1999), sungguh meremas jantung para suporter sejak Wasit Umar Wongso melakukan kick off hingga duel 2x45 itu berakhir. Hasil 3-2 adalah gambaran nyata betapa ketatnya pertandingan antara kedua tim ini. PSN kemarin  bukan PSN yang kalah 0-2 dari Perse dalam partai tak menentukan, Minggu (5/12/1999) lalu. Pada partai grandfinal yang disaksikan sedikitnya 30.000 penonton itu, PSN memperlihatkan jiwa, menunjukkan roh dan mempertontonkan jatidiri sesungguhnya.

    Sayang, hasil akhir adalah gagal mempertahankan gelar. Apa mau dikata, karena dengan jiwa seorang olahragawan harus diakui bahwa tim tuan rumah memang lebih baik, lebih unggul, lebih beruntung dan musim ini! Musim semi rupanya lebih memilih tanah kerontang Ende, ketimbang alam tambun Ngada. El Tari rupanya merasa enjoy mendiami kota yang pernah dihuni "Bapak Bangsa" Indonesia, Bung Karno di ujung abad ke-20 hingga memasuki milenium baru.

    Jika ada pertanyaan, mengapa Perse menang, maka jawabannya sederhana berbunyi demikian: Selama 2x45 menit itu keterampilan individu maupun kerjasama tim Perse lebih baik ketimbang PSN. Meskipun pemainnya sama-sama letih karena bertanding empat hari berturut-turut, Perse lebih piawai menjaga harmonisasi dan mengatur irama permainannya.

    Selama babak pertama, kerja sama antar lini tim asuhan trio pelatih Djafar Eddy, Heron Goa dan Emil Sadipun itu sangat rapi. Blok vital lapangan tengah dikuasai dengan baik di bawah kendali Yosef Bebo yang bermain cemerlang. Yosef Bebo kemarin bergerak sangat leluasa, karena perhatian pemain PSN pada babak pertama lebih difokuskan untuk menghadang trisula maut Perse, Lody Mitan, Vevi Kumanireng dan Alit Santika. Kondisi itu makin berat karena jenderal lapangan tengah PSN, Johni Dopo pun sulit bergerak bebas karena dikepung Jet Alhabsi, Frits Peka, Muhamad Paijan maupun Relis Mau. Dengan mematikan Johni, Perse mengambil peluang terus menekan dan hasilnya diperoleh pada menit ke-9 tatkala Yosef Bebo yang mengambil free kick menjebol gawang Imu Kadu hasil tembakan dari jarak sekitar 25 meter.

    Gol cepat ini membuat mental bertanding PSN down. Organisasi permainan dengan pola 4-4-2 tampak kacau, bahkan tim juara bertahan ini sedikit terpancaing untuk bermain keras. Perse justru cerdik memanfaatkan suasana  psikologis lawan yang sedang down itu dengan melakukan serangan beruntun dan pada menit ke-29, gawang Imu Kadu kembali terkoyak hasil tembakan Lody Mitan. Gol itu terjadi karena perhatian pilar belakang PSN, Eman Watu, Renny Pati maupun libero Marsel Woto terlalu dominan kepada Vevi dan Alit, sehingga Lody yang menyusup dari lini kedua, gagal dihadang.

    Tetapi babak kedua merupakan milik PSN. Seperti pernah saya katakan bahwa karakter PSN adalah tim bermental juara yang lambat panas dan selalu sanggup keluar d dari situasi krisis mahaberat. Hanya tim bermental baja sekelas PSN yang bisa menanggung beban berat - dalam ketinggalan dua gol - tetapi bisa membobol gawang tim tuan rumah yang diuntungkan oleh dukungan penontonnya. Gol Ronda Rato pada menit ke-65 adalah bukti kekokohan mental PSN. Sayangnya, setelah gol itu PSN agak kendor sehingga kecolongan lagi menit ke-80 hasil serangan balik Perse dan melonggarnya pengawalan terhadap Alit Santika.

    Gol Johni Dopo hasil tembakan langsung dari sepak pojok untuk mengubah skor 2-3 pantas disebut sebagai datang terlambat, karena sisa pertandingan tinggal enam menit. Pada saat itu sesungguhnya napas tim Perse nyaris habis dan para pendukungnya mulai resah dan gemas, mulai takut juara bertahan bisa menyamakan kedudukan. Bola-bola liar yang dihalau begitu saja oleh Muhamad Adha, Rahman  Toro, Yosef Bebo menjelang berakhirnya pertandingan itu mengekspresikan batin tim Perse yang galau. Seandainya PSN dapat menyamakan kedudukan 3-3 dan pertandingan harus diperpanjang 2x15 menit dan adu penalti, saya prediksikan peluang juara bakal memihak Johni Dopo, dkk.

    Untunglah, dalam kegalauan hatinya itu, tim tuan rumah sukses mempertahankan keunggulan 3-2 dan merebut juara untuk pertama kalinya sepanjang keikutsertaan mereka dalam turnamen El Tari Memorial Cup sejak 1969. Setelah menjadi satu-satunya tim dari 12 peserta El Tari Memorial Cup '99 yang tak terkalahkan maupun bermain seri sejak babak penyisihan, setelah bermain tujuh kali dengan masa istirahat yang begitu minim, setelah merumput berturut-turut selama 630 menit dengan hasil sempurna, rasanya pantas bila Perse menjadi the best.
Keterlaluan bila kita tidak mengangkat topi untuk perjuangan anak-anak Marilonga. Keterlaluan bila Anda enggan memuji putra-putri Baranuri. Proficiat eja! **


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Rabu, 8 Desember 1999. Artikel ini dibuat setelah Perse Ende keluar sebagai juara  El Tari Memorial Cup 1999. Di babak final Perse mengalahkan juara bertahan PSN Ngada 3-2.

Tergantung Irama Kaki sang Jenderal

ilustrasi
TIM juara bertahan PSN Ngada dan tuan rumah Perse akhirnya bersua lagi setelah memperdayai Persim Manggarai dan Perseftim Flores Timur di babak semifinal kemarin. Rupanya partai balas dendam tidak terwujud di Stadion Marilonga maupun Lapangan Perse. Di tempat yang sama itulah, Perse untuk kedua kalinya mengebuk Perseftim dan PSN Ngada mematahkan perlawanan Persim. Kesuksesan itu membuktikan bahwa kedua tim memang lebih berkualitas dibanding lawan-lawannya dan pantas berlaga di partai puncak.

    Partai final mempertemukan juara bertahan dan tim tuan rumah Perse yang menjadi satu-satunya tim tak terkalahkan dari 12 peserta El Tari Memorial Cup '99 sampai putaran semifinal sungguh indah dan menyenangkan. Jika Anda penggemar bola, saya sarankan agar tidak melewatkan kesempatan menyaksikan pertandingan puncak ini karena kedua tim bakal menyajikan 'perang' habis-habisan untuk menjadi the best tingkat Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sekaligus berhak mewakili Flobamora dalam kompetisi sepakbola Divisi II Liga Indonesia musim mendatang.

    Faktor tuan rumah tentu menguntungkan Perse yang bakal mendapat support besar dari para penggemarnya. Tapi saya perkirakan jumlah pendukung PSN tidak sedikit yang bakal hadair di Stadion Marilonga sore ini. Masyarakat Ngada yang sejak lama terkenal gila bola, akan berduyun-duyun datang dari berbagai kota, desa dan kampung di Ngada guna menyaksikan Johni Dopo, dkk. Panitia, teristimewa petugas keamanan kiranya perlu bekerja ekstra guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah penonton perlu disesuaikan dengan kapasitas tampung stadion. Tembok Stadion Marilonga yang sudah keropos itu bisa jebol kalau muatannya terlalu sarat.

***

    SEDIKITNYA lima orang sobat penggemar bola menelpon saya semalam. Pertanyaan mereka senada dan sebangun yaitu bagaimana peluang kedua tim memenangkan pertempuran final. Saya katakan, sesungguhnya peluang Perse maupun PSN seimbang (fifty-fifty). Inti kekuatan Perse yang doyan memainkan pola 3-5-2 dengan sistem libero itu adalah harmonisasi.

    Perse yang saya lihat dalam enam penampilan terakhir, cukup konsisten menjaga irama permainan. Trio Pelatih Djafar Eddy, Emil Sadipun dan Heron Goa selama ini mampu mengatur irama dalam 2x45 menit. Kapan Perse menyerang dan kapan harus bertahan. Harmonisasi itu hendaknya tetap dijaga dan dikembangkan ketika bertemu lagi PSN petang ini. Dengan harmonisasi itu, Perse toh sukses mengalahkan PSN Ngada 2-0, meskipun dalam partai kurang menentukan, Minggu (5/12/1999) lalu.

    Tetapi lupakan sementara kemenangan Perse dua hari lalu, karena situasinya berbeda. Hari ini siapa yang bakal unggul tergantung pengelolaan blok tengah oleh sang jenderal tim masing-masing. Siapakah jenderal yang lebih piawai, dialah yang unggul. Kualitas kedua tim sama. Blok tengah PSN bakal dikoordinasi Kapten tim Johni Dopo dibantu Engel Suri, Mus Botha, Ence Nilu dan Evodius Sabu. Di tubuh Perse peranan itu diemban Muhamad Paijan dan Jet Alhabsy atau Yosef Bebo. Tapi saya kira Yosef Bebo sebaiknya kembali ke posisi idealnya sebagai libero berduet dengan Muhamad Adha dibantu bek kanan rajin Rahman Toro dan Relis Mau di bek kiri.

    Rasanya hal ini perlu karena PSN pasti meragakan pressure ketat dengan bola-bola panjang langsung ke daerah rawan musuhnya. Sudah terbukti selama ini, gerak lincah Evodius Sabu dan Ronda Rato membuat lawan kelabakan.Jika tidak ingin kecolongan, Perse perlu mempertebal tembok belakang dengan 4-5 orang saat lawan menyerang. Saya prediksikan duel lapangan tengah menarik dan seru. PSN memilik Johni Dopo, sang jenderal dan otak permainaan tim yang sudah teruji kepiawaiannya.
Kemungkinan besar Perse berusaha mematikan Johni dengan menugaskan dua atau tiga pemain untuk mengawal secara khusus. Nah, jika Perse mengawal secara ketat Johni, maka Engel Suri, Mus Botha, Ence Niu atau Elto Wona mesti mengambilalih peran menghidupkan blok vital tersebut. Untuk itu pula, Perse pun tak boleh hanya memperhatikan Johni seorang.

    Memang, membiarkan Johni bebas pun berisiko karena tembakan volinya dari daerah second line sangat berbahaya. Tiga gol Johni dalam turnamen ini semuanya hasil shoot jarak jauh dari luar kotak enambelas. Karena tidak memiliki tombak tajam, saya kira PSN dengan pola 4-4-2 akan lebih suka melepaskan tembakan-tembakan dari lini kedua. Nah, ini menjadi ujian bagi Roy Hansen atau Frits Odja. Rasanya lebih baik Frits Odja yang berada di bawah mistar Perse dan waspadailah bola-bola melengkung ke tiang jauh. Bagi kiper kedua tim (Frits Odja dan Imu Kadu), siapkan pula mentalmu menghadapi kemungkinan adu penalti.

    Kekuatan PSN adalah daya dobraknya ke jantung lawan. Penjagaan satu-satu (man to man marking) pun bakal merepotkan Lody Mitan, Vevi Kumanireng, Frits Peka maupun Alit Santika. Bomber Perse, Lody Mitan dan Vevi bakal menghadapi penjagaan super ketat libero Marsel Woto dan duet stopper Eman Watu-Renny Pati. Alit Santika maupun Frits Peka perlu cerdik memanfaatkan celah agar bisa masuk ke kotak penalti lawan. Kebiasaan Lody mengutak-atik dan kesukaan Paijan memegang bola kelamaan itu, perlu diminimalisir. Sentuhan satu dua atau lebih baik bagi perse karena bola akan dibiarkan mengalir dari kaki ke kaki sekaligus merepotkan PSN yang suka boal-bola atas karena tinggi badan pemainnya rata-rata jangkung dan berbadan padat.

    Rasa letih karena merumput empat hari berturut-turut mungkin menjadi salah satu titik rawan Perse. Untuk soal ini, PSN kelihatannya lebih bugar dan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dengan teurs menekan lawan. Tapi Perse bisa keluar dari masalah itu dengan mengatur irama agar napas tidak ngos-ngosan. Asal tidak demam panggung, bumerang beban mental selaku tuan rumah, prahara antiklimaks serta dapat bermain bebas, Perse berpeluang mencatat sejarah baru sebagai juara El Tari Memorial Cup. Demikian pula PSN, tim lambat panas bermental juara dan selalu mampu keluar dari tekanan berat itu. Jika bisa melakukan revanche terhadap Perse, PSN akan tercatat sebagai tim pertama di NTT yang mampu mempertahankan gelar. Selamat bertanding!

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Selasa, 7 Desember 1999. Artikel ini dibuat menjelang pertandingan babak final kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 antara tuan rumah Persen melawan PNS Ngada.

Balas Dendam atau Tak Berdaya?

ilustrasi
PERTANDINGAN babak semifinal akhirnya tiba juga. Jika tidak ada rintangan yang luar biasa, Senin (6/12/1999) petang empat kesebelasan terbaik akan mati-matian berperang meraih tiket frandfinal turnamen sepakbola El Tari Memorial Cup 1999. Seperti telah diprediksikan, tim-tim dari Pulau Flores mendominasi putaran semifinal musim ini yakni jaura bertahan PSN Ngada, tuan rumah Perse Ende, Persim Manggarai dan Perseftim Flores Timur.

    Jika dua tahun silam di Stadion Oepoi Kupang, PSN Ngada dikepung Persami, PSK Kodya Kupang dan Persap Alor di babak empat besar, maka tahun ini sang juara bertahan menghadapi tiga bintang baru. Prestasi ketiganya pun boleh dilukiskan sebagai fantastik karena sanggup menyingkirkan tim-tim unggulan seperti Persap Aloar (runner-up 1997), Persami Maumere dan PSK Kodya Kupang.

    Harus diakui, the rising star El Tari Memorial Cup '99 adalah Perse Ende yang sampai pertandingan kelima meraih hasil sempurna, tak terkalahkan, tak sekalipun seri. Perse Ende - mungkin diuntungkan pula oleh faktor tuan rumah - kali ini mencatat prestasi besar. Bermain di kandang sendiri, Perse seolah mendapat roh dari puncak Tri Warna Kelimutu sehingga begitu kejam membunuh dua raksasa Flores, Persami Maumere 2-1 di babak penyisihan dan PSN Ngada 2-0 di perempatfinal. Padahal sejarah persepakbolaan Flobamora mencatat pada turnamen yang lalu, Perse tak pernah mampu melumat kedua tim tersebut. Perse rupanya sukses memecahkan mitos: bisa menang atas Persami dan PSN.

    Tetapi berhati-hatilah Vevi Kumanireng, jangan dulu berpuas diri Paijan, dkk! Petang ini Anda kembali bersua prajurit dari kaki Gunung Lewotobi, Perseftim Flores Timur. Datang ke Ende dengan persiapan minim (menurut Om Cor Monteiro latihan intensif cuma tiga hari), lalu tertatih-tatih melangkah di babak penyisihan dan sempat meremas jantung hati No dan Oa di babak perempatfinal, Perseftim toh sukses menembus semifinal dan kembali bertemu tuan rumah yang mematuknya 1-0 pada hari pembukaan, 25 November silam.

    Ibarat singa tua yang berusaha mengembalikan kejayaannya, Perseftim mengaum makin keras dan siap mencabik-cabik musuhnya. Bukan mustahil jika terjadi partai balas dendam (revanche) di Stadion Marilonga; Perseftim menekuk Perse dan lolos ke final. Jujur saja, grafik permainan Perseftim sedang menanjak. Sukses mengalahkan Persami 2-0 dalam partai seru, Selasa (30/11/1999) dan menahan PSK Kodya Kupang 1-1, Sabtu (4/12/1999), telah mendongkrak rasa kepercayaan diri Hasan Haju, dkk. Bila konsisten pada penampilannya itu, keunggulan bukan mustahil memihak Perseftim dan membalas kekalahannya pada partai perdana.

    Perjuangan tidak ringan bagi Perse. Yang harus dicegah jangan sampai terjadi antiklimaks dalam diri anak-anak asuhan trio Pelatih Djafar Eddy, Heron Goa dan Emil Sadipun.  Perse yang sedang berada di atas angin, hendaknya tetap mengatur harmonisasi permainannya di lapangan. Bila mereka mempertahankan mental bertanding, strategi, teknik, taktik serta gaya bermainnya yang enak dinikmati selama ini - Perseftim bisa saja diperdayai lagi. Watak cepat puas bila sedang unggul dan menjadi loyo kalau kecolongan gol, perlu dibuang jauh. Dengan bermain rileks dan tidak dihantam beban mental sebagai tuan rumah, saya percaya peluang Perse ke final terbuka cukup lebar.

***

    PARTAI balas dendam juga bisa saja muncul di Lapangan Perse ketika terjadi duel ulang antara juara bertahan PSN Ngada vs Persim Manggarai, petang ini. Pada pertemuan di babak penyisihan Grup C, Minggu (28/11/1999), PSN Ngada menang 2-1 atas Persim. Bukan tidak mungkin Richard Musa, dkk akan membalas kekalahan terhadap PSN. Keletihan menghadapi Perse bakal mempengaruhi penampilah Johni Dopo, Cs. Beda dengan Persim yang kemarin 'menyimpan' sejumlah pemain terbaiknya, salah satunya top scorer Ardy Pukan, saat menghadapi Perseftim yang berakhir 2-2 itu. Kalau blok lapangan tengah lebih dikuasai Richard Musa, Tony Ndapa, Sil Santur dan Yos Kardimas, maka bahaya besar bagi Ngada karena Persim memiliki bomber cerdik saat berada di mulut gawang.

    Saya menduga tim asuhan Pelatih Ignas Kopong itu akan bermain lepas, karena di atas kertas merasa kurang diperhitungkan. Dalam posisi underdog sebuah tim lebih diuntungkan karena ia akan bertanding habis-habisan. Toh bila kalah, beban morilnya tidak seberapa.

    Nah, akan menjadi riskan bagi PSN abial merumput di Lapangan Perse sore ini dengan menggendong segunung beban mental selaku juara bertahan. Kiranya target menang tidak membuat PSN kehilangan jati dirinya. Semoga tekad mempertahankan gelar, tidak melemahkan daya gempur Marsel,  Eman Watu, Engel Suri, Evodius Sabu dan Ronda Rato. Peluang bagi PSN  Ngada tidaklah kecil, sekalipun barisan depannya masih saja menjadi salah satu titik rawan tim asuhan Yuven Neta.

    Dengan jiwa seorang juara, kita yakin PSN bakal memuaskan penonton fanatiknya yang sore ini bakal memadati Lapangan Perse dan merindukan sukses. Akhirnya, tertitip salah hormat dan hangat bagi para wasit yang memimpin dua partai penting ini: Jadilah hakim yang adil, jujur, setia dan memihak kebenaran. Dan kepada empat tim, mainlah secara jantan dan pompa napasmu lebih panjang untuk masa 120 menit, karena pertandingan nanti bisa berujung adu tendangan penalti. Good luck! **

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Senin, 6 Desember 1999. Artikel ini dibuat menjelang babak semifinal kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 antara  Perse vs Perseftim dan PSN Ngada vs Persim Manggarai. Perse dan PSN akhirnya lolos ke final.

"Lihatlah Kami, Generasi Narkoba"

"NDOE, ini muka-muka lama semua, ko! Nama-nama mereka sudah kita hafal karena sudah berkali-kali main di El Tari Cup". Itulah ungkapan spontan seorang rekan wartawan saat meliput upacara pembukaan turnamen sepakbola El Tari Cup '99 di Stadion Marilonga Ende, Kamis 25 November 1999. Kata-kata tersebut ada benarnya. Kecuali PSK Kodya Kupang, sedikit Persesba, Persewa dan Persami serta wajah yang benar-benar baru, Persebata Lembata - rasanya hampir tidak ada pemain muda berbakat (the rising star) dalam 12 tim peserta El Tari Memocial Cup '99 - minus PSKN Kefamenanu (TTU) dan Persab Belu.
   
Memang, kalau kita menyimak cermat sepak terjang perserikatan di NTT selama era 1990-an ini, peremajaan pemain tergolong benda langka. Realitas itu melanda hampir seluruh tim perserikatan. Sekadar misal, dalam tubuh tim juara bertahan PSN Ngada '99, kita masih menemui Philipus Tadi, pemain seangkatan Yus Pedo (Persami) atau Anton Kia (PSK Kupang).

    Contoh lain terjelma dalam tim Perss SoE, TTS. Perss SoE datang ke Ende '99 dengan pemain yang sebagian besar adalah mantan skuad PSK Kupang. Semua pun tahu gelandang elegan Yos Wangga atau libero Thimotius Hayon adalah kekuatan PSK masa lalu. Dari jumlah 228 pemain peserta El Tari Cup '99 ini pun, sekitar 80 persen rata-rata berusia di atas 27 tahun. Di Tim Persami masih ada Pedro Rodriques. Persap Alor datang dengan komposisi sejak empat tahun lalu. Demikian pula Perseftim, Persim maupun tuan rumah Perse Ende yang ketika bermain di kandang sendiri musim ini tampil bengis dan piawai dengan menghasilkan angka sempurna hingga pertandingan keempat melawan Persewa Waingapu, kemarin.

***
    MENGAPA kita sulit menemukan pemain ABG (Anak Baru Gede) dalam turnamen El Tari Memorial Cup? Mengapa kita hanya menyaksikan wajah pemain yang itu-itu saja, yang hampir kita hafal cara sepak dan gaya bermainnya? Kenapa hari ini kita justru lebih lebih gampang melihat ABG keluyuran dari pub ke pub di tengah larut malam, sangat mudah melihat para remaja yang 'salah jalan' dengan beragam sebab, misalnya, karena suka mabuk moke, tawuran atau pacaran sampai lupa daratan? Mengapa ABG kita itu justru lebih doyan menenggak narkoba (narkotik dan obat terlarang) ketimbang bermain-main dengan bola?

    Mohon maaf, seandainya realitas itu boleh dilukiskan sebagai kesalahan, maka kesalahan ada pada kita yang lebih tua, yang lebih dulu mencium bumi, kita-kita yang disebut guru, orangtua, pemerintah dan teristimewa komunitas masyarakat sepakbola. Dengarlah jeritan hati ABG kita yang detik ini sedang lantang berkata: "Lihatlah kami, generasi (yang lebih menyukai) narkoba!"

    Remaja NTT dalam satu dasawarsa terakhir telah menjadi asing dengan dunia bola. Kecuali Kodya Kupang yang mempunyai dua agenda tahunan, turnamen Faperta Undana Cup dan Fakultas Ekonomi (FE) Unwira Cup yang pesertanya pelajar (SMU) dan mahasiswa - sehingga Om Jack Lay memiliki banyak stok pemain muda untuk membentuk PSK - kota kabupaten lain di NATT sudah lama mematikan turnamen antarpelajar. Didukung Kurikulum Pendidikan 1994 yang menjejali siswa dengan mata pelajaran di kelas demikian padat serta klub-klub lokal yang 'mati enggan hidup pun tak mau' maka lengkaplah sudah keterasingan ABG NTT dari olahraga mengolah si kulit bundar.

    Itulah sebabnya, Anda dan saya masih melihat Om Lipus Tadi, Eja Yos Wangga atau Moat Pedro masih merumput, sementara rekan seangkatannya sudah lama gantung sepatu. Tentunya tidak salah kalau Lipus, Yos atau Pedro bermain hingga kini, karena prestasinya masih bersinar. Masalah kita adalah bagaimana menyiapkan kader-kader pesepakbola NTT masa datang atau the rising star agar sepakbola NTT bisa mendapat tempat yang lebih tampan dari sekarang. Apalagi akan ada masanya, akan tiba waktunya bagi Johni Dopo, Hasan Haju, Petrus Abanat, Desna Maro, Ardy Pukan, Richard Musa, Muhamad Paijan, Lody Mitang, Vevi Kumanireng atau Zulkifly Umar mundur dari lapangan seturut hukum alam yang sulit dibantah yakni usia serta prestasi yang muskil terus menjulang.

    Barangkali inilah salah satu pekerjaan rumah pengurus baru Pengda PSSI NTT di bawah Dwi Tunggal Frans Skera-Martinus Meowatu. Juga Pengcab PSSI serta pengurus perserikatan PSSI serta pengurus perserikatan di 14 kabuapten se-NTT yang sepertinya masih juga berintikan wajah-wajah lama. Selain pembenahan intern organisasi, hidupkan lagi turnamen antarpelajar-mahasiswa di tiap kota dan desa, mungkin patut dipertimbangkan.

    Tapi kepada Bapak/Ibu pemegang kekuasaan, kembalikanlah lapangan bola putra-putrimu yang kini sudah berlantai beton atau taman yang kurang jelas fungsinya, semisal Lapangan Roket Ende. Hai guru-guruku yang terhormat, gusur itu Kurikulum '94. Berikan sedikit waktu bagi ABG-mu belajar di luar kelas. Biarkan muridmu menghilangkan jenuh dengan tendang bola, main voli, pukul bulu angsa atau dribel basket. Kalau mereka aktif di sana, mungkin dapat menekan kesukaannya menghirup fulpen beraroma narkoba yang hari ini sedang meresahkan hati 3,5 juta rakyat Flobamora. **

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra
, juga Pos Kupang edisi Minggu, 5 Desember 1999. Artikel ini dibuat sehubungan dengan lemahnya peremajaan pemain dalam tim perserikatan sepakbola di NTT akibat ketiadaan kompetisi yang teratur

Mereka Bukan Hooligan

ilustrasi
TANPA kehadiran penonton, sebagus apapun permainan sepakbola tak ada artinya. Tanpa hingar-bingar suara suporter, permainan bola kehilangan roh. Artinya, penonton merupakan bagian penting dalam cabang sepakbola maupun cabang-cabang olahraga lainnya. Tetapi penonton bisa membawa berkat sekaligus bencana. Ia akan merusak jika salah urus. Sebaliknya membawa candaria jika kita mampu mengelolanya secara bijak.

    Inggris, tanah air sepakbola itu terkenal dengan penonton fanatiknya. Bagi orang Inggris, seorang bintang sepakbola cukup sering diagungkan hampir setinggi dewa. Bahkan demi tim kesayangannya, bangsa Britania Raya rela berbuat apa saja. Dunia mengenang Inggris tak semata-mata sebagai ibu yang melahirkan anak sepakbola yang dewasa  ini begitu dicintai dan telah merasuk ruang batin lebih dari 5 miliar penduduk bumi.

    Tetapi dunia juga mencatat dengan tinta hitam bahwa dari negeri itu pula masih saja lahir anak-anak bola bernama hooligan, si penjahat yang suka berbuat onar, si penonton bermuka badak dan mulut besar, si suporter sepakbola bermental buaya darat yang kejam dan tanpa belas kasih. Kejamnya hooligan Inggris menakutkan petugas keamanan di negara manapun, di mana sebuah pesta akbar sepakbola tingkat Eropa maupun level dunia sedang berlangsung. Busuknya watak hooligan Inggris menuntut pemain tamu senantiasa ekstra hati-hati, baik di dalam maupun di luar lapangan hijau.

    Tetapi watak buaya darat dari Inggris itu memberi inspirasi kepada Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) untuk melahirkan peraturan yang lebih menjamin rasa aman pemain, ofisial tim, wasit maupun para penonton sendiri. Bila sebelum tahun 1990-an, sekat antara lapangan pertandingan dengan tempat duduk penonton dianggap kurang penting - sehingga dibangun asal ada atau asal jadi - maka dalam satu dasawarsa terakhir ini pagar pembatas lapangan dengan tribun menjadi syarat mutlak yang sangat ketat diperhatikan FIFA. Stadion atau lapangan pertandingan tanpa pagar pembatas dianggap tidak layak! Sudah terbukti, adanya tembok pemisah yang kokoh di dalam stadion membuat para penonton fanatik atau yang bermental kejam seperti hooligan Britania Raya - tak bisa berkutik dan lebih enteng diatasi.

***
    TURNAMEN Sepakbola El Tari Memorial Cup '99 memang cuma level NTT. Penyelenggaraannya pun berlangsung di Ende, bukan Italia atau Belanda, negeri raksasa sepakbola dunia. Stadion paling megah di Ende pun bernama Marilonga yang begitu jauh kelasnya dibanding Stadion Olimpico Roma. Komisi Disiplin Pertandingan Pengda NTT dua hari sebelum turnamen musim ini bergulir menilai, dua lapangan di Ende memenuhi syarat.

    Ya, penilaian tersebut tentunya tidak keliru. Toh sampai kemarin, 18 pertandingan berakhir lancar dan sukses. Cuma geliat penonton di Kota Ende ini, setidaknya mulai menanam resah di hati panitia, inspektur pertandingan maupun tim-tim peserta, sekalipun mungkin hal itu tak terkatakan. Sampai pertandingan, Kamis (2/12/1999), penonton begitu tega melanggar pagar pembatas yang terjalin dari tali nilon dan batang bambu. Mereka ramai-ramai masuk lapangan hingga ke garis putih bahkan tega masuk semeter lebih ke dalamnya.

    Teriakan, imbauan, harapan atau peringatan panitia bagaikan senandung di padang gurun. Tak didengar sedikitpun. Siapa yang salah? Tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Barangkali cuma tertitip saran ini, tegakkanlah aturan dan petugas keamanan mungkin perlu bekerja lebih giat - dengan berdiri persis di pagar pembatas mencegah penonton nakal yang nekat masuk lapangan gundul Marilonga atau Perse. Saya kira, penonton di Ende bukan bermental hooligan, mereka belum memenuhi syarat penjahat atau buaya darat. Wajah mereka masih inosen, penuh senyum, lugu dan bersahabat. Meski ada pula yang sudah coba-coba membuang kelikir kecil ke dalam lapangan atau senang bermain abu, skalanya masih terbatas. Dengan jamahan tangan panitia yang lebih baik sedikit, lebih tegas sedikit, lebih bersusah payah sedikit dan dengan sedikit senyum berwibawa, saya percaya penonton Kota Ende bisa tahu diri. **


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra
, juga Pos Kupang edisi Jumat, 3 Desember 1999. Artikel ini dibuat berkaitan dengan aksi para penonton selama kejuaraan El Tari Memorial Cup 1999 di Ende.

Bermimpi tentang Empat Besar

INI benar-benar sekadar mimpi arena kenyataannya kejuaraan El Tari Memorial Cup '99 baru setengah jalan. Babak penyisihan baru akan berakhir sore ini setelah tuan rumah Perse Ende bertarung melawan Persami Maumere di Stadion Marilonga. Hasil pertandingan tersebut akan menentukan tim mana yang berhak maju ke perempatfinal.

    Namun, karena dasarnya impian, maka sah-sah saja kalau saya coba mengelus-elus calon tim semifinalis musim ini. Sebelum masuk ke dalam pusat impian itu, saya kira berdasarkan hasil yang sudah ada, peta kekuatan dua grup perempatfinal cukup tampan. Grup I terdiri dari juara bertahan PSN Ngada, Persewa dan juara Grup A babak penyisihan yang hampir pasti diraih tim tuan rumah Perse. Sedangkan Grup II terdiri dari PSK Kodya Kupang, Persim Manggarai dan runner-up Grup A babak penyisihan yang bakal diduduki Persami Maumere atau Perseftim Flores Timur.

    Dengan komposisi sekian, pertandingan babak perempatfinal yang dijadwalkan mulai hari Jumat (3/12/1999) petang, tetap enak ditonton dan justru semakin menegangkan. Berdasarkan penampilan tim-tim tersebut selama babak penyisihan lalu dan dengan syarat mereka konsisten saat merumput - maka dari Grup I, yang paling berpeluang maju ke semifinal adalah juara bertahan PSN Ngada dan tuan rumah, Perse Ende.

    Saya tidak mengecilkan keberadaan Persewa Waingapu sebagai wakil bumi Sandelwood dalam grup ini, namun untuk lolos ke empat besar, Persewa hendaknya mampu memperlihatkan ketajamannya menumpas pasukan PSN Ngada atau Perse di depan publiknya sendiri. Secara tim maupun keterampilan individu, para pemain PSN maupun Perse sedikit lebih baik dibandingkan Persewa. Kerja keras tentunya dipikul Melki Rihi Cs guna mempertahankan gengsi Pulau Sumba - setelah sahabatnya Persesba pulang lebih awal dari Ende.

    Seandainya tidak terlempar karena kalah selisih gol, keberadaan runner-up El Tari Memorial Cup 1997 dan pemegang Piala Gubernuar NTT, kesebelasan Persap Alor akan semakin memperketat persaingan di Grup I babak perempatfinal ini. Apa boleh buat, dewi fortuna rupanya kurang memihak anak-anak Kenari di Ende. Mereka harus kembali ke Alor dengan lapang dada tanpa prestasi menawan. Tak perlu menangis Persap, menurut ajaran nenek moyang kita kekalahan adalah sukses yang tertunda.

    Perang di Grup II pun tidaklah ringan. Di sini telah bercokol tim bermental juara PSK Kodya Kupang, Persim Manggarai dan kemungkinan Persami atau Perseftim. Hanya kejadian yang luar biasa bisa memungkinkan Perse ada di grup ini. Bila pelatih Jack Lay mempertahankan penampilan anak asuhnya, maka PSK Kodya merupakan salah satu favorit semifinalis. Bermaterikan pemain muda belia (16-22 tahun) yang dipersiapkan hampir tiga bulan guna membela NTT di arena Pra PON XV (tapi batal dikirim), sangat keterlaluan kalau PSK Kodya Kupang tidak masuk empat besar. Pesaing kuatnya adalah Persim, Persami dan Perseftim.

    Apabila Persami masuk grup ini, saya kira peluangnya lebih besar ketimbang Persim. Tetapi bila Perseftim yang masuk, maka Persim diprediksikan lebih berpeluang mendampingi PSK Kodya Kupang ke semifinal. Tetapi sekali lagi ini adalah hasil lamunan di bawah kaki Gunung Iya, Meja, Kengo dan Wongge. Hanya realitas lapangan dan waktu yang dapat membuktikan, apakah mimpi ini sungguh menjadi kenyataan. Karena itu bukan muskil bila hasilnya lain sama sekali.

    Hanya keenam tim terbaik itulah yang paling berhak mengatakan kepada semua orang bahwa mereka memang berbisa dan pantas bertengger di semifinal atau grandfinal. Cuma mereka sendiri yang dapat berkata dalam dua pertandingan penting selama babak perempatfinal nanti. Harapan kita tentunya tidak ada "main mata" sehingga penggemar bola yang mengorbankan waktu, tenaga serta lembaran rupiah dari perasan keringatnya, tidak kecewa menyaksikan para pemain berlaga di Lapangan Perse atau Stadion Marilonga. **

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang  edisi Kamis, 2 Desember 1999. Artikel ini dibuat menjelang putaran kedua kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 di Ende

Awas, Sepakbola Gajah!

ilustrasi
KECUALI Grup A yang masih menyisakan satu pertandingan babak penyisihan gara-gara partai tanding ulang Persami vs Perseftim, Selasa (30/11/1999), sepuluh tim peserta El Tari Memorial Cup '99 di Ende telah menyelesaikan pertandingan babak penyisihan.

    Sampai saat ini tinggal dua kesebelasan yang harus memainkan satu pertandingan yakni tuan rumah Perse Ende vs Persami Maumere. Hasil pertandingan itu akan menentukan tim mana yang lolos ke perempatanfinal dari Grup A. Menurut logika enteng, Perse yang paling berpeluang karena memiliki keunggulan selisih gol dan cukup berusaha menahan seri Persami. Tapi kondisi di lapangan bisa saja berbicara lain.

    Sampai pertandingan kemarin, empat tim telah meraih tiket babak enam besar yakni PSK Kodya Kupang, Persewa Waingapu, PSN Ngada dan Persim Manggarai. PSK Kodya Kupang tampil sebagai juara Grup B dengan nilai 5 hasil sekali menang dan dua kali seri. Sedangkan Persewa menempati posisi runner-up dengan nilai 4 hasil sekali menang dan dua kali seri. Juara bertahan PSN Ngada maju ke perempatfinal setelah menjuarai Grup C dengan nilai 7, hasil dua kali menang dan sekali seri disusul Persim dengan nilai 6, hasil dua kali menang dan satu kali kalah dari PSN Ngada.

    Berdasarkan hasil keputusan technical meeting, Rabu (24/11/1999) lalu, babak perempatfinal terbagi dalam dua grup. Mengacu pada keputusan ketika itu, maka Persewa dan PSN Ngada selanjutnya bergabung di Grup I. Satu tim lainnya diisi juara Grup A yang baru bisa diketahui usai pertemuan Persami vs Perse. Sedangkan PSK Kodya Kupang dan Persim masuk Grup II perempatfinal. Tim lainnya adalah runner-up Grup A babak penyisihan. Juara dan runner-up Grup I dan II babak enam besar inilah yang berhak maju ke semifinal. Untuk meraih tiket final, juara Grup I akan menjamu runner-up Grup II dan juara Grup II menjajal kemampuan runner-up Grup I.

***

    SETELAH menyaksikan 17 partai selama babak penyisihan, ada hal-hal yang begitu indah mengisi ruang batin kita. Namun, tidak sedikit pula peristiwa atau insiden yang melukai hati pecinta sepakbola, menodai sportivitas dan mencubit nakal tali-tali emosi persaudaraan Flobamora.

    Salah satu sisi menarik adalah antusiasme penonton yang begitu besar terhadap turnamen di ibu kota Kabupaten Ende ini. Sampai partai ke-17, penonton hampir selalu memadati Lapangan Perse maupun Stadion Marilonga. Artinya, turnamen El Tari Memorial Cup memang masih mendapat tempat yang tampan dalam ruang hati masyarakat Nusa Tenggara Timur. Kendati ketertiban penonton di lapangan masih memerlukan kerja keras panitia, tetapi masalah itu tinggal bagaimana kerja panitia selanjutnya.

    Partisipasi 12 dari 14 kabupaten se-NTT pun menunjukkan bahwa turnamen ini sungguh bergengsi. Saling pengertian antarpemain dan ofisial dengan para wasit maupun Inspektur Pertandingan menghadapi suatu masalah di lapangan pun patut diacungi jempol. Setiap kasus selama babak penyisihan itu bisa dicarikan jalan keluar terbaik dalam prinsip win-win solution. Kerja keras panitia menyukseskan agenda dua tahunan ini juga patut dihargai. Meski perjalanan masih panjang, tetapi tetesan keringat mereka tak laik kita abaikan.

    Yang menyesakkan dada kita justru terjadi pada detik-detik akhir babak penyisihan. Munculnya ancaman terhadap wasit dalam pertemuan Perseftim vs Persami, Senin (29/11/1999), kiranya tidak boleh terulang lagi. Juga mentalitas sejumlah pemain yang gampang marah dan suka menyulut emosi rekan-rekan atau pemain lawan. Seorang pesepakbola sejati mestinya piawai memperagakan keterampilan kaki mengolah bola. Bukan asal sepak, asal tendang dan begitu cerewet mengeluarkan kata-kata yang menodai etika ketimuran.

    Dari sisi permainan, strategi pun taktik sebuah tim yang telah diperlihatkan selama babak penyisihan ini, saya ingin mengingatkan para peserta El Tari Memorial Cup '99 bahwa kita semua sedang menghadapi ancaman "sepakbola gajah". Atau gempurak teknik "main sabun" yang dalam jagat olahraga haram hukumnya karena mengangkangi sportivitas serta semangat fair play.

    Mohon maaf sebesar-besarnya jika saya berusaha berkata jujur dalam ruangan ini bahwa saya terkejut menyimak penampilan serta hasil pertandingan antara PSK Kodya Kupang vs Persewa Waingapu yang berakhir 5-5 dan Persap Alor vs Perss SoE dengan skor 2-2 di Lapangan Perse, kemarin. Tetapi saya tidak menyimpulkan peristiwa itu sebagai permainan "sepakbola gajah" atau "main sabun" karena memang tidak berhak mengatakannya.

    Saya cuma terkejut karena merasa penampilan tim kesayangan saya PSK Kodya Kupang tidak seperti biasanya. Demikian pula dengan Persap yang sangat saya kagumi itu. Tetapi, lupakanlah perasaan seperti ini - yang mungkin dirasakan pula oleh Anda yang menyaksikan langsung di Lapangan Perse kemarin. Sebab dalam dunia sepakbola selalu mungkin terjadi hal-hal di luar dugaan. Tim yang dipandang kuat bisa saja kalah. Demikian juga sebuah pasukan yang dianggap lemah, sanggup mematahkan tim raksasa sekalipun.

    Rasanya menjadi harapan semua pihak bila sepakbola gajah atau main sabun itu tidak sungguh-sungguh terjadi dalam turnamen El Tari Memorial Cup '99 di Ende ini. Pertemuan terakhir Perse vs Persami, akan menjadi salah satu batu ujian penting tersebut. Karena apalah artinya kita mengejar kemenangan, mengejar posisi terhormat, berusaha menjadi yang terbaik, tetapi dengan mempraktekkan cara-cara yang tidak sportif? Tega nian kita menyingkirkan seorang sahabat dengan menikamnya secara tak jantan!

    Sejarah anak manusia mencatat, main sabun membuat sepakbola cuma jalan-jalan di tempat. Sepakbola gajah selalu meninggalkan luka di hati pencinta kejujuran, keadilan dan kebenaran. Lebih dari itu, ia merusak pesan luhur momentum terhormat El Tari Memorial yang kini sedang kita ayubahagiakan bersama di bumi Tri Warna, di tengah belaian mesra tanah Ende Lio Sare. *

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang Pos Kupang edisi Rabu, 1 Desember 1999. Artikel ini dibuat menanggapi hasil babak penyisihan kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 di Ende.

Semua Merasa Paling Tahu

ilustrasi
 MEMASUKI hari kelima turnamen sepakbola El Tari Memorial Cup '99 di Ende, Senin (29/11/1999), suhu pertandingan terasa kian memanas. Dalam ajang kompetisi sekelas El Tari Cup yang melibatkan emosi yang cukup kental itu, suasana 'panas' memang wajar-wajar saja. Ibarat mendaki gunung, semakin mendekati puncak tertinggi, energi yang mesti kita keluarkan terus bertambah. Jalan yang kita tapaki kian menanjak, rintangan dan kendala pun tidak bertambah ringan.

    Sejauh ini, rintangan yang mulai menghantui para pemain, ofisial, panitia, wasit dan inspektur pertandingan adalah lahirnya kericuhan yang kian besar bobot dan frekwensinya dari hari ke hari. Diawali kericuhan kecil antarpemain dalam pertandingan Persap vs Kodya Kupang di Stadion Marilonga, Sabtu (27/11/1999), insiden tersebut hadir lagi dalam partai PSN vs Persim dan Persap vs Persewa, Minggu (28/11/1999). Setelah melalui diskusi, evaluasi dan pembicaraan dari hati ke hati berpedoman pada semangat fair play, semua kejadian itu terakhir damai.

    Eh, ternyata kericuhan muncul lagi, insiden paling segar dan terkini itu lahir di Lapangan Perse Senin 29 November 1999 ketika Persami Maumere bertanding melawan Perseftim Flores Timur di hadapan sekitar 7.000 penonton. Permainan menawan kedua tim bertetanga itu terhenti pada menit ke-74. Sisa 16 menit babak kedua tidak dilanjutkan karena terjadi kericuhan setelah Achmad Husen mencetak gol ketiga untuk Perseftim. Sebelumnya kedua tim membagi angka 2-2. Gol Persami disarangkan Marianus Anunsius dan Andreas A Polda. Gol Perseftim dijalakan Kuce Langkamau dan Petrus Miten.

    Cerita ringkasnya begini. Saat mencetak gol ke gawang Persami menit ke-74 itu, Achmad Husen menurut pengamatan wasit berada pada posisi offside yang ditandai kibaran bendera kuning dari wasit garis Albeth Lisnahan. Wasit utama Slamet Riyadi  pun tidak mensahkan gol itu dan memberikan tendangan bebas kepada Persami. Tetapi menurut pengamatan pemain dan pelatih Perseftim, gol itu sah karena Husen tidak offside. Terjadilah protes kepada Wasit Slamet Riyadi.

    Mungkin karena sebelumnya Perseftim sudah memprotes ketika Anunsius mencetak gol pertama Persami menit ke-2 ke gawang Dion Fernandez, keputusan terakhir itu (yang kalau sah membuat Perseftim unggul 3-2) itu diprotes habis-habisan oleh pemain dan ofisial Perseftim. Suasana makin seru ketika pendukung fanatik Perseftim pun ikut masuk lapangan dan hendak menghajar Slamet Riyadi. Riyadi terpaksa lari menyelamatkan diri ke pangakuan petugas keamanan kemudian diantar ke meja inspektur pertandingan.

    Setelah terjadi tarik-menarik karena perbedaan pendapat dan prinsip antara keputusan wasit serta kedua tim, inspektur pertandingan Hendrik Patinono memutuskan pertandingan terhenti menit ke-74. Lalu dalam pertemuan di Hotel Safari yang berakhir pukul 21.20 wita semalam, pertandingan dianggap tidak ada dan kedua tim bertemu lagi hari ini di Stadion Marilonga.

***
    MENGAPA kericuhan terjadi? Tentu saja banyak alasan yang bisa dikedepankan. Namun, dalam catatan ala kadarnya ini saya ingin menyatakan bahwa ada sesuatu yang perlu dibenahi panitia yakni pembatas antara lapangan dengan tempat duduk atau berdirinya penonton. Menurut ketentuan, penonton harus dibatasi pagar yang kokoh, sehingga mereka tidak dapat seenaknya masuk ke dalam lapangan pertandingan. Ini demi keselamatan pemain, wasit dan offisial kedua tim.

    Kondisi lapangan Perse maupun Stadion Marilonga yang hanya dibatasi tali nilon sejauh ini membuat penonton begitu enteng dan tanpa beban berdiri persis di garis lapangan. Bahkan mereka masuk beberapa meter ke dalam lapangan dan menghalangi pandangan inspektur pertandingan.

    Peringatan atau imbauan panitia seolah tak digubris. Nah, ketika terjadi sesuatu yang menurut mereka merugikan tim kesayangannya, penonton pun masuk lapangan dan ikut nimbrung. Semua bicara tentang kebenarannya masing-masing. Mereka semua merasa paling tahu tentang sepakbola, menyalahkan pemain, panitia dan yang paling banyak kena sasaran adalah wasit.

    Menurut hemat saya, bila penonton benar-benar berada di luar lapangan atau ruang geraknya dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak bisa masuk lapangan pertandingan, kericuhan tak akan terjadi. Protes yang dilakukan ofisial tim dan pemain akan lebih mudah dicarikan jalan keluarnya, jika penonton tidak ikut bicara dan main ancam yang sama sekali kurang menghargai keselamatan seorang wasit di lapangan.

    Perlunya ketegasan panitia dalam membatasi jarak antara penonton dan pemain di lapangan kiranya menjadi pekerjaan prioritas mulai hari ini. Sebab suhu pertandingan akan semakin meningkat pada babak-babak selanjutnya. Rasanya tidak nikmat dan nyaman, bila tiap hari selalu ada kericuhan. Ingatlah El Tari Memorial Cup adalah ajang mempertautkan semangat persaudaraan masyarakat Flobamora. ***

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Selasa, 30 November 1999. Artikel ini dibuat menanggapi sejumlah kericuhan yang terjadi dalam kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 di Ende.

Hitam Manis dan Om Gundul

ilustrasi
MENURUT ilmu bumi, tekstur tanah punya watak beragam. Tanah liat menghasilkan lumpur, tanah hitam menawarkan kesuburan, si putih membentuk tembok dan tanah berpasir membuat sesak napas. Nah, untuk 12 tim turnamen El Tari Memorial Cup 1999 di Ende, saya ingin memberi tahu bahwa Anda jangan lupa sedang beradu kaki di atas pasir hitam. Pasir hitam ini khas dan mungkin cuma ada di Ende. Yang memproduknya saban hari adalah 'si gadis' manis yang tak putus dirundung malang bernama Iya (gunung  Iya) sejak ia menangis  Februari 1969. Tahun yang sama lahir El Tari Memorial Cup di bumi Flobamora. Ia redup memandang laut selatan, mengepulkan asap tipis dan diam seribu bahasa.

    Pasir hitam memang ada di Pantai Brasilia, negeri Roberto Carlos. Juga di Pulau Pantar, di tanah air Persap. Tapi di Ende, pasir hitam menjadi khas karena ia senang gundul, kurang suka yang kumisan. Padahal rumput yang merupakan kumis-kumis hijau adalah syarat ideal lapangan bola, kerinduan setiap seniman kulit bundar. Apa mau dikata, Stadion Marilonga maupun Lapangan Perse dari sononya sudah bermental pasir hitam manis.

    Artinya bagi anak-anak gunung dari Manggarai, Ngada, Sumba Barat dan SoE, cukup sukar beradaptasi di sini karena terbiasa main di atas permadani rumput hijau dan tanah hitam. Putra Nagi, Lewotana Lembata, Kupang, Alor, Waingapu maupun anak-anak Persami memang sudah biasa bermain pasir.

***

    SETIAP pemain maupun pelatih tim sepakbola mutlak mempelajari tekstur tanah arena pertandingan. Setelah bermain satu atau dua kali dalam turnamen ini, pemain tamu dari 11 daerah di NTT tentunya sudah merasakan kharakter dua lapangan di Ende. Di atas lapangan berpasir hitam, tidak mudah mengalirkan bola dari kaki ke kaki. Paling ideal bola digulirkan dalam jarak 3 sampai 6 meter. Jika jaraknya lebih dari itu akan tersendat lajunya. Gerak kaki saat berlari pun terasa berat, karena sepatu seperti digigit pasir hitam. Akan beda jika Anda berlari di atas tanah liar Oepoi Kupang yang pada musim panas begitu keras dan pada musim hujan berlepotan tanah merah darah. Juga lain bila Anda merumput di Stadion Lebijaga Bajawa atau Motang Rua Ruteng  yang lembut dan mulus itu.

    Yang paling ideal diperagakan bila main di lapangan berpasir adalah bola-bola atas atau operan setengah dada. Tetapi kekuatan tembakan tidak boleh terlalu panjang, karena rekan yang menerima akan sulit mengontrol. Malah bisa kehilangan bola. Kalau doyan bola-bola pendek seperti ciri Persap, PSK Kodya Kupang dan anak asuh Om Kus Parera dan Cor Monteiro, maka harus diupayakan sependek mungkin agar arah bola yang hendak dituju tepat. Kalau operan panjang menyusur tanah, maka sulit diterka apakah operan tersebut sampai ke sasaran yang dituju, karena bola biasanya kurang mulus bergulir di atas lapangan berpasir. Pasir juga membuat bola tidak melenting sesuai keinginan pemain.

    Penonton yang cermat pasti merasakan betapa gocekan pemain saat bertanding di Marilonga maupun di Perse cukup mudah dibaca lawan. Pemain yang suka mengutak-atik bola, justru kelabakan sendiri karena pasir menghalangi gerakan kakinya. Pengalaman PSN Ngada melawan Persesba Sumba Barat maupun duel Perse Ende vs Perseftim di Stadion Marilonga, sudah membuktikan hal itu. Saya kira Persim cerdik membaca kondisi ini, sehingga mereka sanggup menelan Persebata 4-2 di Lapangan Perse Jumat lalu. Juga pasukan Jack Lay saat membungkam Persap 2-1 di Marilonga, kemarin. Untuk lapangan berpasir, seorang pemain tak perlu asyik mengutak-atik. Cukuplah dengan satu dua sentuhan kemudian mengalirkan bola kepada rekan-rekannya yang berdiri bebas. Itulah sedikit kiat menurut versi saya yang awam bermain bola.

    Bagaimana kiat-kiat jitu lainnya saat bertarung di atas kepala om gundul, saya tidak mau beritahu karena memang tidak tahu. Saya yakin para pelatih dan pemain 12 tim perserikatan paham kiat paling mujarab guna meraih impian berada di Puncak El Tari Memorial Cup '99. Cuma saya menyarankan, jangan salahkan pasir hitam yang lahir dari kandungan si manis Iya dan lapangan tanpa rumput bila Anda kalah. Karena pasir hitam di Marilonga-Perse adalah alat penguji mutu menuju tangga kehormatan.

    Artinya, si pasir hitam manis bisa membawa prahara. Om gundul membuka peluang tragedi, bisa menyajikan menu untung dan buntung bagi Anda. Ia dapat memberi berkah sekaligus petaka, menghadirkan sukacita dan dukalara bila tidak piawai menggunakannya. Saya percaya, Anda semua adalah seniman bola yang muskil kalah sebelum berperang di tanah Tri Warna. Jangan cemas eja! ***


 Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Minggu, 28 November 1999. Artikel ini dibuat berkaitan dengan kondisi lapangan di Stadion Marilonga Ende serta Lapangan Perse yang menjadi arena kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup 1999.

Watak PSN Belum Berubah

ilustrasi
PENDUKUNG fanatik juara bertahan El Tari Memorial Cup, PSN Ngada pulang dengan kecewa dari Stadion Marilonga Ende, Jumat (26/11/1999) petang. Mereka bersungut-sungut, kesal, jengkel bahkan ada pula yang marak-marah. Untungnya belum ada banjir air mata yang menggenangi Marilonga  karena PSN masih bisa bernapas sekalipun sempat tak berdaya menghadapi Persesba Sumba Barat.  PSN ditahan 2-2 oleh tim yang sesungguhnya berada satu kelas di bawahnya.

    Apa boleh buat! Inilah sepakbola yang selalu berpeluang membalikkan ramalan dan harapan. Mengapa PSN Ngada kandas? Mengapa Johni Dopo dkk tidak mampu menumpas pasukan dari bumi Pawa Eweta Manda Elu? Itulah pertanyaan  yang menghiasi batin penggemar bola Flobamora, teristimewa anak-anak Ngada di manapun berada. Saya akan memulai catatan kecil dengan sapaan ini: Watak PSN Ngada belum berubah!

    Sejak sukses merebut Piala El Tari dua tahun lalu di Stadion Oepoi Kupang, PSN ternyata belum banyak melakukan peremajaan pemain. Komposisi PSN masih berintikan wajah lama. Tidak salah memang! Pelatih Yuven Neta tentu punya pertimbangan dan alasan  yang dapat dipertanggungjawabkan. PSN kali ini pun tetap seperti yang dulu, belum memiliki tombak tajam dengan naluri singa haus gol. Stok striker masih bertumpu pada Philipus Tadi, pemain veteran yang sulit menghindari hukum alam: usia semakin tua, kelincahan pinggul, kaki dan kepala terus berkurang. Kisah dari Marilonga kemarin bisa berkata lain, seandainya Philipus Tadi merumput seperti delapan atau sepuluh tahun yang lalu.

    Kekurangan PSN terletak pada lini depan. Mestinya PSN dapat membobolkan gawang Persesba lebih dari enam, jika mereka memiliki striker yang tenang dan matang saat berada di kotak terlarang lawan. Di sana Ronda Rato, Engelbertus Suri dan Evodius Sabu, tapi ketiganya lebih cocok sekadar tukang umpan. Bukan algojo yang mematikan jantung hati musuh. Mendominasi pertandingan 2x45 menit, mengurung Persesba habis-habisan, tetapi PSN hanya sukses mengoleksi dua gol dari kaki Kapten Johni Dopo dan Evodius Sabu. Kedua gol ini pun semuanya hasil tembakan jarak jauh dari luar garis enambelas.

    PSN malah terlihat sangat kaget, ketiga gawang Imu Kadu bobol dua kali oleh sontekan indah Arto Wanda dan Alfred Kome. Persesba patut dipuji karena cerdik melihat titik lemah PSN yang asyik menyerang lalu lupa menjaga pertahanan. Eman Watu, Marsel Woto dan Renny Paty terlalu semangat naik sampai ke area pertahanan lawan. Sehingga repot sendiri tatkala Persesba melakukan counter attack.

    Kasihan playmaker Johni Dopo yang terpaksa naik turun mengkoordinir rekan-rekannya. Jhoni bermain sudah maksimal dengan berkali-kali memberikan umpan matang ke kotak penalti, namun kurang beruntung karena ketiadaan eksekutor dan dipersulit kokohnya tembok Pada Eweta yang digalang apik Achmad Sidik, Kanis DT, Johanes Boro serta kiper JM Dasalaku.

    Hasil kurang maksimal PSN juga disebabkan mereka bermain kurang rileks dan begitu sedikit memperagakan ciri khas bola-bola panjang diagonal. Dalam sejarah El Tari Memorial Cup watak PSN memang selalu 'lambat panas' sehingga hasil partai pertama kurang memuaskan. Tahun 1997, misalnya, PSN bahkan sempat meremas jantung pengemarnya sebelum berhasil mematuk Persap Alor di babak grandfinal

    Dengan kaarakter serupa ini, mudah-mudahan PSN berusaha tampil lebih baik pada partai berikutnya. Suhu panas karena harus bermain pukul 14.00 Wita, kiranya tidak dijadikan kambing hitam. Apabila PSN tidak mengubah dan membenahi rumah tangganya, mohon maaf kalau pulang ke kota dingin Bajawa musim ini tanpa El Tari Memorial Cup. Apalagi di grup C bercokol Persim yang sudah memperlihatkan giginya dengan melahap 'ikan paus' Lembata. ***


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Sabtu, 27 November 1999. Artikel ini dibuat setelah PSN Ngada bermain imbang 2-2 melawan Persesba Sumba Barat dalam kejuaraan El Tari Memorial Cup tanggal 26 November 1999.

Sarundajang Koleksi 500 Buku Kuno

ilustrasi
ORANG nomor satu di Provinsi  Sulawesi Utara (Sulut), Gubernur  Dr Sinyo Harry Sarundajang (SHS) memiliki koleksi buku yang tertata apik di perpustakaan pribadi di rumahnya di Kelurahan Kinali Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Dalam waktu dekat akan  tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai perpustakaan pribadi terbesar di Indonesia, yang sudah dikelola.

"Muri sudah menyetujuinya, mereka tinggal datang mengeceknya nanti," ujar Drs Jemy Pelealu, MBA, kepala perpustakaan pribadi SHS kepada Tribun Manado belum lama ini. Perpustakaan SHS  yang berdiri sejak tujuh tahun lalu itu  mengoleksi sekitar 45 ribu eksemplar yang terdiri dari 15 ribu judul buku. Dikelola lima pekerja, yang dipimpin pustakawan lulusan Universitas Honolulu Amerika Serikat, Drs Jemy Pelealu, MBA.

"Semua jenis buku mulai dari ensiklopedi, biografi dan jenis-jenis buku ilmu dan pengetahuan tersaji secara lengkap. Contohnya buku Kedokteran, pak SHS punya buku kedokteran lengkap untuk belajar hingga S1, padahal beliau bukan dari kedokteran. Ada juga sudut buku khusus bahasa Belanda dan Malaysia," ujarnya.

Kata Jemy, SHS berada di urutan pertama sebagai pejabat negara yang punya koleksi terbanyak di Indonesia, diikuti Presiden RI SBY dan mantan Presiden RI BJ Habibie. "Milik Pak SBY hanya setengah dari perpustakaan ini. Kebetulan pustakawannya adalah teman seangkatan saya waktu pendidikan dulu. Milik pak SBY sebanyak 15 ribu eksemplar yang terdiri dari 7 ribu judul buku. Pak SHS sudah berkunjung ke sana," ungkapnya.

Perpustakaan ini dikelola dengan sistem internasional. Dari segi pengelolaan file gunakan sistem DDC Dewey Decimal Clasification yang biasa disebut kitab suci pustakawan. "Pustakawan itu harus paling banyak tahu tentang semua buku. Untuk mendapatkan DDC itu, harus baca semua buku baru bisa dapat," ujar Jemy.

Katalognya menggunakan sistem Anglo American Cataloguing Rules (AACR2). Sistem penelusurannya menggunakan manajemen perpustakaan (simpus). "Di komputer tinggal mengetik subjek, pengarang, judul, atau pengarang akan muncul daftarnya. Sangat memudahkan dalam pencarian buku. Semua sistem tersebut merupakan standard internasional, seluruh dunia sama," ujarnya.

Dalam koleksinya, SHS memiliki 500 judul buku kuno langka yang tak diproduksi lagi. Semisal Alkitab bahasa Sanger Talaud yang dibuat Belanda dan buku kuno lainnya. Saking tuanya, buku-buku tersebut sudah tak bisa dibuka tutup layaknya buku biasa. Harus menggunakan program flip once pada komputer. "Jadi buka lewat komputer, dan di slide seperti buku biasa. Dia akan terbuka sendiri," ujar Jemy.

Perpustakaan ini belum dibuka untuk umum. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menggukannya. Kata Jemy, perpustakaan SHS biasa didatangi  mahasiswa yang akan melanjutkan studi S2 dan S3. Namun untuk bisa masuk, harus minta izin terlebih dahulu pada sang pemilik, SHS. "Tamu Pak SHS juga sering dibawa ke sini. Para ,enteri, pengusaha, duta besar dari berbagai belahan dunia pernah datang. Agung Laksono, Megawati juga pernah datang. Mereka kagum dan terheran-heran melihat perpustakaan ini," tutur Jemy.

Pantauan Tribun Manado, perpustakaan SHS tertata dengan rapi. Rak-rak buku berjejeran menjulang tinggi. Buku yang tertera di rak tersusun rapi dengan kode khusus. Berbagai jenis buku ditampilkan di perpustakaan ini. Selain buku,  dipajang foto-foto SHS serta penghargaan yang dia terima. Di sebuah meja, ditaruh sebuah buku besar berjudul Who's Who in The World. Nama SHS tertera pada halaman 2.032. "Pak SHS adalah orang satu-satunya di Indonesia yang tercatat dalam buku tersebut berkat keberhasilannya mendamaikan konflik Maluku," demikian Jemy.

Dalam  kesibukannya sebagai pemimpin daerah, SHS selalu menyempatkan diri membaca buku di perpustakannya tersebut. "Kalau Bapak sedang di rumah, pasti selalu baca buku di sini," ujar  Jemy.

Semua buku di perpustakaan tersebut dibaca oleh SHS. Bahkan untuk persiapan presentasi atau sambutan di sebuah acara, SHS mengambil referensi dari buku-buku miliknya. "Semuanya dipersiapkan dengan matang, buku-buku dikumpulkan kemudian beliau menyusun satu per satu," kata Jemy. Dikatakannya, SHS merupakan sosok yang gemar baca buku, tak heran ia bisa memiliki koleksi buku sebanyak itu.  Waktu luang gubenur ini pun diisi dengan baca buku, bahkan saat dalam perjalanan dengan kecepatan hingga 80 kilometer per jam. "Kalau orang tak biasa, itu pasti akan pusing. Tapi bapak tidak, beliau terus baca buku," ujar sopir pribadi SHS.

Gemar Membaca

Kecintaannya membaca membawa Gubernur SHS menjadi kolektor buku.K ira-kira sejak 15 tahun belakangan SHS mengoleksi buku. "Saya dari dulu memang gemar membaca," ujarnya kepada Tribun Manado, Selasa (17/12/2013).

SHS  melahap bacaan apa pun yang berisi pengetahuan di berbagai bidang, salah satu favoritnya buku otobiografi pemimpin-pemimpin besar di dunia. Kemudian buku mencakup filsafat barat dan timur, sosial, politik, ilmu mengenai alam. SHS mengumpul buku dengan membeli, tak hanya buku bahasa Indonesia, ia mengumpulkan buku terbitan luar negeri.

Untuk memudahkan memiliki dan menambah buku koleksinya, ia berlangganan penerbit buku internasional, biasanya buku keluaran terbaru langsung dikirimkan kepadanya. "Saya juga bangun hubungan dengan penulis internasional kalau ada buku baru saya dikirimi," kata peserta konvensi Capres Partai Demokrat ini.

Selain itu, banyak dari buku koleksinya merupakan pemberian koleganya. Adapun paling tua dari koleksi bukunya, SHS mengatakan, kira-kira terbitan 50 tahun lalu. Sebenarnya ada juga buku-buku keluaran semasa dia SMA dan kuliah, hanya ia sudah memberikan buku tersebut kepada yang membutuhkan. "Pada umumnya buku-buku yang ditulis 15 tahun belakangan," katanya. (fin/ryo)

Sumber: Tribun Manado 18 Desember 2013 hal1

Damyan Godho Dapat Cincin Emas NTT

Damyan Godho (kanan)Foto Edy Bau
KUPANG,  PK- Pemimpin Umum (PU) Harian Pos Kupang, Damyan Godho mendapat cincin emas sebagai bentuk penghargaan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT) atas jasanya dalam pembangunan di NTT khususnya dalam bidang pers dan media massa.

Penyerahan penghargaan ini dilakukan oleh Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dengan langsung menyematkan cincin emas itu kepada Damyan pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-55 Provinsi NTT ke 55 di Alun-alun Rumah Jabatan Gubernur NTT, Jumat (20/12/2013).

Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dalam kesempatan itu menyampaikan terimakasih kepada perseorangan atau lembaga yang telah berjasa atau berkontribusi dalam pembangunan di propinsi NTT. Kiranya, penghargaan ini menjadi motivasi bagi orang lain untuk berpartisipasi dalam pembangunan di segala bidang.

Asisten I, Setda NTT, Yohana Lisapali kepada Pos Kupang usai penyerahan penghargaan itu mengatakan, Damyan Godho adalah sosok yang pantas diberi penghargaan karena pengabdiannya dalam pembangunan di NTT khususnya dalam bidang pers sehingga kini telah tumbuh menjamur perusahaan pers di NTT.

"Beliau memang kita nilai pantas dan layak menerima penghargaan ini. Beliau kita nilai berhasil dan konsisten bergerak di bidang pers. Banyaknya usaha media dan pers di NTT ini tidak terlepas dari kontribusi beliau," kata Lisapali.

Dikatakannya, penghargaan yang diberikan telah diatur dalam peraturan daerah (perda) NTT.  Berdasarkan perda itu, lanjutnya, penghargaan bisa diberikan kepada lembaga maupun perorangan yang diserahkan setiap perayaan  HUT NTT.

 "Ini bentuk apresiasi dan penghargaan pemerintah terhadap orang atau lembaga yang berjasa dalam bidang pembangunan dan kita berikan pada setiap HUT NTT. Kita berharap dengan pemberian penghargaan ini, orang lain juga termotivasi untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah ini," ujarnya. (roy)

Sumber: Pos Kupang


Jual Beli Pengaruh

MANTAN  Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq akhirnya  divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara. Seperti diwartakan Tribun Manado kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Luthfi terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

 "Menyatakan Luthfi Hasan Ishaaq terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis saat membacakan putusan Luthfi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)  Jakarta, Senin (9/12/2013).

Luthfi bersama rekannya Ahmad Fathanah terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi. Uang itu diterima Luthfi saat menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden PKS. Melalui penasihat hukumnya  Luthfi berniat mengajukan banding atas vonis hakim tersebut.

Dari reaksi yang berkembang pascavonis, majelis hakim Tipikor
dinilai telah menjatuhkan hukuman yang setimpal. Sebagai pejabat negara Lutfhi menunjukkan perilaku yang tidak patut diteladani. Lagipula dia seorang pemimpin partai politik terkemuka di negeri ini . Sebagai pemimpin partai yang melahirkan calon-calon pemimpin bangsa, Luthfi  Hasan Ishaaq mencederai kepercayaan yang sangat besar kepadanya untuk memberikan keteladanan.

Menarik perhatian kita lantaran sidang  pembacaan vonis hukuman untuk mantan Presiden PKS itu bertepatan dengan masyarakat  memperingati Hari Anti Korupsi. Sebuah momentum yang elok. Waktu yang pantas untuk refleksi dan introspeksi sudah seriuskah bangsa Indonesia dalam perang melawan korupsi?

Kita acungi jempol atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini. KPK tiada henti menjerat dan memproseshukum para tersangka koruptor. Namun, langkah KPK tentu saja belum cukup. Masih diperlukan kerja sama yang lebih apik antara semua pemangku kepentingan agar praktik korupsi di negeri ini benar-benar bisa diminimalisir sekecil mungkin.

Dari sisi regulasi, misalnya,  UU Tipikor butuh revisi. Seperti dikatakan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW)  Tama S Langkun, pemerintah dan DPR belum berkomitmen merevisi UU Tipikor sesuai dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Tama mengatakan beberapa ketentuan dalam UNCAC, seperti peningkatan kekayaan secara tidak wajar (illicit enrichment), jual beli pengaruh (trading influence), dan pasal lainnya, belum diatur dalam UU Tipikor. Menurut dia seperti dikutip Kompas.Com, jika pasal-pasal itu  masuk ke UU Tipikor maka efek jera sungguh terjadi.  Tama mengatakan masih banyak pasal-pasal yang terdapat dalam UNCAC belum diadopsi dalam UU Tipikor.

Padahal, ia mengatakan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi PBB  tersebut.   Terkait dengan peningkatan kekayaan secara tidak wajar dan jual-beli pengaruh, Tama menyatakan hal tersebut sudah diatur dalam pasal 20 dan 18 UNCAC. Kasus korupsi kuota suap impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq menunjukkan kebuntuan karena tidak adanya ketentuan yang mengatur jual-beli pengaruh dalam UU Tipikor. Mudah-mudahan sentilan peneliti ICW tersebut  menggungah pemerintah dan DPR untuk segera melakukan revisi agar perang melawan korupsi di negeri ini lebih efektif. *

Masalah Klasik

TABUNG gas elpiji ukuran 3 kilogram kini sudah menjadi persoalan klasik di Sulawesi Utara. Sejak pemerintah memberlakukan konversi dari minyak tanah ke gas, keluhan kelangkaan belum juga surut. Dari tahun ke tahun masalah yang sama terulang. Dan, lebih menarik lagi kelangkaan selalu terjadi di akhir tahun atau lebih tepat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

Sebagaimana diwartakan Tribun Manado,  kelangkaan tabung gas elpiji ukuran 3 kg sudah menjadi keluhan umum masyarakat di berbagai wilayah Sulawesi Utara (Sulut) sejak awal Desember. Kelangkaan tersebut makin meningkat dua pekan menjelang perayaan Natal tahun ini.

Berbagai upaya telah dilakukan warga untuk mendapatkan sumber bahan bakar utama rumah tangga tersebut. Mereka berkeliling ke pangkalan dan pengecer, namun sangat sulit memperoleh tabung gas. Kalaupun mendapatkan tabung gas, harganya sudah jauh di atas ketentuan pemerintah daerah. Poinnya adalah tabung gas elpiji ukuran 3 kg langka dan mahal! Beberapa keluarga di Tondano, Kabupaten Minahasa bahkan beralih memakai kayu api untuk masak kebutuhan makan dan minum setiap hari. Sungguh sebuah kemunduran dan merepotkan memang.

Menurut pengakuan pangkalan dan pengecer, mereka pun tidak menerima pasokan gas dari Pertamina sebagaimana lazimnya. Pasokan yang rutin saban hari kini berubah menjaid dua sampai tiga hari sekali. Kalau demikian kenyataannya, maka benarlah apa yang dikatakan Wakil Gubernur Sulut Dr Djouhari Kansil bahwa ada masalah dalam hal pendistribusian tabung gas elpiji dari stasiun pengisian  ke pangkalan dan agen.

Awal pekan ini Wagub Sulut sendiri menyaksikan antrean panjang truk pengangkut gas elpiji di Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) Liwas. Oleh karena itu wagub mengimbau Pertamina segera mengatasi masalah itu dengan misalnya menambah staf atau mengatur ulang shift kerja mereka di SPPBE agar antrean truk pengangkut gas elpiji bisa terurai alias normal kembali.

Pertanyaan sederhana kita adalah mengapa distribusi gas selalu bermasalah menjelang akhir tahun dan hari raya? Jika ada masalah, hendaknya  bisa diselesaikan secepatnya agar masyarakat Sulut bisa merayakan Natal dan Tahun Baru dengan nyaman. Janganlah ada niat merepotkan mereka karena tabung gas elpiji merupakan kebutuhan pokok.


Pemerintah daerah  dan aparat keamanan kita minta untuk segera menyikapi masalah klasik  yang mendera masyarakat ini. Jangan-jangan ada pihak yang memanfaatkan kesempatan dengan menimbun gas elpiji untuk selanjutnya mereka jual kepada masyarakat dengan harga lebih mahal. Motifnya meraih untung besar dalam sekejap. Praktik curang semacam itu tidak boleh dibiarkan terjadi. Harapan kita adalah kelangkaan tabung gas elpiji di Sulut segera berakhir. Menjadi tugas pokok pemerintah untuk memenuhi kebutuhan  masyarakat yang vital  ini. Jadi jangan hanya berpangku tangan dan menonton penderitaan masyarakat ini. Semoga!

Sumber: Tribun Manado 13 Desember 2013 hal 10

Godaan Uang

UANG adalah raja dunia. Itulah sebabnya dia tiada henti menggoda manusia. Godaan uang terkini menjerat oknum aparat penegak hukum. Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Subri ditangkap tangan penyidik KPK terkait dugaan kasus suap sengketa tanah.

Ketika tuan memuja uang memang begitulah jadinya. Uang itu cumalah kertas biasa yang disepakati bangsa manusia sebagai alat tukar menukar, alat transaksi resmi. Jadi sejatinya lembaran uang itu buatan manusia biasa. Namun, uang dalam sejarahnya yang amat panjang telah menjebloskan banyak pemujanya ke dalam penjara. Tak sedikit yang bakubunuh gara-gara uang. Tak sedikit keluarga yang hancur berantakan karena uang. Begitu banyak orang-orang ternama runtuh berderai reputasinya karena memuja uang secara membabi-buta.

Seperti lazimnya dalam kasus dugaan korupsi, dia tidak pernah berdiri sendiri. Selalu ada kawanan, selalu muncul gerombolan manusia pemuja duit. Penangkapan atas Subri dan seorang wanita bernama Lusita Ani Razak mengungkap fakta baru. Seperti diwartakan Tribun Manado kasus suap terhadap Subri ternyata melibatkan politisi dari Partai Hanura. Bambang W Soeharto, Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura, diduga mengetahui pemberian suap  terhadap Subri.

KPK pun melakukan pencegahan terhadap Bambang W Soeharto.  KPK juga mencegah Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Praya, Apriyanto Kurniawan, Ketua Pengadilan Negeri Praya H Sumedi, serta dua hakim di PN Praya, Anak Agung Putra Wiratjaja dan Dewi Santini.

Lusita Ani Razak yang tertangkap tangan setelah memberi suap kepada Subri merupakan merupakan anak buah Bambang W Soeharto di PT Pantai Aan. Di perusahaan itu   Bambang sebagai  direktur utama.  PT Pantai Aan diduga menyuap Subri terkait tuntutan JPU terhadap terdakwa Sugiharta alias Along. PT Pantai Aan disebut-sebut akan bangun hotel di Praya. Tanah yang akan dipakai bangun hotel  diklaim Along. Bambang W Soeharto  melaporkan Alongke Polres Lombok atas dugaan caplok lahan. Alhasil, Along ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Kejari Praya menuntut tiga tahun penjara terhadap Along, Kamis (28/11/2013).

Kasus ini pun menjadi semakin terang benderang. Terkuak sudah siapa saja aktor dan aktrisnya. Betapa orang-orang terkemuka dan terutama aparat penegak hukum yang paham hukum justru terbuai godaaan uang hingga mengkhianati sumpahnya, mengabaikan tugas mulia mereka sebagai pihak yang mesti menghadirkan keadilan bagi siapa pun.

Kasus Jaksa  Subri lagi-lagi membenarkan asumi umum bahwa mafia peradilan di negeri ini begitu menggurita. Mereka beroperasi saban hari tanpa rasa malu. Mereka berlagak paling gigih memperjuangkan keadilan dengan memakai seragam resmi aparat negara. Mereka menggunakan kewenangan dari negara ini untuk memperkaya diri sendiri serta kelompoknya. Kita sebagai rakyat hendaknya tidak boleh diam berpangku tangan. Kita dukung terus KPK atau aparat penegak hukum lainnya di negeri ini yang sungguh-sungguh mau memerangi korupsi! *

Sumber: Tribun Manado 18 Desember 2013 hal 10

228 Pria Butuh Obat Kuat

SETELAH melalui diskusi alot yang memakan waktu lebih dari tiga jam, 12 tim peserta kompetisi sepakbola Divisi II Perserikatan NTT memperebutkan El Tari Memorial Cup '99 sepakat melakukan pertandingan pada siang dan sore hari. Hasil technical meeting di Gedung Ine Pare, Jl. El Tari Ende, Rabu (24/11/1999) malam menetapkan delapan tim merumput setiap hari selama babak penyisihan grup. Empat tim atau dua partai bertemu di Lapangan Perse dan empat tim lainnya berlaga di Stadion Marilonga.

    Partai pertama dimulai pukul 14.00 Wita dengan toleransi keterlambatan 15 menit. Sedangkan partai kedua mulai pukul 16.00 Wita dengan batas toleransi keterlambatan yang sama. Semula, Inspektur Pertandingan dari Pengda PSSI NTT, Drs. Markus A Wora menawarkan pertandingan pagi dan sore. Pagi mulai pukul 06.00 dan sore pukul 15.30 Wita. Namun, setelah mempertimbangkan berbagai usul saran dari pelatih dan ofisial tim peserta termasuk kendala-kendala teknis yang bakal terjadi, tawaran Wora ditolak.

    Umumnya peserta menolak karena bila bertanding pagi hari pukul 06.00 Wita, dikhawatirkan tim peserta maupun panitia sulit memenuhinya, karena harus menyiapkan diri selambat-lambatnya satu jam sebelum itu. Pertandingan pun bakal sepi penonton karena pagi hari adalah jam kerja atau waktu sekolah. Boleh jadi akan banyak penonton, namun banyak orang akan absen kerja dan para pelajar/mahasiswa (Ende adalah Kota Pelajar, Red) akan bolos. Oleh sebab itu, pilihan terbaik adalah siang dan sore hari, sekalipun risiko dan konsekwensinya tidaklah kecil.

    Menurut Markus Wora, jadwal menurunkan delapan tim setiap hari itu mengacu pada kesiapan Pemda Ende sebagai tuan rumah yang memberi batas waktu 14 hari turnamen tahun ini. Karenanya, inspektur pertandingan dan peserta mesti menyesuaikan agar kompetisi ini tidak melebihi waktu 14 hari. Keputusan ini dapat diterima akal sehat mengingat ketersediaan biaya dan faktor lainnya.

***

    DENGAN menyertakan 12 tim (dua tim absen yaitu PSKN TTU dan Persab Belu), maka jumlah total pertandingan selama kejuaraan ini - babak penyisihan hingga final - sebanyak 28 partai. Penyisihan grup memainkan 18 partai, 6 partai perempatfinal, 2 partai semifinal, 1 partai perebutan juara ketiga dan 1 partai grandfinal yang dijadwalkan berlangsung, Senin (6/12/1999).

    Sekilas menyimak jadwal tersebut, kesan yang langsung kita peroleh bahwa kompetisi perserikatan musim ini cukup padat dan melelahkan. Pada babak penyisihan grup, setiap tim hanya mendapat jatah istirahat satu hari. Bagi tim yang berprestasi, jadwal merumputnya akan semakin padat, karena antara penyisihan grup, babak perempatfinal, semifinal, dan final tak ada waktu fakultatif. Kompetisi terus bergulir sehingga hampir pasti sebuah tim turun ke lapangan hijau dua hari berturut-turut.

    Bagi seorang atlet, bermain pukul 14.00 Wita di ruang terbuka memang kurang lazim, terutama di negeri kita yang beriklim tropis sebab bakal menguras tenaga yang sangat besar. Mengolah bola di bawah terik matahari bukan pekerjaan mudah. Yang enteng adalah penonton karena bebas menilai tanpa beban dengan cukup duduk manis di tribun atau bibir lapangan. Syukur jika hujan turun sore-sore di bumi Ende, sehingga pemain hanya berbasah ria tapi tidak kelelahan. Tapi akan buruk bagi penggila bola karena aksi seniman kulit bundar jadi tidak enak ditonton.

    Jadwal pukul 14.00 Wita pun menuntut disiplin tinggi dari pemain, ofisial, panitia, wasit, inspektur pertandingan, para medis, petugas keamanan, dll. Jika watak 'jam karet' orang NTT tidak berubah maka partai kedua tak mungkin tepat mulai pukul 16.00. Bahkan terus molor sehingga sampai matahari masuk ke pelukan bumi, pertandingan kedua belum juga berakhir. Ini bisa membawa musibah bagi semua.

    Itulah sebabnya saya melukiskan 228 pemain dari 12 perserikatan (setiap tim beranggota 19 pemain) membutuhkan 'obat kuat' agar tampil prima di lapangan dan sanggup meraih hasil terbaik. Obat serupa pun perlu dikonsumsi wasit C1 dan C2 milik PSSI NTT yang jumlahnya pas-pasan maupun panitia pelaksana. Adanya cedera ringan dan berat yang meneteskan darah segar, kejang-kejang bahkan mati sekejap alias pingsan, tidak mustahil terjadi saat pemain bertanding di bawah terik matahari atau guyuran air dari langit.    

Soal jenis 'obat kuat' apa yang mau dipakai demi kebugaran tubuh dan daya tahan kepala dan kaki, terserah Anda masing-masing karena benda yang satu ini masuk kategori rahasia kampung halaman, rahasia kamar tidur dan rahasia hati. Mau minum moke pun boleh, toh kompetisi kita rasanya belum menggunakan jeratan doping.  Mau pakai kekuatan leu-leu atau daya pikat atapolo alias suanggi dari puncak Gunung Kelimutu juga tak apa-apa, asal tidak merugikan banyak orang dan tetap dalam koridor fair play. Selamat bertanding! *


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Jumat, 26 November 1999. Artikel ini dibuat menjelang kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup di Ende tanggal 25 November hingga  7 Desember 1999.

Menunda 'Perkawinan' PSN - Persap

 BILA tidak ada aral melintang, Rabu (24/11/1999) malam berlangsung acara techical meeting turnamen sepakbola EL Tari Memorial Cup 1999. Acara ini sangat penting, karena mendiskusikan kemudian memutuskan banyak sisi berkaitan dengan penyelengaraan kejuaraan ini. Selain membahas masalah-maslah teknis pertandingan, yang tidak kalah penting adalah pembagian grup atau pool. Sampai kemarin sudah dipastikan 12 tim yang akan mengikuti kejuaraan yang dimulai 25 November mendatang yakni PSN Ngada, Persim, Perse, Persami, Perseftim, PS Lembata, Persap, PSK Kodya Kupang, PSK Kabupaten Kupang, Perss SoE, Persewa dan Persikab. Dua kesebelasan yakni Persab Belu dan PSKN TTU absen.

    Ihwal sistem pembagian grup, hingga kini belum diperoleh konfirmasi resmi dari komisi pertandingan Pengda PSSI NTT. Namun, saya menduga PSSI NTT akan menggunakan sistem yang sudah baku dan lazim dipakai dalam turnamen perserikatan di Indonesia. Biasanya, pembagian grup menggunakan pola tim unggulan, sehingga para peserta tidak begitu saja diundi secara acak.

    Untuk itulah saya kira 'perkawinan' antara juara bertahan PSN Ngada dan runner-up 1997, Persap Alor harus ditunda. Artinya kedua kesebelasan ini mesti dipisahkan selama babak penyisihan yang menggunakan sistem setengah kompetisi itu. Sebagai juara bertahan, rasanya sangat pantas bila PSN Ngada menjadi tim unggulan pertama Grup A dan Persap Alor menjadi unggulan pertama Grup B. Kemudiam PSK Kodya Kupang menempati unggulan kedua Grup A dan Persami Maumere menjadi unggulan kedua Grup B. Keempat tim ini tidak perlu mengikuti undian lagi. Yang perlu mengikuti undian tinggal delapan tim yakni Persim Manggarai, Perse Ende, Perseftim Flores Timur, Persewa Waingapu (Sumba Timur), Persikab (Sumba Barat), Perss SoE, (TTS), PS Lembata dan PSK Kabupaten Kupang. Kedelapan tim ini bisa berkumpul di Grup A atau B.

    Namun, saya coba menawarkan komposisi grup, dengan mengacu pada prestasi tim-tim perserikatan NTT selama dua musim kompetisis terakhir. Grup A terdiri dari PSN,  PSK Kodya Kupang,  Persim, Perseftim,  Perss SoE dan Persikab.  Grup B: Persap, Persami, Perse, PSK Kabupaten Kupang, Persewa, PS Lembata. Jika sistem ini dipakai dan disepakati semua peserta turnamen El Tari Cup '99, maka perimbangan kekuatan kedua grup rasanya cukup rasional. Cara ini pun mencegah adanya tim yang 'hebat' sendiri karena cuma menghadapi lawan-lawan lemah di grupnya selama babak penyisihan.

    Belum diketahui, apakah peserta turmanen kali ini dibagi dalam dua atau tiga grup. Tetapi yang lebih masuk akal dan efisien-mengingat waktu efektif kejuaraan kurang lebih 12 hari- jika ke-12 tim tersebut dibagi dalam dua grup, bukan tiga grup, maka juara dan runner-up grup berhak maju ke babak semifinal kemudian melakukan 'kawin silang' yakni juara Grup A vs runner-up Grup B dan juara Grup B vs runner-up Grup A.

    Bila terbagi dalam dua grup, maka setiap tim harus menjalani lima pertandingan selama babak penyisihan. Hal ini tentu menuntut stamina pemain yang prima dengan kemampuan tahan bantingan. Tapi bagi penonton dan penggemar bola patut disyukuri, karena akan menikmati pertandingan demi pertandingan dengan seribu rasa, cemas, tegang, mengharukan bahkan mungkin harus meneteskan air mata. **

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Rabu, 24 November 1999. Artikel ini dibuat menjelang undian pembagian grup kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup di Ende tanggal 25 November hingga 7 Desember 1999.

Peta Kekuatan Belum Berubah

PERTANYAAN yang kerap terlontar menjelang sebuah kejuaraan suatu cabang olahraga adalah siapa atau tim manakah yang bakal keluar sebagai pemenang? Pertanyaan serupa itulah yang kini mengemuka menjelang dimulainya turnamen sepakbola El Tari Memorial Cup 1999 di Ende, 25 November - 5 Desember. Berpatok pada prestasi masa lalu serta perkembangan selama dua tahun terakhir - sejak turnamen El Tari Memorial Cup 1997 di Kupang -- saya coba meraba-raba peta kekuatan tim peserta musim kompetisi perserikatan tahun ini.

    Saya coba membagi peta kekuataan ini dalam tiga kategori, tim papan atas, papan tengah dan papan bawah. Tim-tim papan atas belum banyak berubah. Kekuatannya masih sama seperti dua tahun silam. Kemampuann teknis individu maupun kerjasama tim terbaik saat ini masih dipegang juara bertahan PSN Ngada, disusul PSK Kodya Kupang, Persami Maumere (Sikka) dan Persap Alor. Saya perkirakan keempat tim inilah yang paling besar peluangnya menjuarai El Tari Memorial Cup '99. Jika tidak ada hal-hal yang luar biasa, maka PSN,  PSK, Persami dan Persap yang bakal bertemu di semifinal maupun final.

    PSN Ngada asuhan duet pelatih Gius Pello dan Sius Loke rasanya masih berintikan pemain yang sukses membawa PSN meraih gelar dua tahun lalu di Kupang. Dengan tambahan tenaga baru, PSN  yang dikomandani kapten Johni Dopo itu masih pantas difavoritkan. Kekuatan PSN adalah moral tim yang pantang menyerah, bermain keras dengan tipikal bola-bola panjang diagonal yang menuntut stamina kuat selama duel 2 x 45 menit. Dengan postur tubuh pemain yang rata-rata 'tinggi-besar' untuk ukuran NTT serta didukung mental juara, bukan mustahil PSN bisa mempertahankan gelar.

    Namun, pasukan Jack Lay dari Kodya Kupang patut disegani. Dengan mengikuti kompetisi yang teratur di kota propinsi itu, pemain yang direkrut Jack Lay umumnya berkualitas baik. Nama-nama semisal Noldi Pellu, Petrus Abanat, Chris Umbu Yogar, Melki Lapitonung, Zulkifly Umar, Pieter Fomeny dan Tony Louis cukup berpengalaman dan beberapa kali membela nama NTT di ajang Pra PON sebelumnya maupun kompetisi Divisi II. PSK Kodya pun tim bermental juara dengan kekuatannya pada strategi dan taktik saat merumput. Jack Lay cukup mampu meramu kerjasama tim dari lini ke lini.

    Persami jangan disepelekan. Tim asuhan pelatih tak banyak omong, Kus Parera dan Paul Ladapase selalu tampil bak cabe rawit. Kecil-kecil tapi pedis. Membunuh tanpa ampun! Bermain di Ende bagi Persami seperti di kampungnya sendiri, sehingga untuk meraih juara musim ini cukup besar. Om Kus Parera, demikian pelatih yang mantan Ketua DPRD Sikka itu biasa disapa- selalu meracik timnya bermain solid, menggunakan otak, bukan semata-mata kaki. Persoalannya bagaimana peremajaan pemain di tubuh Persami saat ini. Kelihatannya Kus dan Paul sangat merahasiakan kekuatannya.

    Pemburu dari Timur, Persap Alor setidaknya telah membutikan kepada masyarakat bola NTT bahwa mereka bukan anak bawang lagi. Dalam empat tahun terakhir tim yang tukangi Pelatih Alex Pareira itu amat menawan dan tanpa ampun membombardir lawan, sehingga menjadi langganan kelompok  empat besar NTT. Dalam kondisi sangat tertekan sekalipun, Persap selalu mampu bertahan dan memukul balik dengan cepat dan mematikan. Bermaterikan pemain berpengalaman semisal Desna Maro, Titus Temaluru dan Kisar Mbou, Persap bakal menggebrak publik Ende dan sangat mungkin meraih juara di bumi Flores.

    Lalu bagaimana dengan Perse Ende? Faktor tuan rumah jelas memberi nilai lebih bagi Perse, namun harus diakui kekuatan tim ini masih satu kelas di bawah PSN, PSK, Persami dan Persap. Menyimak prestasinya selama ini serta pola pembinaan yang dilakukan, Perse bersama Persim dan Perseftim masuk kelompok papan tengah. Bagi Perse, momentum tuan rumah mestinya menjadi rangsangan untuk unjuk gigi dan meraih hasil terbaik. Jika tidak absen, PSK Kabupaten Kupang layak masuk papan tengah. Khusus Perseftim, tim ini sesungguhnya cukup menggigit dan enak ditonton. Namun, dalam satu dasawarsa terakhir prestasi tim dari ujung timur Nusa Bunga itu sangat menurun. Prestasi Perseftim hanya bagus pada masa kejayaan Cor Monteiro dkk di era 1970-an.

    Sedangkan tim-tim lain seperti Persewa, Persikab, Perss SoE dan si wajah baru PS Lembata belum teruji kemampuannya dan prestasinya kurang konsisten sepanjang sejarah El Tari Memorial Cup. Kalaupun hadir di Ende, PSKN TTU dan Persab Belu pun masuk tim papan bawah. Namun, semua ini seksdar prediksi. Cuma ramalan di atas kertas. Sebagaimana bola yang bentuknya bundar itu, hasil di lapangan bisa berkata lain, dapat saja memutarbalikkan prakiraan. **


Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra,
juga Pos Kupang edisi Selasa, 23 November 1999. Artikel ini dibuat menjelang kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup di Ende tanggal 25 November hingga 7  Desember 1999.

Juara Kampung yang Tidak Kampungan

 ENDE, kota tua bersejarah, kota di Pusat Nusa Bunga, kota pelabuhan terbesar di selatan Pulau Flores hari-hari ini tampil genit. Laksana gadis montok yang memasuki puber pertama, Ende sibuk merias diri. Bak perawan yang mulai tahu makna asmara, Ende lincah sekaligus resah menyongsong datangnya 266 kumbang dari 14 daerah Flobamora.    Perse, lapangan bopeng di pusat kota kini marak dengan umbul dan bendera, telah tumbuh rumput-rumput halus dan tak ada lagi kelikir dan pasir. Juga tak ada lagi kambing jantan dan betina bekeliaran bebas di sana seperti hari-hari silam. Lapangan Perse sudah siap menjadi arena perang peserta El Tari Memorial Cup 1999. Pesta akbar sepakbola NTT di ujung abad ke-20 di awal milenium baru.
   
Stadion Marilonga di sisi barat Kali Wolowona pun tampak anggun. Stadion (mini) satu-satunya itu terlihat lebih cakep dari penampilan yang lalu setelah sisi-sisinya yang lusuh diberi sedikit sentuhan. Ada kesan tergesa-gesa menyimak posturnya, namun baguslah buat ata (orang) Ende Lio Sare yang seperti sesamanya di bagian lain negeri ini- belum sepenuhnya pulih dari krisis multi dimensi.

    Dua lapangan siap pakai adalah syarat minimal yang mesti dipenuhi guna menggelar kejuaraan sepakbola sekelas El Tari Memorial, turnamen paling tua dan telah melegenda bagi rakyat NTT. Dan Ende setidaknya telah menyediakan sarana tersebut dengan segala keterbatasan dan kelebihannya. Kelebihan Stadion Marilonga, penonton bisa masuk tertib dan teratur, namun kurang leluasa menghirup udara segar. Menghirup udara segar selebar paru-paru ada di Lapangan Perse. Cuma bagi pemain, petugas keamanan pun panitia, awasilah penggila bola yang senang menonton, tapi kurang suka membayar tiket masuk.

***
    UNTUK apa Pengda PSSI NTT menggelar agenda dua tahunan ini? Dan untuk apa Pemda dan masyarakat Kabupaten Ende bersibuk-ria menguras otak dan tenaga menjadi penyelenggara? Bukankah sepakbola NTT tak pernah berjalan ke depan? Bukankah sepakbola Flobamora cuma senang jalan-jalan di tempat? Lolos ke PON pun begitu sulit. Tahun ini malah batal ikut Pra PON XV tahun 2000 karena alasan macam-macam, cenderung klasik. Juara El Tari Memorial Cup 1997, PSN Ngada, toh cuma bangga sebagai juara kampung sendiri, cuma riang menyimpan piala di kota dingin Bajawa selama dua tahun terakhir. Sepanjang sejarah El Tari Memorial Cup sejak 1969, tim juara belum sekalipun bisa berbicara di pentas nasional. NTT kemudian menjadi begitu terpencil, terasing dalam jagat persepakbolaan Indonesia.

    Dan bukankah Kabupaten Ende melalui Perse (Persatuan Sepakbola Ende) tak sekalipun meraih hasil terbaik di ajang kompentisi ini? Perse bukan tim bermental juara. Perse begitu mudah kandas, meskipun beberapa langkah lagi ia menggapai puncak. Cukup sering anak-anak Ende Lio lebih lihai merangkai kata-kata indah ketimbang piawai memainkan bola di kaki mereka. Tetapi lupakan semua itu, karena benang kusutnya tak sanggup dituntaskan dalam sehari! Kita salut kepada pengurus Pengda PSSI NTT yang setia menggelar agenda dua tahunan. Kita bangga pada Ende yang baru pertama kali berusaha menjadi tuan rumah yang baik dari kejuaraan ini.

    Bagi 3,5 juta jiwa rakyat NTT yang saya percaya sekitar 75 persen  merupakan penggila bola, Kejuaraan El Tari Memorial Cup tak sekadar indikator prestasi daerahnya. Kejuaraan  ini - sebagaimana digagas  "Bapak NTT" El Tari (alm), merupakan medium merekatkuatkan tali-tali emosi Flobamora, ajang mentautkan persahabatan dan persaudaraan, arena menjadikan putra-putri NTT tidak berpikir dan bertindak sebagai anak Alor, Lembata, Rote, Sabu, TImor, Flores atau Sumba. Lewat El Tari Memorial Cup mereka mesti bicara dalam langgam dan nada anak bangsa NTT melalui keterampilan kaki di lapangan hijau. Momentum ini menjadi penting karena kita (baca: NTT) baru saja mulai mengobati beragam krisis, baru berusaha merajut lagi persaudaraan yang sempat terkoyak, di antaranya, setelah insiden Minggu kelabu 8 Februari 1998 di Ende, tragedi Kamis berdarah 5 November 1998 di bumi Pada Eweta Sumba Barat, prahara Kupang di penghujung November setahun silam, perang tanding di beberapa tempat, gempuran belalang di Timur Sumba serta keletihan menjadi ayah dan ibu ratusan ribu pengungsi Lorosae.

Itu berarti, sekalipun turnamen ini cuma berujung "juara kampung NTT' karena kepopulerannya toh sebatas teritori NTT, tapi tidak boleh bermental dan berwatak kampungan! Sebanyak 266 pemain dari 14 daerah tingkat II hendaknya benar-benar main bola, bukan main tangan di wajah atau lambung lawan, main kaki di leher dan pantat, main tanduk ke jantung atau perut sahabatnya. Itu berarti juga seorang penonton cukup duduk manis, tapi boleh menatap jalang, bukan main abu atau batu-batuan. Bolehlah bela tim daerahmu habis-habisan di Ende, kota dengan 70 ribu penduduk multi ras, karena kodrat kita adalah plural. Asalkan jangan lupa diri. Kita tidak mentabuhkan SARA, cuma salah mengurus SARA, petakalah yang kita panen. Kita semua akan susah dan rasanya kita sudah sangat letih dan penat karena salah urus itu.

Dalam bahasa olahraga, mari kita junjung fair play sekalipun kita hanya bermain bola di Kampung Ende, bukan Wembley, tanah leluhur sepakbola. Sebab untuk bermain bola yang baik, kita tidak harus menjadi Ronaldo, Gabriel Omar Batistuta, Alessandro del Piero atau Roberto Baggio. Dengan nama semisalnya Robert Rega, Aleks Pera atau Gabriel Dala, sahabat saya itu pun, kita bisa bermain bola sesuai standar global. Karena rule of the game sepakbola berlaku sama di Pulau Ende, Pulau Pura dan Pulau Sisilia, di Besikama, dan Brussel, Raijua pun di Rio de Janeiro, Brasilia.

Sanggupkah El Tari Memorial Cup 1999 di Ende menghasilkan juara kampung yang tidak kampungan? Mimpi saya semalam berkata bisa, cuma kita tunggu bersama realitas sepanjang 25 November 5 Desember 1999. Selamat datang para seniman kulit bundar dari 14 kabupaten. Datanglah cepat ke kampung ine ame, weta dan eja. Semilir angin dari Puncak Gunung Ia, Meja, Kengo dan Wongge, riak manja buih ombak di Pantai Nanganesa dan Nangaba sudah menanti tak sabar kehadiran Anda, mari bertanding di Bumi Tiga Warna.  **

Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Sabtu, 20 November 1999.  Artikel ini dibuat menjelang kejuaraan sepakbola El Tari Memorial Cup di Ende tanggal 25 November  hingga  7  Desember 1999. Kejuaraan yang berlangsung sejak tahun 1969 ini tergolong paling akbar di Propinsi NTT.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes