Kembang Api Telah Makan Korban

PETASAN kembang api yang meletus bersahut-sahutan di Kota Kupang dan sekitarnya dalam beberapa pekan terakhir telah memakan korban manusia. Seperti diwartakan media massa, nasib naas itu menimpa I Putu Eka Kurniawan (23). Warga Perumnas, Kelurahan Nefonaek, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang tersebut menderita luka serius pada kedua tangannya terkena ledakan petasan, Kamis (24/12/2009) malam.

Pada malam kejadian itu, I Putu Eka Kurniawan bersama teman-temannya asyik bermain petasan dengan daya ledak cukup tinggi di kawasan Perumnas. Tak dinyana, petasan tiba-tiba meledak di tangan korban. Telapak tangan dan jari tangan kiri hancur. Telapak tangan dan jari-jari tangan kanan pun remuk.

Kita ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa I Putu Kurniawan. Keceriaannya bermain kembang api justru berakhir dengan kondisi yang tidak menyenangkan. Mudah-mudahan dia segera sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa.

Musibah yang menimpa Kurniawan mestinya menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang sampai hari-hari ini masih doyan bermain kembang api dengan daya ledak memekakkan gendang telinga. Bermain kembang api memang menebarkan sensasi kegembiraan dan keceriaan. Tetapi penggunaan yang kurang hati-hati dapat mencelakakan diri sendiri atau orang lain.

Kita garisbawahi peryataan Kapolresta Kupang, AKBP Drs. Heri Sulistianto. Menurut Sulistianto, musibah yang dialami Kurniawan murni kecelakaan. Korban kurang hati-hati saat bermain kembang api sehingga ledakannya justru mencederai tangan sendiri.

Kapolresta dan seluruh jajarannya sudah berulang kali mengimbau warga masyarakat Kota Kupang agar tidak bermain petasan karena akibatnya bisa mencederai diri sendiri sebagaimana dialami Kurniawan. Rupanya imbauan tersebut belum sepenuhnya dituruti warga masyarakat kota ini. Kita masih saja mendengar letusan demi letusan kembang api pada malam hari dengan bunyi yang biasa-biasa saja sampai sangat keras. Terdengar jelas dalam radius sekian kilometer.

Menurut pandangan kita, polisi tidak sebatas mengimbau atau mengajak. Toh kenyataannya imbauan tersebut kurang dihargai. Demi ketertiban dan kenyamanan masyarakat umum polisi perlu bertindak lebih tegas. Para pemain petasan dengan daya ledak tinggi harus diberi pelajaran setimpal karena perbuatan mereka tidak hanya bisa mencekakakan diri sendiri tetapi juga orang lain. Masyarakat Kota Kupang dan sekitarnya menanti ketegasan sikap aparat kepolisian.

Kepada warga masyarakat di mana saja berada kita juga sangat menyarankan agar menahan diri bermain kembang api yang berbahaya. Kegembiraan merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga dan sahabat tidak mesti dengan pesta kembang api. Masih ada seribu satu cara lain yang nilainya tak kalah menyenangkan dibandingkan dengan bermain kembang api yang kerlap-kerlipnya cuma sekian detik itu. Jika ingin bermain kembang api carilah lokasi khusus seperti lapangan terbuka atau pinggir pantai. Jangan di pemukiman penduduk, dekat rumah ibadah atau fasilitan umum lainnya yang strategis dan penting. Para pemain pun wajib membekali diri dengan keterampilan atau cara bermain yang tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Pergantian tahun tinggal beberapa saat lagi. Satu hal yang mau kita ingatkan sekali lagi adalah tentang pawai kendaraan yang lazimnya tak terkontrol. Sudah berulangkali terjadi kecelakaan lalulintas yang menelan korban nyawa pada setiap pesta pergantian tahun.

Mudah-mudahan tahun ini tidak terjadi di Kupang serta berbagai kota lain di Nusa Tenggara Timur. Kita memang berharap banyak pada ketegasan aparat kepolisian. Tetapi ketegasan polisi tidaklah cukup bila tidak ditopang oleh kesadaran warga masyarakat untuk bersama-sama menciptakan ketertiban dan kenyamanan. Selamat menyambut tahun baru 2010. **

Pos Kupang edisi Selasa, 29 Desember 2009 halaman 4

Damai


MALAM Natal itu kesabaran nona rambut merah nyaris sirna. Meski jarum jam telah menunjukkan pukul 23.00 Wita, nona rambut merah sulit memejamkan mata. Dia bergegas meninggalkan kamar tidur menuju garasi lalu mengambil balok kayu sepanjang satu meter. Si nona pun keluar dari pintu gerbang rumah. Dia menuju sisi jalan dengan wajah geram. Waw! Berani betul si nona rambut merah.

Malam-malam sendirian berdiri di pinggir jalan dengan balok di tangan.
Rupanya nona rambut merah menunggu segerombolan remaja tanggung yang sejak berjam-jam lalu melewati depan rumah itu sambil meremas gas sepeda motor tanpa saringan knalpot. Raungan sepeda motor mereka sungguh memekakkan telinga.

"Lu (kau) lewat sudah, beta habok lu (pukul) dengan balok ini!" katanya setengah berteriak sambil mengacungkan balok kayu ke arah remaja tanggung itu. Para remaja usia SMP dan SMA rupanya keder juga. Sontak berbalik arah. "Anak-anak itu memang perlu diberi pelajaran," kata nona rambut merah dengan nada kesal.


Inilah pertama kali si nona rambut merah kesal berada di Kupang. Padahal selama bertahun-tahun, si nona rambut merah selalu rindu pulang ke Kupang, kota kelahirannya. Kota dia dibesarkan orangtua yang amat mengasihi. Kota tempat para sahabat dan famili selalu menyambutnya dengan ramah. Apalagi saat Natal, Kupang penuh sukacita yang tak terlukiskan utuh dengan kata-kata.

Malam hari di Kupang dia bisa sepuas hati memandang bintang dan bulan. Memandang sinar langit tanpa halangan kabut atau asap hitam, sesuatu yang jarang dia nikmati di kota tempatnya bekerja. Dan, Kupang adalah kota yang hening. Kota di mana dia bisa tidur pulas. Cocok betul untuk berlibur.

Sayang sekali, Kupang sudah berubah. Pada malam Natal 2009 serta malam-malam sebelumnya, nona rambut merah sulit tidur. Dia kerap terjaga oleh raungan sepeda motor yang tiada henti melewati jalan utama di depan rumah orangtuanya. Bahkan sejak senja menjemput malam, ketenangannya terusik oleh letusan kembang api. Kembang api yang menyalak kasar menyesakkan dada.

Tuan dan puan warga Kota Kupang dan kota lain di NTT mungkin sama merasa geram seperti nona rambut merah tadi. Flobamora hari-hari ini - di saat libur Natal dan Tahun Baru -- senantiasa dihiasi raungan sepeda motor tak terkontrol. Juga bunyi petasan yang memekakkan telinga bahkan membuat jantung terasa hendak copot. Kembang api menyalak hingga larut malam. Bukan di lokasi khusus, misalnya bibir pantai atau lapangan bola, tetapi di mana saja. Di kawasan perumahan padat, jalan umum bahkan di samping rumah ibadah. Di beberapa tempat ditambah lagi dengan letusan meriam bambu yang dimainkan orang dewasa.

Pesta kembang api memang pernik sukacita. Tetapi sukacita itu tak lagi menjunjung tata krama. Tidak sensitif. Saat kebaktian Malam Natal 2009 sedang berlangsung, orang tanpa beban membunyikan petasan di dekat gereja. Bum...bum... buaarrr! Bunyinya bersahut-sahutan. Para pemain petasan seolah berlomba dalam hal bunyi. Pencetus bunyi paling dasyhat akan merasa paling hebat!

Mereka tidak menghargai sesama yang sedang berdoa. Tidak peduli dengan kenyamanan orang lain. Prinsipnya, yang penting saya girang. Dalam sejumlah insiden, pengendara sepeda motor justru dijahili pelempar petasan saat melaju di jalan umum. Beberapa perempuan berteriak histeris. Sejumlah pengendara nyaris terkapar mencium tanah karena terkejut mendengar letusan tiba-tiba.

Hati seperti tersayat melihat pelempar petasan tersenyum bangga. Ada apa dengan orang kita? Semakin banyak manusia kehilangan hati. Manusia yang riang melihat orang lain susah. Entah apa yang dicari orang dengan menembakkan kembang api ke langit yang kerlap-kerlipnya cuma bertahan sekian detik itu. Entah apa yang ada di kepala para pemain kembang api ketika letusannya nyaris merobek gendang telinga sendiri? Masyarakat egois sedang tumbuh mekar di beranda Flobamora ini.

Selain busana, asesoris natal dan aneka kue, petasan kembang api adalah dagangan terlaris di Kupang selama musim Natal dan Tahun Baru kali ini. Mudah ditemui di berbagai lokasi strategis. Harganya mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Makin mahal, makin keras letusannya. Dagangan itu diserbu anak-anak, remaja dan orang dewasa. Urusan konsumtif, kita orang NTT memang ahlinya bung!

Korban sudah jatuh. Seorang warga Kupang buntung tangannya disambar petasan minggu lalu. Tapi gairah membeli kembang api belum surut jua. Proficiat untuk para pedagang serta institusi negara yang memberi izin. Tuan dan puan sungguh paham selera pembeli. Cerdas mempraktekkan ilmu marketing. Berapa kontainer petasan yang sudah laku di pasar Nusa Tenggara Timur (NTT)? Angka pasti menarik untuk ditelusuri. Ketika kota lain melarang keras petasan, dagangan itu membanjiri bumi NTT. Damai Natal di sini kok identik dengan letusan! Identik dengan bau belerang yang membuatmu sesak napas. Tidurlah terus Flobamora!

Seorang sobat yang tinggal di kawasan utara Kupang mengisahkan pengalamannya dua malam lalu. Dia begadang karena bayinya yang berusia lima bulan menangis sepanjang malam gara-gara bunyi petasan. Sobat itu menelepon Polsek terdekat. Memohon bantuan menegur tetangga yang tidak sensitif. Telepon berkali-kali tak diangkat. Penasaran dia menuju ke Polsek. Di sana anggota polisi piket lagi asyik bercengkerama di depan pesawat televisi yang sedang menyala. Wah?

Mendengar pengaduannya, polisi piket spontan berkata, "Jangan marah, kami sarankan Om lapor ke lurah dulu!" Sang kawan pulang dengan muka asam (kecewa). Dia mengaku tak habis pikir, lembaga Polri yang memberi izin penjualan petasan, tapi ketika masalah mendera warga, laporan pertama wajib kepada lurah. "Kantor lurah sekarang sudah buka 24 jam ko?" tanyanya.

Beta tak sudi menjawab karena dia pun tahu jawabannya. Beta cuma mengucapkan selamat Natal dan siap menyambut Tahun Baru 2010. Selamat menikmati hidup di kota yang semakin tak ramah. Kota egois bermotto Kasih. Ironis! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 28 Desember 2009 halaman 1

NTT Memiliki Semuanya

KUPANG, PK---Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Frans Lebu Raya, mengatakan, sebetulnya NTT memiliki semuanya untuk menjamin kehidupan warganya. Karena itu, orang NTT tidak perlu meninggalkan kampung halamannya dan mengadu nasib di tanah rantau.

Gubernur Lebu Raya mengatakan hal itu dalam sambutannya pada upacara bendera peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke- 51 Propinsi NTT di alun-alun Rumah Jabatan Gubernur NTT, Senin (21/12/2009). Propinsi NTT genap berusia 51 tahun pada hari Minggu (20/12/2009).

Gubernur Lebu Raya mengatakan, saat ini banyak orang NTT menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Suami meninggalkan istri dan anak, istri meninggalkan suami, anak- anak meninggalkan orangtuanya. Warga NTT berlomba menjadi TKI demi obsesi hidup baru yang lebih baik.

Menurut gubernur, obsesi ini seyogyanya menjadi kekuatan besar, yang apabila dikelola dengan baik akan menumbuhkan semangat juang untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, tanpa harus meninggalkan kampung halaman. Kalaupun harus meninggalkan kampung halaman, mesti melalui jalur resmi dan
perencanaan yang matang untuk masa depan.

Propinsi NTT, kata gubernur, memiliki semua potensi yang dibutuhkan untuk hidup, baik di darat, di laut, pertanian, peternakan, pertambangan, maupun pariwisata. Karena itu, kata gubernur, untuk bisa hidup lebih baik warga NTT tidak perlu harus berbondong-bondong menjadi TKI di luar negeri.

Untuk mendapatkan sebuah kesuksesan berusaha, kata gubernur, yang dibutuhkan adalah semangat dan disiplin serta ketekunan untuk bekerja keras, cerdas, dan tuntas. Karakter dasar orang NTT sebagai pekerja keras, berdaya saing tangguh dan ulet, baru dieksploitasi maksimal oleh tantangan dan keterdesakan hidup di rantau. "Mengapa semangat ini tidak ditumbuhkembangkan di NTT, di rumah kita, di lingkungan sekitar, bersama keluarga, sahabat kenalan, dengan pemerintah, tokoh agama dan wirausahawan yang lebih dahulu sukses?" tantang gubernur.

Menurut gubernur, pemerintah tetap berupaya membangun sarana-prasarana serta perangkat pendukung lainnya seperti penegakan hukum secara adil dan menciptakan iklim wirausaha yang baik. Namun, sikap mental dan semangat berwirausaha belum terbentuk dalam diri sebagian warga NTT.

Untuk itu, pendidikan dan pelatihan kewirausahaan perlu ditingkatkan guna mendapatkan wirausahawan di daerah ini. "Mengapa harus pergi ke luar NTT bila NTT memiliki semua yang kita butuhkan untuk berwirausaha?" tanya gubernur.
Lebih jauh gubernur mengajak masyarakat merefleksikan beberapa hal. Pertama, refleksi humanis tentang komitmen sehati sesuara membangun NTT Baru. Kedua, refleksi humanis dalam konteks pelaksanaan delapan agenda strategis pembangunan di NTT; dan ketiga, refleksi tematik berkaitan dengan perayaan hari besar nasional.


Komitmen sehati sesuara membangun NTT Baru, kata gubernur, sudah sering terdengar. Secara kontekstual, kita pasti memahami apa yang dimaknai sebagai sehati sesuara. Namun, refleksi humanis sehati sesuara ini hendaknya memberi ruang lebih, tidak semata memikirkan dan merasakan sehati sesuara. Tetapi, bagaimana persoalan pikiran dan perasaan satu hati dan satu suara diaktualisasikan dalam satu hati, satu suara, tekad yang sama, perbuatan yang sama, membangun NTT Baru.

Manusia NTT Baru, kata gubernur, adalah potret manusia dengan karakter hati, pikiran, suara dan perbuatannya sama. Bukan sebaliknya, satu hati, beda pikiran, lain suara dan aneka perbuatan yang dilaksanakan. Pada posisi ini, refleksi HUT ke- 51 NTT seharusnya menjadi dasar pijak yang meneguhkan hati, menenteramkan rasa, mengikat komitmen sehati sesuara membangun NTT baru, NTT yang harmonis, saling memahami, mendukung, menghilangkan sikap saling curiga, hidup berdampingan dan rukun di atas wadas keberagaman masyarakat.

Cincin Emas
Perayaan HUT NTT juga ditandai dengan pemberian penghargaan berupa cincin emas kepada 11 orang yang telah memberikan pengabdian dan prestasi luar biasa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat.

Ke-11 orang penerima cincin penghargaan tahun ini adalah Prof. Dr. Yohanes C Abineno, Pdt. Pangemanan Sam Sumlang, Dr. Ir. Jamin Habid, M.M, SK Lerik, Ir. Ansgerius Takalapeta, Drs. Ibrahim A Medah, Ir. Emanuel Babu Eha, M.Si, Kombes Pol. Drs. Johni Asadoma, M.Hum, Pilot Capten Budiman Kantawijaya, Copilot Capten M Zainal Abidin, dan teknisi Tian Budi. Selain itu, pemprop juga memberikan piagam penghargaan kepada 31 orang yang telah berjasa di bidang ekonomi, seni budaya, dan olahraga. (aa)


Kapten Budiman Kantawijaya
Hadiah Yang Tak Terlupakan

USIANYA genap 52 tahun pada 4 Desember 2009 lalu. Sudah lebih setengah abad. Rambutnya pun kelihatan sudah mulai beruban. Namun, langkahnya masih tegap ketika hadir menerima penghargaan berupa cincin emas dari Pemerintah Propinsi NTT, Senin (21/12/2009).

Ketika giliran namanya dibacakan, pria itu maju dan berdiri sejajar bersama penerima penghargaan lainnya. Pakaian yang dikenakannya tampak beda dari penerima lain. Ia tampak gagah mengenakan topi dan seragam lengkap yang selalu dipakainya saat bertugas. Tampak kalem dan tenang.

Pria itu tak lain adalah Budiman Kantawijaya, kapten pilot pesawat Merpati Nusantara Airlines. Pria kelahiran Bekasi, Jawa Barat ini adalah salah seorang dari sebelas orang berjasa yang menerima penghargaan Pemprop NTT pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-51 Propinsi NTT, kemarin.
Pilot dengan pengalaman 19.500 jam terbang itu berjasa dan berprestasi dalam penyelamatan penumpang pesawat Merpati dalam penerbangan dari Makassar ke Kupang, Rabu 2 Desember 2009 lalu. Bersama kru yang lain, ia sukses mendaratkan pesawat Merpati F-100 di Bandara El Tari, Kupang tanpa roda belakang sebelah kiri. Sebanyak 90 penumpang yang telah putus asa luput dari maut yang telah mengintai.

Selain dirinya, Copilot Capten M Xainal Abidin dan teknisi Tian Budi, yang bersamanya saat penerbangan tersebut juga hadir menerima penghargaan yang sama. Sementara empat pramugari, yaitu Dewi Purnama Sari, Intan Kurniati, Grace Agustine, dan Eva Kartika menerima penghargaan berupa piagam atas jasa yang sama.

"Terima kasih untuk pemerintah dan masyarakat NTT di mana saja berada. Hadiah ini merupakan hadiah yang tak terlupakan bagi saya, kru saya, dan keluarga saya," kata suami dari Wulandari Haryadi ini sumringah.

Berbekal pengetahuan yang ia timba dari Sekolah Penerbangan Air-New Zealand, Christchurch tahun 1980, kondisi gawat yang dialami pada 2 Desember lalu dapat teratasi dengan baik. Selain itu, ia menuturkan, keberhasilan pendaratan itu juga berkat koordinasi yang baik dengan copilot dan kru lainnya.

"Keberhasilan itu tidak akan terjadi bila saya sendiri yang bekerja. Tapi itu berkat kerja sama yang baik dengan copilot, kru, dan tentu dukungan doa dari penumpang dan masyarakat NTT saat itu," kata pilot yang berpengalaman mengudara di atas pegunungan Himalaya tiga tahun lalu.

Bagi ayah dari Hendrawan Kantawijaya dan Irawan Kantawijaya ini, pada prinsipnya, seorang pilot harus selalu siaga menghadapi segala situasi saat mengudara. Dalam kondisi demikian, kata pilot yang telah 29 tahun mengudara ini, seorang pilot harus selalu tenang dan matang dalam mengambil keputusan, sehingga dapat mencegah terjadinya kemungkinan terburuk. (mayelus dori bastian)

Pos Kupang edisi Selasa, 22 Desember 2009 halaman 1

Sasando, Kekuatan Seni NTT

KUPANG, PK--Alat musik sasando telah menjadi salah satu kekuatan dalam pembangunan seni dan budaya di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemerintah Propinsi NTT segera berupaya agar alat musik tradisional ini terdaftar sebagai aset budaya Indonesia yang ada di NTT pada Unesco.

Hal ini disampaikan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, pada acara Festival Musik Sasando Piala Presiden di Aula El Tari Kupang, Minggu (20/12/2009).

Festival ini dihadiri Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Ir. Jero Wacik, S.E bersama Ny. Trisno Wacik; Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Pariwisata dan Kebudayaan RI, Drs. Tjetjep Suparman, M.Si; Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Hotmangaradja Pandjaitan; Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si; Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe dan ibu; Bupati Sikka, Drs. Sosimus Mitang; Wakil Bupati Sumba Barat Daya (SBD), Jack Malo Bulu; Ketua Dekranas NTT, Ny. Lusia Adinda Lebu Raya, dan undangan lainnya.

Menurut Lebu Raya, hadirnya musik sasando di permukaan menjadi salah satu kebanggaan bagi masyarakat NTT karena keunikan dari alat musik tersebut yang dibuat dari bambu dengan ruang sonator dari daun lontar, sehingga menambah kekuatan seni budaya di bumi Flobamora.

"Sasando menjadi kekuatan dalam pembangunan daerah NTT, khususnya dalam bidang seni dan budaya. Karena itu, semua pihak perlu mendukung agar dari waktu ke waktu alat musik ini terus menjadi kembanggan NTT," kata Lebu Raya.

Dia mengatakan, sasando menjadi ikon musik di NTT dan menjadi sebuah harmonisasi musik di daerah ini. Untuk itu, perlu dilestarikan dan dikembangkan pada generasi-generasi seterusnya sehingga mereka juga memahami keberadaan musik sasando.

"Jika kenyataan yang kita alami ini tidak ditanggapi serius oleh kita semua, mustahil kekayaan budaya dan seni bernilai tinggi ini akan terkikis oleh budaya asing dan lambat laun budaya kita tenggelam, dan akhirnya punah oleh musik atau budaya kontemporer internasional," tegas Lebu Raya.

Lebu Raya juga meminta kepada dinas pendidikan agar sasando dimasukan menjadi salah satu materi di sekolah sebagai muatan lokal (mulok). Dengan cara itu, kata Lebu Raya, alat musik sasando akan terus dilestarikan dan dikembangkan sebagai musik tradisional yang turut mendorong pembangunan pariwisata NTT dan Indonesia. "Tentu sebagai masyarakat NTT kita sangat berbangga karena bertepatan dengan HUT ke - 51 NTT ini, kita mendapat penghargaan dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dengan menggagas festival musik sasando," ujarnya. (yel)


Hindari Kepunahan


MENTERI Kebudayaan dan Pariwisata RI, Ir. Jero Wacik, S.E, mengatakan, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan dirinya akan terus mendorong agar semua musik-musik tradisional tetap eksis.

Upaya itu dilakukan guna menghindari aset-aset budaya dan seni itu dari kepunahan. "Bapak Presiden dan saya sudah bertekad untuk terus mendorong agar musik-musik tradisi yang ada di seluruh Tanah Air tidak punah. Semua itu adalah aset kebanggaan yang perlu dijaga, dikembangkan dan dilestarikan," kata Jero Wacik.

Dia menyampaikan, sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden SBY, festival musik sasando menjadi salah satu agenda penting dalam merealisasikan program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu, khususnya bidang kebudayaan.

Festival musik sasando, lanjut Jero Wacik, merupakan salah satu upaya melindungi seni tradisional yang ada di masyarakat agat tetap terjaga. Selain upaya pengembangan sasando, baik dari segi kualitas maupun kuantitas tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terkandung.

"Diharapkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia mempunyai rasa memiliki, yang pada akhirnya masyarakat internasional mengetahui dan mengaku, alat musik sasando adalah musik bangsa Indonesia yang berasal dari NTT," ujarnya.

Mengenai upaya memperjuangkan agar alat musik sasando terdaftar sebagai aset budaya Indonesia di Unesco, Jero Wacik mengakui untuk meregistrasi sasando di Unesco melalui mekanisme atau cara sesuai dengan ketentuan, mulai dari tingkat nasional hingga internasional.

Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Pariwisata dan Kebudayaan RI, Drs. Tjetjep Suparman, M.Si, mengatakan, perlombaan musik sasando itu diikuti peserta dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS) dan Timor Tengah Utara (TTU). Sedangkan peserta dari Kabupaten Rote Ndao 240 orang tidak hadir karena masalah transportasi menyusul cuaca buruk sepekan terakhir ini.

"Perlombaan sasando gong yang akan dilakukan pada waktu mendatang disesuaikan dengan kesepakatan waktu dari Pemerintah Propinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Rote Ndao. Waktunya kita serahkan kepada pemerintah daerah untuk mengatur.

Lomba sasando gong dengan tim juri yang sama dan piala yang sama akan diatur sehingga lomba sasando khusus sasando gong bisa dilaksanakan," kata Tjetjep.

Untuk diketahui, yang diperlombakan dalam Festival Musik Sasando hanya peserta sasando biola solo dan sasando biola group. Sedangkan sasando gong akan menyusul sehingga peserta dari Rote Ndao juga bisa ikut mengambil bagian. (yel)

Juara Lomba Musik Sasando
Kategori Sasando Biola

1. Sasando Biola Group

- Juara I dari Group Sasando Loka Binkra (Kota Kupang), nilai 81,5
- Juara II dari Group Gula Monik (Kota Kupang), nilai 77,5
- Juara III dari Group Delta Lima (Kota Kupang), nilai 77
- Juara IV dari Group Samutui (Kabupaten Kupang), nilai 74,5
- Juara V dari Group Wirasakti, nilai 73,5

2. Sasando Biola Solo
- Juara I, Jitron Pah, nilai 83,4
- Juara II, Zakarias Mbao, nilai 77
- Juara III, Charin Tiara Pingak, nilai 76,5
- Juara IV, Jach Pah, nilai 75,5
- Juara V, Bento Pah

Pos Kupang 21 Desember 2009 halaman 1

Konser Sasando Spektakuler!

PETIKAN musik sasando yang dipadu dalam satu kesatuan musik orkestra memberi nuansa yang berbeda dalam sebua pertunjukan musik. Inilah yang disuguhkan Dwiki Darmawan Orkestra bersama pemusik sasando Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam Konser Sasando di Aula El Tari-Kupang, Minggu (20/12/2009).

Bukan itu saja, perpaduan apik ini juga membuat lagu- lagu daerah NTT bisa ditampilkan dengan gaya musik modern yang universal. Sekitar 500 penonton pun larut dalam suasana konser musik yang juga disaksikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, Pangdam IX Udaya, Mayor Jenderal TNI Hotmangaradja Pandjaitan, Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya serta pejabat lingkup Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta pejabat lingkup Propinsi NTT. Acara yang bertajuk Ku Yakin Sampai di Sana ini digelar oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Konser diawali dengan penampilan Dira Sugandi yang membawakan lagu Mai Falie. Lagu asal Rote ini dibawakan dengan iringan musik sasando dan Dwiki Darmawan Orkestra. Konser yang dipimpin oleh Dwiki Darmawan ini langsung memberikan pengakuan yang sebenarnya bahwa musik sasando yang eksotik mampu menampilkan warna musik yang elegan dalam nuansa musik klasik.



Setelah penampilan Dira, giliran Ivan. Pemuda asal Manggarai yang sukses sebagai penyanyi jazz di Jakarta ini tampil memukau saat membawakan lagu Anak Timor Main Sasando. Penampilan yang menawan pria berambut gimbal ini semakin memberi warna kekuatan musik sasando bila dipadukan musik orkestra, apalagi pemusik sekelas Dwiki Darmawan yang menata musik ini.

Dan, penampilan ketiga adalah Ita Purnama Sari. Penyanyi yang populer tahun 1990-an ini membawakan lagu Bolelebo. Lagu ini pun dibawakan dengan lembut oleh penyanyi yang terkenal dengan lagu Penari Ular ini.
Lagu ini menjadi sangat luar bisa tatakala Ita Purnama Sari membawakan lagu ini dengan iringan Dwiki Darmawan Orkestra bersama pemusik sasando NTT.

Penonton pun dibuat terpana, karena lagu yang bisa- biasa saja ini digubah menjadi lagu yang sangat sangat indah. Penonton kembali terkesimak dengan penampilan penyanyi asal Jakarta ini.

Dira Sugandi kembali tampil dengan membawakan lagu Ie, asal Ende. Lagu yang sudah biasa dibawakan grup- grup paduan suara di Kupang ini dibawakan dengan sangat beda oleh penyanyi jazz ini. Penonton kembali dibuat kagum dengan aransemen musik Dwiki Darmawan dalam konser ini, ditambah lagi dengan dentingan musik sasando yang memikat.


Penonton pun diajak menikmati lagu ini dengan ikut bertepuk tangan. Dan Ivan kembali tampil dengan membawakan lagu Benggong- asal manggarai, dipenghujung pemusik sasando dan Dwiki Darmawan Orkestra ini. Lagu berirama bernuansa cepat ini pun mengajak penonton bersuka ria.

Konser ini ditutup suguhan lagu Ku Yakin Sampai di Sana, ciptaan Susilo Bambang Yudhoyono. Paduan Suara Vokalista Kamanek yang sejak selalu menjadi backing vokal para penyanyi sebelumnya itu tampil sebagai vokalis membawakan lagu ini. Musik sansando pun menjadi menjadi perhatian dalam konser musik ini.
Suguhan konser musik ini menjadi gambaran bahwa musik sasando bila ditempatkan pada strata musik yang lebih tinggi maka nilainya pun akan tinggi.(alf)

Pos Kupang 21 Desember 2009 halaman 20

Jadikan Sasando Milik Semua Orang

FESTIVAL musik sasando Piala Presiden RI yang bertema Ku Yakin Sampai di Sana berlangsung sukses, sejak Kamis hingga Minggu (17-20/12/2009). Sebanyak 300 pemusik sasando terlibat dalam kegiatan yang baru pertama di gelar di Kupang ini. Puncak kegiatan ini adalah Konser Musik Sasando yang menampilkan perpaduan para musisi sasando dengan Dwiki Darmawan Orkestra di Aula El Tari Kupang, Minggu (20/12/2009) siang.

Festival yang digagas Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI bersama Korem 161 Wirasakti Kupang ini sedikit menjadi obat kerinduan para pecinta sasando di NTT. Festival ini seperti memanggil dan mengumpulkan kembali para pencinta sasando dari berbagai tempat di NTT untuk bersama memberi citra yang lebih kuat pada musik sasando.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Ir. Jero Wacik, S.E, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dirinya akan terus mendorong agar semua musik tradisional tetap eksis. Upaya itu dilakukan guna menghindari aset-aset budaya dan seni itu dari kepunahan.

Festival musik sasando merupakan salah satu upaya melindungi seni tradisional yang ada di masyarakat agat tetap terjaga. Selain upaya pengembangan sasando, baik dari segi kualitas maupun kuantitas tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kini musik sasando sedang diupayakan agar terdaftar sebagai warisan dunia pada badan dunia, Unesco.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat ini mestinya langsung dengan tindakan nyata di lapangan oleh pemerintah NTT. Apa yang dikhawatirkan oleh pemerintah pusat mengenai ancaman kepunahan alat musik sasando bisa menjadi kenyataan bila keahlian memetik sasando hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja.

Penguasaan kemampuan memetik sasando ini hanya di kalangan tertentu saja tergambar jelas dalam Festival Musik Sasando Piala Presiden kali ini. Tergambar jelas bahwa para juaranya dari keluarga tertentu saja. Mungkin hanya keluarga atau orang tertentu saja yang secara khusus menaruh minat pada musik jenis musik tradisional ini, tapi perlu disadari bila tidak ada pengembangan yang luas pada sasando, maka tidak mustahil suatu saat sasando akan tinggal cerita.

Mestinya sasando jangan cuma menjadi alat musik yang eksklusif milik kalangan tertentu. Sasando sudah menjadi ikon NTT. Secara nasional, bila bicara sasando maka masyarakat Indonesia langsung tahu bahwa musik ini berasal dari NTT. Orang tidak berbicara sasando identik dengan orang-perorangan atau kelompok tertentu. Demikian juga di mancanegara, bila bicara sasando, maka akan terbayang Pulau Timor dan Pulau Rote.

Apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah NTT, yaitu menjadikan sasando sebagai salah satu bahan ajaran muatan lokal (mulok) di sekolah-sekolah merupakan bentuk terobosan.

Untuk menjadikan sasando bahan mulok, maka perlu ada semacam aturan dari Pemerintah Propinsi NTT. Bila memungkinkan perlu ada perda propinsi tentang sasando sehingga semakin melegitimasi sasando dalam peradaban orang NTT.
Sementara para pengelola sekolah atau kursus musik, mesti menambah satu item pengajaran tentang sasando. Mungkin saja peminat musik sasando ini banyak, tetapi tempat belajar musik ini yang hampir tidak ada.

Karena itu para pemusik sasando diharapkan memberi ruang kepada siapa saja untuk berniat belajar musik ini. Menjaga agar tetap eksklusif dalam bermusik hanya akan menjadikan sasando kurang berkembang, baik dalam dinamika musik maupun peminatnya.

Sementara para pemusik muda, cobalah belajar memetik sasando. Sebab, musik sasando juga bisa memberikan jaminan untuk masa depan. Mungkin sekarang belum, tetapi seiring berkembangnya zaman, dunia multimedia, tidak mustahil memetik sasando akan menjadi tontonan yang selalu ditunggu.

Semua upaya itu perlu kita lakukan bersama untuk menjadikan sasando menjadi menjadi milik semua orang. Sebab hakekat musik itu sendiri universal. Sasando bukan lagi milik Rote Rote atau Timor, bukan lagi milik orang-orang tertentu, tetapi sudah menjadi milik NTT. Masyarakat NTT juga bangga memiliki alat musik khas yang tidak ada tempat lain di dunia ini. *

Pos Kupang 22 Desember 2009 halaman 4 (salam)

Inilah Penerima NTT Academia Award 2009




KUPANG, PK--Suster Dr. Susi Susilawati Laurentia, Pi, menerima NTT Academia Award Tahun 2009 kategori I Bidang Sains dan
Inovasi Keteknikan.

Selain dia, penerima NTT Academia Award 2009 lainnya, yaitu Yie Gae Tjie, kategori III Bidang Humaniora dan Inovasi Sosial Budaya, dan tiga siswi SMP Terbuka Oelnasi-Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), yaitu Viktoria Nabut, Himerti Sela, dan Marces Snae, kategori II Bidang Inovasi Pembangunan.

Penghargaan ini diberikan oleh Forum Academia NTT (FAN) pada Malam Penganugerahan NTT Academia Award III Tahun 2009 di Aula Museum Daerah NTT, Sabtu (19/12/2009). Ketiga pemenang award ini mendapat uang tunai, piala dan piagam penghargaan.

Hadir pada kesempatan itu Asisten II Bidang Pembangunan Setda NTT, Partini Harjokusumo, S.H, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Pater Yulius Yasintho, SVD, M.A, senior mambers FAN, Prof. Mia Noach, M.Ed, dan undangan lainnya.

Sr. Susi Susilawati Laurentia, Pi, adalah nominasi untuk kategori I Bidang Sains dan Inovasi Keteknikan mengalahkan dua nominasi lainnya, Gabriel Jose Poeti, Maria Padmasanti Naen dan Margaretha Bungan, siswa SMA Negeri I Kupang, serta Steven Tanjung dan Celine Elimtali, siswa SD Kristen Hosana-Kelapa Lima Kupang.

Siswi SMP Terbuka Oelnasi-Amanatun Selatan, TTS masuk kategori II Bidang Inovasi Pembangunan mengalahkan dua nominasi lainnya, yakni Ny. Rambu Anatau- Mella dan Isabela Diaz Gonzales (Mama Hitam) dari Lembata yang tidak hadir. Sementara Yie Gae Tjie masuk Kategori III Bidang Humaniora dan Inovasi Sosial Budaya mengalahkan dua nominasi lainnya Viator Parera dan Ny. Pdt. Dina Takalapeta-Meler, S.Th.

Saat diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan Sr. Susi mengaku kaget dan tidak tahu mengenai penganugerahan Academia Award 2009 ini. Ia berterima kasih kepada FAN yang memberikan penghargaan yang luar biasa ini.

Dikatakannya, walau bukan asli anak NTT, tapi dari hati yang terdalam sudah jatuh hati terhadap daerah ini sejak ia melakukan penelitian thesis doktornya di Sabu Raijua. Ia melakukan penelitian tentang pengelolaan air hujan untuk pertanian di daerah kering dan pulau-pulau kecil.

Sr. Susi menjelaskan, saat tarekatnya membuka rumah biara di NTT, ia mengajukan untuk bertugas di NTT karena ingin memberikan sumbangan terhadap pembangunan di daerah ini. Ia berharap agar studi yang diperolehnya bisa memberikan sumbangan bagi masyarakat NTT, terutama di daerah kering dan pulau-pulau kecil sehingga menjadi mandiri.

"Sejak saya pertama kali ke Sabu, masyarakat Sabu sudah mencuri hati saya dan saya jatuh hati dengan daerah itu. Saya berharap saya bisa menjadikan daerah ini menjadi daerah yang hijau," ujarnya.

Siswa SMP Terbuka Oelnasi-Amanatun Selatan, Marces Snae dan Viktoria Nabut, mengatakan, berterima kasih atas penganugerahan ini. Sebagai wakil dari sekolahnya, keduanya merasa terharu karena tidak pernah memikirkan akan mendapatkan award. "Kami bingung dan kaget, karena kami belum pernah dengar tentang Academia Award," kata Marces dan Viktoria.

Sedangkan Yie Gae Tjie mengaku kaget dan gugup ketika namanya dibacakan sebagai pemenang dan menerima penghargaan. Ia mengajak masyarakat untuk lebih banyak berkutat pada pekerjaan-pekerjaan yang pasti dan berguna bagi orang lain. "Kita harus bisa menjadi pribadi yang selalu memberi dan merasa rugi jika selalu menerima saja," kata Yie.

Yie menyampaikan terima kasih kepada istrinya yang selalu mendamping dan mendorongnya, serta tidak pernah cemburu jika ia harus merogoh koceknya untuk berbuat sesuatu bagi orang lain.

Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II Setda NTT, Partini Hardjokusumo, S.H, menegaskan, tidak ada alasan bagi masyarakat NTT untuk tidak tahu tentang Academia Award. Jika tahun 2007 dan 2008, FAN (Forum Academia NTT) memberikan Academia Award dan menyatakan tidak tahu, itu masuk akal karena memang belum dikenal. Tetapi saat ini bertepatan dengan ulang tahun ke-51 NTT sudah saatnya masyarakat mengetahui mengenai ajang bergensi ini.

Lebu Raya mengatakan, Academia Award merupakan suatu yang luar bisa bagi masyarakat NTT. Pemerintah menyambut bangga atas kreativitas anak-anak NTT yang tergabung dalam FAN. Ke depan, lanjutnya, pemberian Academia Award harus dilakukan dengan baik dan dibuat di Aula El Tari. Acara itu harus dihadiri semua siswa SD, SMP, SMA agar dikenal dan menjadi motivasi bagi mereka untuk terus berkembang dan berinovasi.

Prof. Mia Noach, mengatakan, generasi muda saat ini sudah melihat orang-orang penting yang perlu dihargai. Ia juga bangga karena sebagian besar yang menerima penghargaan adalah perempuan.

NTT yang dibanggakan, kata Mia Noach, saat ini memiliki 74 persen penduduk yang tidak sekolah, sehingga ke depan hal ini tidak terjadi lagi minimal 74 persen penduduk adalah tamatan SMA. "Untuk sukses, harus mengenal diri kita sendiri, budaya san tradisi sehingga bisa bersaing di era globalisasi," katanya. (nia)

Sejumlah Tokoh akan Terima NTT Academia Award

KUPANG, PK -- Menjelang peringatan HUT ke-51 Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sejumlah tokoh berprestasi akan menerima NTT Academia Award 2009 dari Forum Academia NTT (FAN).

Penganugerahan NTT Academia Award 2009 akan berlangsung di aula Museum Daerah NTT, Jl. El Tari II Kupang, Sabtu (19/12/2009) petang. "Para calon penerima sudah kami undang. Pemenangnya baru diumumkan saat acara puncak di Museum Daerah NTT," kata Ketua Panitia NTT Academia Award 2009, Wilson Therik di Kupang, Jumat (18/12/2009). Selain memberikan penghargaan, FAN juga menyelenggarakan pameran foto tentang ketahanan pangan NTT.

Wilson Therik yang didampingi Sekretaris Panitia, Gusti Brewon, menjelaskan NTT Academia Award 2009 akan memberikan penghargaan kepada para tokoh prestasi dalam tiga kategori. Kategori I bidang Sains dan Inovasi Keteknikan, Kategori II bidang Inovasi Pembangunan dan Kategori III bidang Humaniora, Sastra dan Inovasi Sosial Budaya.

Therik menjelaskan, calon pemenang Kategori I, antara lain, Sr. Dr. Susi Susilawati Cicilia Laurentia, PI, Murid SD Kristen Hosana Kelapa Lima Kupang, Steven Tanjung dan Celine Elimtali dan Siswa SMUN 1 Kupang.

Calon pemenang Kategori II, yakni Viktoria Nabut, Himerti Sela dan Marces Snae dari SMP Terbuka, Oelnasi, Amanatun Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Isabella Dias Gonzales (Lembata) dan Ny. Rambu Atanau-Mella (SoE, TTS).

"Sedangkan calon pemenang kategori III terdiri dari Pdt. Dina Takalapeta-Meler,
Viator Parera dan Yie Gae Tjie dari Maumere, Kabupaten Sikka," ujar Therik.
Gusti Brewon menambahkan, para calon pemenang itu telah dinilai oleh tim juri yang terdiri dari lima orang, yaitu P. Yulius Yasinto, SVD,MA, M.Sc, Prof. Dr. Vincent Gaspersz, Ir. Salmijati Kaunang, M.S, Sylvia Fanggidae dan Matheos Viktor Messakh, S.Th., M.A.

NTT Academia Award adalah penghargaan tahunan yang hendak dimaknai sebagai penghargaan prestasi akademik tertinggi yang dicapai para academia NTT. "Kriteria penilaian adalah revelansi bagi permasalahan dan pembangunan NTT, daya cipta dan inovasi, tingkat representasi dan pencitraan NTT, tingkat prestasi, visi penerima serta inspirasi dari karya mereka," demikian Wilson Therik. (osi)

Pemenang Sebelumnya

NTT Academia Award 2007
- Politeknik Negeri Kupang atas dua prestasi nasional yang diraih lewat Kusa Bill Noni Nope M.T (dosen) dan tim mahasiswa dalam lomba inovasi teknologi robotika di ITS, Surabaya.
- Tim pelajar SMUN 2 Kupang (Kristina M Puu Heu, Jefry Tuan, lyan M Sioh dan guru Pembingbing Marselina Tua). Juara nasional penelitian terumbu karang.

NTT Academia Award 2008
- Siprianus Paulus Dawan (Mahasiswa Undana yang mengembangkan kolektor gerak surya, alat untuk menyuling air laut menjadi air tawar.
- Zet Malelak yang sukses membawa warga Dusun Uel, Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, berswasembada jagung.
- Yovita Meta Bastian yang menduniakan tenun ikat Biboki, Timor Tengah Utara (TTU).

Warga Pitay Suspek TBC

SULAMU, PK -- Selain menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), warga Desa Pitay, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang juga suspek tuberculosis (TBC).

Kedua jenis penyakit ini diketahui setelah dokter memeriksa 242 warga Desa Pitay dalam kegiatan pengobatan gratis yang digelar Forum Academia NTT (FAN) di halaman gereja GMIT Zaitun Pitay, Sabtu (12/12/2009).

Dokter Ivan Jathro menjelaskan, dari hasil pemeriksaan penderita terbanyak mengalami ISPA. "Banyak juga yang mengalami suspek atau dicurigai menderita penyakit TBC. Kami baru mencurigai. Untuk memastikan benar atau tidaknya, harus melalui pemeriksaan dahak di laboratorium," katanya.

Menurut Jathro, penyebab TBC karena penderita diserang bakteri mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini bisa melalui udara atau cairan yang keluar dari mulut penderita yang sedang batuk. Untuk pencegahan, perlu menghindari kontak langsung dengan penderita TBC.

Aksi pengobatan gratis dirangkaikan dengan penyuluhan narkoba dan HIV/AIDS bagi siswa/i SMP dan SMK Efata bertempat di SMK Efata Pitay serta penanaman anakan pohon sukun dan nangka. Penyuluhan narkoba diberikan petugas dari BNP NTT. Sedangkan HIV/AIDS disampaikan Gusti Brewon dari KPAD NTT.

Camat Sulamu, Ren Dano, mengucapkan terima kasih atas kepedulian FAN dan para mitranya terhadap masalah kesehatan di Desa Pitay. Kegiatan tersebut merupakan sebuah karya yang tak akan dikenang selalu. "Kegiatan hari ini benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat Sulamu," kata Ren Dano.

Moderator FAN, Wilson Therik mengatakan, kegiatan itu merupakan satu bentuk kepedulian FAN terhadap persoalan- persoalan yang dihadapi masyarakat NTT, termasuk warga desa Pitay. "Banyak persoalan ada di masyarakat, namun belum seluruhnya terakomodir oleh pemerintah. Kami dengan adanya pengobatan gratis ini masyarakat dapat terbantu," katanya.

Khusus penanaman pohon, Therik mengatakan, FAN merindukan ada semacam hutan kenangan di Sulamu. Setiap orang bisa berpartisipasi menanam anakan produktif di hutan kenangan tersebut yang tentu saja bermanfaat bagi masyarakat setempat di kemudian hari. "Kami sambut positif ide FAN ini. Lokasi ada, segera kita realisasikan," kata Camat Dano yang hari itu menanam anakan secara simbolis.

Sekitar 20-an anggota FAN hadir dalam acara bakti sosial di Pitay dan Sulamu. Mereka antara lain, Winston Rondo, Rm. Leo Mali, Pr, Sandro Dandara, Yesti Kumanireng, Jemris Fointuna, Silvester Ndaparoka, Volkes Dadi Lado dan lainnya. (den)

Komentar Warga

Agus Fanggidae

SAYA selama ini sakit dada. Mau pergi berobat, tetapi puskesmas dan pustu terlalu jauh. Dengan adanya kegiatan pengobatan gratis ini, saya sangat bersyukur. Saya harapkan kegiatan ini tidak hanya satu kali, tetapi kalau bisa berlanjut dua atau tiga bulan sekali. (den)

Ny. Fanci Soru

SEJAK lama saya menderita sakit di perut. Walaupun puskesmas dan pustu jauh, saya tetap pergi berobat, namun tidak pernah sembuh. Saya berharap dengan pengobatan gratis ini penyakit saya bisa sembuh. Saya sangat berterima kasih karena semua obat yang didapat tidak dipungut biaya. (den)


Jalan ke Sulamu Rusak Parah

SULAMU, PK -- Ruas jalan menuju Kecamatan Sulamu sepanjang 20 kilometer (km) rusak parah. Jalan tersebut melintasi Dusun Oebifa, Desa Pantai Beringin atau persis dari cabang jalan menuju Amfoang ke wilayah Kecamatan Sulamu.
Jalan itu diaspal sejak tahun 2000. Saat ini aspal sudah terkelupas sehingga meninggalkan lubang di sana sini. Batu- batu berserakan. Kondisinya sangat memrihatinkan. Jalan yang memotong punggung bukit itu sulit dilalui kendaraan roda dua dan roda empat. Waktu tempuh pun semakin lama, sekitar tiga jam lebih dari Kota Kupang.

Rusaknya jalan disebabkan karena terkikis erosi. Penyebab lainnya karena tidak pernah dilakukan pemeliharaan rutin.
Sekitar delapan deker atau jembatan yang terdapat di ruas jalan itu juga rusak parah. Lima dari delapan deker di bagian kiri dan kanannya rubuh. Jika diguyur hujan dan banjir kemungkinan besar jalan ke Sulamu akan terputus.

Saat ditemui di Desa Pitay, Camat Sulamu, Ren Dano menjelaskan, ruas jalan itu merupakan jalan sumbu menuju Selamu yang sebelumnya adalah calon ibu kota Kabupaten Kupang. Namun dalam perjalanan, ibu kota kabupaten dipindahkan ke Oelamasi.

Menurut Ren Dano, perpindahan itu berdampak pada seluruh fasilitas pemerintah, seperti jalan, gedung dan fasilitas umum lainya tidak diperhatikan pemerintah Kabupaten Kupang.
Ren Dano memberi contoh gedung kantor yang sebelumnya direncanakan untuk kantor bupati Kupang mubazir. Dari 36 ruangan yang ada di kantor, hanya lima ruangan yang dipakai sebagai kantor camat Sulamu sekarang.

Terkait persoalan rusaknya jalan dan adanya gedung pemerintah yang mubazir, Ren Dano mengatakan, telah berulang kali diusul untuk perbaiki namun belum terealisasi. "Masyarakat di sini menjadi apatis dengan pemerintah, jika pemerintah tetap arogan dan tidak memperhatikan kebutuhan dasar dan hak-hak masyarakat," katanya.

Hal senada dikatakan mantan Kepala Desa Pitay, Albert Tule. "Selama menjabat sebagai kepala desa, semua usulan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat telah disampaikan namun hingga saat ini belum direalisai," kata Tulle.

Masalah lain yang ada di Kecamatan Sulamu, jelas Tule, setiap musim kemarau sekitar 300-an ekor anak sapi dan kuda yang mati. Kematian sapi dan kuda karena ketiadaan air untuk minum. Mereka telah meminta Pemerintah Kabupaten Kupang membangun embung-embung namun juga belum direalisasi.
"Kami tidak pernah mendapat penjelasan atau klarifikasi dari pemerintah alasan-alasan belum direalisasinya usulan yang kami sampaikan," katanya. (den)

Pos Kupang edisi Senin, 14 Desember 2009 halaman 17

Pitay


WAJAH Markus Solu, Vensensi Solu dan keenam anak mereka sumringah ketika keluar dari ruang pengobatan gratis di Gereja GMIT Zaitun, Pitay siang itu, Sabtu 12 Desember 2009.

Bersama dua ratus lebih warga Pitay, keluarga Markus Solu baru saja menikmati layanan pengobatan gratis persembahan anggota Forum Academia NTT (FAN) bersama mitranya.

Wulan, bocah mungil berusia tiga bulan lelap dana gendongan ibunya, Vensensi Solu. Sementara lima putra-putri Markus lainnya, Nolvi, Lilis, Endang, Martin dan Yuni terlihat ceria. Setelah bercengkerama sejenak dengan famili, tetangga dan kerabat yang masih menunggu giliran mendapat pengobatan, keluarga itu jalan beriringan meninggalkan halaman Gereja Zaitun.

Saatnya pulang! Mereka kembali berjalan kaki ke rumah mereka di punggung bukit kecil, sekitar dua kilometer dari lokasi pengobatan gratis. Dari bukit itu Kota Kupang terlihat anggun di seberang laut.


"Kami sudah tunggu sejak jam sembilan pagi, jadi dapat giliran lebih dulu dari yang lain," kata Vensensi. Hari Sabtu itu merupakan hari yang dinantikan keluarga Markus Solu. Mereka sangat gembira ketika mendengar kabar dari pengurus gereja dan kepala desa setempat tentang pengobatan gratis. "Sudah lama kami tunggu kesempatan begini," kata Nolvi, anak sulung Markus dan Vensensi yang drop out kelas II SMP karena orangtuanya kesulitan biaya.

Keluarga Markus Solu menempati rumah sederhana. Seperti keluarga lainnya di Pitay, salah satu tugas rutin anggota keluarga itu adalah mengambil air bersih dari sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Tugas rutin yang tidak mudah lantaran jarak dari rumah ke sumur satu setengah kilometer. Anggota keluarga Markus pun mengaku sering mengalami sakit kepala dan punggung karena memikul air sejauh itu.

Puskemas dan Puskemas Pembantu (Pustu) adalah tempat yang jarang didatangi keluarga petani ini. Bukan karena malas atau tidak paham pentingnya kesehatan, tetapi karena akses menuju ke sana mahal ongkosnya. Jarak Pitay-Puskesmas Sulamu sekitar 6 km dan ke Pustu Pitay cuma sekitar 5 km. Sesungguhnya tidak seberapa jauh bukan? Jika kondisi jalan mulus hanya butuh waktu tempuh dengan sepeda motor sekitar 15 menit.

Tetapi jalan rusak menjadi alasan utama mahalnya ongkos menuju Puskemas dan Pustu di wilayah Kecamatan Sulamu. Tukang ojek sepeda motor di Pitay mengenakan tarif Rp 15 ribu sekali jalan menuju puskesmas atau pustu. Total biaya pergi-pulang Rp 30 ribu per orang. Misalnya, dua anak Markus Solu menderita sakit dan berobat ke puskemas, maka dia harus menyiapkan ongkos Rp 60 ribu untuk biaya PP. Nilai uang yang tidak sedikit bagi keluarga petani seperti Markus.

Maka definisi sakit bagi orang desa seperti Markus dan Vensensi Solu sangat sederhana. Sakit kepala, perut sakit, sakit pinggang, sakit gigi, batuk, pilek dan demam itu bukan sakit. Itu sakit biasa. Hanya butuh minum air panas atau pakai obat tradisional lalu istirahat menunggu sampai sembuh sendiri. Mereka baru ke puskesmas atau pustu kalau menderita penyakit lebih berbahaya seperti sesak napas, batuk darah, diare atau komplikasi penyakit lainnya.

Di Desa Pitay dan sebagian besar wilayah Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, aspal sungguh tak berbekas lagi. Hampir sepuluh tahun jalan di wilayah itu tak terjamah perawatan rutin. Jika ke sana tuan dan puan butuh ekstra hati-hati melintas mengingat jalan berbatu, berlubang dan gundul di mana-mana.

Kesan yang segera tertangkap adalah Sulamu benar-benar terlupakan dalam waktu lama. Entah karena ibu kota Kabupaten Kupang sontak pindah ke Oelamasi di bibir jalan trans Timor Raya yang bahkan sampai detik ini belum dimanfaatkan!

"Sulamu memang terlupakan," kata Camat Sulamu, Ren Dano. Menurut Dano, jarak rusak di wilayahnya sekitar 20-an km. Kondisi jalan rusak mulai terasa sejak persimpangan memasuki Desa Pantai Beringin dan jalan sumbu menuju Naikliu, Amfoang. Sekarang sedang proses pengaspalan jalan bertitel pemeliharaan berkala jalan Oelmasi-Kukak-Barate. Namun, aspal padat dan mulus menuju Amfoang bukan ke arah Sulamu. Jika hendak ke Sulamu tuan dan puan harus kuat pinggang bila menunggang sepeda motor dan siap "berdisko ria" dengan mobil.

Rombongan anggota FAN, BNP NTT dan KPAD yang menggunakan belasan unit mobil merangkak perlahan menuju Pitay hari Sabtu lalu. Jarak 20-an km memakan waktu hampir satu jam! Pengendara harus hati-hati melintasi jalan berlubang. Di sejumlah lokasi, mobil mesti melalui jalur alternatif karena jalan asli sudah gundul tak berbekas.

Sontak teringat para elite di Kabupaten Kupang yang sampai hari ini "masih riang berseteru". Sesekali baik adanya turba sejenak ke Sulamu. Lihat dan dengarlah suara rakyat di sana yang memilihmu. Begitu banyak keluarga nelayan dan petani seperti Markus Solu yang butuh perhatian. Mereka tak mampu bersuara lantang meski kebutuhan dasar mereka terabaikan.

Pitay-Sulamu adalah daerah yang subur. Kawasan pesisir utara Timor itu indah nian alamnya. Dari Pitay-Sulamu, Kota Kupang terlihat anggun sekaligus angkuh di seberang laut biru dengan lampu kerlap-kerlip di malam hari.

Pitay-Kupang tak seberapa jauh secara geografis. Jika melewati jalan darat memutar via simpang Lili butuh waktu normal sekitar dua jam. Kalau lewat laut justru lebih cepat. Hanya sekitar 45 menit menggunakan perahu motor bahkan cuma 20-an menit dengan speed boat.

Pitay-Kupang sungguh dekat di mata, tapi jauh di hati dan perhatian. Selama puluhan tahun, orang Pitay dan Sulamu memandang Kupang dengan galau. Kupang terasa jauh bagi sekitar 15 ribu warga kecamatan itu! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 14 Desember 2009 halaman 1

Geram


MEMBACA berita ini, saya menangis... menangis sedih, terharu dan geram. Mencuri adalah tindakan yang salah dan tidak bisa dibenarkan, tapi apakah hukuman itu adil buat Minah? Demikian komentar Sari, seorang pembaca Pos Kupang online tentang kasus yang menimpa Minah, seorang petani buta huruf di Banyumas, Jawa Tengah.

Tanggal 19 November 2009, Minah (55) dihukum percobaan selama satu bulan 15 hari gara-gara mencuri tiga buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA). Persidangan Minah di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto menyedot perhatian masyarakat. Tanpa didampingi pengacara, Minah dengan polos menceritakan alasannya memetik tiga buah kakao di kebun PT RSA medio Agustus 2009.

Nenek tujuh cucu ini mengaku sudah menanam 200 bibit pohon kakao di kebunnya di Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas. Tetapi ia merasa jumlah itu masih kurang sehingga mengambil tiga buah kakao di kebun PT RSA. Namun, belum sempat buah tersebut dibawa pulang, mandor perkebunan, Sutarno, menegurnya. Minah mohon maaf dan meminta Sutarno membawa ketiga buah kakao tersebut.


Alih-alih permintaan maafnya diterima, manajemen PT RSA malah melaporkan Minah ke Kepolisian Sektor Ajibarang akhir Agustus lalu. Laporan berlanjut hingga ke meja hijau. Minah sudah berusaha melepaskan diri dari jerat hukum. Tapi usahanya sia-sia. Terhitung tanggal 13 Oktober sampai 1 November 2009, Minah menjadi tahanan rumah, yakni sejak kasusnya dilimpahkan dari kepolisian kepada Kejaksaan Negeri Purwokerto.

Sejak itu ia lima kali pergi pulang memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Purwokerto dan mengikuti persidangan di PN Purwokerto. Rumah Minah di dusun, sekitar 15 kilometer dari jalan utama Ajibarang-Wangon. Perjalanan ke Purwokerto menempuh jarak sejauh 25 kilometer lagi. Jarak sepanjang itulah yang harus ditempuh Minah setiap kali memenuhi panggilan Kejaksaan dan PN Purwokerto. Sekali perjalanan ke Purwokerto, Minah bisa menghabiskan Rp 50.000 untuk naik ojek dan angkutan umum. Ditambah lagi untuk makan selama di perjalanan. Bayangkan untuk "keadilan tiga buah kakao" senilai Rp 2.000, Minah mengeluarkan uang ratusan kali lipat dari itu. Untuk ongkos ke pengadilan Minah dibantu anaknya. Bahkan seorang jaksa pernah memberinya Rp 50 ribu agar Minah bisa pulang ke rumahnya di dusun.

Elegi Minah menyetuh perasaan majelis hakim. Saat membacakan pertimbangan putusan hukum, Ketua Majelis Hakim, Muslich Bambang Luqmono, sempat menahan tangis. Muslich terharu karena teringat orangtuanya yang juga petani. Majelis hakim memutuskan, Minah dihukum percobaan penjara 1 bulan 15 hari. Jadi, Minah tak perlu menjalani hukuman itu, dengan catatan tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan tiga bulan.


***

KASUS lain yang kembali menarik perhatian publik hari-hari ini menimpa Prita Mulyasari. Kiranya tuan dan puan sudah memaklumi bahwa Prita dibawa ke meja hijau gara-gara mengirim e-mail berisi keluhannya tentang pelayanan RS Omni Internasional Tangerang. Manajemen Rumah Sakit Omni menganggap keluhan Prita mencermarkan nama baik rumah sakit tersebut.

Belum lama ini Pengadilan Tinggi Banten memutuskan Prita Mulyasari terbukti melakukan pencemaran nama baik terhadap Omni. Prita pun diwajibkan membayar denda sebesar Rp 204 juta. Banyak orang tergugah dengan penderitaan Prita. Para senator di Senayan dan sejumlah tokoh nasional telah mengumpulkan uang Rp 50 juta untuk membantu Prita membayar denda.

Prita memang masih melakukan upaya hukum dengan mendaftarkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Akhir kisah Prita Mulyasari sulit ditebak hari ini. Yang jelas proses hukum Prita sungguh mencederai rasa keadilan masyarakat pencari keadilan. Apakah mengeluhkan pelayanan sebuah lembaga publik harus dihukum seberat itu? Bukankah kewajiban rumah sakit memberikan pelayanan terbaik kepada konsumennya?

Kita kembali menghadapi fakta getir. Aparat penegak hukum yang wajib mengayomi masyarakat dengan menegakkan keadilan ternyata tak punya nurani. Hukum kita rupanya tak memberi ampun bagi orang kecil seperti nenek Minah dan Prita Mulyasari. Di kampung besar Nusa Tenggara Timur tidak sedikit orang-orang yang bernasib sama dengan Minah dan Prita.

Proses hukum terhadap kedua perempuan itu terasa mencolok bila membandingkan dengan penegakan kasus korupsi di negeri ini. Tidak sedikit para koruptor yang merampok miliaran rupiah uang rakyat melenggang bebas dari sanksi hukum. Kenyataan semacam itu terjadi di mana-mana termasuk di di beranda Flobamora. Di sini tuan dan puan agaknya sudah biasa mendengar warta pimpinan DPRD atau pimpinan pemerintahan yang menjadi terpidana kasus korupsi divonis bebas pengadilan. Mereka bebas dari sanksi hukum.

Dua hari lagi, tepatnya tanggal 9 Desember 2009 merupakan Hari Antikorupsi Internasional. Hari Antikorupsi Internasional mestinya menambah semangat dan kegigihan kita memberantas korupsi serta praktik ketidakadilan lainnya di negeri ini.

Kentalnya indikasi mafia peradilan yang menyembul lewat kisruh antara KPK, Kejaksaan Agung dan Polri serta kasus Bank Century mestinya menuntun setiap anak bangsa tidak sekadar geram tetapi berani mengambil langkah konkret guna mengikis praktik korupsi sesuai peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Reaksi berbagai komponen masyarakat yang sangat berani melawan upaya kriminalisasi KPK serta pemetiesan kasus Bank Century merupakan momentum indah pada peringatan Hari Antikorupsi Internasional 2009. Beranda Flobamora seharusnya ikut bergairah melawan ketidakadilan yang masih kuat membelenggu! (dionbata@yahoo.com)

Beranda Kita edisi Senin, 7 Desember 2009 halaman 1

Izin Mendagri untuk Periksa Paulinus Domi

KEJAKSAAN Tinggi NTT akan mengajukan permintaan izin kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memeriksa Drs. Paulus Domi, anggota DPRD NTT, yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana APBD Ende senilai Rp 3,5 miliiar.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto, S,H mengatakan itu melalui Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati NTT, Muib S.H di kantornya, Rabu (9/12/2009).

"Sesuai prosedur yang berlaku, jaksa penyidik akan mengajukan permintaan izin kepada Mendagri untuk memeriksa tersangka Paulinus Domi karena yang bersangkutan sudah menjadi anggota DPRD NTT," kata Muib.

Permohonan izin kepada Mendagri itu, katanya, akan dikirim ke Mendagri melalui Kejaksaan Agung RI di Jakarta.

"Secepatnya akan kami kirim surat permohonan itu sehingga proses penyidikan kasus ini bisa segera tuntas," katanya.

Sebagaimana diberitakan, kasus korupsi dana APBD Ende tahun anggaran 2005 dan 2005 senilai Rp 3,5 miliar terjadi saat Paulinus Domi menjabat Bupati Ende. Kejati sudah menetapkan yang bersangkutan bersama Sekda Ende saat itu, Iskandar Mberu menjadi tersangka karena memerintahkan pencairan dana tersebut kepada Sam Matutina, seorang pengusaha yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.


Dana sebesar itu dipinjamkan kepada Sam Matutina. Selain tidak prosedural, dana APBD tidak diperbolehkan dipinjamkan kepada pengusaha.

Jaksa sudah memeriksa saksi-saksi dari Pemkab Ende dan menyita sejumlah barang bukti terkait pencairan dana Rp 3,5 miliar kepada Sam Matutina. (ben)
Pos Kupang edisi Kamis, 10 Desember 2009 halaman 1

Dirut PD Flobamor Jadi Tersangka

DIREKTUR Utama (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Flobamor, Syamsudin Abdullah, SE sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan beras senilai Rp 900 juta. Turut ditetapkan sebagai tersangka adalah Haji Sehe, pengusaha yang melakukan pengadaan beras tersebut.

Hal itu dikatakan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto S,H melalui Kepala Seksi Penyuluhan Hukum dan Humas, Muib, S,H kepada wartawan usai peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di kantor Kejati NTT, Rabu (9/12/2009).

Penetapan kedua tersangka dalam kasus pengadaan beras yang diduga fiktif itu, katanya, sesuai ekspos hasil penyelidikan kasus tersebut di Kejati NTT yang dipimpin Kajati Haryanto.

"Sesuai data yang dimiliki penyidik, jelas ada penyimpangan karena dana Rp 900 juta dikeluarkan dari kas untuk pengadaan beras tetapi fisik berasnya tidak ada," kata Muib.

Dalam waktu dekat, imbuhnya, kedua tersangka akan dipanggil untuk didengar keterangannya. "Saksi-saksi masih kita periksa dan kedua tersangka akan segera diperiksa oleh penyidik Kejati NTT," kata Muib.

Syamsudin yang dikonfirmasi mengenai penetapan statusnya sebagai tersangka oleh jaksa tersebut, kemarin, mengatakan belum bisa memberikan penjelasan karena belum dipanggil untuk dimintai keterangannya oleh jaksa.

Dia mengatakan menghormati proses hukum yang sedang dilaksanakan penyidik jaksa. "Saya belum dipanggil untuk memberikan keterangan. Kalau dipanggil jaksa saya tentu siap memberikan keterangan sesuai yang dibutuhkan jaksa," katanya. (ben/amy)

Pos Kupang edisi Kamis, 10 Desember 2009 halaman 1

Kinerja Jaksa di NTT Rendah

KUPANG, PK -- Kinerja penyidik kejaksaan di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dilihat dari lama penanganan kasus-kasus kriminal, masih sangat rendah. Proses penyelidikan dan penyidikan memakan waktu lama, terkesan berlarut-larut sehingga mengecewakan masyarakat.

Demikian penegasan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto, S,H dalam arahannya di hadapan para jaksa dan staf Kejaksaan Tinggi NTT saat memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia di kantor Kejati Tinggi NTT di Kupang, Rabu (9/12/2009).

"Saya melihat penanganan hukum oleh kejaksaan di NTT belum menggembirakan. Sering masyarakat kecewa karena penegakan hukum masih berlarut-larut. Jangan heran kalau masyarakat mulai tidak suka dan apatis terhadap penegahan hukum yang dilakukan kejaksaan. Oleh karena itu saya minta supaya penanganan kasus harus cepat, tidak boleh berlarut-larut," tegas Kajati Haryanto.

Aparat kejaksaan dituntut untuk cepat dalam memroses kasus-kasus pidana. "Jangan terlalu lama dalam menangani satu kasus karena masyarakat menunggu apa yang sudah kita lakukan. Kalau tahanannya hanya cukup 20 hari, ya harus dilakukan seperti itu. Jangan diperpanjang lagi sampai tiga kali. Saya minta tolong agar dalam bekerja harus efesien dan efektif, dan cepat sehingga penegakan hukum bisa berjalan dengan baik di NTT dan masyarakat akan percaya pada kita," katanya.

Dalam menangani suatu kasus, katanya, jaksa harus bertindak adil sesuai aturan hukum. "Kalau memang orang itu faktanya dituntut rendah ya...tuntutannya harus rendah sehingga masyarakat bisa percaya bahwa kejaksaan adil. Jangan sampai yang harusnya dihukum rendah lalu dituntut tinggi. Kalau memang seseorang tidak perlu ditahan, ya...jangan ditahan. Kalau ada jaksa yang berbuat seperti itu di NTT, maka maaf saya akan bertindak tegas," tegasnya.

Kepala Seksi (Kasi) Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati NTT, Muib, S,H yang ditemui terpisah, mengatakan, selama tahun 2009 kejaksaan di NTT menangani 37 kasus korupsi. Dari 37 kasus korupsi itu 20 kasus sudah memasuki tahap penuntutan (sedang proses sidang pengadilan) dan 17 kasus korupsi lainnya masih dalam proses penyidikan.

"Tidak ada kasus korupsi yang dihentikan penyidikannya oleh kejaksaan. Semuanya diproses sampai ke pengadilan," katanya.

Korupsi adalah musuh bersama, musuh peradaban yang harus diperangi bersama-sama oleh seluruh masyarakat.


Demikian intisari pesan yang disampaikan dalam aksi demonstrasi yang digelar di Kupang, kemarin, memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia.

Aksi demo digelar sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Korupsi ( Fraksi) NTT. Fraksi NTT terdiri dari sejumlah organisasi/lembaga yakni PMKRI, PIAR, PRD NTT, LMND, BPM FKIP UKW, KMK Hukum Undana, Sema Universitas Muhammadiyah Kupang, dan beberapa organisasi lainnya.

Aksi demo serupa digelar Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTT.

Salah satu orator Fraksi mengatakan, jika para koruptor dan para mafia hukum tidak diberantas maka masa depan bangsa akan suram. Fraksi menyerukan semua elemen masyarakat untuk bangkit bersama-sama memerangi praktek mafia hukum atau makelar kasus (markus) yang selalu menodai penegakan hukum di Indonesia.

Sementara massa KAMMI NTT menyerukan semua pihak untuk mengatakan "Tidak" pada korupsi. Korupsi adalah musuh bangsa, musuh pembangunan. Koruptor adalah pencuri uang rakyat yang harus dihukum.
KAMMI dalam aksinya membawa poster yang bertuliskan kalimat-kalimat yang intinya mengutuk praktik korupsi yang marak di NTT khususnya dan Indonesia umumnya.

Fraksi mendesak pemerintah untuk bersikap tegas dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme dengan menegakkan hukum yang adil.

"Bagi kami korupsi adalah musuh peradaban manusia. Karena itu kami ingin agar para koruptor dihabisi secepatnya,"t eriak Koordinator Fraksi, Bedy Roma dalam orasinya.

Pantauan Pos Kupang, para peserta aksi terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), kelompok kedua berasal dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan kelompok ketiga adalah Front Anti Korupsi (Fraksi) NTT yang merupakan gabungan dari 21 unsur organisasi mahasiswa dan LSM di Kupang.

Ketiga kelompok itu melakukan aksi dan orasi di lokasi yang berbeda. IMM melakukan aksi demo di sekitar Patung Kirab Remaja, Jalan El Tari II; KAMMI melakukan orasi di halte depan Bank Mandiri Kupang.

Sedangkan massa Fraksi melakukan long march dari Kampus Unwira menuju gedung DPRD Propinsi NTT. Mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan kecaman terhadap praktik-praktik korupsi yang masih merajalela..

Tiba di gedung DPRD NTT, massa Fraksi NTT diterima Wakil Ketua DPRD NTT, Liebert Foenay dan sejumlah anggota dewan, diantaranya Kornelis Soi dan Gabriel Beri Binna. Mereka duduk bersila di atas tanah lapang di halaman gedung DPRD NTT. Meski terik matahari menyengat, sejumlah anggota dewan dan ratusan massa bertahan hingga orator selesai membacakan pernyataan sikap. Inti pernyataan sikap mereka antara lain tentang penuntasan kasus Bank Century. (ben/den/aa)

Pos Kupang edisi Kamis, 10 Desember 2009 halaman 1

Mantan Bupati dan Sekda Ende Jadi Tersangka

KUPANG, PK -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT telah menetapkan Drs. Paulus Domi (mantan Bupati Ende), Drs. Mohamad Iskandar Mberu (manta Sekda Ende) dan Sam Matutina (pengusaha), sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana APBD Ende senilai Rp 3,5 miliar.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Faried Haryanto, S.H mengatakan itu melalui Kasi Penyuluhan Hukum dan Humas Kejati NTT, Muib, S.H, kepada Pos Kupang, Selasa (8/12/2009).

Tiga tersangka itu ditetapkan setelah dilakukan gelar perkara tersebut di Kejati NTT. Gelar perkara yang dipimpin langsung Kajati Haryanto itu dihadiri para asisten dan jaksa penyidik di Kejaksaan Tinggi NTT.

Dalam gelar perkara itulah ditetapkan bahwa yang paling bertanggung jawab atas bocornya dana APBD Ende selama dua tahun anggaran yang mencapai Rp 3,5 miliar itu adalah Paulinus Domi dan Iskandar Mberu selaku Bupati dan Sekda Ende saat itu. Sementara Sam Matutina adalah pengusaha yang meminjam dana sebesar Rp 3,5 miliar tersebut.

Penetapan status tersangka kepada tiga orang itu sesuai keterangan para saksi yang sudah diperiksa dan alat bukti lainnya. Pencairan dana Rp 3,5 miliar kepada Sam Matutina dilakukan tanpa prosedur yang benar.


"Semua saksi yang diperiksa penyidik mengatakan bahwa dana itu dikeluarkan atas perintah. Ketiga tersangka ini yang berperan aktif sehingga dana Rp 3,5 miliar itu dicairkan tanpa prosedur," kata Muib.

Menurut dia, ketiga tersangka tersebut akan segera diperiksa oleh penyidik Kejati NTT. "Kapan mereka diperiksa, belum ditetapkan waktunya, tetapi yang pasti ketiganya dalam waktu dekat ini akan diperiksa sebagai tersangka. Semua tersangka itu diperiksa di Kupang," katanya.

Diberitakan sebelumnya, dana Rp 3,5 miliar yang dipinjamkan kepada Sam Matutina itu adalah dana APBD Ende tahun anggaran 2005 dan 2008. Cairnya dana sebanyak itu diduga atas perintah Bupati dan Sekda Ende saat itu.

Mantan Bupati Ende, Paulinus Domi yang saat ini menjadi anggota DPRD Ende, yang ditemui beberapa waktu lalu, membantah memerintahkan pencairan uang tersebut.

"Saya tidak pernah mengeluarkan perintah untuk meminjamkan dana APBD Kabupaten Ende kepada siapa pun. Uang itu milik rakyat yang digunakan untuk kepentingan rakyat," tegas Domi di gedung DPRD NTT, Selasa (1/12/2009). (ben)

Pos Kupang 9 Desember 2009 halaman 1

Wasit


STADE de France-Paris, Rabu malam 18 November 2009. Menit ke-104. Dua bintang bola memainkan perannya yang akan lama dikenang. Keduanya adalah Martin Hansson dan Thierry Henry. Di menit ke-104 yang tegang, Henry berada di kotak penalti, persis di sisi kanan gawang Shay Given. Hansson yang telah keletihan tercecer jauh di luar kotak 16 meter. Di dalam area terlarang, Henry menerima bola hasil tendangan bebas, bukan dengan kaki tetapi tangannya. Ha?

Tangan kiri Henry menyentuh bola dua kali. Sekali untuk menghentikan bola dan sekali untuk menyesuaikan arah bola sebelum mengumpankannya kepada William Gallas yang menanduk bola guna menyamakan kedudukan 1-1 pada masa perpanjangan waktu. Tanpa bertanya dulu kepada hakim garis, ofisial keempat dan Henry, Hanson meniup peluit mensahkan gol Gallas. Perancis yang ngos-ngosan menang agregat 2-1 dan terbang ke Afrika Selatan 2010.

Paris berpesta pora. Dublin bagaikan kota mati. Mestinya Rabu malam itu anak-anak Irlandia berhak pesta atas permainan mereka yang luar biasa di jantung ibukota Perancis. Hanson dan Henry merusaknya lewat sadisme bola yang kejam. Pemain dan fans Irlandia batal pesta bir sambil bernyanyi, "Drink, boys, drink all the night you like" (minum, minumlah sesukamu sepanjang malam).


Mimpi Irlandia buyar sekejap karena handball Henry dan ketidakjelian wasit Hansson memutuskan. Dalam tayangan ulang televisi terlihat bening Henry menyentuh bola dengan tangan. Dan, Henry jujur. "Saya jujur, itu handball. Namun, saya bukan wasit," kata Henry. Irlandia protes keras. Usulkan pertandingan ulang. "Betul, itu memang handball. Cara paling adil adalah pertandingan ulang," tambah Henry. Tapi badan sepakbola dunia (FIFA) merespons cepat dan tegas. Tidak ada laga ulang. Perancis lolos ke Piala Dunia 2010. Titik!

Setelah tragedi "Hand of God" Diego Maradona yang menghancurkan Inggris di Piala Dunia 1986, inilah tragedi kedua yang akan selalu dikenang dalam sejarah sepakbola. "Handball Henry" adalah cara terkejam untuk menghancurkan mimpi Irlandia tampil di Piala Dunia pertama di benua Afrika. Percayalah, seribu tahun lagi pun debat tentang gol Maradona dan Henry tak kan usai.

FIFA menjunjung tinggi prinsip fair play termasuk keputusan wasit yang mutlak meski sebagai manusia biasa wasit bisa salah. Dalam sepakbola berlaku adagium ini: Jika wasit sudah memutuskan, semuanya berakhir!

Dalam satu dasawarsa terakhir FIFA tak henti-hentinya didesak untuk mau menggunakan alat bantu teknologi. Misalnya tayangan ulang televisi untuk memastikan seorang pemain handball, melakukan pelanggaran atau memastikan si kulit bundar sudah melewati garis gawang. FIFA tidak menggubris karena ingin mempertahankan kemurnian permainan bola yang tak luput dari sisi lemah manusia. Sampai sekarang yang baru disetujui FIFA adalah alat komunikasi antarwasit saat memandu pertandingan.

Bola memelihara unsur manusiawinya. Itulah yang menjadikan sepakbola penuh pesona dan gairah. Bola bagaikan drama kehidupan yang selalu berwajah tangis dan tawa. Tangis Irlandia, tawa buat Perancis. Ibarat drama, dalam sepakbola mengenal prinsip to err is human. Kesalahan itu manusiawi. Mau apa lagi?

Hati nurani tuan dan puan pastilah terkoyak menyaksikan gol "Tangan Tuhan" Maradona 1986 dan "Hand of Frog" Henry 2009. Namun, sebagian dari tuan dan puan terhibur oleh aksi Maradona-Henry dan terutama kejujurannya mengakui penggunaan tangan. Mereka tahu itu salah, tetapi mengakuinya.

Kejujuran merupakan sisi manusiawi yang terpuji. Mendengarkan suara hati. Itulah keutamaan olahraga, termasuk sepakbola. Maka keputusan mutlak wasit sepakbola mengandung kelemahan manakala wasit tega membohongi hati nuraninya sendiri.

Di beranda Flobamora baru saja usai kejuaraan sepakbola bergengsi berlabel Piala Gubernur. Pemain bermain penuh semangat, penonton membanjiri stadion dan panitia bekerja keras. Segala sesuatu berjalan baik sampai grandfinal. Justru di partai puncak itu sadisme bola mengoyak nurani banyak orang yang memuja fair play. Pemicunya ketidakpuasan terhadap keputusan wasit. Laga berjalan cuma setengah jalan. Terhenti menit ke-36. Pemain satu kesebelasan enggan melanjutkan laga karena kecewa. Wasit memvonis salah satu tim berhak juara. Keputusan wasit mutlak. Itulah sepakbola. Biar jauh di kampung Flobamora, aturan FIFA tetap tegak berdiri. Jika wasit sudah memutuskan, semuanya berakhir!

Apakah wasit dan para ofisial di partai puncak Piala Gubernur NTT telah bertindak adil? Telah bekerja sesuai hati nurani? Tuan dan puan yang menonton laga itu berhak menilai sesuai perspektif masing-masing. Puas, tidak puas. Kecewa, gembira. Boleh jadi pengamatan beta keliru bila melihat banyak orang sore itu kecewa. Mereka tidak menemukan keadilan sepakbola.

Demikianlah bahaya keputusan mutlak. Orang dapat menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan materi sesaat. Dalam sejarah sepakbola skandal perwasitan bukan hal baru. Mafia perwasitan terjadi sejak lama dan berlangsung di mana-mana. Kompetisi elite Jerman (Bundesliga) pernah diguncang skandal perwasitan yang berakhir dengan penjara bagi para pelakunya.

Skandal terbaru melanda sepakbola Italia menjelang putaran final Piala Dunia 2006 di Jerman. Italia yang menjadi model sekaligus barometer kompetisi sepakbola sedunia ternyata tak luput dari prahara itu. Sejumlah wasit yang memimpin kompetisi Liga Serie A Italia terbukti mengatur skor pertandingan. Berbekal kewenangan mutlak, mereka mengatur tim A menang, tim B yang dikalahkan. Dalam waktu cukup lama Juventus merupakan salah satu klub raksasa Italia yang diuntungkan oleh pengaturan skor itu. Ketika skandal terkuak, Juventus dihukum. Super Juve turun ke Serie B dan berjuang susah payah untuk kembali ke Serie A.

Bagaimana Indonesia? Ah, ini negara bebas merdeka dari skandal perwasitan. Skandal perwasitan di negeri juara korupsi ini sekadar rumor, cuma sas sus dari mulut ke mulut karena belum pernah ada upaya konkret untuk mengungkap dengan serius disertai proses hukum. Jadi kalau mau menjadi wasit sepakbola, jadilah wasit di Indonesia. Tuan mendapat hak istimewa. Kebal hukum!

Berulang kali beta mendengar sendiri dari mulut pengurus teras PSSI di sini tentang busuknya mafia perwasitan nasional. Ketika tim NTT berlaga di luar daerah, tim didekati untuk membicarakan hasil pertandingan. Skor dapat diatur tergantung berapa bayarannya. Yang menang adalah yang mampu membayar. Tim juara tergantung kekuatan uang!

Indikator mutu wasit simpel saja. Berapa wasit Indonesia yang dipercaya memimpin laga internasional? Hampir tidak ada sekarang, bung! Wasit asal NTT, apakah pernah dipercaya memimpin laga resmi sekadar tingkat regional?

Tim kebanggaan kita toh kalah melulu! Kita sudah terbiasa melihat wasit melawan fair play. Sudah biasa melihat pemain mogok atau bakupukul. Kita merasakan kejamnya skandal, tetapi belum mau memberantas skandal itu. Teringat kegundahan salah seorang Bapak Bangsa Indonesia, Drs. Mohammad Hatta. Ikhwal korupsi, Hatta melukiskan seperti bau kentut. Tidak jelas sumbernya, tetapi aroma busuknya tercium dan terbang ke mana-mana. Sepakbola berwajah korup, termasuk di beranda Flobamora, apakah muskil? Siapa berani menampik? (dionbata@yahooo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 30 November 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes