Pitay


WAJAH Markus Solu, Vensensi Solu dan keenam anak mereka sumringah ketika keluar dari ruang pengobatan gratis di Gereja GMIT Zaitun, Pitay siang itu, Sabtu 12 Desember 2009.

Bersama dua ratus lebih warga Pitay, keluarga Markus Solu baru saja menikmati layanan pengobatan gratis persembahan anggota Forum Academia NTT (FAN) bersama mitranya.

Wulan, bocah mungil berusia tiga bulan lelap dana gendongan ibunya, Vensensi Solu. Sementara lima putra-putri Markus lainnya, Nolvi, Lilis, Endang, Martin dan Yuni terlihat ceria. Setelah bercengkerama sejenak dengan famili, tetangga dan kerabat yang masih menunggu giliran mendapat pengobatan, keluarga itu jalan beriringan meninggalkan halaman Gereja Zaitun.

Saatnya pulang! Mereka kembali berjalan kaki ke rumah mereka di punggung bukit kecil, sekitar dua kilometer dari lokasi pengobatan gratis. Dari bukit itu Kota Kupang terlihat anggun di seberang laut.


"Kami sudah tunggu sejak jam sembilan pagi, jadi dapat giliran lebih dulu dari yang lain," kata Vensensi. Hari Sabtu itu merupakan hari yang dinantikan keluarga Markus Solu. Mereka sangat gembira ketika mendengar kabar dari pengurus gereja dan kepala desa setempat tentang pengobatan gratis. "Sudah lama kami tunggu kesempatan begini," kata Nolvi, anak sulung Markus dan Vensensi yang drop out kelas II SMP karena orangtuanya kesulitan biaya.

Keluarga Markus Solu menempati rumah sederhana. Seperti keluarga lainnya di Pitay, salah satu tugas rutin anggota keluarga itu adalah mengambil air bersih dari sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Tugas rutin yang tidak mudah lantaran jarak dari rumah ke sumur satu setengah kilometer. Anggota keluarga Markus pun mengaku sering mengalami sakit kepala dan punggung karena memikul air sejauh itu.

Puskemas dan Puskemas Pembantu (Pustu) adalah tempat yang jarang didatangi keluarga petani ini. Bukan karena malas atau tidak paham pentingnya kesehatan, tetapi karena akses menuju ke sana mahal ongkosnya. Jarak Pitay-Puskesmas Sulamu sekitar 6 km dan ke Pustu Pitay cuma sekitar 5 km. Sesungguhnya tidak seberapa jauh bukan? Jika kondisi jalan mulus hanya butuh waktu tempuh dengan sepeda motor sekitar 15 menit.

Tetapi jalan rusak menjadi alasan utama mahalnya ongkos menuju Puskemas dan Pustu di wilayah Kecamatan Sulamu. Tukang ojek sepeda motor di Pitay mengenakan tarif Rp 15 ribu sekali jalan menuju puskesmas atau pustu. Total biaya pergi-pulang Rp 30 ribu per orang. Misalnya, dua anak Markus Solu menderita sakit dan berobat ke puskemas, maka dia harus menyiapkan ongkos Rp 60 ribu untuk biaya PP. Nilai uang yang tidak sedikit bagi keluarga petani seperti Markus.

Maka definisi sakit bagi orang desa seperti Markus dan Vensensi Solu sangat sederhana. Sakit kepala, perut sakit, sakit pinggang, sakit gigi, batuk, pilek dan demam itu bukan sakit. Itu sakit biasa. Hanya butuh minum air panas atau pakai obat tradisional lalu istirahat menunggu sampai sembuh sendiri. Mereka baru ke puskesmas atau pustu kalau menderita penyakit lebih berbahaya seperti sesak napas, batuk darah, diare atau komplikasi penyakit lainnya.

Di Desa Pitay dan sebagian besar wilayah Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, aspal sungguh tak berbekas lagi. Hampir sepuluh tahun jalan di wilayah itu tak terjamah perawatan rutin. Jika ke sana tuan dan puan butuh ekstra hati-hati melintas mengingat jalan berbatu, berlubang dan gundul di mana-mana.

Kesan yang segera tertangkap adalah Sulamu benar-benar terlupakan dalam waktu lama. Entah karena ibu kota Kabupaten Kupang sontak pindah ke Oelamasi di bibir jalan trans Timor Raya yang bahkan sampai detik ini belum dimanfaatkan!

"Sulamu memang terlupakan," kata Camat Sulamu, Ren Dano. Menurut Dano, jarak rusak di wilayahnya sekitar 20-an km. Kondisi jalan rusak mulai terasa sejak persimpangan memasuki Desa Pantai Beringin dan jalan sumbu menuju Naikliu, Amfoang. Sekarang sedang proses pengaspalan jalan bertitel pemeliharaan berkala jalan Oelmasi-Kukak-Barate. Namun, aspal padat dan mulus menuju Amfoang bukan ke arah Sulamu. Jika hendak ke Sulamu tuan dan puan harus kuat pinggang bila menunggang sepeda motor dan siap "berdisko ria" dengan mobil.

Rombongan anggota FAN, BNP NTT dan KPAD yang menggunakan belasan unit mobil merangkak perlahan menuju Pitay hari Sabtu lalu. Jarak 20-an km memakan waktu hampir satu jam! Pengendara harus hati-hati melintasi jalan berlubang. Di sejumlah lokasi, mobil mesti melalui jalur alternatif karena jalan asli sudah gundul tak berbekas.

Sontak teringat para elite di Kabupaten Kupang yang sampai hari ini "masih riang berseteru". Sesekali baik adanya turba sejenak ke Sulamu. Lihat dan dengarlah suara rakyat di sana yang memilihmu. Begitu banyak keluarga nelayan dan petani seperti Markus Solu yang butuh perhatian. Mereka tak mampu bersuara lantang meski kebutuhan dasar mereka terabaikan.

Pitay-Sulamu adalah daerah yang subur. Kawasan pesisir utara Timor itu indah nian alamnya. Dari Pitay-Sulamu, Kota Kupang terlihat anggun sekaligus angkuh di seberang laut biru dengan lampu kerlap-kerlip di malam hari.

Pitay-Kupang tak seberapa jauh secara geografis. Jika melewati jalan darat memutar via simpang Lili butuh waktu normal sekitar dua jam. Kalau lewat laut justru lebih cepat. Hanya sekitar 45 menit menggunakan perahu motor bahkan cuma 20-an menit dengan speed boat.

Pitay-Kupang sungguh dekat di mata, tapi jauh di hati dan perhatian. Selama puluhan tahun, orang Pitay dan Sulamu memandang Kupang dengan galau. Kupang terasa jauh bagi sekitar 15 ribu warga kecamatan itu! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 14 Desember 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes