Niti Susanto (kanan) bersama koleganya |
Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) NTT
Ketika seseorang pergi untuk selamanya, pasti ada cerita yang tersisa.
Pukul 05.30 pagi, di ruang kerja.
Sinar matahari baru saja menembus celah tirai.
Seperti biasa kegiatan rutin harianpun dimulai. Buka buka whatsapp grup(WAG). Baca postingan penting dan jika perlu membalasnya.
Serasa tidak percaya, ada berita di salah satu WAG yang mengejutkan. "Telah pulang ke rumah Bapa pukul 11.55 tadi malam, saudara kekasih kita Niti Susanto".
Saya coba cari kepastian berita ini di grup WA lain yang ada putra almarhum, Alain Niti Susanto. Ternyata benar. Postingan Alain memastikan berita duka ini.
Innalillahi wa inna illaihi rajiun
Tuhan yang memberi, Tuhan pula yang mengambilnya kembali. Sang maha kuasa telah memanggil pulang ciptaanNya. Kembali keharibaanNya
Pikiran pun menerawang jauh. Kembali ke masa lalu. Seolah ada tangan tak terlihat membuka lembar demi lembar cerita tentang sosok yang saya kagumi ini. Ada cerita tentang keuletan. Ada cerita tentang kerja keras pantang menyerah.
Ada cerita tentang pengusaha yang di awal karirnya rela bermandikan debu semen, mengangkat sendiri semen di tokonya untuk dinaikkan ke atas mobil pembeli.
Ada pula cerita tentang kebersahajaan seorang pengusaha sukses. Juga tentang seorang dermawan yang selalu siap menolong siapa saja yang datang kepadanya. Ada juga cerita tentang seorang umat Kristiani aktivis Gereja yang sangat taat beribadat.
Dan, juga tentang pengusaha sukses yang selalu setia di dunia profesi yang ia geluti. Ia tak pernah mau keluar dari dunia itu. Ada pula cerita tentang pengusaha yang selalu tidak pernah konflik dengan siapa pun.
Semuanya itu adalah cerita tentang pribadi tokoh teladan ini. Niti Susanto yang nama aslinya Liang Rong Yuan. Pasti banyak yang kenal sosok ini. Ia pengusaha perintis. Suka memulai usaha di saat orang lain belum berani atau bahkan belum berpikir kearah itu. Melangkah masuk penuh kepastian. Menantang segala risiko. Tapi exit ketika banyak yang sudah menekuni bisnis yang sama. Dia perintis yang lebih suka meretas jalan.
Dimulai dari keberaniannya mengirim bahan bakar minyak ke seluruh pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT). Baik itu di darat maupun harus menyeberang lautan. Termasuk ke pulau Rote dan Sabu. Tidak ada kapal tanker.
Tidak ada depo Pertamina penampung BBM. Tidak ada dermaga khusus bongkar muat BBM. Hanya dengan kapal kayu, berlayar menantang gelombang laut Sawu yang terkenal ganas. Tujuannya Pulau Sabu.
Hanya dengan kapal kayu, berlayar melawan kuatnya arus Pukuafu yang seringkali makan korban. Tujuannya jelas. Rote pulau terluar di ujung selatan Nusantara. Tak jarang kapal kayu itu harus pulang kembali ke Kupang setelah merelakan sebagian muatannya ditelan arus samudra. Tunggu cuaca baik lalu kembali berlayar. Di musim hujan laut memang selalu tidak bersahabat.
Tapi Niti Susanto tidak peduli. Dia sadar betul bahwa warga pulau pulau terpencil dan terluar itu butuh bahan bakar. Tidak boleh terjadi kelangkaan BBM di sana. Dan, alhasil nyaris memang tidak pernah terjadi kelangkaan BBM.
Harganya pun selalu tetap. Berapa saat musim teduh, itulah pula harganya di musim gelombang. Lalu ketika orang lain sudah mampu membangun SPBU di sana, iapun exit.
Cerita berikut adalah tentang pabrik bajadeck di Kupang. Dengan bajadeck ini atap rumah tidak ada sambungan lagi. Kalaupun ada, berhubung bajadeck ini sangat panjang, jarak antara sambungannya lebih jauh.
Banyak warga NTT yang menikmatinya. Sayangnya usaha ini akhirnya tutup setelah muncul produk lain dari Jawa yang lebih unggul. Tapi Niti keluar dari bisnis itu dengan kepala tegak. Dia santai saja.
Di lembar lain ada cerita tentang keberaniannya masuk ke dalam bisnis transportasi udara. Ini bisnis yang high-capital. Dan high-risk. Tapi bagi Niti Susanto itu bukan soal besar. Ia yang biasa disapa Shia ini tidak peduli. Dia sadar betul bahwa koneksitas antarkota-kota di NTT sangat penting.
Jika andalannya hanya pesawat Merpati yang sudah uzur dan sering tunda berjam-jam itu, NTT tetap akan tinggal di tempat. Tidak akan tinggal landas. Maka Shia nekat melangkah masuk dalam dunia ini.
Ada pula cerita tentang air kemasan, SPBU, dealer kendaraan roda dua, aspal, hotel dan lain-lain. Dari semua itu ada yang pantas dicatat. Shia selalu siap berbagi bisnis. Kalau sekarang Prof. Rhenald Kasali Ph.D omong tentang Sharing Economy dalam bukunya Disruption, seorang Niti Susanto sudah menerapkannya jauh sebelum fenomena itu mengemuka.
Sebagai agen semen, awalnya Niti Susanto harus menyediakan banyak truk. Namun ketika sudah ada perusahaan angkutan darat dengan banyak truk berkapasitas besar di Kupang, Niti Susanto perlahan-lahan mengurangi armada angkutnya sampai akhirnya tidak ada sama sekali.
Bagi dia, selagi bisnis bisa berbagi, kenapa tidak. Selain lebih menguntungkan perusahaan, orang lainpun bisa hidup. Sharing economy model taxi online Uber,Grab dll dimana perusahaan tidak perlu punya taxi sendiri yang banyak makan ongkos baru sekarang diterapkan. Niti Susanto sudah sejak dulu.
Kepiawaian Shia mengelola bisnisnya membuat seorang menteri Hayono Isman yang juga konglomerat kagum. Pada berbagai kesempatan Hayono Isman selalu bilang, dia belajar berwira-usaha dari Niti Susanto di Kupang.
Kisah nyata di atas semuanya adalah tentang bisnis. Masih banyak keteladanannya di bidang lain. Terutama kemanusiaan. Shia selalu siap menolong sesama yang tertimpa musibah. Ketika terjadi gempa bumi hebat di Alor 12 November 2004, beberapa hari kemudian Shia bersama team Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia(PSMTI) sudah berada di sana memberi bantuan.
Dalam situasi kalut karena kekurangan alat transportasi, tim ini bersama ketua umum PSMTI pusat Brigjen TNI Tedy Jusuf berusaha sampai ke lokasi bencana yang sulit dijangkau menggunakan kendaraan TNI AD.
Minggu, 26 Desember 2004 kembali Indonesia berduka. Gempa dengan 9.3 skala Richter di barat Sumatera disusul tsunami meluluhlantakkan Aceh dan sekitarnya. Korban tercatat lebih dari 130 ribu jiwa. Shia penggerak utama warga Tionghoa di Kupang dalam membantu korban gempa.
Begitu pula ketika terjadi banjir bandang 2013 di Desa Skinu, Timor Tengah Selatan (TTS) yang menelan korban jiwa tidak sedikit. Mengepalai tim bantuan dari PSMTI NTT Shia turun langsung mengantar bantuan. Kadang pengusaha sukses ini menyetir sendiri truk naik turun bukit untuk mencapai lokasi.
Masih banyak keteladanannya dalam aksi aksi kemanusiaan. Gempa Yogya, longsor Manggarai, gempa Padang, gizi buruk, gempa Alor 4 November 2015 dan lain-lain. Niti Susanto selalu jadi motivator.
Selamat jalan saudaraku.
Buku kehidupanmu telah tutup.
Tapi bagi kami tidak.
Sebab di situ,
Ada banyak halaman bertinta emas.
Sumber: Pos Kupang 15 November 2017, halaman 4