Menguji Nyali di Nimanga River

Sungai Nimanga, Minahasa, Sulawesi Utara
Sulawesi Utara benar-benar memiliki pesona luar biasa. Sungai yang membelah Desa Timbukar, Kabupaten Minahasa menjadi bukti pesona itu.

SEBANYAK 24  wartawan, di antaranya lima jurnalis Harian Tribun Manado masing- masing Anton Iwan, Arthur Rompis, Charles Imanuel Komailing, Wastef Abisada dan Dion DB Putra  berkesempatan menjajal arung jeram sungai di Desa Timbukar dalam gelaran Media Gathering PT Daya Adicipta Wisesa, Sabtu 24 November 2012.

Sebelum meluncur ke lokasi gathering, para jurnalis berkumpul dulu di main dealer Honda PT Daya Adicipta Wisesa yang berada di Maumbi.

Persiapan
Pada kesempatan itu, dipaparkan sistem PGM-FI yang akan berlaku pada semua motor Honda mulai tahun depan. Erik Winata Sugiarto, Marketing and Promotion Departement Head menyatakan, hal ini dilakukan Honda untuk mendukung kampanye lingkungan bersih yang sedang berlangsung di berbagai negara, termasuk Indonesia.

"Ini merupakan teknologi Honda yang ramah lingkungan," kata Erik seraya menambahkan,  teknologi PGM-FI sudah nyantol di motor Honda sejak 1982. "Ada motor tertentu yang sudah memakai teknologi ini," sebutnya.

Setelah 1982, berturut-turut pada 1993, 2002 hingga akhirnya dicanangkan semua motor Honda akan menggunakan teknologi ini pada 2013.

Para wartawan juga diajak menengok aktivitas di gudang Honda pada bagian sparepart dan unit. Masuk ke dalam 'area rahasia" Honda, para jurnalis dilarang bawa kamera.
Simak penjelasan instruktur

Mereka hanya dapat mencatat pada BlackBerry atau secarik kertas, hal-hal yang dijelaskan oleh penjaga gudang. Dijelaskan tentang barang-barang sparepart sewaktu diterima lalu dipak untuk dijual ke distributor yang ada di tiga daerah yaitu Sulut, Maluku dan Gorontalo.

Pada ruangan yang mampu menampung ribuan sepeda motor, para peserta gathering sempat terkejut begitu tahu motor-motor itu sudah terjual semua. Pada sisi kanan ruangan berkapasitas 1.500 motor itu, ada satu ruang berukuran kecil yang difungsikan sebagai tempat reparasi motor yang masuk.

Keluar gudang, para jurnalis langsung digiring menuju dua buah bus yang akan membawa mereka ke Timbukar.

Selama satu setengah jam lebih, perjalanan ditempuh dari Maumbi menuju Timbukar masuklah di daerah perbukitan dengan jalan sangat sempit. Namun di kanan kiri, pemandangan begitu indah. Bahkan beberapa kali ditemui air terjun.

Dan akhirnya tibalah di tempat rafting bernama Karapi Rafting Nimanga River Timbukar itu. Sungai sudah menderu-deru serta pepohonan menari-nari di pelupuk mata seperti memanggil-manggil, tapi "adu nyali" belum dimulai.

Sesudah makan siang yang riang, suasana jadi "mencekam" ketika para peserta gathering yaitu para jurnalis dan karyawan PT DAW mengambil perlengkapan rafting satu per satu mulai dari pelampung, helm pelindung hingga dayung.

Adrenalin para peserta membara ketika mendengar pasal demi pasal aturan rafting dibacakan. "Ada beberapa komando yaitu dayung depan, dayung belakang, pindah kiri dan kanan, buum yang berarti menunduk, buum, buum, buum yang artinya duduk. Juga pegang dayung ada caranya yaitu pegang ujung dan bagian tengahnya," kata seorang instruktur panjang lebar.

Penjelasan itu disambut anggukan kepala, tanda paham. Perahu karet sebanyak delapan buah sudah terparkir di tepi Sungai Nimanga.  Peserta menghampirinya dan mengambil posisi, dua di belakang, satu di tengah serta sang kapten yang bertugas mengawasi, duduk pada posisi paling belakang.

Jeram Say Goodbye


Puluhan wartawan dan karyawan PT Daya Adicipta Wisesa itu terjun ke sungai yang membelah Desa Timbukar. Lalu mereka meluncur menumpang perahu karet.
Siap meluncur dari titik start

Delapan perahu karet itu ditumpangi 4-6 orang. Satu orang merupakan pemandu dari Karapi Rafting Nimanga River Timbukar. Air sungai mengalir tenang diiringi rintik hujan.

Setengah jam setelah meluncur, tiba-tiba muncul arus deras dari atas. Air berwarna hitam dan membawa berbagai material, utamanya batang pohon ukuran sedang. Air semakin deras dan mereka yang ada di lokasi start pun panik.

Pengelola rafting yang stand by di lokasi start pun meluncur dengan sepeda motor, menyusul mereka yang mengikuti rafting. Tujuannya meminta mereka minggir dan melihat situasi, apakah perjalanan bisa dilanjutkan atau harus dihentikan. Semua untuk keselamatan peserta.

Di awal-awal perjalanan, semua merasa tegang. Saat dijelaskan mereka menganggu-anggukkan kepala, tapi medan yang beringas itu membuat teori di kepala buyar.

"Saya perintah dayung ke belakang, tapi kamu kamu dayung ke depan," hardik sang kapten bernama Doni kepada seorang peserta yang gugup.

Berbagai kesalahan mendasar dilakukan pada awalnya, mulai dari salah dengar komando hingga salah pegang dayung. "Pegang dayung baik-baik," kata sang kapten.

Jeram pertama dilalui dengan mulus karena bisa dilewati dengan mudah. Namun kala jeram kedua dan ketiga terlewati, itu pasti karena ketrampilan dan kekompakan.

Takut yang sempat muncul di awal perjalanan lenyap berganti nyali untuk terus menjajal rute sepanjang 12 kilometer melintasi dua desa beda kabupaten yaitu Desa Timbukar Kabupaten Minahasa dan Desa Tangkunei, Kabupaten Minahasa Selatan.

"Bole sampe jembatan Maruasei kalu bagini," seloroh seorang peserta. Perahu terus  bergerak mengikuti arus. Tak melulu ke depan, para peserta juga mengayuh ke belakang mengikuti perintah sang kapten.

Gerak perahu kadang terhalang oleh batu besar di tengah sungai, atau tersendat - sendat kala melalui permukaan air yang melapisi hamparan batu kecil di bawahnya.
Tiba selamat di finish

Tegak, lalu oleng lagi, para peserta harus berjuang keras melawan arus. Hingga suatu ketika, perahu memasuki area tenang.

Tak perlu berkelahi dengan arus, para peserta meletakkan dayung masing-masing di sisi perahu. Perahu kemudian menepi dan berhenti pada suatu tempat.

Di sini, para peserta beristirahat dengan cara duduk pada tepi perahu. Sambil menyudut rokok atau meminum air mineral yang dibawa, para peserta berbagi pengamalan seru yang barusan dialami.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang pria yang tak lain pengelola yang menyusul akibat ada gelombang besar. Sang pengelola minta menunggu arus sampai tenang kembali.

Para peserta tegang lagi mendengar peringatan itu, apalagi mengetahui rute yang dijalani baru tiga kilometer. Berarti masih ada sembilan kilo lagi sebelum peserta benar-benar finish. "Di depan, tantangan yang ada makin ekstrem, " kata Donny.

Benar saja, ketika perahu dilepas sudah terasa adanya sesuatu yang seram menanti di depan sana. Bebatuan berukuran besar maupun kecil, jumlahnya lebih banyak ketimbang tiga kilometer pertama tadi.
Awak Tribun Manado

Arus yang makin kencang memukul bebatuan itu membuat gelombang makin besar. Bukan hanya oleng, perahu kadang berputar-putar hingga 180 derajat.

Perlu usaha ekstra keras untuk mengembalikan perahu pada posisi semula. Keadaan sempat tenang lagi, ketika peserta tiba pada suatu tempat yang tidak terlindung pepohonan.

Dari situ, tampak matahari bersinar cerah, perahu melaju mulus pada area yang tak banyak batunya itu. Kayuh dicelupkan pada permukaan air dan teraba dasarnya tanda air di situ tak dalam.

 Namun, seperti bunyi pepatah, tenangnya air di situ hanya pertanda sebelum datangnya badai. Tak jauh dari situ terdapat salah satu jeram maut bernama Say Goodbye.  Nama itu merujuk pada seringnya peserta jatuh dari perahu usai melalui tempat itu. Dari jauh, buih sudah terlihat. Perahu pun goyang kembali. Saking bahayanya, perahu yang datangnya berombongan harus melewati jeram maut itu satu per satu.

Satu perahu, kemudian dua, tiga dan empat perahu melewati jeram itu dengan cara meluncur dari atas ke bawah. Sial bagi perahu kelima. Seorang peserta  terlempar dari perahu, dayungnya pun terlepas dibawa air sungai.

Namun semua tantangan itu berhasil dilalui hingga tiba di garis finish. Mereka pun bergembira. Ronald Manueke, Marketing Communication PT Daya Adicipta Wisesa menyatakan, kegiatan ini digelar sebagai wujud apresiasi perusahaan terhadap insan pers yang telah menjalin kerja sama dengan baik. (arthur rompis)

Sumber: Tribun Manado 25-26 November 2012 hal 1

Momen Bagus untuk Investasi

PUNCAK peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Manado pada  awal tahun depan akan menjadi gelaran yang meriah sekaligus momen yang sangat berharga untuk menumbuhkan investasi di Provinisi Sulawesi Utara. Pernyataan lugas ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Margiono saat berkunjung ke Manado dalam rangka launching logo HPN 2013.

"Melihat pertumbuhan Manado yang luar biasa sekarang ini rasanya HPN nanti akan didorong ke arah bagaimana mendatangkan investasi di Sulawesi Utara," tutur Margiono di Manado, Selasa 27 November 2012 lalu.

Secara khusus Margiono membuat perbandingan dengan pelaksanaan HPN tahun 2011 di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasca HPN 2011 iklim investasi di NTT bertumbuh. Dampak langsung yang dirasakan Provinsi NTT  adalah makin besarnya perhatian pemerintah pusat ke daerah tersebut. "Ini momen yang sangat baik bagi pemerintah dan masyarakat Sulawesi Utara," katanya.

Margiono tidak sedang berbasa-basi membesarkan hati Sulawesi Utara (Sulut) sebagai tuan rumah HPN 2013. Pernyataannya memiliki bukti empiris yang layak menjadi patokan bagi daerah Nyiur Melambai mengemas momen HPN sedemikian rupa agar menarik sebanyak mungkin investor ke daerah ini.

Pengalaman menunjukkan HPN tidak hanya menghadirkan para tokoh pers, pemilik media massa nasional serta para wartawan, baik media cetak, elektronik maupun online. Momen HPN selalu menjadi magnet yang luar biasa bagi pemilik modal di negeri ini  untuk mengenal lebih jauh potensi ekonomi suatu daerah yang menjadi tuan rumah. 

Karakter pebisnis itu unik. Awalnya mereka sekadar jalan-jalan ke suatu daerah seperti  pelancong. Namun, naluri bisnisnya akan jalan bareng. Bila melihat peluang emas, dia langsung menangkap peluang tersebut lewat aksi nyata. Sekali dia tertarik lalu jatuh cinta, dia takkan berpaling.

Sulawesi Utara setidaknya dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir telah menjadi magnet baru di Timur Indonesia. Sulut memiliki modal sosial yang membuat investor mudah jatuh cinta. Pemerintah daerah ini tak henti-hentinya membangun infrastruktur, kemudahan birokrasi serta iklim yang kondusif bagi dunia usaha. Pesatnya pembangunan fisik di Kota Manado serta kota lain di Sulut belakangan ini  merupakan bukti betapa Sulut bukanlah medan yang sulit untuk berinvestasi. Maka peringatan HPN 2013 di Manado merupakan momen emas bagi Sulut  mempromosikan kemudahaan berinvestasi.

HPN jangan sekadar acara seremonial tahunan insan pers nasional. Pesta itu mesti meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah ini. Jika investor masuk Sulut, akan terbuka lapangan kerja baru, peluang-peluang baru yang niscaya akan melahirkan senyum di bibir putra-putri Sulut yang merindukan kehidupan yang lebih baik. Mari kita sukseskan HPN Manado 2013! *

Sumber: Tribun Manado 29 November 2012 hal 1

Pesona Flores yang Mematikan

Maria Susana Flores Gomez
MEREKA adalah ratu-ratu kecantikan tinggi-langsing yang kadang-kadang jatuh ke pelukan para pengedar narkotika Meksiko yang kaya-raya dan kejam. Beberapa dari mereka beralih dari catwalk yang mengagumkan ke perp walk (parade memamerkan tersangka pelaku kejahatan di depan umum) yang memalukan.

Namun, bagi Maria Susana Flores Gomez, Putri Sinaloa 2012, hal itu menjadi sebuah contoh kasus tentang pesona yang mematikan. Gadis berambut coklat berumur 22 tahun itu tewas dalam baku tembak antara sebuah geng obat bius dengan tentara di negara bagian Sinaloa di Meksiko barat laut, pekan lalu.

Flores sedang naik mobil dengan para tersangka anggota geng, termasuk pacarnya, ketika kelompok itu terlibat baku tembak dengan tentara. Empat warga sipil, termasuk Flores, dan seorang prajurit tewas dalam baku tembak tersebut.

Tentara melaporkan, model itu keluar dari mobil dengan senjata di tangannya, tetapi dia tampaknya telah digunakan sebagai "perisai manusia," kata seorang pejabat kantor kejaksaan. Pihak berwenang menduga, kelompok itu merupakan sebuah kelompok kecil yang sedang bekerja untuk kartel narkotika Sinaloa yang dipimpin Joaquin "El Chapo" Guzman, orang yang paling dicari di Meksiko, yang menikah dengan seorang ratu kecantikan.

Orang-orang di Culiacan, ibu kota Sinaloa, mengklaim bahwa perempuan dari wilayah mereka adalah perempuan-perempuan paling cantik di Meksiko, terkenal sebagai perempuan berpostur tinggi dengan karakter yang tangguh. Namun, beberapa dari mereka berakhir pada hubungan tragis dengan para pengedar narkotika yang melimpahi mereka dengan pakaian-pakaian mahal dari desainer papan atas, sepatu hak tinggi, dan berlian.

Para gangster "selalu ingin didampingi perempuan cantik, dan mereka mengubah para perempuan itu sesuai selera mereka melalui operasi plastik," kata Elmer Mendoza, penduduk asli Sinaloa yang menulis novel tentang kartel narkoba, kepada AFP.

Tahun 2007, enam tahun setelah melarikan diri dari penjara dalam sebuah keranjang cucian, Guzman menikahi Emma Coronel Aispuro yang berusia 18 tahun, yang telah ia bantu meraih kemenangan dalam kontes kencantikan di sebuah kontes lokal di negara bagian Durango, tetangga Sinaola. Coronel dilaporkan telah melahirkan anak perempuan kembar di California pada Agustus 2011, tetapi tidak ditangkap.

Kasus Laura Zuniga, pemenang kontes kecantikan Nuestra Belleza Sinaloa tahun 2008, menginspirasi film Miss Bala (Miss Bullet) tahun 2011, yang mengisahkan seorang calon ratu kecantikan yang dipaksa masuk ke dunia kelam geng narkotika. Dalam kehidupan nyata, Zuniga ditangkap pada Desember 2008 di negara bagian Jalisco bersama tujuh tersangka anggota kartel Juarez. Dia kemudian dibebaskan.

Tahun 2011, model Kolombia, Juliana Sossa Toro, ditahan bersama pacarnya, tersangka pengedar narkoba asal Meksiko, Jose Jorge Balderas, di Mexico City. Dia kemudian dibebaskan. Balderas dituduh telah menembak mantan pemain sepak bola Paraguay, Salvador Cabanas, di sebuah bar Mexico City tahun 2010.

Pertalian antara para perempuan cantik Sinaloa dengan para anggota gangster yang berkuasa bermula beberapa dekade lalu. Dalam salah satu kasus yang paling tua, Kenya Kemmermand Bastidas, "Senorita Sinaloa 1958", ditemukan tewas di Sisilia enam tahun setelah memenangi kontes. Dia menikah dengan Vittorio Giancana, keponakan seorang bos mafia Italia-Amerika.

Tahun 1990, raja obat bius Francisco Arellano Felix menculik Carmen Lizarraga yang berusia 18 tahun demi mencegah ratu kecantikan Mazatlan Carnival itu menikahi seorang saingan. Tiga tahun kemudian, Arellano ditangkap dan dikirim ke penjara dengan keamanan maksimum. Ia dibebaskan tahun 2008.

Jose Carlos Ceniceros, salah seorang penulis bersama buku Las Jefas del Narco (The Women Narco Chiefs), mengatakan, dunia berbahaya perdagangan narkotika dapat menjadi sebuah daya tarik ampuh buat para perempuan dengan kondisi ekonomi yang kurang menjanjikan. "Ini bukan hanya tentang uang. Ini juga tentang kekuasaan," katanya. "Ada pembunuh bayaran perempuan, misalnya, yang mungkin tidak secantik para kontestan ratu kecantikan," kata dia.

"Mereka terbiasa dengan sebuah kehidupan yang mewah dan (berani) mengambil risiko, dengan asumsi mereka akan segera mati, tetapi mereka menginginkan kemuliaan yang sesaat." (*)

Sumber: Kompas.Com

TERKAIT

    Ratu Kecantikan Itu Tewas karena Dijadikan "Perisai"
    Ratu Kecantikan Meksiko Tewas dalam Baku Tembak

Selamatkan Hutan Sulawesi Utara

ilustrasi
TIDAK mengejutkan lagi bila kita mendengar kabar tentang praktik illegal logging di negeri ini. Peramabahan kawasan hutan secara liar berlangsung hampir saban hari dan merata di seluruh pelosok Nusantara termasuk di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Akibat perambahan hutan yang terus bergulir itu, hutan Indonesia semakin mengalami deforestasi, kerusakan serta alih fungsi tak terkendali.

Fakta adanya perambahan hasil hutan secara melawan hukum terungkap dua hari lalu, Selasa 20 November 2012. Tim Terpadu Pengamanan Hutan Sulawesi Utara menyita sedikitnya 72 kubik berbagai jenis kayu hasil perambahan secara liar (illegal logging). Seorang oknum aparat negara ditangkap dalam operasi yang berlangsung pekan lalu. Operasi digelar tim terpadu yang terdiri dari Dinas Kehutanan, Polda Sulut, Badan Intelejen Nasional (BIN) dan Korem. Mereka beroperasi di sejumlah titik kawasan hutan di  Kabupaten  Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow.

Kita memberi apresiasi terhadap operasi tim terpadu yang masih berlangsung saat ini. Operasi rutin diikuti dengan penegakan hukum diyakini dapat menekan praktik illegal logging di Sulut. Tertangkapnya oknum aparat negara dalam operasi tersebut mengindikasikan bahwa ada yang pihak bermain-main dengan regulasi. Regulasi sekadar dipakai sebagai tameng untuk melindungi perbuatan mereka merambah hutan secara sembrono demi kepentingan diri sendiri.

Kita sepakat dengan penegasan Kepala Polda Sulut Brigjen Dicky Atotoy bahwa kepolisian tidak pandang bulu dalam menangani masalah ini. Aparat negara yang terlibat sudah selayaknya ditindak dan perbuatannya diproses secara hukum agar memberikan efek jera. Kita pun  sependapat dengan  sikap Komandan Korem  Brigjen Johny Tobing yang akan menindak oknum bawahannya yang terlibat.

Menyelamatkan hutan di Sulawesi Utara mesti menjadi komitmen semua pihak. Kita tidak mungkin hidup nyaman tanpa hutan yang lestari. Hutan bukan sekadar  sumberdaya alam yang menunjang pembangunan ekonomi, tetapi juga sumberdaya alam yang menunjang pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup. Hutan akhirnya terkait dengan hidup matinya manusia.

Maraknya praktik illegal logging di Sulut mencerminkan kegagalan. Dan, sikap terbaik adalah berusaha bangkit dari kegagalan tersebut. Mari kita belajar dari  egoisme masa lalu ketika orang mencuri hasil hutan secara berlebihan untuk memperkaya diri hingga tidak lagi memperhatikan keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungannya. Kerusakan DAS Tondano, perambahanan hutan di Gunung Klabat serta kawasan lain di Sulawesi Utara harus dicegah. Berat memang tetapi harus kita lakukan agar  kehidupan warga Sulut hari ini terjamin juga demi masa depan anak cucuk kelak. *

Sumber: Tribun Manado 22 November 2012 hal 10

Pedang Tajam dari Turin

Roberto Di Matteo
Catatan sepakbola Dion DB Putra

PRAHARA
Chelsea! Itulah hot news bola pekan ketiga November 2012. Pemilik klub juara Liga Champions Eropa musim 2011-2012 itu,  Roman Abramovich memecat pelatih Roberto Di Matteo hanya beberapa saat setelah Chelsea menyerah 0-3 atas Juventus dalam babak penyisihan grup Liga Champion di Turin.

Tiga pemain Juventus, Fabio Quagliarella, Arturo Vidal, dan Sebastian Giovinco sukses menjebol gawang Petr Cech di Turin  Selasa malam 20 November 2012 atau  Rabu (21/11/2012) dini hari Wita. Tiga angka merupakan hasil positif bagi klub "Si Nyonya Besar" yang malam itu menjadi tuan rumah.

Namun, tiga gol pada menit ke-38, ke-61, dan ke-90 itu menjadi pedang tajam yang memutus hubungan manis Roberto Di Matteo, sang manajer, dengan klub yang hanya delapan bulan dia tukangi, Chelsea.

Ya. Tuan Roman Abramovich, juragan minyak asal Rusia, sang pemilik, telah bersabda. Di Matteo dipecat!

Tak ada yang mengetahui benak sang pemilik. Pemecatan Di Matteo tergolong sangat cepat, belum 24 jam setelah Chelsea dihajar Juventus. Situs resmi klub Chelses mengumumkan  pemecatan tersebut.

Posisi Chelsea di Liga Inggris sebenarnya tergolong aman. Menjalani 12 laga, "The Blues" masih berada di posisi ke-3 klasemen sementara dengan nilai 24, terpaut tiga angka dari Manchester United yang berada di peringkat kedua dan empat angka dari Manchester City yang kini memuncaki klasemen.

Hanya saja, tak pernah menang dalam laga sebulan terakhir membuat suasana di Stadion Stamford Bridge, markas Chelsea, agak sedikit panas. Kekalahan dari West Bromwich Albion, klub yang pernah diarsiteki Di Matteo, pekan lalu, membuat percikan bara api itu semakin terasa.

Semasa bermain, setahun setelah bergabung dengan Chelsea dari klub Italia, Lazio, pada tahun 1996, Di Matteo mempersembahkan trofi Piala FA 1997 melalui golnya yang spektakuler. Tendangannya ke gawang Middlesbrough, hanya 42 detik setelah peluit babak pertama dimulai, adalah salah satu gol tercepat yang pernah terjadi sepanjang Piala FA.

Setelah itu, bersama penggawa lainnya, Di Matteo mempersembahkan beberapa trofi berharga lain, di antaranya dua titel Piala FA (1996-1997, 1999-2000), Piala Liga (1997-1998), Piala Winners (1998), UEFA Super Cup 1998, dan Charity Shield 2000. Tahun 2002, Di Matteo memutuskan pensiun karena cedera kaki berkepanjangan.

Sukses sebagai manajer klub divisi 1, Milton Keynes Dons (2008), membuat manajemen West Bromwich menariknya sebagai manajer pada tahun 2009. Namun, dia tak beruntung dan hanya mampu menangani klub ini selama delapan bulan sebelum akhirnya dipecat.

Tahun 2011, Di Matteo kembali ke Chelsea. Kali ini untuk mendampingi Andre Villas-Boas yang dipilih sebagai Manajer Chelsea. Bersama manajer yang sukses menangani klub asal Portugal, FC Porto, itu, Di Matteo kembali membangun kekuatan The Blues.

Namun, naik turunnya prestasi Chelsea membuat sang juragan, Abramovich, mendepak Villas-Boas dan membiarkan kursi manajer kosong hingga akhir musim 2011-2012. Dengan skuad yang tersisa, Di Matteo mampu menghadirkan dua trofi sekaligus, yaitu Piala FA dan Liga Champions. Titel terakhir, juara Liga Champions, adalah titel yang belum pernah dirasakan oleh sang juragan sejak mengambil alih kepemilikan The Blues tahun 2003.

Trofi terakhir ini juga tak pernah dipersembahkan delapan manajer yang didepak sang juragan pada tahun 2003-2011. Ruud Gullit, Manajer Chelsea tahun 1996-1998, mengaku geli dengan keputusan sang juragan. Baginya, pemecatan Di Matteo tidak masuk akal. "Kalau Anda memenangi sebuah gelar bagi klub, Anda akan dipecat," kata pemain legendaris Belanda tersebut. Namun, sang juragan telah bersabda. Mau bilang apa lagi.

Roberto Di Matteo sendiri tak menunjukkan kesedihannya setelah dipecat dari jabatannya sebagai manajer Chelsea. Ia justru merasa terhormat mendapat kesempatan menangani klub yang ia cintai itu.

"Sebuah kehormatan bagi saya pernah ditunjuk sebagai manajer sebuah klub yang saya cintai dan ini salah satu klub yang sangat dekat dengan hati saya," kata Di Matteo dalam pernyataan yang dikeluarkan lewat League Managers Association.

Di Matteo bangga karena dia langsung menghadirkan prestasi dengan menjuarai Piala FA dan Liga Champions. "Saya benar-benar bangga atas sukses dan trofi yang kami bawa ke klub dalam bulan-bulan terakhir ini. Membawa Chelsea menjuarai Liga Champions di Muenchen merupakan prestasi terbesar di sejarah klub ini. Tanpa ragu ini memperindah catatan karier saya baik sebagai pemain maupun pelatih. Ini kenangan yang akan menjadi harta dalam sisa hidup saya," kata Di Matteo yang posisinya sekarang digantikan  Rafael Benitez.

Sejak memiliki Chelsea pada tahun 2003, Roman Abramovich gemar mengganti pelatih. Dalam waktu sembilan tahun dia sudah memecat tujuh orang pelatih  termasuk Roberto Di Matteo. Dengan kekuatan uangnya, libido sepakbola Roman Abramovich hanya semata soal kemenangan dan meraih juara. Tidak penting baginya  memelihara seorang manajer dalam waktu lama. Toh dengan uangnya yang banyak, taipan asal Rusia tersebut merasa bisa menghadirkan pelatih berkelas kapan saja.

Sejak mengambil alih Chelsea pada 2003, Abramovich memang membawa perubahan besar di klub itu. Prestasi demi prestasi pun mulai hadir. Namun, dia terkenal tangan besi untuk posisi pelatih. Penampilan buruk merupakan mimpi mengerikan bagi seorang manajer. Sejak tahun 2003, hanya pelatih asal Belanda Guus Hiddink yang tidak dia pecat. Hiddink meninggalkan Chelsea karena masa pinjamannya memang sudah habis.

Berikut para manajer yang pernah menangani Chelsea di era Abramovich. Claudio Ranieri (2000-2004). Melatih Chelsea sejak September 2000, Ranieri tak pernah mendatangkan trofi. Dia hanya menikmati kebersamaan dengan Abramovich selama setahun dan dipecat pada Mei 2004.

Jose Mourinho (2004-2007)
. Setelah memecat ranieri, Abramovich mengontrak mantan pelatih FC Porto, jose Mourinho. Pelatih yang baru saja membawa Porto juara Liga Champions itu mulai menangani Chelsea pada Juni 2004.

Kehadirannya membuat Chelsea memasuki masa panen gelar. Mourinho membawa klubnya juara Premier League 2004-05, 2005-06, juara Piala FA 2007, dan juara Piala Liga 2005 dan 2007. Selain itu, Mourinho juga mendatangkan gelar Community Shield 2005. Namun, pada September 2007, Mourinho dipecat Abramovich.

Avram Grant (2007-2008
). Avram Grant melatih Chelsea mulai September 2007. Kehadirannya langsung membawa Chelsea masuk final Liga Champions 2008. Ini pengalaman pertama Chelsea ke final kompetisi antarklub Eropa kelas satu itu. Namun, di final Chelsea dikalahkan Manchester United 5-6 lewat adu penalti. Namun, penampilan Chelsea tak juga memuaskan Abramovich dan tak ada gelar yang dihadirkan. Pada Septemer 2008, ia pun dipecat.

Luiz Felipe Scolari - (2008-2009). Sebelum memecat Avram Grant, Roman Abramovich terlihat bertemu pelatih timnas Portugal asal Brasil, Luiz Felipe Scolari. Ternyata benar. Pada Juli 2008, dia mengangkat Scolari sebagai pelatih.

Namun, pelatih yang membawa Brasil juara Piala Dunia 2002 itu tak bisa langsung memuaskan sang pemilik. Pada Februari 2009, masa kerjanya di Stamford Bridge pun berakhir, karena dipecat Abramovich.

Guus Hiddink (Februari-Mei 2009). Abramovich punya hubungan dekat dengan pelatih timnas Rusia, Guus Hiddink. Untuk mengisi kekosongan pelatih, ia pun meminjam Hiddink menangani Chelsea, sementara dia juga masih berstatus pelatih Rusia. Masa kerja Hiddink di Chelsea sangat singkat, Februari hingga Mei 2009. Namun, ia bisa menghadirkan gelar Piala FA 2009.

Kali ini, Hiddink bukan dipecat, tapi memang harus kembali melatih Rusia. Sempat ada kabar bahwa dia akan dipermanenkan melatih Chelsea, namun kemudian tak terbukti.

Carlo Ancelotti (2009-2011)
. Chelsea kemudian mengontrak pelatih AC Milan, Carlo Ancelotti sejak Juni 2009. Dia cukup sukses bersama "The Blues". Selama dua tahun di Stamford Bridge, Ancelotti menghadirkan tiga gelar. Selain juara Premier League 2009, Chelsea juga juara Piala FA 2010 dan Community Shield 2009.

Andre Villas-Boas (2011-2012).
Chelsea mencoba keberuntungan dengan mengangkat pelatih muda dari Portugal, Andre Villas-Boas, pada Juni 2011. Publik berharap dia akan mengikuti sukses Jose Mourinho. Apalagi, dia juga mantan pelatih Porto dan sukses bersama klub itu. Baru melatih Porto pada 2 Juni 2010, dia langsung menghadirkan gelar Piala Super Portigal, dan Liga Portugal, juga Liga Europa. Namun, performa Chelsea belum juga memuaskan. Pada maret 2012, dia pun dipecat. Praktis, dia hanya 10 bulan menangani Chelsea.

Roberto Di Matteo (Maret-November 2012
). Setelah tanpa pelatih, Chelsea menunjuk asisten Andre Villas-Boas, Roberto Di Matteo, untuk menangani tim. Perjalanan Chelsea tampak mulai memuaskan. Apalagi, Chelsea mampu menjuarai Piala FA.

Tak hanya itu, Chelsea akhirnya juara Liga Champions. Ini gelar pertama Chelsea dan sangat diharapkan Abramovich. Maka, Di Matteo pun kemudian dipatenkan sebagai manajer Chelsea. Namun, cerita musim ini berbeda. Sempat bagus di awal musim, Chelsea mulai menurun. Bahkan, posisinya di Liga Champions mulai terancam, setelah kalah 0-3 dari Juventus, Selasa atau Rabu (21/11/2012). Selepas pertandingan itu, Di Matteo langsung dipecat. (dari berbagai sumber)

Pengembaraan Seno Gumira Ajidarma

Seno Gumira Ajidarma
SUARA dan tawanya meledak-ledak. Rambutnya, yang sebagian berwarna keperakan, masih dibiarkan memanjang. Sebuah anting-anting keemasan terlihat pula menggantung di telinga kirinya.

Itulah Seno Gumira Ajidarma, sosok serba bisa di bidang sastra, jurnalistik serta fotografi, yang sejumlah karya cerita pendeknya pernah menghipnotis banyak orang -- dan meraih berbagai penghargaan beberapa diantaranya.

Pria kelahiran 19 Juni 1958 ini juga dikenal melalui karya sastranya yang berwarna politik, selain kemampuannya yang luar biasa dalam melahirkan karya-karya sastra secara produktif.

Namun demikian, ketika berasyik-masyuk dengan "dunianya", sosok Seno Gumira tiba-tiba membetot perhatian khalayak di luar dunianya, tatkala media ramai-ramai memberitakan sikapnya menolak sebuah penghargaan kesusastraan dari Freedom Institute yang diberikan kepada dirinya.

Ketika saya utarakan persoalan ini sebagai salah-satu materi pertanyaan, Seno semula terlihat enggan. "Saya tidak akan bilang alasannya," ujarnya ringan, dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Senin 27 Agustus 2012  lalu. Senyum kemudian menyungging di bibirnya.

Dalam keterangan persnya pada pekan ketiga Juli lalu, Doktor Ilmu Sastra Universitas Indonesia (2005) ini menyatakan, bahwa Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) 2012 bidang kesusastraan "sebaiknya diberikan kepada orang lain yang dianggap layak, karena saya tidak dapat menerimanya."

Freedom Institute, dalam penilaiannya, menyebut Seno mampu menggunakan logika dongeng untuk menyatakan aneka masalah Indonesia mutakhir. Penulis Cerpen Terbaik Kompas 2010 ini disebut pula mencapai kelancaran bercerita dengan bahasa yang tertib dan transparan.

Dalam berbagai cerita pendeknya yang berwarna politik, peraih Khatulistiwa Literaly Award 2005 ini dianggap mampu "membuktikan bahwa sastra jadi bernilai sastra dengan mengaduk kutipan dan bentuk dari berbagai subkultur, termasuk budaya massa".

Kucoba membujuknya untuk mengungkapkan alasan penolakannya, Seno akhirnya berujar singkat: "Coba lihat saja alasan orang-orang yang menolak (Penghargaan Achmad Bakrie) sebelum saya".

"Saya kira pendengar (BBC Indonesia) akan mengerti". Tapi saya tidak menyerah. Di akhir wawancara, bapak satu anak ini akhirnya mau membeberkan alasannya -- secara filosofis.

"Ada kalanya," ujarnya dengan mimik serius, "dunia politik menyentuh kita, sehingga saya atau kita harus bersikap..."

Sebagai seorang penulis, lanjutnya, pilihan "bertapa" di wilayah bernama menara gading, tidak dapat berlangsung selama-lamanya.

"Ada keputusan saya harus turun (dari menara gading). Ada titik tertentu tidak bisa menghindar lagi (dari politik). Sehingga (aktivitas melalui) tulisan saja, tidak cukup." paparnya.


Memilih status wartawan


Walaupun dikenal luas sebagai penulis (cerpenis, novelis atau eseis), Seno Gumira mengaku paling nyaman menyandang status wartawan. Berbagai catatan memang menyebutkan, lelaki berperawakan tinggi ini telah menjadi wartawan sejak usia 19 tahun.

Kepada wartawan BBC Indonesia Heyder Affan, Seno mengaku lebih nyaman menyandang status wartawan. Pernah bekerja sebagai wartawan lepas di harian Merdeka (1977) serta mingguan Zaman, Seno ikut berperan menerbitkan (kembali) Majalah Jakarta Jakarta (1985).

Di sela-sela kesibukannya dalam dunia jurnalistik, dia tetap menyalurkan bakat menulisnya dalam bentuk cerpen atau eseis, selain mengambil kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) bidang sinematografi. Namun sampai sekarang, Seno mengaku sebutan wartawan adalah "paling praktis" ketimbang sebutan lainnya.

"Wartawan bisa menulis kan," tandasnya. "Jadi wartawan itu seolah-olah mewakili semuanya." Alasan lainnya, Seno mengaku wartawan merupakan profesinya sampai sekarang.

"Nah, kalau sastrawan, itu beban maknanya terlalu apa ya...buat saya tidak menyenangkan. Istilah itu seolah-olah keluhur-luhuran, keagung-agungan, dan saya nggak suka."

Sebaliknya, walaupun telah melahirkan puluhan karya sastra, dia tetap merasa jengah apabila istilah sastrawan ditahbiskan pada dirinya.

"Nah, kalau sastrawan, itu beban maknanya terlalu apa ya...buat saya tidak menyenangkan. Istilah itu seolah-olah keluhur-luhuran, keagung-agungan, dan saya nggak suka," katanya menjelaskan.

Sebutan sebagai budayawan, penulis atau penyair juga kurang disukainya. "Penulis pun buat saya itu kok feminin, meskipun saya sangat salah. " "Juga penyair, misalnya, paling feminin," katanya yang kemudian disusul ledakan tawanya.

Namun demikian, imbuhnya cepat-cepat, "Tapi saya tidak berusaha membuktikannya benar. Ini soal selera saja..."

Ketika jurnalisme dibungkam


Ada empat buku kumpulan cerpen karya Seno Gumira, diantaranya Saksi Mata (1994), yang kubawa saat saya bertemu sang pengarang di ruangan lantai dua Gedung Gramedia di Jakarta Barat.

Buku yang berisi tiga belas cerpen ini diakui banyak pihak sebagai salah-satu karya monumental Seno - dan karenanya dia diganjar Dinny O'Hearn Prize for Literary (1997) atas karyanya itu

Buku kumpulan cerpen Saksi Mata (1994) merupakan salah-satu karya monumental Seno Gumira Ajidarma.

Walaupun tidak pernah disebut satu kata yaitu Timor Leste dalam 116 halaman buku itu, para pembaca yang kritis akan memahami bahwa mereka tengah disuguhi kisah-kisah - meminjam istilah pengantar penerbit buku itu -- "konflik berdarah, teror.. dan kesepian mencekam." kekerasan yang berlatar dari wilayah itu.

Satu kalimat yang tak pernah saya lupakan: "Katakanlah padaku, wahai Fernando," kata dokter itu sambil melihat hasil rontgen,"Bagaimana sampai rosario ini ngendon 20 bulan di perutmu."

Itulah kalimat pertama dalam cerpen Rosario (yang sebelumnya dimuat Kompas, 27 Juni 1993).

Patut diketahui, semua cerpen itu pernah dimuat sejumlah media massa sebelum akhirnya dibukukan. "Jadi ya, tidak ada cara lain buat saya, yang kebetulan mengetahui semua faktanya (di Timor Leste), datanya (tindak kekerasan oleh aparat) untuk mengungkapnya lewat permainan wacana antar media ini."

Kehadiran cerpen-cerpen berlatar belakang "fakta kekerasan" di Timor Leste itu, merupakan salah-satu siasat Seno ketika dia dihadapkan kenyataan bahwa saat itu "jurnalisme dibungkam".

(Di awal 1992, Seno pernah dibebastugaskan dari jabatan Redaktur Pelaksana Jakarta Jakarta, berkaitan dengan pemberitaan tentang "insiden kekerasan Dili" pada 1991).

Apakah ini artinya Anda mengakui keterbatasan jurnalisme? Tanya saya, membuka lagi istilah "ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara" yang diperkenalkan Seno dan menjadi judul buku kumpulan eseinya, 1997.

"Tepatnya jurnalisme masa orde baru. Dan lebih tepat lagi adalah jurnalisme dalam konteks Kompas Gramedia," tegasnya.

Dan menurutnya, "tidak ada media satu pun saat itu yang bisa mengungkap hal itu secara terbuka".

"Jadi ya, tidak ada cara lain buat saya, yang kebetulan mengetahui semua faktanya (di Timor Leste), datanya (tindak kekerasan oleh aparat) untuk mengungkapnya lewat permainan wacana antar media ini," jelasnya, mengenang.

Menyembunyikan fakta


Dalam situasi sekarang, apakah masih relevan menggunakan medium sastra untuk menyampaikan fakta politik? Tanya saya lagi. "Cerpen saya terakhir yang dimuat Kompas (8 Januari 2012), itu saya menyembunyikan fakta," ungkap Seno Gumira.

Cerita pendek itu berjudul Mayat Yang Mengambang Di Danau, yang seperti diakui Seno, ditulis saat dia berada di Jayapura, 12-14 November 2011.

Seno Gumira masih menyamarkan fakta dalam beberapa cerpennya yang berlatar politik.

("Yang berlatar Papua?" Tanya saya. "Ya." kata Seno)

Sejumlah pihak menganalisa, cerpen itu lahir dari situasi politik kontemporer di Papua, yang ditandai kegetiran warga asli Papua akibat kekerasan politik yang tak kunjung padam.

Dalam cerpen itu, seperti cerpen-cerpennya berlatar politik sebelumnya, Seno Gumira tidak pernah menyebut Papua atau pihak-pihak yang terlibat konflik.

Seno tidak memungkiri, dia menyembunyikan fakta dalam cerita pendeknya, karena situasi politik Indonesia sekarang "lebih kacau".

"Kalau dulu musuh satu, bahaya dari satu arah. Sekarang kita nggak pernah tahu siapa lawan kita, " katanya, menjelaskan.

Sehingga, "bahkan dalam cerpen pun saya menyembunyikan (fakta)nya". Jadi, semua karya-karya Anda dibuat juga berdasarkan kebutuhan?

"Ya betul berdasarkan kebutuhan," tandas Seno yang suka menulis sejak SMA (1974) ini, mengenai pilihannya untuk menyamarkan fakta dalam sebagian cerpen-cerpennya yang berlatar politik.

Realisme magis

Namun mengatakan semua karya-karya cerita pendek Seno Gumira Ajidarma melulu berwarna politik, tentu salah besar! Cobalah tengok kumpulan cerpennya seperti Negeri Kabut (1996) atau Sepotong Senja untuk Pacarku (2002), yang disebut bercorak realisme magis atau fantastik.

Sebagian besar karya sastra Seno bercorak fantastik dan realis.

Bagaimana Anda bisa berkarya di satu sisi bercorak realisme magis tapi di sisi lain tetap ber-genre realis?

"Itu tergantung kebutuhan," ungkapnya, menegaskan kembali sikapnya dalam menelorkan karya-karya tulisannya.

"Jadi ketika saya ingin membicarakan persoalan orang banyak, demi kepentingan mereka juga, nah saya tidak menggunakan bahasa saya."

Dalam situasi seperti ini, lanjutnya, "Saya meminjam wacana yang dikenal."

"Kalau kebutuhannya adalah ide-ide saya pribadi, ya saya tidak peduli dimengerti atau tidak. Tapi kalau urusannya persoalan orang banyak, demi kepentingan orang banyak, maka saya tentu menggunakan bahasa yang sebisa mungkin pasti dimengerti."

Jadi lagi-lagi berdasarkan kebutuhan Anda ya?

"Kebutuhan! Kalau kebutuhannya adalah ide-ide saya pribadi, ya saya tidak peduli dimengerti atau tidak. Tapi kalau urusannya persoalan orang banyak, demi kepentingan orang banyak, maka saya tentu menggunakan bahasa yang sebisa mungkin pasti dimengerti".

Dengan kata lain, kata Seno, dia punya "semangat tukang" untuk menggeluti dan mendalami semua corak (genre) penulisan.

"Tukang itu terima semua pesanan. Jadi, saya belajar menulis puisi, tapi belajar juga menulis esai, dan belajar juga bikin berita.

"Nah, saya katakanlah berusaha untuk mengungkapkan dengan segala cara itu, tergantung kepada gagasan apa yang sedang ada, momentum apa yang sedang membuat saya menulis," jelasnya.

Berenang dan memotret


Ketika pencapaiannya dalam dunia menulis sebagian sudah tertuntaskan, tentu ada pertanyaan menggoda yang penting dijawab oleh Seno Gumira, yaitu bagaimana dia menjaga energinya - sehingga banyak tulisan lahir dari dirinya hingga kini.

"Ya, menjaga antusiasme saya terhadap dunia," katanya, agak filosofis.

Seno Gumira mengaku rutin olah raga renang untuk mengimbangi kegiatan membacanya. Saya tidak puas, tentu saja. Bagaimana caranya?

"Artinya selalu tertarik," imbuhnya, masih terkesan abstrak.

Di kalimat berikutnya, Seno akhirnya berterus-terang.

"Tentu ada kiat tertentu ya, setelah fisik mulai menua, terutama ketika load saya makin lama makin banyak," ungkapnya, seperti membuka rahasia.

"Kalau dulu saya bisa dari satu tulisan ke satu tulisan lain. Satu tulisan selesai, tulisan lain, dan seterusnya," katanya.

"Nah, sekarang nggak bisa".

Alasannya, dia saat ini harus menyelesaikan sejumlah judul tulisan, sambil membaca, serta menyelesaikan pekerjaan lain - seperti mengajar di perguruan tinggi.

"Jadi saya membaca dan menulis simultan, apalagi harus mengajar segala".

    "Jadi saya mengembangkan fotografi.... kamera itu membuat saya pergi keluar, membuat mata saya memandang, membuat mata saya bekerja."

Untuk itulah, Seno punya kiat untuk menyiasati kondisi seperti itu, yaitu membagi secara seimbang antara kehidupan di dalam rumah (atau kantor) dan kegiatan di luarnya (outdoor).

"Jadi saya mengembangkan fotografi.... kamera itu membuat saya pergi keluar, membuat mata saya memandang, membuat mata saya bekerja", jelas Seno yang meraih gelar magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia (2000).

Kiat lainnya? Seno mengaku olah raga renang secara rutin untuk mengimbangi kegiatan duduk berjam-jam saat membaca.

"Saya usahakan (berenang) tiga atau dua kali seminggu. (Tapi) saya tidak menghitung berapa kali lap. Yang penting, saya sudah merasa olahraga, sudah cukup."

Pengembaraan ala Karl May


Di usia sekitar enam atau tujuh tahun, Seno Gumira kali pertama berkenalan dengan karya-karya penulis terkenal asal Jerman, Karl May.

Melalui sang ibu, yang membacakan kisah petualangan tokoh-tokoh seperti Old Shatterhand dan kepala suku Apache, Winnetou, karya-karya Karl May (yang lahir di Jerman, 25 Februari 1842) akhirnya "merasuki" Seno - hingga sekarang.

"Bukan hanya memotivasi, tetapi merasuki saya dan menjadikan saya sebagai orang yang menganggap, pengembaraan adalah tujuan hidup manusia," tegas Seno Gumira, dengan gamblang.

Penulis cerita petualangan Karl May (lahir 1842) merasuki Seno Gumira sehingga membuatnya bertujuan hidup mengembara.

Dalam sebuah tulisannya, Seno menggambarkan Karl May mahir menjelaskan keadaan hutan, mengendus jejak, sampai menguliti binatang. "Bahkan secara detil, dia dapat menggambarkan jarak antara satu desa dengan desa lainnya, sekaligus bahasa yang dipakai suku-suku itu." tulis Seno.

Semenjak membaca buku-buku Kar May itulah, Seno terpikat luar biasa pada kata mengembara. "Lah wong di sampulnya tertulis `Wasiat Winnetou, Kisah pengembaraan Karl May'. Jadi, (saat itu) kata pengembaraan itu sudah ada di kepala saya".

"Dia memberikan nilai sangat amat tinggi, sangat berharga pada traveling (perjalanan)".

Dari perjalanan panjang perkenalannya dengan Karl May dan karya-karyanya itulah, Seno Gumira kemudian berkata "saya ingin selalu pergi mengembara".

    "Bukan hanya memotivasi, tetapi merasuki saya dan menjadikan saya sebagai orang yang menganggap, pengembaraan adalah tujuan hidup manusia."

"Nah, memotret maupun menulis itu hanya, katakanlah, kebetulan. Jadi kalau saya nggak bisa memotret atau menulis, apapun pekerjaan saya, saya kira, saya ingin selalu pergi mengembara".

Karenanya, tidak sedikit kemudian laporan-laporan yang menyebutkan bahwa pengembaraan Seno sudah sampai ke Medan, Sumatra Utara, ketika dia masih remaja tanggung.

Keinginannya untuk selalu "mengembara" itu tetap tidak lekang, walaupun belakangan dia mengetahui bahwa Karl May tidak pernah pergi kemana-mana ketika menuliskan kisah Old Shatterhand. "Saya marah ketika tahu dia cuma mengarang" katanya agak tergelak.

"Tapi sudah terlanjur...."

Bagaimanapun, demikian pengakuan Seno, imajinasi Karl May itu mengilhaminya ketika membuat cerita pendek sekitar peristiwa kekerasan di Dili, Timor Leste.

Dia mengaku, saat tulisan-tulisan itu lahir dan mengalir dari tangannya, dia tidak berkunjung ke Dili sama sekali.

"Kalau Karl May bisa berimajinasi, saya boleh dong," akunya, yang diiringi ledakan tawanya.

`Tidak ada yang orisinal'

"Tidak ada yang orisinal di dunia ini.. saya selalu dalam bayang-bayang Karl May, Hemingway atau Budi Darma sekalipun...," Seno Gumira mengungkapkan kalimat ini, ketika saya tanya siapa penulis lain yang menginspirasinya.

Penulis Amerika Serikat, Ernest Hemingway (1899 - 1961) banyak menginspirasi Seno Gumira. Secara khusus Seno menyebut penulis asal Amerika Serikat Ernest Hemingway, yang tulisan-tulisannya yang "deskriptif dan penuh "ironi".

Karya-karya penulis klasik Jepang, demikian Seno, ikut mempengaruhi gaya penulisannya. "Kalau penulis klasik Jepang itu detil dan juga penuh ironi."

Di luar Hemingway dan penulis klasik Jepang, dia mengaku terinspirasi penulis-penulis lain. "Tapi saya secara sadar meniru dua orang itu".

"Saya selalu ingin se-kualitas seperti Hemingway dan penulis Jepang itu..."

Bagaimana dengan penulis Indonesia? Seno kemudian menyebut beberapa nama, yang ikut mewarnai gaya penulisannya, seperti Umar Kayam, Budi Darma, atau Hamsad Rangkuti.

    "Tidak ada yang orisinal di dunia ini.. saya selalu dalam bayang-bayang Karl May, Hemingway atau Budi Darma sekalipun."

"Jika kesulitan untuk memulai tulisan, saya biasanya membaca tulisan Putu Wijaya," akunya.

"Untuk yang irasional, saya terpengaruh Danarto," tambahnya.

Menyinggung sebagian karya-karya sastranya yang belakangan disebut "tidak mementingkan keindahan", Seno Gumira membenarkannya.

Perubahan ini terjadi, ungkapnya, setelah dia menuntaskan magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia (2000). "Dari sanalah, penulisan indah dan tidak indah, tidak lagi penting," katanya.

"Boleh kering, asal ada ketajaman," katanya menambahkan.

Dia mengaku, dengan pendekatan barunya itu, karya-karyanya sekarang barangkali tidak akan semudah dipahami seperti membaca tulisannya terdahulu.

"Tapi bukankah membaca itu sebuah perjuangan. Saya sendiri selalu tertantang untuk menaklukkan bacaan yang sulit sekalipun," kata Seno.
Buku perjalanan

Seno Gumira saat ini tengah menyiapkan buku terbarunya yaitu isinya mengisahkan kisah perjalanannya (travelogue) ke Korea Utara, sekitar sepuluh tahun silam.

Buku ini akan berisi foto-foto hasil jepretannya tentang situasi Ibukota Pyongyang (dan orang-orangnya) dan beberapa kota lainnya.

Seno Gumira berencana menerbitkan buku tentang perjalanannya ke Korea Utara.

Dia mengaku, memotret di negara seperti Korut merupakan halangan terbesar. "Meski dibilang free, tapi dilarang melulu," katanya mengenang.

Namun Seno mengaku tidak mengambil peduli, dan terus memotret, walaupun sempat "dikasari" aparat Korut.

"Jadi saya makin dilarang, saya semakin melawan. Jadi saya memotret gila-gilaan pada akhirnya."

Menurutnya, buku berisi foto-foto tentang kehidupan warga negara tertutup itu layak diterbitkan saat ini.

"Saya kira ketika masalah Pyongyang kini diramaikan, saya kira harus berbagi soal itu," ujar Seno menjelaskan latar belakang penerbitan bukunya itu.

Sepuluh tahun silam, Seno berkunjung dan tinggal cukup lama di Korut, ketika dia dipercaya sebagai juri sebuah festival film "dunia ketiga".

"Karena sebelum festival dimulai, saya harus melihat semua film, dan itu saya hayati benar," ungkapnya. "Ini negara paling beda di dunia, paling unik dan bukan dalam pengertian yang turistik ya..." Wawancara akhirnya berakhir, seraya kuminta Seno Gumira membubuhkan tanda tangan pada empat buku karyanya yang menjadi koleksiku. *

Sumber: BBC Indonesia

Suraiya: Perempuan Pemberani dari Aceh

Suraiya Kamaruzzaman
Puluhan tahun memperjuangkan kaum perempuan korban konflik bersenjata di Aceh, Suraiya dianugerahi penghargaan perdamaian UNDP.

"Kenapa perempuan nggak boleh sekolah, sementara lelaki boleh?" "Kenapa perempuan menikah usia dini, lelaki tidak?"

Suraiya Kamaruzzaman -- di ujung telepon -- mengulangi lagi pertanyaan yang pernah dia lontarkan lebih dari dua puluh lima tahun silam -- masih dengan nada geram.
Usia Suraiya, kala itu, sekitar 15 tahun dan masih duduk di bangku klas tiga SMP di Aceh Besar.

Pertanyaan bernada gugatan itu lahir, tatkala perempuan anak kelima dari tujuh bersaudara ini remuk-redam mengetahui sahabat satu bangkunya yang berpikiran cemerlang "harus menikah (di usia dini) dengan seorang lelaki yang tidak dikenal."

Nani, begitu nama samaran bocah perempuan malang itu, bersedia dinikahi pria "yang baru sekali dilihat lewat di depan rumah", untuk meringankan beban keluarga.

"Dia mengalah untuk menikah.," suara perempuan kelahiran 3 Juni 1968 ini masih terdengar jelas, dalam wawancara melalui telepon dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, di tengah kesibukannya, Selasa, 16 Oktober 2012 lalu.

"Sementara adiknya laki-lakinya masih sekolah dengan dibiayai ayahnya." Tetapi kemarahan Suraiya tak berhenti sampai di sini. "Yang menyakitkan buat saya, tak lama kemudian, satu per satu teman-teman perempuan saya menikah, sementara yang laki-laki masih sekolah."

Dari kejadian yang menimpa sahabatnya, dan disusul pertanyaan bernada gugatan itu, Suraiya mulai saat itu menyatakan sesuatu yang mirip sumpah: "Saya harus melakukan sesuatu".

Lalu dimulailah hasrat pemihakan dan pembelaan pada kaum perempuan pada diri Suraiya Kamaruzzaman, yang baru saja meraih penghargaan perdamaian N-Peace dari lembaga di bawah naungan PBB, UNDP, awal Oktober lalu, atas dedikasinya memperjuangkan lebih dari dua puluh tahun hak-hak perempuan Aceh selama wilayah itu dikoyak konflik bersenjata.


Kesempatan untuk menyalurkan hasrat itu akhirnya terbuka lebar, ketika Suraiya mulai aktif berorganisasi saat berstatus mahasiswa baru di Fakultas Teknik di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh.

Namun, dia mengaku agak kecewa ketika awal mula terjun di organisasi ekstra dan intra kampus. "Karena, kalau bergabung ke sana, selalu peran kita didomestifikasi, yaitu masuk ke seksi perempuan, terima tamu." akunya agak tergelak.

Suraiya mulai mendampingi kaum perempuan Aceh saat wilayah itu diguncang konflik bersenjata.

Dari situlah, Suraiya lantas memutuskan untuk membangun sendiri organisasinya saat duduk di semester tiga. "Nah, yang saya lakukan dengan beberapa teman yang satu ide, kita dirikan Flower Aceh pada 1989," ungkap Suraiya. "Tujuannya sederhana saja, yaitu membagi kesempatan, membagi ilmu yang saya dapat kepada perempuan lain," katanya, mulai bercerita.

Awalnya, Suraiya dan kawan-kawan setiap pekan datang ke desa-desa di dekat kampus. Mereka menemui ibu-ibu untuk diajak diskusi tentang persoalan yang dihadapi dan bagaimana pemecahannya. "Seperti persoalan kesehatan reproduksi dan kemiskinan," ungkapnya memberi contoh.

Dalam perkembangannya, Flower Aceh kemudian ikut mendampingi para perempuan Aceh yang terperangkap dalam konflik bersenjata di wilayah itu. Di sinilah, saat konflik masih melanda tanah kelahirannya, ujian sebenarnya dirasakan langsung oleh Suraiya dan kawan-kawan.

"Ternyata mereka baru berusia 35, 30, 25 atau 27 tahun. Tapi melihat mukanya, saya pikir mereka sudah 40, 50 atau 55, 60. Jadi ketakutan, ancaman, teror, trauma itu berdampak terhadap fisik mereka."

"Banyak sekali pengalaman yang saya tidak akan bisa lupa, yang menjadi bagian dari catatan kehidupan saya, dan berpengaruh pada saya."

Suraiya kemudian mengungkap satu peristiwa getir yang kelak begitu membekas pada dirinya -- sampai kini. Kejadiannya di sebuah desa di wilayah Pidie, yang disebutnya "basis daerah Gerakan Aceh Merdeka (GAM)".

Saat itu dia dan rekan-rekannya dari Flower Aceh menemui kepala desa. Walaupun merasa terharu ("tiba-tiba kepala desa itu menangis," kata Suraiya, dengan nada tercekat) dan senang atas kedatangan Suraiya dan timnya, kepala desa itu - masih dengan berlinang air mata -- memohon agar anak-anak itu tidak membantu.

"Karena kalau kami datang, dan setelah kami pulang" ungkap Suraiya, mengenang kejadian itu," tentara akan datang dan akan bertanya: `siapa mereka'. "

"Dan itu resikonya besar," imbuh Suraiya, nyaris tidak terdengar. "Bisa saja kepala desa dipukul, disiksa, atau bisa saja kami yang dicari."

Kisah pedih lain yang masih diingat jelas oleh Suraiya adalah ketika bertemu ibu-ibu korban konflik, yang parasnya terlihat lebih tua ketimbang usia sebenarnya.

"Ternyata mereka baru berusia 35, 30, 25 atau 27 tahun. Tapi melihat mukanya, saya pikir mereka sudah 40, 50 atau 55, 60. Jadi ketakutan, ancaman, teror, trauma itu berdampak terhadap fisik mereka," jelasnya.


Sosok pemberaniLebih dari dua puluh tahun memperjuangkan hak-hak perempuan Aceh selama wilayah itu dikoyak konflik bersenjata, Suraiya Kamaruzzaman dianggap mewakili "sosok pemberani dan pantang menyerah". Dalam berbagai kesempatan, Suraiya terus mengkampanyekan pembelaan terhadap hak-hak perempuan, termasuk di forum-forum internasional yang dia datangi.

Penilaian ini seperti itulah yang melatari alasan UNDP, lembaga di bawah naungan PBB, memberikan penghargaan perdamaian kepada dirinya, awal Oktober 2012 lalu. Bersama lima aktivis kemanusiaan dari berbagai negara, dia menerima penghargaan N-Peace di Manila, Filipina.

Keterangan resmi UNDP menyebut, para penerima penghargaan ini merupakan "perempuan-perempuan pemberani". Mereka disebut pula tak gampang menyerah ketika menjalankan misinya dalam mempromosikan perdamaian. Lantaran kehadiran Suraiyah dan lima orang pemberani lainnya, demikian UNDP, dunia menjadi lebih baik.

Ini adalah penghargaan prestisius, setelah sekitar sepuluh tahun silam perempuan berperawakan kecil ini juga menerima penghargaan Yap Thiam Award 2001. Penghargaan ini diberikan kepadanya, karena dia dianggap tak lelah untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan Aceh.

"Penghargaan N-Peace ini," kata Suraiyah, saat saya tanya apa makna penghargaan UNDP bagi dirinya, "merupakan pengakuan terhadap kerja-kerja perempuan." Dan itu artinya bukan untuk dirinya semata. "Tapi semua teman-teman perempuan. Baik yang bekerjasama dengan saya di Aceh, Poso, Ambon, Papua, dan daerah-daerah konflik lainnya."

Dengan kata lain, lanjutnya, penghargaan tersebut sebagai pengakuan terhadap "kerja" perempuan tersebut. "Karena kita bisa melihat," katanya dengan tegas," hampir semua daerah konflik, terutama konflik bersenjata, peran perempuan sangat besar, terutama di tingkat grass roots (akar rumput), dalam upaya mendorong proses perdamaian".


Perempuan Aceh dan dialog damai

Sayangnya, demikian Suraiya, kerja-kerja kongkrit kaum perempuan dalam mendorong proses perdamaian itu, "jarang diakui dan dihargai." Proses perundingan damai Indonesia-GAM di Helsinki tidak melibatkan perempuan, padahal ide dialog damai dilahirkan kaum perempuan Aceh, kata Suraiya.

"Padahal dalam proses inisiasi itu banyak peran kaum perempuan yang muncul," tandas peraih gelar master di Fakultas hukum jurusan hak asasi manusia di Hongkong University, pada 2003 lalu.

Dia lantas mencontohkan, peran kaum perempuan Aceh yang dianggapnya berperan strategis dalam mendorong proses perdamaian di Aceh -- akibat didera konflik lebih dari 30 tahun.

"Pada tahun 2000, perempuan-perempuan Aceh melaksanakan kongres perempuan yang pertama, yang dihadiri hampir 500 perempuan, dengan tema utama dialog damai," katanya, datar.

Dalam acara itu, Suraiya dipilih sebagai panitia pengarah. "Pada tahun 2000, perempuan-perempuan Aceh melaksanakan kongres perempuan yang pertama, yang dihadiri hampir 500 perempuan, dengan tema utama dialog damai."

"Jadi sebenarnya," katanya,"yang membawa isu bagaimana menyelesaikan konflik di Aceh melalui dialog damai itu perempuan."

Seperti diketahui, sekitar lima tahun kemudian, kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan GAM akhirnya ditandatangani di Helsinki, Finlandia.

"Tapi kemudian, sering terjadi, ketika terjadi dialog (perdamaian) formal, peran perempuan dinafikan - bahkan tidak dilibatkan," tandas Suraiya yang ikut berperan mendirikan Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan pada 1999 ini.

Apa akibatnya perempuan tidak dilibatkan dalam proses perdamaian di Aceh? Tanya saya.
"Banyak akibatnya," tandas Suraiya.

Salah-satunya, menurutnya, persoalan perempuan tidak akan dianggap sebagai persoalan serius.
"Tanpa mengurangi penghormatan dan penghargaan yang luar biasa kepada kedua pihak yang bernegoisasi, harus diakui: tanpa pelibatan perempuan secara formal, maka kemudian akan berdampak kepada putusan-putusan yang diambil," paparnya.

Staf pengajar di Fakultas Teknik Unsyiah Banda Aceh ini kemudian memberikan contoh, yaitu pada materi kesepakatan damai Indonesia-GAM."Tidak ada sepatah katapun yang menyebut persoalan-persoalan perempuan di dalamnya, termasuk bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut," tandasnya.

Walaupun dia mengakui pihak GAM melibatkan sosok perempuan dalam salah-satu tenaga ahlinya, Suraiya menganggap "itu tidak cukup". Suraiyah kemudian berandai-andai. "Kalau misalnya (ada sosok perempuan) duduk di meja (perundingan) formal, ruang dia untuk mengambil keputusan itu lebih besar."

Dampak lanjutannya yang dirasakan kaum perempuan, lanjutnya, terlihat kemudian yaitu ketika bantuan keuangan dialirkan kepada sekitar 3.000 bekas kombatan GAM. "Seluruhnya yang mendapat akses itu adalah laki-laki eks kombatan. Padahal kita juga menyadari banyak perempuan eks kombatan," katanya, tetap dengan nada datar.

Setelah perdamaian

"Walau jumlahnya masih terbatas, kita (perempuan) mulai terlibat. Misalnya ada sebagian teman-teman aktivis perempuan, aktivis NGO atau akademisi, terlibat dalam tim drafter yang dirancang (pihak) eksekutif atau legislatif."

"Tidak serta merta," begitulah kalimat yang meluncur dari mulut Suraiya, saat saya tanya apakah setelah kesepakatan damai Pemerintah Indonesia-GAM, maka persoalan-persoalan kekerasan yang menimpa perempuan Aceh berkurang.

"Tapi perubahan ke arah positif, pasti dong... Perang senjata terbuka sudah tidak ada kan".

Di masa konflik, menurutnya, perempuan tidak pernah memiliki kesempatan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan menyangkut kebijakan daerah.

Sekarang, "walau jumlahnya masih terbatas, kita (perempuan) mulai terlibat. Misalnya ada sebagian teman-teman aktivis perempuan, aktivis NGO atau akademisi, terlibat dalam tim drafter yang dirancang (pihak) eksekutif atau legislatif".

Setelah perdamaian, perempuan Aceh lebih leluasa untuk terlibat dalam keputusan politik di wilayah itu.

Ruang partisipasi bagi perempuan Aceh, menurutnya, saat ini juga lebih terbuka. "Cuma jumlahnya saja masih perlu ditingkatkan. Tidak bisa, misalnya, dalam pembuatan perda atau qanun, dengan mengundang tiga orang perempuan, dianggap sudah terwakili. Belum".

Idealnya, menurut Suraiya, kalau mengacu resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), seharusnya pada pemilu kepala daerah pertama di Aceh, ruang untuk perempuan harus diberikan semaksimal mungkin.

"Paling tidak minimal 30 persen anggota DPR itu dari kaum perempuan, sehingga perencanaan, penganggaran, atau kebijakan itu memiliki perspektif untuk melihat keadilan pada perempuan dan lelaki".

Diakuinya persoalan ini bukan hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di tingkat nasional serta jamak terjadi daerah lain.

"Jadi masih banyak persoalan yang harus diselesaikan," tegas Suraiya yang kini terlibat dalam program kerja sama kemitraan Indonesia-Australia, Logica 2, yang menitikberatkan pada berbagai program perdamaian lanjutan.

Mengkritisi Perda Syariat Islam


Dalam berbagai kesempatan, Suraiya dikenal sebagai sosok yang acap bersuara kritis terhadap apa yang dia sebut sebagai implementasi sebagian materi Peraturan Daerah (Perda) Syariat Islam di Aceh yang juga disebut Qanun.

Praktek hukuman cambuk dipraktekkan di Aceh sebagai implementasi dari Perda Syariat Islam.

Inilah yang membuat saya menanyakan ulang bagaimana sikapnya atas apa yang diistilahkan sebagai penerapan Syariat Islam di Propinsi Aceh.

Atas pertanyaan itu, Suraiya menjawab secara tegas dan panjang lebar. Namun disela-sela wawancara itu, dia mewanti-wanti saya agar "tidak memotong-motong" jawabannya.

Hal itu dia tekankan karena sikap kritisnya itu selama ini menimbulkan salah-paham di sebagian masyarakat Aceh, sehingga dia dicap "tidak mendukung Syariat Islam (di Aceh)". Padahal, "saya mengkritisi... agar pelaksanaannya (Qanun) lebih baik..."

"Nah, sekarang ketika dibuat perda untuk menerapkan Syariat Islam, aturan (mazhab) mana yang mau dipakai? Kalau pilih salah-satu (mazhab), kenapa itu yang dipilih? Siapa yang berhak menentukan. Itu 'kan persoalan."

Dalam pemahaman Suraiya, Islam memberi tempat terhormat kepada perempuan. "Yang ingin saya katakan, hukum Islam itu membuka ruangan yang luar biasa kepada perempuan".

"Tetapi," ujarnya, "ketika sebuah aturan yang begitu luas diatur dalam perda, Anda bisa bayangkan apa yang terjadi."

"Islam itu kan bervariatif (menurut) pemahaman orang," katanya menganalisa secara menyebut beberapa mazhab dalam Islam.

"Nah, sekarang ketika dibuat perda untuk menerapkan Syariat Islam, aturan (mazhab) mana yang mau dipakai?" "Kalau pilih salah-satu (mazhab), kenapa itu yang dipilih? Siapa yang berhak menentukan. Itu 'kan persoalan."

"Jadi ini aturan yang begitu luas, komprehensif, disempitkan menjadi peraturan daerah, Qanun".
Implementasi Qanun

"Kalau melihat aturan hukum syariat islam (di Aceh), tidak tertulis perbedaan-perbedaan yang signifikan atau pelarangan ruang-ruang perempuan, " ujar Suraiya, saat saya tanya apakah keberadaan Perda Syariat Islam di Aceh, kurang memberi tempat kepada perempuan.

    "Nah, kalau orang kaya bisa membayar, ada pilihan dicambuk atau bayar denda, sehingga yang menghadapi situasi ini adalah orang miskin. Di situ yang menimbulkan ketidakadilan."

"Tapi saya melihat pada proses implementasi," tambahnya, dengan nada tegas.

Dia kemudian mencontohkan implementasi yang dia maksudkan. "Contoh sederhana saja, ketika Polisi Syariat memerika pakaian di check point, itu sering yang jadi sasaran adalah perempuan".

"Atau perempuan yang miskin, karena perempuan dalam mobil tidak diperiksa. Jadi yang menghadapi situasinya adalah kelompok perempuan marginal".

Dia lantas mengambil contoh hukuman cambuk untuk kasus perjudian: "Nah, kalau orang kaya bisa membayar, ada pilihan dicambuk atau bayar denda, sehingga yang menghadapi situasi ini adalah orang miskin".

"Di situ yang menimbulkan ketidakadilan," tandas Suraiya, yang pernah dipercaya sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional Perserikatan Solidaritas Perempuan (2001-2004) ini.
Memastikan regulasi

Dari situasi seperti itu, apa yang bisa Anda lakukan? Tanya saya.

Potret diri Suraiya Kamaruzzaman dan lima aktivis lainnya yang memperoleh penghargaan perdamaian UNDP.

"Yang saya lakukan sebenarnya hal yang sangat kecil. Saya tidak bisa kerja sendiri , tapi bekerja sama dengan teman-teman, baik golongan civil society, maupun pemerintah, akademisi, dan ulama," kata Suraiya, pendiri Balai Syura Ureung Inong Aceh pada tahun 2000 lalu.

Dia lantas mencontohkan langkah-langkah yang telah dilakukan: "Bersama teman-teman (saya) mendorong perencanaan program anggaran Gubernur baru terpilih lima tahun ke depan, lebih responsif gender."

Hal ini dilakukan, "sehingga ada anggaran program yang dialokasikan dan direncanakan untuk memenuhi hak korban kekerasan agar sesuai standar layanan minimum".

 "Seharusnya Qanun ini benar-benar diimplementasikan oleh pemerintah, sehingga hak-hak perempuan Aceh terpenuhi."

Di luar upaya seperti itu, Suraiya mengaku ikut mendorong kaum perempuan Aceh untuk berperan aktif dalam mengambil keputusan politik di tingjat daerah. "Dan ini tidak mudah," akunya. "Dimulai dari proses penguatan perempuan itu sendiri, seperti melalui pendidikan, training, sampai kemudian memastikan (agar) partai politik membuka ruangan tersebut untuk perempuan".

Dalam upaya tersebut, Suraiya dan kawan-kawannya mengaku telah memastikan bahwa semua regulasi yang telah diberlakukan di Aceh responsif terhadap isu gender. "Seharusnya Qanun ini benar-benar diimplementasikan oleh pemerintah, sehingga hak-hak perempuan Aceh terpenuhi," tandas istri Tedjo Hadi ini, tetap dengan nada bersemangat. (*)

Sumber: BBC Indonesia

Tidur Menyelamatkan Nyawa

ilustrasi
SURVEI terbaru dari the European Cockpit Association (ECA) menyatakan bahwa 4 dari 10 pilot di Inggris mengakui mereka sempat tertidur di dalam kokpit. Penelitian ini bahkan menyebutkan bahwa sepertiga dari pilot-pilot ini melihat co-pilotnya juga sedang tidur saat ia bangun.

Sebuah riset yang dilakukan oleh the Walter Reed Army Institute laporkan 1 dari 10 pilot masih mengantuk walau tidur cukup.

Survei yang melibatkan sekitar 6.000 pilot di Eropa ini juga menyatakan bahwa para pilot mengakui bahwa kelelahan dan kantuk telah menurunkan kemampuan mereka untuk menerbangkan pesawat. Namun 70-80 persen dari para pilot mengantuk ini tak akan melaporkan keadaannya, dan menyatakan diri sehat untuk terbang.

Bukan para pilot saja yang kelelahan. Kesehatan tidur bukan menjadi prioritas di kehidupan modern, apalagi dalam industri penerbangan. Beberapa kerusakan pesawat yang menyebabkan pesawat harus mendarat darurat pun diduga berhubungan dengan kantuk dan kelelahan para teknisi di darat. Bahkan kecelakaan pesawat ulang alik Challenger dikatakan berkaitan dengan kelelahan para teknisi dan insinyur.

Di bulan Februari 2011, seorang petugas pengawas di menara kontrol di McGhee Tyson Airport tertidur meninggalkan seorang rekannya sendirian untuk mendaratkan 7 pesawat sambil terus mengontrol radar. Sebelumnya, seorang petugas di menara kontrol Reagan Airport di Washington juga tertidur hingga untuk beberapa menit tidak menjawab panggilan radio.

Sebuah wawancara dengan BBC, seorang pilot bercerita suatu waktu di udara, co-pilotnya meminta ijin untuk power nap sejenak. Ia pun menyetujui. Namun setelah si co-pilot tertidur, ia pun mulai merasakan beban berat di matanya. Ia berpikir, tak ada salahnya ia memejamkan mata sejenak. Namun ternyata ia tertidur sekitar 5-10 menit kemudian. Saat terbangun ia betul-betul terkejut, ia langsung memeriksa ketinggian, kecepatan dan semua instrumen di kokpit. Beruntung semua berjalan normal selama mereka berdua tertidur.

Akibat kantuk

Untuk profesi-profesi seperti pengemudi bus antar kota, masinis, pengawas di bandara, pengawas jalur rel, hingga pekerja pabrik atau reaktor nuklir, kantuk adalah musuh utama keselamatan. Kantuk dapat membunuh. Kantuk saja sudah berbahaya, karena menurunkan kemampuan konsentrasi, kewaspadaan, pengambilan keputusan dan refleks. Apalagi sampai tertidur.

Kantuk terjadi akibat jam kerja yang panjang, jam tidur yang pendek, dan perbedaan zona waktu harus dihadapi para kru pesawat. Kondisi kurang tidur menyebabkan seseorang rentan terhadap stres, yang pada akhirnya mengganggu tidur di malam harinya. National Sleep Foundations, AS, mengungkapkan bahwa 50 persen pilot tidak tidur nyenyak di malam, pada hari-hari kerja. Sementara 41 persen dari pilot menyatakan pada hari kerja, mereka mengalami kurang tidur. Yang menarik, 78 persen dari mereka melaporkan tidur yang nyenyak pada hari libur.

Kelelahan jelas menyebabkan kecelakaan. Survei dari National Sleep Foundation mendapati bahwa pekerja transportasi yang mengalami kelelahan melakukan kesalahan tiga kali lebih sering dibanding yang tidak lelah. Dua puluh persen pilot melaporkan membuat kesalahan besar saat mengantuk. Ini dua kali lipat dibanding pekerja transportasi lainnya seperti supir bus atau taksi. Sebanyak 11 persen pilot melaporkan gejala-gejala kantuk, sementara pekerja non-transportasi hanya 7 persen yang mengalami kantuk.

Sebuah riset yang dilakukan oleh the Walter Reed Army Institute laporkan 1 dari 10 pilot masih mengantuk walau tidur cukup. Tetapi pilot merupakan profesi yang membutuhkan kewaspadaan penuh. Tak ada tempat untuk membuat kesalahan. Walau hanya 1 dari 10, tak ada orang yang mau terbang dengan yang satu itu.

Pilot-pilot yang lelah cenderung tidur di saat bekerja. Survei Sleep in America menunjukkan bahwa hampir 60 persen pilot tidur saat bekerja. Sebanyak 20 persen dari pilot bahkan menyatakan bahwa mereka tidur sebanyak 3 sampai 5 kali setiap minggunya.

Sama seperti pekerja shift lainnya. Pilot yang baru selesai bekerja dengan jam terbang yang panjang cenderung mengantuk dan berada dalam kondisi tak layak untuk mengendara. Kecelakaan lalu lintas dikatakan paling banyak dialami oleh pilot dan masinis dibanding pekerja non-transportasi. Pilot dan pekerja transportasi 6 kali lebih sering mengalami kecelakaan lalu lintas saat berangkat atau pulang kerja, disebabkan oleh kantuk.

Hipersomnia

Bagaimana dengan para pilot yang masih mengantuk walau sudah tidur cukup? Kondisi ini disebut sebagai hipersomnia atau kantuk berlebihan. Ada beberapa penyebab hipersomnia, periodic limb movements in sleep (PLMS), sleep apnea dan narkolepsi. Seorang penderita narkolepsi jelas tak boleh terbang karena khawatir sewaktu-waktu mengalami serangan tidur. Tapi penderita PLMS dan sleep apnea dapat diobati. Sayang jika diabaikan begitu saja.

PLMS ditandai dengan gerakan kaki secara periodik saat tidur. Setiap kaki bergerak, otak akan terbangun singkat, tanpa terjaga. Akibatnya kualitas tidur akan buruk dan penderita akan mengantuk terus sepanjang hari.

Sleep apnea termasuk yang paling sering diderita. Gejalanya juga mudah saja, ngorok atau mendengkur! Sleep apnea, yang artinya henti nafas sebelum tidur, disebabkan oleh sempitnya saluran nafas saat tidur. Akibat rasa sesak, otak terbangun-bangun mikro tanpa terjaga. Akibatnya penderita bangun tak segar dan mudah mengantuk di siang hari. Akibat lain dari sleep apnea adalah gangguan jantung, hipertensi, diabetes hingga stroke.

Bulan Maret 2003, publik Jepang dikagetkan dengan insiden tertidurnya masinis kereta cepat Shinkansen. Walau tak terjadi kecelakaan fatal, insinden ini membuka mata masyarakat Jepang akan bahaya mendengkur. Hasil akhir dari penyelidikan dikemukaan bahwa sang masinis ternyata menderita sleep apnea yang mengakibatkan rasa kantuk yang tak terpuaskan.

Di bulan November 2010 terjadi kecelakaan pesawat di Mangalore, India yang menewaskan 158 orang. Dari rekaman pembicaraan kokpit, para penyidik menduga pilot mengalami sleep inertia. Sleep inertia adalah kondisi kesadaran yang berkabut saat baru bangun dari tidur. Si pilot diketahui baru bangun sebelum melakukan pendaratan. Pilot juga didapati sering sekali tertidur dalam penerbangan tersebut. Dari mana penyidik tahu? Dari suara dengkuran dalam rekaman. Diduga pilot menderita sleep apnea.

Atasi kantuk

Lelah dan kantuk merupakan dorongan alami, sama seperti haus dan lapar. Setelah terpenuhi, kita pun tak akan merasa kantuk lagi.

Federal Aviation Association (FAA), AS, kini lebih memperhatikan kesehatan tidur awak terbang. Beberapa peraturan baru dikeluarkan agar jam istirahat di antara tugas jadi lebih panjang. Jika sebelumnya periode istirahat hanya 8 jam, kini telah ditambah menjadi 10 jam. Dari 10 jam itu, diharapakan pilot tidur selama 8 jam.

Untuk mengatasi gangguan tidur, pengaturan jadwal dan perilaku tidur juga disarankan. Alat-alat pemeriksaan dari yang paling sederhana berupa catatan harian tidur, hingga yang rumit di laboratorium tidur kini diperlukan sebagai pemeriksaan standar.

Tata laksana sleep apnea misalnya, FAA mensyaratkan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium tidur di malam hari. Sedangkan untuk menilai perkembangan vitalitas dan kantuk, dilakukan pengamatan Maintenance of Wakefulness Test (MWT) di laboratorium tidur pada siang hari. Beberapa perusahaan penerbangan bahkan melakukan MWT pada para pilotnya setiap tahun sekali.

Perawatan sleep apnea dapat dilakukan dengan penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP). Selain kualitas hidup, vitalitas dan kewaspadaan, perawatan sleep apnea telah diketahui menurunkan resiko menderita penyakit-penyakit jantung danpembuluh darah.

Kondisi mengantuk telah terbukti menurunkan kemampuan konsentrasi, kewaspadaan, pengambilan keputusan dan refleks. Dan kantuk bisa disiasati dengan memperhatikan kesehatan tidur. Kantuk bisa membahayakan keselamatan transportasi. Padahal dengan pengetahuan dan perawatan yang tepat, semua bisa diatasi. Sudah saatnya kita lebih membuka mata tentang periode tutup mata di malam hari ini. Tidur, menyelamatkan nyawa. (*)

Oleh Dr. Andreas Prasadja, RPSGT (Praktisi kesehatan tidur, konsultan utama Sleep Disorder Clinic - RS. Mitra Kemayoran, pendiri @IDTidurSehat , penulis buku Ayo Bangun! anggota American Academy of Sleep Medicine)

Sumber: Kompas.Com

TERKAIT:

    Pilot Tertidur Saat Menerbangkan Pesawat?
    Mendengkur Sebabkan Kegemukan?
    Mudah Ngantuk, Waspadai "Sleep Apnea"!
    "Silent Stroke", Mendengkur dan "Sleep Apnea"
    Dengkuran Ternyata Memperburuk Kanker


Don't be Afraid of Making Mistake

ilustrasi
SEPERTI kata pepatah, belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa serupa mengukir di atas air. Begitu juga ketika belajar bahasa asing. Memang akan lebih efektif jika mulai belajar bahasa asing dari kecil karena di usia itulah anak-anak bisa dengan mudah meniru pelafalan yang benar.

Namun, jangan dulu menyerah dengan pepatah lama di atas. Menurut praktisi lembaga bahasa Inggris LIA, Suhud Widagdo, orang dewasa pun tetap bisa mengembangkan kemampuan belajar bahasa Inggris pun jika baru memulainya sekarang.

"Tak ada yang mustahil memang meskipun pembentukannya agak lebih lama. Sebab, masalah orang dewasa kebanyakan adalah soal keterbatasan kosakata," kata Suhud kepada Kompas.com di Jakarta, Minggu (11/11/2012) kemarin.

Kosakata yang seharusnya dikuasai saat masih kanak-kanak tetap bisa dihafalkan dari sekarang asal dilakukan dengan serius dan berkesinambungan.

"Yang penting harus punya pedoman kata yang secara terus-menerus dihafal dan harus banyak dulu katanya. Kalau sudah banyak, kan, tinggal digabung-gabungkan. Nanti dulu soal kebenaran menyusun katanya. Kalau sudah banyak akan ada kesempatan membenarkannya," ujarnya.

Selain memperbanyak kosakata, membiasakan berkomunikasi dengan bahasa yang dipelajarinya juga harus terus dilakukan. Hal ini perlu dilakukan agar lidah kita dapat menyesuaikan dalam pengucapan bahasa Inggris serta bakal terlatih.

"Mereka tetap tidak boleh putus asa untuk belajar. Awalnya berat, tetapi memang harus dipaksa dengan banyak berkomunikasi langsung dan mengumpulkan terus pilihan kosakata lainnya," katanya.

"Pede aja..."


Suhud menyarankan, tidak hanya sering mengucapkan kosakata yang sedang dipelajari, tetapi juga dituliskan dalam buku catatan tersendiri, agar pengejaannya benar.

"Secara akademis bahasa Inggris, bentuk tulisan itu akan dapat dipertanggungjawabkan. Dari tulisan kita dapat mengikuti kaidah standar bahasa Inggris yang baik dan benar," katanya lagi.

Untuk menambah latihan jam terbang bercakap dalam bahasa Inggris, Suhud menyarankan orang dewasa yang belajar bahasa menjaga semangat belajar dan kepercayaan dirinya.

"Yang sering dirasakan orang-orang dewasa ini adalah soal ketidakpercayaan diri untuk menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Don't be afraid of making mistake. Kita ini makhluk ciptaan Tuhan, yang dianugerahi akal. Jadi, satu kali jatuh, kita akan berpikir dan tahu bagaimana cara menghindari itu," katanya.

Jika masih sering melakukan kesalahan dalam hal pengucapan kata bahasa Inggris, lanjut Suhud, orang itu pun memerlukan interaksi dengan seorang pembimbing.

Berlatih

Dia menyarankan siswa bergabung dalam english club untuk umum di akhir pekan. Di sana siswa dapat belajar bercakap, berorganisasi, ikut berdiskusi membahas topik, dan dengan memiliki rekan untuk berlatih bicara atau pembimbing, mereka akan menuntun Anda mengikuti kaidah berbahasa yang baik dan benar, atau mereka dapat menjadi language evaluator Anda.

"Bagaimanapun itu, pada akhirnya siswa tetap keep on practising, sebab kalau tidak berlatih, lidah kita akan terasa aneh dan janggal," katanya.

Berbeda dengan anak-anak di mana belajar mereka dimulai sejak usia dini akan memudahkan mereka menerima pelajaran dengan lebih baik karena sel-sel otak mereka mampu menyimpan memori dengan sangat baik. Yang penting, bahasa Inggris diperkenalkan dan diajarkan dengan metode yang alami tetapi menarik.

Untuk anak usia dini satu atau dua tahun, Suhud menuturkan ada macam-macam cara yang dapat ditempuh untuk mulai memperkenalkan bahasa asing, antara lain melalui permainan.

"Permainan edukatif atau games juga bisa mengasah keterampilan, tetapi yang diambil adalah permainan petulangannya. Sebab dengan menjadi gamer atau pemain, mereka sudah mampu menangkap vocabulary atau istilah dalam permainan-permainan. Itu di luar permainan perang ya," katanya.

Menurut direktur penerbitan majalan CnS Junior ini, anak-anak dapat menerima kosakata secara pasif. Anak berusia satu tahun, misalnya. Mereka lebih baik diperkenalkan dengan benda-benda di sekitarnya untuk menambah perbendaharaan kosakatanya.

"Pembentukan vocabulary atau kosakata itu penting sekali karena awalnya anak itu bisa berkomunikasi adalah dari jumlah kata-kata yang dikenalnya. Dari sana ia nanti mampu berbicara," katanya. *

Sumber: Kompas.Com


TERKAIT

    'Storytelling', Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui
    Belajar dengan Asyik Melalui Lomba
    Belajar Bahasa Inggris dengan Kreatif
    'Spelling Bee' Permudah Anak Ingat Kosakata Bahasa Inggris
    Masa Emas Belajar Bahasa

Masih ada Suara Berbeda di Israel

Demonstrasi di Tel Aviv tahun 2004 (Reuters)
WAKIL Perdana Menteri Israel dan Menteri Urusan Strategis, Moshe Yaalon, sangat tegas. "Rakyat Israel di seluruh negeri mendukung aksi (militer) ini," katanya dalam sebuah konferensi pers pada minggu ini tentang krisis di Gaza.

Kebanyakan tentu saja! Namun, sebagian kecil rakyat Israel masih meneriakkan suara yang berbeda.

Di Tel Aviv, Jumat 16 November 2012 lalu, sekitar 1.000 orang berkumpul untuk memprotes pengeboman di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 100 orang kebanyakan warga sipil. "Kami datang ke sini untuk mengatakan bahwa satu lagi pertumpahan darah merupakan sebuah masalah. Itu bukan solusi," kata anggota Knesset (DPR Israel) dan dikenal juga sebagai aktivis perdamaian, Dov Kenin, kepada massa yang berkumpul.

"Rakyat menuntut gencatan senjata," teriak massa itu menimpali.

Sejumlah video di YouTube tentang acara itu menunjukkan bahwa di sisi lain jalan, sebuah kelompok demonstran yang lebih kecil tetapi bersuara lebih lantang yang pro-perang menghadang mereka. "Pergi sana ke Gaza," kata mereka. "Biar militer Israel tendang pantat (kalian)!"

Ada lagi protes lain, protes kecil, di Jerusalem, Jumat lalu. Sekitar 50 orang Israel berdiri, diam, berpakaian hitam-hitam, tidak jauh dari kediaman Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka memegang plakat yang berbunyi "Hentikan Pendudukan".

Peristiwa itu tak seberapa dibanding aksi 100.000 orang yang berbaris di jalan-jalan Tel Aviv saat menuntut perdamaian pada 1978, ketika Menachem Begin pergi untuk menghadiri pembicaraan yang mengarah ke perjanjian Camp David antara Israel dan Mesir.

"Ya, ada sekelompok kecil orang yang secara aktif mempromosikan perdamaian di Israel," kata Lior Amihai, anggota dari Peace Now, sebuah LSM yang mendukung solusi dua negara bagi konflik Palestina, yang akan mencakup penarikan Israel dari sebagian besar wilayah permukiman di Tepi Barat, kepada wartawan Sydney Morning Herald, Judith Whelan, yang sedang melakukan study tour ke Israel atas sponsor dari NSW Jewish Board of Deputies.

"Sejak tahun 2000 kelompok ini telah terpinggirkan." Alasannya kompleks, kata Amihai. Kegagalan pembicaraan perdamaian dalam dekade lalu telah membawa pesimisme tentang sebuah solusi akhir. "Dan ada kampanye bahwa tidak ada mitra perdamaian di sisi Palestina" setelah Ehud Barak, saat ini Menteri Pertahanan "pergi ke Camp David dan pulang dengan mengatakan tidak mungkin untuk bernegosiasi." Segera setelah itu, intifada jilid kedua pecah.

"Jika Anda berbicara tentang masyarakat Israel, apa yang benar-benar menjauhkan mereka dari perdamaian adalah bom bunuh diri dan operasi militer di Tepi Barat," kata Amihai kepada Whelan.

Faktor kedua adalah "hampir semua warga Israel menjadi tentara". Semua orang menjalankan dinas militer, "dan ayah, saudara, Anda sendiri, bahkan ibu Anda menjadi anggota tentara cadangan-semua orang terlibat dalam pertahanan."

Faktor ketiga adalah situasi di Gaza sendiri, kata Amihai. Pasukan Israel ditarik mundur pada September 2005, dan "apa yang kami terima adalah roket dari Jalur Gaza. Jadi, ketika Anda berbicara dengan rakyat (Israel) tentang apa yang Anda inginkan dari orang Palestina, mereka mengatakan, 'Kita mundur dan lihat apa yang kita terima'."

"Pada sisi lain, semua orang takut," tutur Ronny Israel, guru seni grafis di Tel Aviv yang membuat halaman Facebook bernama Israel-Loves-Iran delapan bulan yang lalu, ketika warga Israel berpikir bahwa pemerintah mereka akan segera menempuh tindakan militer terkait pengayaan nuklir Iran.

Halaman itu, yang sederhana tetapi kuat secara grafis, memberi pesan "Please Stop War", masih ada dan telah menjadi message board bagi kegiatan perdamaian. Pada minggu ini, kata Israel, setengah juta orang berkunjung ke halaman itu, dan pada akhir minggu, ia berharap lebih dari satu juta akan mengunjunginya.

"Namun, itu orang-orang dari seluruh dunia," katanya kepada Whelan. "Tidak ada keterlibatan yang cukup (memadai) dari warga Israel dan Palestina dalam masalah itu," tambahnya.

Gerakan perdamaian di Israel kecil, katanya, karena "sangat rumit untuk menuntut perdamaian". Ada terlalu banyak kompleksitas dalam hubungan antara dua kelompok itu.

"Karena kekerasan, setiap orang berada dalam posisinya sendiri dan tidak bersedia untuk bergerak ke sisi lain. Tapi bagi saya, ini langkah awal dalam setiap proses perdamaian. Anda harus memahami bahwa pihak lain juga seperti Anda. Ya, beberapa dari mereka gila, (itu ada) di kedua sisi ... tapi kebanyakan adalah orang-orang biasa."

Sebagian besar warga Israel dan Palestina siap untuk hidup berdamai, katanya, tetapi kaum ekstremis memiliki suara yang lebih lantang dalam debat publik.

Di Israel, hanya ada satu partai di Knesset yang secara terbuka berbicara tentang solusi dua-negara, yaitu Partai Meretz yang merupakan aliansi sayap kiri dengan basis dukungan yang relatif kecil.

Pemerintahan Netanyahu sendiri mempertahankan dukungan bagi permukiman Yahudi dan doyan dengan aksi militer untuk melawan kekerasan. Minggu ini, Menteri Dalam Negeri, Eli Yishai, mengatakan, "Tujuan dari operasi militer adalah untuk mengirim Gaza kembali ke Abad Pertengahan. Hanya dengan begitu Isreal bisa tenang selama 40 tahun."

"Tentu saja sulit untuk mempertahankan optimisme. Mereka (rakyat Israel) percaya pada pemerintah dan apa yang dikatakannya,"  kata Amihai.  (Sydney Morning Herald)

Sumber: Kompas.Com

Adonara, The Killer Island

Adonara (istimewa)
KISAH perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, masih mengihiasi halaman depan sejumlah media cetak lokal yang terbit di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan November 2012 ini.

Kisah perang tanding antara dua suku bersaudara di wilayah Kecamatan Adonara Timur itu berawal dari klaim kepemilikan tanah ulayat yang selama ini ditempati warga dari suku Lewobunga.

Suku Lewonara tetap mengklaim bahwa lahan yang ditempati suku Lewobunga untuk membangun pemukiman dan berladang adalah milik mereka. Klaim tersebut tidak diterima oleh warga suku Lewobunga.

Bagaimana untuk membuktikan kebenaran hak kepemilikan tanah tersebut? Jalan yang ditempuh untuk mencari kebenaran adalah melalui pertumpahan darah. Maka bergolaklah perang tanding antara kedua suku tersebut dari awal Oktober dan masih terus berlangsung hingga saat ini.

Perang tanding antara kedua suku di Adonara tersebut, tidak menggunakan strategi perang gerilya atau perang modern, tetapi langsung ke arena yang telah disepakati sebagai lokasi perang tanding. Mereka sendirilah yang menentukan hari dan tanggal untuk bertarung di arena yang ditentukan tersebut.

Kedua belah pihak membawa senjatanya masing-masing, seperti parang, tombak serta anak panah. Siapa yang lebih dahulu melepaskan anak panah dari busurnya maka hal itu sebagai isyarat bahwa perang segera dimulai.

Seorang misionaris asal Belanda Ernst Vatter dalam bukunya "Ata Kiwan" yang terbit pada 1932 melukiskan Adonara adalah Pulau Pembunuh (Killer Island).

Dalam bukunya itu, Vatter menulis "Di Hindia Belanda bagian timur tidak ada satu tempat lain di mana terjadi begitu banyak pembunuhan seperti di Adonara. Hampir semua pembunuhan dan kekerasan, penyerangan dan kejahatan-kejahatan kasar lain, yang disampaikan ke Larantuka untuk diadili, dilakukan oleh orang-orang Adonara".

Lamber Mean Tokan, salah seorang putra Adonara yang juga staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nusa Cendana Kupang mengamini pandangan yang dikemukakan Ernst Vatter tersebut.

"Vatter melihat langsung apa yang terjadi pada saat itu di Pulau Adonara. Dan, sampai sekarang masih juga terjadi. Ini sebuah kisah nyata yang meligitimasi Adonara sebagai Pulau Pembunuh," katanya.

Gubernur NTT Frans Lebu Raya yang juga putra asli Adonara dengan tegas mengatakan "Apa yang kita banggakan dengan sebutan Adonara sebagai Pulau Pembunuh?".

"Kita sudah berada pada zaman berbeda, sehingga semua persoalan yang terjadi tidak harus diselesaikan dengan pertumpahan darah. Perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga harus segera diakhiri," katanya menegaskan.

Gubernur Lebu Raya kemudian menunjuk dan mengutus beberapa tokoh Adonara yang ada di Kupang untuk memediasi kedua belah pihak yang sedang bertikai.

Tim mediasi dari Kupang tersebut dipandang sukses dalam menjalankan misinya, karena berhasil mempertemukan kedua belah pihak untuk melakukan genjatan senjata.

Gubernur NTT bersama beberapa tokoh adat di Pulau Adonara dan Larantuka dilibatkan dalam upaya perdamaian tersebut. Semua pihak sepakat untuk mengakhiri peperangan. Adonara kembali tenang. Tak ada lagi perasaan takut di antara kedua kubu yang bertikai.

Namun, pada 13 November 2012, Adonara kembali membara. Warga suku Lewonara yang turun ke wilayah sengketa untuk menentukan batas-batas kepemilikan lahan, justru diserang oleh warga dari suku Lewobunga.

Seorang tewas dalam insiden tersebut. Belasan orang lainnya mengalami luka-luka, serta sejumlah kendaraan dibakar massa pada saat itu. Kapolda NTT Brigjen Pol Ricky HP Sitohang turun langsung ke arena perang untuk menenangkan massa.

Misi yang diemban jenderal polisi berbintang satu itu adalah menyita senjata tajam milik warga kedua suku yang diduga dijadikan sebagai alat untuk berperang, seperti parang, tombak dan anak panah.

Adonara dilukiskan banyak pihak bagai "api dalam sekam". Artinya, sewaktu-waktu mudah meledak jika terjadi gesekan-gesekan, meski aparat kepolisian sudah maksimal menjalankan tugas perdamaian di Pulau Adonara.

Paul Ardnt, seorang etnografer yang juga misionaris asal Polandia juga menceriterakan soal keganasan di Pulau Adonara. Sejak era 1900-an, kata dia, nama Adonara sudah dikenal oleh para misionaris dan bangsa Eropa yang singgah ke Flores.

"Misionaris dari Eropa mengenal Adonara bukan karena keindahan alam atau kecerdasan masyarakatnya, tetapi karena kekejaman dan berbagai tindak kekerasan yang terjadi di sana," katanya.

Vatter dan Ardnt dalam berbagai bukunya, memberi perhatian yang besar terhadap Adonara. Menurut Ardnt perang di Adonara dilakukan dengan cara yang sangat kejam, mereka saling membunuh dengan memotong bagian tubuh lawan.

Masyarakat Adonara diceritakan sangat temparamen, masalah-masalah kecil seperti saling ledek dapat memicu perkelahian yang berujung pembunuhan.

Demon dan Paji

Berdasarkan hasil kajian ilmiah kedua misionaris tersebut, kisah pembunuhan sadistis di Pulau Adonara bermula dari peran dua tokoh di pulau tersebut, yakni Demon dan Paji.

Dua tokoh inilah yang konon memicu perang di tanah Adonara. Singkatnya, Demon dan Paji adalah sebuah folklore yang ada di Adonara entah sejak kapan.

Demon dan Paji adalah saudara kandung, tetapi mereka memiliki perbedaan karakter yang acap kali menimbulkan perselisihan, hingga sampai suatu saat mereka bertengkar hebat dan kemudian Paji melarikan diri ke Pulau Adonara, sementara Demon tetap di wilayah asal mereka, Larantuka.

P.Rud Rahman dalam tulisannya tentang Para Dewa Suku Primitif di Timur Laut India Muka (Gottheiten der Primitivstamme im nordostlichen) menceritakan adanya folklore dari suku Munda di India yang ternyata mirip juga dengan cerita Demon dan Paji serta kesamaan adat istiadat.

Menurut orang Demon di Adonara Barat, darah manusia harus membasahi bumi sebagai kurban agar hujan turun. Hal ini bertolak dengan orang Paji yang tidak membawa kurban untuk tanah/bumi. Hal ini juga dapat ditemui di Munda, terdapat dua kelompok yang berlainan, yang satu mempersembahkan darah manusia kepada bumi, yang satu tidak.

Ada banyak kesamaan-kesamaan lain yang terdapat dari kedua daerah ini, terutama dari segi linguistik. Apakah pernah ada interaksi dari dua suku yang terpisah begitu jauh hingga memiliki banyak kesamaan? Semua masih dalam tanda tanya, karena belum ada literatur pun yang mengungkap tentang kisah tersebut.

Adonara hanyalah sebuah pulau kecil yang terletak di bibir pantai Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur di ujung timur Pulau Flores yang hanya dibatasi Selat Gonzalo seluas 300 meter yang terkenal dengan arus lautnya yang ganas itu.

Di sebelah timur, berbatasan dengan Pulau Lembata, sebuah pulau yang terkenal dengan Kampung Lamalera yang memburu ikan Paus dengan cara tradisional menggunakan tombak. Di sebelah selatan, berbatasan dengan Pulau Solor, dan di utara langsung berhadapan dengan laut flores yang sangat kaya akan biota lautnya.

Adonara yang dilukiskan sebagai "Killer Island" masa lalu, kembali menyeruak dengan ungkapan serupa setelah munculnya kasus perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga.

Namun, Gubernur NTT Frans Lebu Raya dengan tegas mengatakan "Apa yang dapat kita banggakan dengan sebutan seperti itu (Killer Island)? Kita telah berada di zaman yang berbeda".

"Setiap persoalan yang muncul di Tanah Adonara tidak harus diselesaikan dengan mengangkat parang dan tombak, tetapi harus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan setiap persoalan muncul seperti dalam kasus perang tanding antara suku Lewonara dan Lewobunga," kata Lebu Raya. (Laurensius Molan/ANTARA)
Sumber: Kompas.Com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes