Wakil Direktur RS Advent Manado
SUDAH sebulan bencana banjir bandang berlalu menyisakan duka dan penderitaan. Keadaan berangsur pulih di Kota Manado. Warga bersama relawan telah membersihkan lumpur sementara korban yang kehilangan tempat tinggal masih menginap di rumah saudara dan pengungsian.
Bencana dapat datang setiap waktu. Indonesia yang bagai zamrud di katulistiwa sekarang berhadapan dengan kekuasaan alam. Sementara negara berupaya untuk menaikkan kemampuan dan taraf hidup masyarakat diberbagai sektor, diluar dugaan menerima bencana. Bukan hanya Manado tapi pada beberapa wilayah di Tanah Air banjir memorak-porandakan permukiman. Air yang biasanya naik hanya sebatas lutut kini meningkat ke plafon rumah. Korban harta tidak terbilang jumlahnya apalagi terdapat korban manusia.
Berada di halaman rumah berlumpur yang telah kosong karena bangunan terbawa banjir tidak ada yang tersisa, sangatlah memiriskan. Tidak mudah menghadapi kenyataan ini apalagi beberapa keluarga yang kehilangan anggota keluarga. Melihat ketinggian air di antara 3-5 meter yang terjadi di setengah Kota Manado dapat dibayangkan tingkat kesulitan serta tegangnya masyarakat ketika hendak menyelamatkan diri. Banyak penduduk yang nanti melarikan diri ketika air yang naiknya begitu cepat telah mencapai pinggang.
Dari tahun ke tahun bencana bukan berkurang tapi malahan bertambah menjadi besar dengan wilayah melebar. Kawasan yang telah menjadi langganan banjir setiap tahun seperti telah menjadi biasa dengan datangnya air tapi kali ini jumlah air tidak sama dengan tahun-tahun kemarin. Sekarang yang datang adalah air bah dengan arus kencang. Air naik begitu cepat hanya dalam hitungan menit sehingga korban tidak sempat menyelamatkan harta bendanya. Bencana belakangan ini tidak sebatas melimpahnya air dan longsor tapi gunung yang meletus perlu diwaspadai. Gunung Sinabung yang pasif sejak tahun 1600 tiba-tiba menunjukkan kegiatan aktif dan meletus setelah tidur sekitar 400 tahun.
Siaga bencana perlu mendapat perhatian seluruh masyarakat. Antisipasi terhadap musibah banjir perlu diperhitungkan dan diwaspadai. Kota Manado yang kian bertambah penduduknya membutuhkan banyak lahan permukiman. Permukiman bertambah jamaknya disusul penyediaan fasilitas umum. Berdirinya area belanja dan hiburan telah menjadi bagian dari kota yang berkembang melengkapi permukiman baru. Kemudian seperti apa yang kita saksikan wilayah gundul tangkapan air hujan menjadi besar.
Air hujan dalam jumlah besar mengalir dari tempat tinggi kewilayah rendah mencari laut. Air di laut tetap lebih rendah dari daratan tapi Manado ternyata kekurangan jalan air yang bernama sungai untuk menjadi pembuangan air menuju pantai. Wilayah tangkapan air hujan di Manado dan sekitarnya menyalurkan airnya ke Sungai Tondano dan sungai di Sario. Kedua sungai ini kekecilan untuk jumlah air yang mem-bah.
Banyak pihak terkait dapat meredam keganasan banjir bandang dan menghindari korban. Di antaranya adalah kesadaran masyarakat dan pengembang permukiman untuk peduli lingkungan. Penanaman rumput dan penataan ruang kosong dengan pohon perlu diperbanyak membuat wilayah resapan air hujan bertambah. Hujan akan terserap oleh tumbuh-tumbuhan. Semua kita tahu tetapi itulah, sering kita abai. Lalu setelah banjir teringat menanam.
Hunian di bantaran sungai dan wilayah longsor sangat berisiko. Itu sebabnya perlu diperhatikan imbauan menjauhi pemukiman pada tempat-tempat berbahaya. Pemerintah tentu akan berusaha mencari solusi dalam mengatasi masalah banjir ini. Namun menangani banjir tentu bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata tetapi perlu mendapat perhatian seluruh masyarakat. Ada hal yang kelihatan kecil tapi penting untuk dibuat oleh masyarakat yakni menanam pohon bukan menebangnya. Menjaga kebersihan selokan dan tidak membuang sampah sembarangan. Hal ini perlu menjadi sikap hidup bermasyarakat. Bencana dapat terjadi di mana dan kapan saja, siap maupun tidak siap.
Pernakah mengamati bila sebuah kentang dan sebutir telur dimasukkan ke dalam belanga dengan air dididihkan? Air mendidih akan mengubah kentang dan telur itu. Tetapi perubahan yang terjadi kepada dua benda ini sangat bertolak belakang. Telur akan berangsur menjadi keras, sedangkan kentang akan berubah menjadi lembut. Mungkin dalam situasi yang paling berat di kehidupan ini, kita seperti berada dalam belanga yang mendidih dengan penderitaan, kesulitan, bencana serta musibah. Bagaimana sikap kita ketika keluar dari kesulitan ini? Menjadi keraskah, lembutkah?
Ada penderitaan yang terjadi karena ulah manusia. Pola hidup yang longgar dan cenderung boros sudah pasti berujung pada masalah kesehatan maupun kesulitan finansial. Ada penderitaan yang sulit diperkirakan serta berada di luar kemampuan manusia yang dikategorikan bencana. Air yang dalam jumlah kecil menjadi berkat namun bila jumlah banyak dan berada bukan pada tempatnya mendatangkan malapetaka. Bagaimana sikap kita menerima keadaan yang tidak terelakkan ini?
Sikap menghadapi suatu keadaan seperti bencana sangat menentukan untuk membangun kembali semangat dan asa manusia. Merasa terpuruk serta meratap berkepanjangan bukanlah solusi. Ungkapan bahwa ketika sebuah pintu dalam kehidupan tertutup pasti ada jendela kesempatan lain terbuka banyak benarnya.
Mengapa? Karena sudah pasti pada setiap peristiwa yang terjadi akan dikembari dengan hikmah. Menjadi korban dalam bencana banjir tentu membawa kesulitan dan duka. Tetapi setiap hari terbuka kesempatan baru. Untuk bangkit kembali, satu hal dominan adalah sikap penerimaan atas musibah yang terjadi. Mempunyai sikap positif akan mendorong semangat untuk bangkit lagi setelah melewati belanga yang mendidih. Memang secara manusia sangat berat menghadapi kerugian ekonomi dan kedukaan. Akankah mengeras seperti telur sehingga yang tampak adalah kegetiran serta kepahitan. Atau keluar dari kemelut bagai kentang, menjadi lebih lembut, bijak dan matang dengan semangat baru.(*)
Sumber: Tribun Manado, 25 Februari 2014 halaman 10