Keajaiban Dalam Tsunami Jepang

Pinus Ajaib pada 7 Maret 2012 (asahi shimbun)
SELALU ada kisah ajaib maupun mistis dalam setiap bencana besar yang terjadi. Pada peringatan setahun gempa bumi 9,0 SR dan tsunami Jepang, Minggu (11/3/2012), warga Jepang berbondong-bondong datang, melihat, dan berdoa di depan pohon ajaib, yang merupakan simbol rekonstruksi di Prefektur Iwate, Jepang.

Dikatakan ajaib, karena pohon pinus itu adalah satu-satunya pohon di pantai Rikuzentakata yang tetap selamat dari amukan gempa dan tsunami dahsyat setahun lalu.

Tak hanya masyarakat di sekitar tempat lokasi yang datang, warga yang berasal dari prefektur lainnya pun hadir di situ dan berdoa bersama, seperti dilaporkan NHK.

Pohon pinus ajaib itu sebenarnya sudah diketahui keberadaannya oleh kelompok konservasi, pada akhir 2011. Mereka menemukan pohon-pohon yang mati akibat akar yang membusuk, hal biasa saat bencana alam terjadi.

Namun, ada sebuah keajaiban terjadi. Batang pohon pinus yang diperkirakan berusia sekitar 270 tahun tersebut, tak satu pun akar pohonnya membusuk.

Pohon pinus ini merupakan satu-satunya yang dapat bertahan pascabencana, di kala sekitar 70 ribu pohon pinus di pesisir pantai yang indah itu telah disapu bersih tsunami.

Setahun lalu, gempa bumi dan tsunami melanda pantai timur laut Jepang, dan menewaskan hampir 16 ribu nyawa. Sekitar 3.300 orang hingga kini juga belum ditemukan. (*)

Sumber: Tribunnews.Com

Melawan Perbudakan Modern

ilustrasi
MODUS operandi trafficking (perdagangan manusia) di negeri ini belum banyak berubah. Pola kerja sindikat itu masih sama dan sebangun sejak satu dasawarsa lalu. Simpel tetapi terus memakan korban. Para pelaku lazimnya pergi ke pelosok kampung, memberi tawaran kerja di luar daerah atau mancanegara dengan gaji tinggi kepada remaja putus sekolah dari keluarga tak mampu.

Tuntutan ekonomi membuat banyak remaja tergiur. Mereka bergegas meninggalkan kampung halaman. Mengikuti orang yang mengajak. Sejak saat itu sesungguhnya remaja kampung sudah berada dalam kontrol penuh sindikat yang sesuka hati mulai mencabik-cabik masa depannya.

Kisah pilu itu sudah berulang dan kali ini menimpa dua anak baru gede (ABG) asal Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Dua gadis berusia 14 tahun, Rachel Apriska Ngaloh dan Meryl Tondatuon yang rencananya dikirim bekerja di Singapura dan Malaysia malah disekap selama sebulan di Batam. Tepatnya di RT 2 RW 12 Blok F Nomor 66, Sengkuang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Untung keduanya punya nyali cukup besar. Rachel dan Meryl berhasil meloloskan diri dari lokasi penyekapan di rumah penampungan, Selasa (20/3) sekitar pukul 08.00 WIB. Kini mereka dalam pengawasan pihak berwenang dan sedang diupayakan pemulangan ke Sulut antara lain berkat bantuan keluarga Kawanua di Kota Batam. Kita bersyukur kedua remaja tersebut masih bisa diselamatkan sebelum 'diperjualbelikan' sindikat trafficking lebih jauh.

Kejadian yang menimpa Rachel dan Meryl hendaknya menjadi perhatian pemerintah dan semua stakeholder terkait di Sulut agar tidak tidak terjadi lagi korban baru. Sulut mestinya tidak boleh menganggap remeh praktik trafficking.

Berdasarkan data International Organization for Migration (IOM) tahun 2010, Sulawesi Utara masih termasuk sepuluh besar provinsi di Indonesia yang menjadi lumbung trafficking. Sulut masuk kelompok itu bersama Sumatera Utara, Lampung, Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat , Kalimantan Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Korban trafficking dari daerah itu umumnya dijadikan pekerja seks komersial, penghibur bayaran bahkan paling buruk justru sekadar menjadi pemuas nafsu majikan mereka.

Data IOM juga menyebutkan, negara-negara di Asia tenggara yang menjadi tujuan trafficking antara lain Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand.Tujuan lainnya kawasan timur tengah seperti Arab Saudi dan Iran serta negara Asia Timur semisal Taiwan, Hong Kong, Jepang dan Korea Selatan. Dengan iming-iming pekerjaan dan gaji besar, perempuan dan anak-anak Indonesia dibawa dengan cara ilegal atau tanpa surat-surat resmi.

Pengalaman dua perempuan muda Sulut, Rachel dan Meryl merupakan salah satu contoh. Lemahnya perhatian pemerintah serta pengawasan dari otoritas berwenang memudahkan pelaku trafficking beroperasi dengan leluasa dan gampang lolos dari sergapan.

Bagaimana Sulut merespons penyekapan terhadap Rachel-Meryl guna menekan kasus trafficking? Tentu saja diperlukan agenda lokal yang konkret. Salah satu yang bisa dikerjakan adalah memetakan potensi lumbung trafficking di Sulut. Perlu disurvei, sesungguhnya daerah mana di provinsi ini yang paling banyak menjadi korban trafficking. Cari tahu sebab musababnya. Apakah semata karena kemiskinan atau ada faktor lain?

Dengan mengetahui wilayah rawan trafficking di Sulut, niscaya solusi akan lebih mudah diterapkan. Perdagangan manusia adalah bentuk modern dari perbudakan yang seharusnya tidak boleh ada lagi di muka bumi karena sungguh merendahkan martabat manusia. Itulah harapan kita. (*)

Tribun Manado, Jumat 23 Maret 2012 hal 10

Tenang-Tenang Menimbun BBM

RENCANA pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan April 2012 seolah tidak bergema sampai ke Manado dan berbagai wilayah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) lainnya. Sejauh amatan kita, reaksi masyarakat Sulut wajar dan biasa-biasa saja.Pelayanan SPBU hingga pekan kedua bulan Maret bergulir normal. Belum terlihat antrean panjang yang menyesakkan dada. Bahkan di sejumlah SPBU di Kota Manado, misalnya, masih terlihat lengang hari-hari ini.

Jika Anda mengisi BBM dipastikan sangat cepat dan mudah. Aksi demonstrasi apalagi. Manado sedemikian tenangnya. Kota tanpa demo. Nihil aksi demo menolak kenaikan harga BBM, sesuatu yang justru sangat marak di bagian lain negeri ini.

Reaksi masyarakat Sulut itu jelas menyenangkan. Sudah pada tempatnya jika kita tak perlu gaduh secara over dosis menyambut kenaikan harga BBM karena hanya menghabiskan energi. Sebaiknya energi kita dicurahkan pada perkara lain yang lebih urgen di sini, misalnya bagaimana sebaiknya mencari solusi permanen bagi warga yang terkena dampak cuaca ekstrem semisal banjir dan longsor atau bagaimana meminimalisir pembobolan ATM yang kini meresahkan warga Manado.

Mudah-mudahan suasana tenang di Manado dan wilayah Sulut lainnya bertahan hingga hari H pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM di Indonesia serta pasca pengumuman tersebut. Kalaupun ada gejolak sosial, mesti bisa diredam dengan berbagai cara agar tidak meluas dan menimbulkan masalah baru.

Suasana kondusif menjelang kenaikan harga BBM merupakan modal sosial yang berharga bagi Sulawesi Utara. Namun, suasana tenang itu bukan berarti tanpa masalah. Kita ingat pepatah diam-diam ubi berisi. Tenang-tenang mendayung. Tenang-tenang menimbun BBM yang merugikan kepentingan banyak orang!

Patut diwaspadai kemungkinan oknum tertentu melakukan penimbunan BBM bersubsidi dengan tujuan ekonomis. Saat harga BBM naik baru dilempar ke pasar. Fenomena menjamurnya pengecer BBM di Kota Manado bahkan lokasinya hanya sejengkal dari SPBU memberi sinyal kuat bahwa kemungkinan terjadi persengkokolan bisnis yang merugiakan masyarakat banyak itu ada.

Aparat negara semisal Polri dan Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) pun hendaknya tidak diam-diam saja alias berpangku tangan. Meski Manado aman, Sulut relatif terkendali tetapi kesiapsiagaan jangan sampai sirna. Bersama tim pengawas dari Pemprov Sulut, aparat kepolisian perlu bergerak cepat mencengah terjadinya penimbunan BBM menjelang kenaikan harga. Kita bisa meniru cara Banjarmasin. Pimpinan Polri di kota itu akan memberi hadiah uang dan piagam penghargaan bagi setiap anggota polisi yang berhasil mengungkap penimbun BBM.
Insentif semacam ini diyakini dapat memotivasi anggota kepolisian bekerja sungguh-sungguh.

Lalu bagaimana dengan pemerintah daerah, dunia usaha serta rumah tangga kita masing-masing? Langkah apa yang patut disiapkan? Kenaikan harga BBM selalu berimplikasi luas.Yang sudah di depan mata adalah bakal meningkatnya harga kebutuhan pokok (sembako) serta laju inflasi. Nilai uang terus berkurang sementara kebutuhan hidup sehari-hari konstan.

Dalam situasi seperti ini beban hidup masyarakat, apapun bidang profesi dan pekerjaannya tidak bertambah ringan. Solusi cerdas dan cepat perlu segera diambil agar tidak gamang dan bingung. Khusus kelompok bisnis dan dunia usaha, revisi budget dan target tahun 2012 merupakan keniscayaan bukan?*

Tribun Manado, 19 Maret 2012 halaman 10

Angin Ende dan Sedapnya Goragosa

Ende, Flores
GORAGOSA adalah sejenis rumput alang-alang. Goragosa yang menjadi bumbu dasar masakan Flores tempo dulu itu hadir kembali sebagai bumbu santapan nikmat di Kota Ende, Nusa Tenggara Timur.

Angin malam Kota Ende mengantar kami memasuki rumah panggung berdinding kulit bambu, Restoran Pangan Lokal, di Jalan Melati. Tikar daun pandan dan meja berkaki rendah menyambut kami dalam suasana lesehan yang santai. Suasana ini yang memikat turis dari 16 negara untuk menjajal citarasa asli Ende Lio, di pesisir selatan Pulau Flores, NTT.

Suster Martini CIJ, pengelola restoran itu, sepertinya tahu kami sungguh lapar. ”Kalian datang malam-malam, tidak banyak menu yang tersedia. Mungkin bagus menjajal nasi jagung dan ikan kuah asam?” ujarnya menawarkan.

Ah, membayangkan sup ikan ekor kuning segar dari Laut Sawu di selatan Kota Ende semakin memompa nafsu makan. Namun, sepertinya tidak akan memuaskan rasa lapar. Dengan ragu kami juga memesan ikan kerapu bakar.

”Ada, tetapi harus menunggu dibakar, bumbunya juga rumput goragosa,” sahut Suster Martini.

Rumput goragosa memang menjadi salah satu bumbu dasar hampir semua menu di Restoran Pangan Lokal yang menampik semua bumbu penyedap rasa buatan. Seperti 50-an sayuran dan bumbu dapur lainnya, goragosa juga ditanam di pekarangan luas rumah makan itu.

”Slowfood” ala Ende

Tidak hanya memasak dengan bumbu segar, seluruh menu baru dimasak setelah dipesan. Ikan dibakar dengan kayu di perapian kecil di belakang dapur. Sementara bumbu diparut, bunga pepaya dan ubi jalar dicacah lembut untuk bahan urap.

Dua cawan jahe panas, jahe yang pedas dan berasa tajam, disuguhkan terlebih dahulu menemani waktu menunggu awak dapur menjalankan ”ritual” slowfood mereka. Sekitar 45 menit kemudian, barulah hidangan bermunculan dari dapur.

Nasi bercampur jagung tersaji dalam cambung atau bakul tembikar. Ikan kuah kuning pun tersaji dalam cambung berukuran lebih kecil. Air liur segera terbit oleh uap beraroma rumput goragosa.

Sup ikan kuah kuning itu sedikit pedas, pedasnya rempah. Rasa masam yang lembut membuatnya terasa segar, itulah citarasa rumput goragosa. Rasa masam yang lebih tawar dari rasa masam asam jawa atau belimbing, namun juga terasa segar. Goragosa memang menjadi salah satu bumbu dapur andalan, terutama kala asam jawa susah didapat di pasar dan harganya relatif mahal. Selain itu, ada pula alternatif yang lain, yakni rumput uta mela meski rumput jenis ini agak sulit diperoleh sebab tumbuh di daerah pegunungan.

Ikan kerapu bakar tersaji dalam nampan yang dialasi daun pepaya segar bersama mentimun dan kemangi. Tumbukan rumput goragosa, kunyit, bawang merah, dan bawang putih yang dilarutkan dengan minyak kelapa meresap di dagingnya, segar, sedikit pedas oleh merica, juga gurih. Rasa masam yang sama lembutnya.

Ngeta, urap bunga pepaya dan daun ubi yang bercampur dengan parutan kelapa yang telah disangrai tersaji pula. Pelengkapnya berupa sambal tomat bercampur kemangi yang disajikan dalam separuh batok kelapa.

Kejutan muncul ketika mencocol sambal kemangi yang berair oleh rajangan tomat. Pasangan ikan bakar itu sungguh pedas, pedas cabai Ende yang tajam, setajam aroma jahe hangat minuman kami. Adonan aneka rempah membuat keringat bercucuran bahkan ketika kami belum selesai bersantap.

Diburu wisatawan

Restoran Pangan Lokal yang awalnya berdiri sebagai tempat praktik siswa SMK Muktiasa, Ende, itu masih menjadi satu-satunya restoran di Ende yang menawarkan citarasa kuliner lokal. Namun, restoran itu justru tak diminati kebanyakan orang Ende.

Padahal harga yang dipatok terbilang murah meriah. Bahkan, Suster Martini mengatakan, jika dihitung melulu secara ekonomis, restorannya terbilang merugi. Ada paket murah yang ditawarkan dengan harga Rp 22.500 per paket, yang terdiri dari nasi merah, ikan kuah asam, ngeta, sambal, plus minuman. Minuman yang disuguhkan mulai dari kopi lokal, juga aneka teh, seperti teh jahe, teh pandan, atau pun teh serai. Pembeli tinggal memilih sesuai dengan selera.

Nasi yang ditawarkan di restoran ini juga sangat khas sekaligus menjadi menu andalan, yakni nasi jagung dan nasi kacang. Kacang yang dimaksud bukan kacang hijau, melainkan kacang hitam yang merupakan salah satu jenis pangan lokal di Ende.

”Pengunjung di sini kebanyakan memang wisatawan asing. Sudah ada wisatawan dari 16 negara yang menyantap menu kami, termasuk wisatawan Amerika Serikat, Jerman. Yang paling banyak wisatawan Italia. Biasanya, mereka datang berombongan, dengan memesan terlebih dahulu, tidak menunggu proses memasak yang lama,” ujar Suster Martini.

Yang unik, Suster Martini justru siap membuka resep berbagai masakannya. ”Kami justru ingin setiap orang mau kembali menghidangkan kembali berbagai masakan tradisional Ende Lio. Semakin banyak orang meninggalkan cara menghidangkan makanan yang serba instan akan semakin baik. Memasak dengan hati, itu kunci kelezatan hidangan kami,” ujarnya tertawa.

Masalahnya, sejauh ini rumput goragosa hanya tumbuh di Flores. Jadi, cita rasa sesungguhnya dari nasi jagung, ikan kuah kuning, dan ikan bakar memang harus diburu di Ende. Carilah kesempatan mencicipinya. Ada sensasi eksotisme.(Aryo Wisanggeni dan Samuel Oktora/Kompas)
Sumber: Kompas.Com

Car Free Day

Kemacetan di Kota Manado
PERISTIWA tak lazim terjadi Rabu (14/3) lalu. Wali Kota Manado Godbless Sofcar Vicky Lumentut meninggalkan rumah jabatan menuju ke kantornya di depan Sparta Tikala naik angkot. Seorang pejabat publik sekelas wali kota naik angkot tentu tidak biasa karena dia memiliki fasilitas mobil dinas. Hanya dalam situasi darurat hal itu bisa terjadi, misalnya dampak dari bencana banjir dan lainnya.

Nah pada hari Rabu lalu tidak ada kejadian luar biasa di Kota Manado yang memaksa Lumentut harus naik angkot ke kantornya. Justru Lumentut sengaja naik angkot pada situasi normal lantaran ada sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada warga Manado.

Naik angkot adalah cara Lumentut mengampanyekan program Car Free Day setiap Rabu. Program bebas kendaraan pada hari Rabu tersebut berlaku bagi setiap pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemko Manado. Program ini berlaku setiap hari Rabu minggu kedua dalam bulan.

"Akan ada tim yang ditugaskan untuk mengecek dari kantor ke kantor kalau ada yang membawa kendaraan ke kantor akan ditegur. Ini bagian dari tahun disiplin," ujarnya seperti disiarakan Tribun Manado, kemarin.

Kita menangkap setidaknya dua pesan bermakna dari aksi naik angkot Wali Kota Vicky Lumentut. Pertama, sebagai pimpinan pemerintahan dan kemasyarakatan tertinggi di Kota Manado, Lumentut memberi pesan tegas bahwa dia tidak sekadar omong tetapi memberi contoh lewat tindakan. Wali kota tidak malu naik angkot yang sejatinya merupakan angkutan masyarakat umum.

Kalau wali kota saja tidak malu menumpang kendaraan umum mestinya level pimpinan pemerintah kota Manado di bawahnya mengikuti langkah itu. Terlebih pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemko Manado. Mereka sudah semestinya menjalankan dengan serius program Car Free Day setiap hari Rabu pada pekan kedua dalam bulan berjalan. Sebagai aparatur negara dan pelayan publik, PNS menjadi panutan. Jika PNS ogah atau setengah hati menjalankan program tersebut, maka wali kota naik angkot ke kantor tidak akan bermanfaat apa-apa.

Kedua, program bebas kendaraan atau tidak membawa kendaraan sendiri ke kantor bagi PNS di lingkup Pemko Manado hendaknya tidak sekadar panas-panas tahi ayam. Seperti diingatkan Pengamat Pemerintahan dari FISIP Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Jeffry Paat, program itu perlu dilaksanakan sesuai jadwal dan harus ada sanksi terhadap pegawai bahkan pimpinan SKPD tidak menjalankannya. Warga Kota Manado tentu akan mengawal sekaligus menguji sejauhmana program itu berjalan efektif. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi Wali Kota Vicky Lumentut serta jajarannya.

Menurut catatan Tribun Manado, Pemerintah Kota Manado sejak tahun sebelumnya telah menggelar program Car Free Day setiap Sabtu pukul 06.00-09.00 Wita di ruas jalan Piere Tendean Boulevard. Program itu memberi kesempatan kepada warga Manado melakukan aktivitas olahraga seperti bersepeda, jalan sehat, futsal jalan raya dan kegiatan olahraga lainnya.

Kita mendukung gebrakan wali kota menggulirkan program Car Free Day. Toh secara kasat mata kemacetan arus lalu lintas merupakan kenyataan sehari-hari di Kota Manado. Hampir sepanjang hari jalan-jalan di dalam kota dipadati kendaraan roda dua maupun empat. Pada jam sibuk terjadi kemacetan di berbagai sudut kota yang membuat orang kesal karena banyak waktu mereka habis di jalanan. Dampak ekonomis dan psikologis akibat kemacetan lalu lintas tidak boleh dipandang remeh.

Selain macet, polusi gas kendaraan bermotor turut mengurangi kualitas udara segar di kota ini. Program Car Free Day merupakan sebuah ajakan untuk menggugah warga Manado ikut bertanggung jawab mencari solusi kemacetan serta menekan polusi. Jika tidak terdesak kebutuhan urgent, sesekali meninggalkan kendaraan pribadi di rumah dan memilih kendaraan umum saat Anda bepergian di kota ini merupakan pilihan bijak. Kota Manado tanpa kemacetan lalu lintas serta minim polusi menuntut kontribusi konkret dari setiap warganya.*

Tribun Manado, Jumat 15 Maret 2012 halaman 10

Jalan-Jalan ke Sumba

Pasola di Sumba Barat
PULAU Sumba di Nusa Tenggara Timur terdiri dari empat kabupaten yaitu Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Timur. Namun, dari keempat kabupaten ini, pariwisata paling berkembang di Sumba Barat. Pasalnya, Sumba Barat memiliki agenda wisata tahunan yang sudah dikenal di mancanegara yaitu Festival Pasola.

Festival Pasola menjadi incaran turis asing dan turis domestik, terutama para fotografer dan pecinta wisata budaya. Festival tahunan tersebut menampilkan adu ketangkasan antar kampung dengan menunggang kuda sambil melempar lembing ke lawan sampai lawan berdarah.

Perayaan ini sebenarnya untuk menyambut masa panen dan memprediksi hasil panen. Semakin banyak darah peserta yang keluar saat Pasola, masyarakat setempat percaya hal itu berarti hasil panen berlimpah.

Jika Anda tertarik melihat Festival Pasola atau sekadar berwisata ke Sumba Barat, berikut tips yang perlu Anda ketahui sebelum merencanakan berlibur ke Pulau Sumba.

Transportasi menuju Sumba Barat. Cara termudah adalah dengan naik pesawat ke Bali atau ke Kupang. Kemudian dilanjutkan penerbangan menuju Bandara Tambolaka di Sumba Barat Daya.

Cara lain adalah dengan melalui jalur darat. Jika Anda dari Indonesia bagian barat, bisa naik bus sampai ke Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Kemudian lanjutkan dengan feri dari Pelabuhan Sape menuju Pelabuhan Waikelo di Sumba Barat Daya.

Setelah sampai di Sumba Barat Daya, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Sumba Barat melalui jalur darat. Anda bisa menyewa mobil, naik bus, atau travel.

Sewa mobil mulai dari Rp 500.000 sudah termasuk bensin dan sopir, serta bisa digunakan untuk berkeliling. Sedangkan naik travel (menggunakan mobil APV, Kijang, atau Panther) sekitar Rp 50.000.

Naik bus dari Sumba Barat Daya di kisaran tarif tidak sampai Rp 10.000. Pilihan lain adalah naik motor ojek. Dari Sumba Barat Daya kurang dari satu jam dengan motor menuju Waikabubak, ibu kota Sumba Barat.

Alternatif lain menuju Sumba Barat adalah melalui Sumba Timur. Di Sumba Timur terdapat Bandara Mauhau. Ambil jalur ini, jika Anda datang dari Kupang. Kisaran harga untuk travel dan sewa mobil sama dengan dari Sumba Barat Daya. Sementara bus, harganya lebih mahal yaitu sekitar Rp 25.000 karena jaraknya lebih jauh.

Waktu tempuh dari Sumba Barat Daya ke Sumba Barat sekitar satu jam dengan mobil. Sedangkan dari Sumba Timur bisa mencapai tiga jam.

Transportasi di Sumba Barat. Motor ojek mudah Anda dapatkan di Sumba Barat. Cari saja di sepanjang jalan atau dekat pasar. Bisa juga minta bantuan pihak hotel.

Cara paling mudah adalah menyewa mobil lengkap dengan sopir. Harga sekitar Rp 500.000 per hari, sudah termasuk bensin. Ada pula bemo lintas kecamatan. Jika Anda ingin naik bemo untuk berkeliling, bisa mencarinya di terminal dekat Pasar Inpres Waikabu.

Carilah bemo dengan rute yang Anda inginkan. Namun, bemo di setiap rute berjumlah sedikit. Sehingga bemo baru jalan setelah penuh. Bersiap desak-desakan karena jika penuh, penumpang bisa naik sampai ke atas bemo. Serunya, bemo di Sumba seperti di Kupang, full music.

Akomodasi. Di Sumba Barat hanya ada hotel-hotel melati. Sebagian besar berada di Waikabubak. Pilihan hotel yang direkomendasi adalah Hotel Aloha dan Hotel Karanu di Jalan Sudirman. Ada pula Hotel Pelita di Jalan Ahmad Yani. Lalu Monalisa Cottages di Jalan Raya Waikabubak dan Hotel Manandang di Jalan Pemuda.

Dua hotel yang disebut terakhir memiliki fasilitas AC di kamar. Memang, hotel-hotel melati di Sumba Barat rata-rata berkipas angin. Sementara kamar mandi berupa bak mandi, tanpa shower, dan tidak menyediakan air panas. Rata-rata tarif kamar hotel-hotel melati ini di atas Rp 200.000 (non AC) dan di atas Rp 300.000 (AC).

Ada juga hotel berbintang berkonsep resor seperti Nihi Watu Resort dan Sumba Nautil Resort. Harganya tentu saja jauh lebih mahal, yaitu Rp 1-12 juta. Alternatif lain adalah homestay di tepi pantai seperti Pantai Rua. Atau, menginap di rumah tradisional di beberapa kampung adat.

Kuliner. Jika wisata kuliner yang Anda incar, maka Sumba Barat bukanlah tempatnya. Di Sumba Barat sangat susah mencari warung atau rumah makan yang menjual makanan khas Nusa Tenggara Timur.

Makanan khas Sumba Barat tipikal menu sederhana seperti tumis bunga pepaya, ikan asin, atau ikan bakar. Untuk merasakan menu-menu ini, Anda bisa minta pihak hotel melati tempat Anda menginap untuk memasaknya. Biasanya beberapa hotel melati menjual menu makan siang maupun makan malam, namun baru dimasak jika ada tamu yang pesan.

Cara khas lainnya adalah membeli ikan segar di pasar dan membakarnya sendiri di tepi pantai. Sementara warung-warung yang mudah ditemukan adalah rumah makan Padang, warung bakso, warung sate, dan masakan khas Jawa. Sebagian besar warung makan, juga toko-toko dan pom bensin tutup sebelum jam 9 malam.

Oleh-oleh. Toko suvenir masih jarang di Sumba Barat, hanya ada satu toko di Waikabubak. Namun, mudah saja berbelanja oleh-oleh di Sumba Barat. Anda cukup mendatangi pasar atau kampung adat. Di pasar dan beberapa kampung adat, menjual aneka kain tenun khas Sumba. Kain tenun menjadi produk oleh-oleh paling digemari. Kain tenun di kisaran harga Rp 20.000 sampai jutaan, tergantung besarnya kain.

Selain itu, Anda bisa membeli aneka kerajinan tangan khas Sumba seperti patung dari tanduk atau tulang kerbau sampai parang khas Sumba. Atau, gelang dari tanaman pisang serta aneka kalung.

Banyak juga penjual kain dan kerajinan tangan yang menjajakan dagangannya secara keliling. Mereka mudah ditemui di pinggir jalan. Banyak juga yang mampir ke hotel-hotel untuk menjajakan dagangan langsung ke tamu hotel.

Saat membeli, jangan lupa menawar dengan sopan. Namun, tawarlah jika memang Anda berniat membeli.

ATM. Ada tiga ATM (anjungan tunai mandiri) di Sumba Barat yaitu BNI, BRI, dan Bank NTT. Ketiganya berada di Waikabubak. ATM ini dilengkapi fasilitas untuk digunakan sebagai ATM bersama.

Internet dan Telepon Genggam. Akses internet hanya bisa didapat di warung internet. Sementara hotel-hotel tidak menyediakan akses internet kecuali di dua hotel berbintang yang ada di daerah ini.

Warung internet (warnet) di Sumba hanya ada sekitar empat. Dua yang terkenal adalah warnet Micronet di Jalan Ahmad Yani dan warnet di kantor Telkom. Harga per jam warnet di Jalan Ahmad Yani adalah Rp 6.000.

Akses internet di Micronet lumayan cepat, hanya saja di hari Minggu buka tidak sampai malam. Sementara warung internet di kantor Telkom tutup di hari Minggu. Di alun-alun kota atau lapangan sepak bola di Waikabubak tersedia Wifi gratis yang difasilitasi pemerintah setempat. Namun sinyalnya lemah.

Sementara untuk telepon genggam, hanya ada satu operator di Sumba Barat yaitu Telkomsel. Sinyal untuk koneksi internet meplalui telepon genggam tidak terlalu baik. Banyak titik di Sumba Barat juga masih blank spot alias titik tanpa sinyal telepon genggam.

Listrik. Sebagian besar Sumba Barat sudah dialiri listrik. Namun pasokan listrik di Pulau Sumba masih kecil. Jadi tak perlu heran jika mati lampu sering terjadi. Beberapa tempat seperti hotel memiliki genset yang akan nyala di saat mati lampu.

Malaria dan Rumah Sakit. Salah satu saran mengenai kesehatan saat mengunjungi Pulau Sumba maupun daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur adalah minum pil kina sebelum datang ke daerah-daerah ini.

Malaria masih ada di Sumba Barat, walau kasus malaria yang terjadi tidak sebanyak dulu. Sebaiknya sediakan lotion anti nyamuk dan sering-seringlah oleskan ke tubuh. Rumah sakit terdapat di Waikabubak, depan alun-alun kota.

Obyek wisata. Sumba Barat cocok untuk wisata budaya. Anda bisa mampir ke desa adat yang memang menjadi daya tarik wisata di kabupaten ini. Seperti Kampung Tarung, Kampung Waigali, dan Kampung Ubeli.

Selain Festival Pasola, ada juga ritual budaya lainnya yang patut Anda lihat. Misalnya pada Wulla Poddu di bulan Oktober atau November, ada banyak ritual adat yang berlangsung di kampung-kampung adat.

Selain itu, obyek wisata lainnya adalah situs-situs megalitik dan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Wisata pantai juga menjadi andalan Sumba, terutama untuk penggemar selancar. Sumba memiliki beberapa pantai yang cantik, seperti pantai Binatu, pantai Pahar, pantai Ngadu Bolu, dan lainnya. Akses menuju beberapa pantai sudah bagus. Namun, fasilitas di pantai minim.
Sumber: Kompas.Com

Perempuanku "Eva" Yang Gila

Drama Satu Babak Oleh Prisco Virgo



01. HIEREUS

Eva, Eva! Aku telah menangkap jejakmu di atas tangisan ini.

Kini engkau boleh berteriak tentang pintu taman yang dipagari nyala dan pedang.

Kini engkau boleh merintih karena lukamu sendiri pedih.

Tetapi "bayi" yang tengah kita pertengkarkan ini

akan mempermalukan dirimu sendiri.

Eva, semuanya telah terbelah!

02. GUERILLA

Sejak kapan engkau menghukum aku sebagai Eva?

Dan sejak kapan engkau menemukan aku dalam keadaan berpeluh air mata?

Aku belum pernah menangis selama hidup.

Air mata tidak pernah menyelesaikan persoalan.

Apalagi di dunia manusia ini, menangis itu pura-pura.



03. HIEREUS

Aku kira sejak perkelahian kita yang terakhir, kau harus kusebut demikian.

Sedangkan "bayi" kita itulah tangisanmu yang pertama.

Aku harap engkau tidak menipu diri, sebab itu berarti bencana.



04. GUERILLA


Hatiku akan selalu tertusuk bila engkau terus menerus kembali

ke kata "Bencana" itu. Sudah kukatakan padamu, bukan?

Aku tidak mau supaya kaumku menderita seterusnya.

Menderita oleh "penjara purba" yang telah meracuni kepalamu

dan kaummu, kaum borjuis, lintah darat. Aku telah berjuang.

Aku telah memasang dadaku sebagai tebusan terakhir.

Hargailah korbanku.



05. HIEREUS

Engkau boleh berjuang, bahkan boleh bersumpah untuk minum darahmu sendiri.

Tapi kodrat tidak mungkin engkau perjuangkan.

Kodrat tidak mungkin engkau telan begitu saja.

Aku harap engkau lebih tidak tertusuk lagi, bila aku harus menyebut kodratmu

sebagai bencana alam paling dahsyat dalam kehidupan ini.



06. GUERILLA

Bukan kodrat. Bukan pula takdir.

Tapi penjara yang dilembagakan oleh ketidakadilan para

benalu yang menyebut diri Kelamin Pertama.

Maka betapa gilanya bila kau menyamakan privasi itu dengan bencana alam.



07. HIEREUS

Aku boleh gila. Namun supaya engkau tidak lupa:

Perempuan adalah bagiaan tak terpisahkan dari alam.

Bahkan perempuan adalah alam itu sendiri.

Maka seperti bencana alam, kodrat yang kau geser jadi

kekeliruan kaumku itu adalah kutuk.

Lalu ke mana kau harus melarikan kodratmu yang telah kau pisahkan dari alam?

Apakah kau tidak akan terbelah dalam dirimu sendiri?

Terbelah dalam diri sendiri adalah bencana dari segala bencana.

Kini kau harus menuding siapa? Kehidupan? Atau Allah?



08. GUERILLA

Perempuan ! Oh, perempuan .

Mengapa engkau harus begini terjepit?

Engkau terjepit karena rahimmu mengandung dan melahirkan kutuk?



09. HIEREUS


Engkau telah menyerah, Guerilla?



10. GUERILLA


Bencana alam sesungguhnya tidak harus disebut bencana, karena itu kodratnya? Gila!



11. HIEREUS

Jawab pertanyaanku!



12. GUERILLA


Lebih gila lagi bila bencana alam itu, harus dilihat sebagai kutukan dari Atas!

Karena itu kalau ia sampai merenggut nyawa manusia, itu haknya.

Suatu hak yang benar-benar asali.

Bukti yang paling nyata, alam tidak pernah mengeluh karena dirinya dirusak oleh manusia.

Maka harus juga sebaliknya, manusia jangan pernah mengeluh, alam merusak diri manusia.

Dan sesungguhnya inilah arti kodrat yang sah dan pasti.

Jadi sebetulnya tidak ada pengertian "saling merusak".

Yang ada hanya "berada seperti apa adanya".

Pengertian yang terakhir ini mengandung inti alam semesta: "Saling Mencintai".

Nah, bila keberadaan perempuan sebagai kodrat

yang tak terpisahkan dari kodrat alam, maka ia harus tidak

dinomor-duakan. Apalagi harus dipojokkan sebagai bencana, sebagai kutuk.

Kaum lelaki harus menyadari hal "berada seperti apa adanya".

Tidak ada nomor satu. Tidak ada nomor dua.

Ya, ya .aku harus berjuang sampai mati.



13. HIEREUS

Guerilla, jawab pertanyaanku: Engkau menyerah?



14. GUERILLA


Oh, alam. Oh, rahim kehidupan!

Nafas yang membela hak dan kedudukanku.

Kerinduan meluluhkan penjara purba di batok kepala setiap lelaki.



15. HIEREUS

Guerilla gila!



16. GUERILLA


Wahai, sang Alam Yang Sejati!

Jadilah hakim di antara kami:

Siapa yang sesungguhnya kelamin kedua itu?

Perempuan dan lelaki itu perkelahian atau kehidupan?



17. HIEREUS

Guerilla, kegilaan seperti itu tidak pada tempatnya. Alam tidak akan

memperdulikan teriakanmu karena ia telah ditaklukkan kaum lelaki.

Ia telah pekak!



18. GUERILLA


Ha, kau Hiereus? Penjajah!

Allah sendiri tidak pernah berkata begitu.

Aku telah berkelahi untuk kaumku.

Intinya hanya satu : "Saling Mencintai", sebab sebelum perempuan,

rahim hanya ada pada Sang Kehidupan yang melahirkan semesta dan samudra.

Sebelum perempuan, lelaki itu hanya onggokan kerinduan tak bermakna.



19. HIEREUS


Siapakah yang mengajarkan kelancangan itu kepadamu?



20. GUERILLA


Tanyakan pada dirimu. Bukankah alam adalah perempuan? Ya, ya!

Ia adalah jalan pertama tanpa rintisan.

Ia adalah nafas pertama tanpa angin yang muram.

Ia adalah kecemasan yang melahirkan harapan.

Ia adalah padang tandus yang menyembunyikan kesuburan.

Ia, batu kali berlumut yang menyelimuti permata.

Ia, air bening yang menghidupi sisi tak terselami.

Ia, menara perak yang menopang senja yang ketakutan.

Ia, rahim perempuan yang senantiasa menggetarkan hidup.

Ia, kehidupan itu sendiri.



21. HIEREUS

Mengigau! Gila! Allah akan murka!



22. GUERILLA

Penipu! Mengklaim Allah tanpa alasan seperti itu adalah kebejatan.

Aku tahu: Allah tidak pernah menghukum perempuan sepedih

yang kurasakan selam ini dari seorang lelaki.

Allah itu Maha Rahim, bukan penghukum.

Allah itu kekekalan, bukan hukum yang harus diperjuangkan.

Allah itu Maha Cinta, bukan kealpaan yang harus disadarkan.

Tentang Allah kita tidak perlu berkelahi, Hiereus!



23. HIEREUS

Siapa yang mengajakmu berkelahi tentang Allah, Guerilla?

Aku hanya mau menyadarkan dirimu akan pemberontakanmu terhadap takdir itu.



24. GUERILLA


Tidak ada takdir dalam perkara ini. Yang ada hanya

keberadaan perempuan yang harus diakui dan dihormati.

Dihargai, di tempatkan pada posisinya yang sah. Engkau dengar?

Perempuan adalah humus bumi yang menyuburkan tanpa menuntut balas.

Perempuan adalah sungai yang tidak pernah bosan

dalam kebisuannya mendengarkan.

Perempuan adalah induk pelikan yang memberi

darahnya sampai habis bagi anak-anaknya yang kehausan.

Perempuan adalah keturunan samudra yang pandai mengekang nafsu dan amarah.

Perempuan adalah kepingan hati yang menimbun kepercayaan.

Perempuan bukan hamba lelaki.

Perempuan bukan budak yang setia.



25. HIEREUS

Ironi purba yang dungu. Ketololan yang tidak perlu dipuji.

Analogi yang tidak patut, Guerilla.



26. GUERILLA


Bukan ironi. Bukan ketololan, tapi Kebebasan.



27. HIEREUS

Kebebasan apa yang kau maksudkan?



28. GUERILLA

Kebebasan Ciptaan, tentu!



29. HIEREUS

Awal suatu kehancuran. Memuja kebebasan sebagai batas terakhir

adalah suatu bentuk ateisme yang mencelakakan.

Hati-hati, Guerilla.

Jangan sampai kau terjerumus kedalam kelaknatan yang

tidak bisa dipertanggungjawabkan.



30. GUERILLA


Kebebasan kaum ateis yang menghancurkan itu adalah kebebasan yang

tidak bertanggungjawab. Sebab kebebasan yang mereka anut

adalah kebebasan yang dipaksakan untuk meniadakan Tuhan.

Mereka berpikir dan merasa bahwa manusia hanya akan betul-betul

bebas tanpa Tuhan. Karena itu supaya manusia bebas,

Tuhan harus disangkal. Bahkan ditiadakan. Sedangkan Kebebasan yang

kumaksudkan adalah Kebebasan Ciptaan yang mengambil Kebebasan

Tuhan sebagai dasar dan prinsip. Maka jelas, ia berada

di bawah pengawasanNya. Tuhan bebas menciptakan alam,

bebas menciptakan manusia, lalu kepada manusia dianugerahkan

suatu atribut khusus: Intelek dan Kehendak agar manusia

sanggup memilih jalan hidupnya dan bebas bertindak sesuai kodratnya.

Dan bila manusia sungguh menggunakan kebebasan

yang dianugerahkan itu, ia memuliakan Allah. Manusia baru akan

hancur bila ia bertindak sebaliknya. Untuk itulah aku berjuang.

Kaum perempuan harus bebas sesuai kodratnya. Kodrat bukan

hanya monopoli kaum lelaki. Kodrat perempuan adalah kebebasan

yang dianugerahkan Pencipta. Karena itu lembaga borjuis,

lembaga yang memperbudak perempuan, yang dibangun kaum lelaki

selama ini, harus dihancurkan.



31. HIEREUS

Kau benar-benar gorila jaman modern yang patut dipatahkan taringnya!

Bila tidak, dunia lelaki bisa sekarat. Balik diperkosa kaum perempuan .



32. GUERILLA


Tidak meleset. Memang akulah gorila yang kau maksudkan itu.

Ayahku sendiri memberi aku nama "Guerilla", karena memang

sejak kecil aku telah dikenal sebagi "pemberontak" yang ganas

melebihi gorila betina. Sampai mati, ayah tetap musuh pertamaku yang paling kejam

dan menakutkan. Bila aku harus jujur, aku seorang pembenci lelaki.

Bukan saja karena trauma yang telah dibangun ayah dalam sanubariku ini,

tapi kenyataan demi kanyataan pahit yang kutelan selama ini,

lebih meyakinkan aku bahwa kaum lelaki sering bertindak lebih

sebagai "neraka" bagi kaum perempuan.

Kodrat perempuan ramai-ramai diperkosa,

lalu diperjualbelikan. Tidak! Aku tidak sudi!



33. HIEREUS

Jangan keliru, Guerilla. Lembaga itu justru dibangun sendiri oleh "EVA",

leluhurmu sejak di taman Eden. Biang itulah yang patut kau sesali.

Sebagai anak Adam yang terpaksa tenggelam

ke dalam perbuatan itu, kami hanya membela diri.

Suatu mekanisme yang luhur dan suci, bukan pemerkosaan.

Kau harus menyadari hal yang satu ini.

Bila tidak perjuanganmu akan sia-sia dan bahkan mengerikan.

Hidup kaummu lalu jadi tak bermakna, menjadi suatu hasrat yang kosong,

kegairahan yang tak berguna. Ya, nihil dan absurd!



34. GUERILLA

Matamu akan terbuka kini, sebab pembelaanmu itu berangkat

dari kelalaian Adam yang tidak bisa ditolerir. Sikap Adam yang

sengaja "membiarkan " Eva terjerumus itulah biang kebusukan hati lelaki.

Sebagai par yang setia, berpredikat pelindung dan pembela

seperti yang biasanya dibanggakan kaum lelaki, Adam seharusnya tidak

sampai kedodoran kesadaran untuk selalu mendampingi Eva.

Mengapa ia sampai begitu ingat diri dan hanya berani mempersalahkan

Eva ketika keadaan tidak bisa diselamatkan lagi? Di mana letak

kejantanan Adam dalam hal ini? Apakah ini bukan suatu

ketololan, martabat yang benar-benar rendah?



35. HIEREUS

Alasanmu masuk akal. Tapi kau harus ingat. Hukuman menyusul

kepada Eva bunyinya demikian : "Susah payah waktu mengandung

akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan

melahirkan anakmu; namun engkau akan birahi kepada suamimu,

dan ia akan berkuasa atasmu". Kau dengar? Ia akan berkuasa atasmu!



36. GUERILLA

Di situlah letak kelemahan penulis Kitab Suci!



37. HIEREUS

Guerilla !



38. GUERILLA

Mungkin penulis itu seorang lelaki, dan pasti ia seorang lelaki,

maka ia cenderung me-maskulin-kan Allah dan memojokkan Eva.

Seandainya ia seorang perempuan, tentu akan lain sekali redaksinya.

Siapa tahu!



39. HIEREUS

Guerilla, kau benar-benar telah menjadi seorang oknum heresis.



40. GUERILLA


Bukan heresis, tapi pemberontak. Seorang revolusioner sejati.



41. HIEREUS

Heresis karena memberontak. Bidaah karena menjadi

perempuan revolusioner yang tidak memperhitungkan batas-batas.

Revolusi buta.



42. GUERILLA


Untuk itulah aku dilahirkan. "Dia" itulah keberadaanku, nafasku,

jantung dan darahku yang panas menyala. Tidak ada siapa-siapa

di dunia yang berhak melarangku menganut pendirian ini. Ini hakku.

Ini kebebasanku. Ini kodratku.



43. HIEREUS


Engkau harus dihukum !



44. GUERILLA

Aku telah menghukum diriku sendiri. Dan hukuman yang telah

kupilih ini akan kubawa sendiri nanti kehadapan Hakim Yang Maha

Adil, karena aku tahu Dia itu bukan hanya Allah untuk kaum lelaki,

tetapi juga Penegak Hukum untuk kaum Perempuan. Dia itu Takaran

Maha Sempurna yang tidak mungkin kutemukan di dunia ini. Karena

itu perkelahian kita ini harus sampai ke sana. Sebab mustahil selesai di sini.



45. HIEREUS

Kau gorila yang tidak mungkin ditundukkan. Namun aku masih

menyimpan sebuah senjata untukmu: "Bayi" kita itulah kekalahanmu.



46. GUERILLA


Kau tetap keliru, Hiereus. Aku hanya terperangkap penjara

purba yang kau paksakan dari luar jangkauan kemampuanku.

Oleh sebab itu kebebasan yang sedang kuperjuangkan ini

telah menyuruhku untuk mengembalikan "permata tak berdosa"

itu ke alam, ke rahimnya yang asli. Di sana ia akan diasuh untuk

menjadi saksi pergulatanku ini. Sedangkan diriku bagimu

sesungguhnya tak pernah ada, karena aku cumalah angin yang pernah

singgah dan mengaso di otakmu.



47. HIEREUS

Guerilla, kau betul-betul seorang perempuan yang keras kepala.

Kau Evaku yang gila di tengah taman dunia yang sarat oleh obsesi dan kemuakan.

Aku tidak mengerti, tapi aku yakin: "Tuhan tahu, pikiran manusia sia-sia belaka!"



****



Catatan:

Drama berbentuk Solilokui (dialog batin) ini diinspirir oleh Le Deuxiemesexe,

Jenis Kelamin Yang Kedua, judul sebuah buku yang ditulis Simone de Beauvoir,

filsuf perempuan Perancis, karib sekaligus rival dari sang Eksistensialis J.P.Sartre. Sumber Prisco Virgo

Tanggal Istimewa 29 Februari

HARI Rabu (29/2/2012), merupakan hari istimewa dalam penanggalan Masehi. Keistimewaan itu terletak pada tanggalnya, 29 Februari. Tanggal ini hanya muncul satu kali dalam rentang empat tahun atau delapan tahun. Ini menandakan tahun 2012 adalah tahun kabisat.

Cikal bakal kalender Masehi yang digunakan saat ini berasal dari kalender Julian yang diperkenalkan sejak masa Julius Caesar pada tahun 46 sebelum Masehi atas bantuan astronom asal Aleksandria, Sosigenes.

Dalam kalender Julian, satu tahun didefinsikan sebagai waktu yang diperlukan Bumi untuk mengelilingi Matahari, yaitu selama 365,25 hari. Karena sulit dan tidak praktis mengubah tahun pada seperempat hari, maka satu tahun dibulatkan menjadi 365 hari.

”Tahun yang memiliki jumlah 365 hari disebut tahun basit atau tahun pendek,” kata ahli kalender dari Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, Selasa (28/2/2012).

Sisa 0,25 hari digabung menjadi satu hari penuh yang ditambahkan pada Februari tahun keempat. Itulah sebabnya Februari yang biasanya hanya memiliki 28 hari setiap empat tahun menjadi 29 hari.

Penambahan satu hari pada tahun keempat inilah yang kemudian membuat setiap angka tahun yang habis dibagi empat disebut tahun kabisat atau tahun panjang karena memiliki 366 hari.

Tidak tepat

Ternyata waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari tidak tepat 365,25 hari atau 365 hari 6 jam seperti yang ditetapkan dalam kalender Julian. Waktu yang tepat adalah 365,242199 hari atau 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik.

”Astronom pada masa itu belum bisa menentukan waktu revolusi Bumi hingga detail,” ujar Moedji.

Waktu Bumi mengelilingi Matahari ini didasarkan atas waktu yang ditempuh Matahari seolah-olah mengelilingi Bumi dari titik Aries hingga kembali ke titik Aries lagi. Ini disebut sebagai satu tahun tropis.

Matahari berada di titik Aries ditetapkan terjadi pada 21 Maret. Tanggal ini menjadi tanda datangnya musim semi di belahan Bumi utara atau tibanya musim gugur di belahan Bumi selatan.

Penghitungan yang tidak tepat ini membuat setiap satu tahun terjadi kekurangan 11 menit 14 detik. Dalam jangka pendek, kekurangan ini tidak menimbulkan masalah pada kalender yang digunakan. Namun, jika kalender digunakan hingga ribuan tahun, kekurangan ini menjadi sangat terasa.

Dalam 1.000 tahun, hari bergerak 7,8 hari lebih cepat dibandingkan semestinya. Ini ditandai dengan lebih cepatnya Matahari tiba di titik Aries dari hasil penghitungan dibandingkan kondisi sebenarnya.

Hal lain yang dirasakan akibat ketidaktepatan ini adalah musim semi yang datang lebih awal dari 21 Maret sesuai ketetapan.

Majunya waktu ini juga memengaruhi berbagai kegiatan keagamaan yang tidak tepat, seperti dalam penentuan hari raya keagamaan yang memiliki aturan khusus. Ini sangat bertentangan dengan tujuan dibuatnya kalender, yaitu untuk menentukan waktu dilaksanakannya berbagai kegiatan keagamaan dan penanda musim.

Reformasi

Kondisi ini membuat Paus Gregorius XIII pada 1582 Masehi membarui kalender Julian. Ketentuan tahun kabisat tidak hanya angka tahun yang habis dibagi 4, tetapi juga harus habis dibagi 400 untuk tahun abad (tahun yang merupakan kelipatan angka 100).

Ini membuat tahun 1800 atau 1900 yang dalam kalender Julian disebut tahun kabisat setelah ketentuan baru ini tidak lagi disebut tahun kabisat. Namun, tahun 1600 dan 2000 masih disebut tahun kabisat.

Ini akan membuat orang yang lahir pada 29 Februari, perayaan ulang tahunnya tidak hanya akan jatuh tepat empat tahun sekali, tetapi bisa juga delapan tahun sekali, seperti antara 29 Februari 2096 dan 29 Februari 2104. Hal ini karena tahun 2100 bukan tahun kabisat.

Reformasi ini berhasil mengurangi kesalahan penghitungan kumulatif hari. ”Jika dalam kalender Julian terjadi kesalahan 78 hari dalam 10.000 tahun, setelah direformasi kesalahannya tinggal 3 hari dalam 10.000 tahun,” ungkap Moedji.

Selain mengeluarkan aturan baru tahun kabisat, Paus Gregorius XIII juga memotong 10 hari pada Oktober 1582. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kalender agar bersesuaian kembali dengan musim yang terjadi.

Pemotongan ini membuat tanggal 4 Oktober 1582 langsung dilanjutkan dengan tanggal 15 Oktober 1582. Artinya, dalam sejarah kalender Masehi, tidak pernah ada tanggal 5 Oktober sampai 14 Oktober 1582.

Penghapusan ini mirip dengan yang dilakukan Pemerintah Samoa dan Tokelau di Pasifik Selatan yang menghapus tanggal 30 Desember 2011 untuk menyesuaikan dengan waktu di Selandia Baru dan Australia. Penghapusan ini membuat 29 Desember di negara itu langsung dilanjutkan dengan tanggal 31 Desember 2011.

Pembaruan yang dilakukan Paus Gregorius XIII ini membuat sistem penanggalan ini dinamakan kalender Gregorian. Meski demikian, sistem ini tidak langsung diterapkan di semua negara. Rusia, China, Yunani, ataupun Turki baru mengakomodasi kalander ini pada awal abad ke-20.

Belum pas

Meski sudah dikoreksi, kalender Gregorian masih mengandung salah, yaitu tiga hari dalam 10.000 tahun. Kesalahan ini terjadi karena dalam satu tahun kalender Gregorian jumlah harinya masih 365,2425 hari. Ini berbeda sedikit dengan waktu dalam satu tahun tropis yang mencapai 365,242199 hari.

Ketidaktepatan ini disebabkan adanya gerak presesi atau gerak sumbu rotasi Bumi sembari mengelilingi Matahari. Gerak presesi membuat posisi titik Aries bergeser 50,2 detik busur per tahun ke arah barat dari koordinat langit.

”Untuk membuat kalender dengan jumlah hari yang tepat dengan satu tahun tropis tidaklah mudah. Banyak hal yang harus diperhatikan, baik dari sisi kepraktisan kalender untuk digunakan maupun idealisme sistem kalender itu sendiri,” kata Moedji (M Zaid Wahyudi).

Sumber: Kompas.Com, 29 Februari 2012

Uskup Sensi: Dengar Dulu Apa Kata Umat

Ukup Sensi Potokota
HARI Minggu, 23 April 2006, Romo Vincentius Sensi Potokota, Pr ditahbiskan menjadi Uskup Maumere. Pengumuman untuk gembala umat di Maumere itu dikeluarkan Tahta Suci Vatikan pada tanggal 1 Desember 2005. Tanggal 9 Maret 2006, umat Ende mengantar Romo Sensi yang selama ini bertugas di Keuskupan Agung Ende ke Maumere dan disambut hangat umat di Maumere. Bagaimana Romo Sensi menyikapi penugasan Vatikan ini dan apa yang akan dibuatnya setelah menempati Istana Keuskupan Maumere, ikuti perbincangan Pos Kupang dengan Romo Sensi, Jumat, 24 Maret 2006.

Bagaimana perasaan Romo ketika diumumkan sebagai Uskup Maumere yang pertama?

Terus terang, sebagai seorang imam saya tidak pernah berpikir tentang penugasan (sebagai uskup). Saya juga tidak pernah mengharapkan posisi ini. Saya tahu betul ini tantangan yang amat berat. Tetapi sebagai imam saya harus siap untuk menjalani tugas apa saja.

Apa yang Romo akan lakukan untuk Keuskupan Maumere? 

Saya akan berusaha menjadi uskup yang mendengarkan umat lebih dahulu. Apa kemauan umat, meskipun ada ide atau gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah tetapi yang terlebih dulu adalah kemauan umat sehingga apa yang dihasilkan itu bukan keinginan dan konsep saya, tetapi keinginan umat. Saya tidak ingin berjalan duluan, tetapi berjalan bersama dengan umat dan berjalan bersama dengan para rekan saya. Saya belum berani bicara banyak mengenai program karena tidak ingin mendahului umat. Sesuai dengan hasil sidang di Bogor beberapa waktu lalu, kita sesuaikan dengan kekhasan masing masing keuskupan. Kelompok Umat Basis adalah program yang akan dipertahankan, dilaksanakan dan difokuskan. Umat akan menjadi subyek pastoral.

Apakah setelah Keuskupan Maumere berdiri, lalu akan memisahkan diri dengan keuskupan induk, yakni Keuskupan Agung Ende?


Kehadiran Keuskupan Maumere bukan berarti terlepas dari Keuskupan Agung Ende, meskipun Keuskupan Maumere memiliki otonomi. Keuskupan Maumere akan tetap berjalan bersama dengan Keuskupan Agung Ende. Dengan kehadiran keuskupan ini bukan berarti berjalan sendiri dan lebih bijaksana kalau pada tahun-tahun awal ini berjalan bersama dengan keuskupan induk. Paling tidak untuk lima tahun ke depan.

Adakah kemungkinan untuk pembentukan paroki baru di Keuskupan Maumere?
 
 Saat ini sementara dipersiapkan pemekaran dari beberapa paroki di Maumere misalnya di Misir, Bolawolon. Tetapi semuanya itu harus digodok dalam forum para pastor karena yang tahu pasti mengenai kebutuhan umat di paroki adalah para pastor karena mereka yang langsung melayani umat. Setelah digodok lebih dulu baru diajukan ke Dewan Keuskupan. Saat ini ada 33 paroki. Meskipun ada inisiatif untuk pemekaran tetapi harus diproses dalam forum para pastor lebih dulu.

Mengenai perangkat dasar untuk pastoral Keuskupan Maumere, apakah akan sama dengan keuskupan induk ataukah akan berbeda?


Kemungkinan perangkatnya sama dengan Keuskupan Agung Ende, tetapi untuk itu membicarakan perangkat dasar itu baru bisa dilakukan setelah pentahbisan. Setelah itu baru kita duduk bersama dan membicarakan dengan melihat kebutuhan yang ada. Sedangkan mengenai orang atau personilnya otomatis yang berada di wilayah keuskupan ini. Perangkat sudah ada tetapi diperluas seperti jaring laba-laba sehingga sampai ke tingkat paroki.
 
 Apakah Kevikepan Maumere masih tetap dipertahankan?

Tentu saja kevikepan masih ada karena itu sesuai dengan struktur hirarki gereja. Besar kemungkinan akan ada dua kevikepan. Seperti dulu, sekurang-kurangnya ada dua kevikepan, yakni Kevikepan Maumere Barat dan Maumere Timur. Hal ini untuk memudahkan koordinasi kerja, tidak sekadar untuk memenuhi syarat organisatoris tetapi lebih pada koordinasi.

Hingga saat ini, apakah sudah ada masukan-masukan dari umat untuk program atau rencana awal Keuskupan Maumere?

Sampai saat ini belum ada masukan secara formal, tetapi ada satu dua pendapat yang disampaikan dan saya setuju dengan pendapat itu untuk mengingatkan saya jangan memulai dengan hal-hal yang terlalu struktural, untuk pembangunan fisik, misalnya bangun istana keuskupan dan katedral. Tetapi mulai lebih dulu dengan pelayan atau penggembalaan umat. Saya sangat setuju dengan usul itu. Bukan berarti pembangunan fisik itu tidak penting, tetapi hal itu bukan prioritas. Pembangunan katedral dan istana keuskupan adalah hal yang dibutuhkan, tetapi tidak harus langsung memulainya dengan pembangunan fisik seperti itu karena pembangunan itu merupakan program jangka panjang. Saya ingin mulai dengan pelayanan dan lebih sering untuk langsung menyapa dan bertemu dengan umat sehingga bisa tanggap terhadap kebutuhan umat, bisa berbagi dengan umat ketika umat membutuhkan, karena itulah perangkat pastoral harus ada pada komunitas basis. Saya ingin umat merasa punya seorang gembala dan bisa merasa dekat dengan gembalanya.

Mengenai kerukuman antar umat beragama di Kabupaten Sikka, sejauh mana Romo melihatnya?


Saya sangat terkesan melihat kerukunan dan kerja sama para pemuka agama di wilayah ini pada saat penjemputan saya. Mereka hadir pada saat itu bukan hanya ingin menunjukkan muka, tetapi memiliki itikad yang sangat luhur, suatu bentuk ungkapan kesediaan untuk bekerja sama dan ini adalah modal untuk menggalang kebersamaan karena masyarakat di sini adalah masyarakat yang plural. Kerja sama dan kerukunan yang sudah dibina ini akan diteruskan dan ditingkatkan lagi. Baru-baru ini ada undangan dari gereja-gereja Kristen untuk adakan kegiatan oikumene dan saya langsung diajak untuk ikut kegiatan tersebut. Dan saya setuju ketika Vikep Maumere mengambil bagian dari kegiatan tersebut dan ini sebagai pernyataan kesediaan untuk bekerja sama. Saya melihat kita berhadapan dengan berbagai masalah kemanusiaan dan sudah ada titik temu yang enak untuk menggalang kerja sama antar umat beragama. Kita harus bersatu, tidak peduli agama apa, untuk menghadapi masalah kemanusiaan. Pemimpin agama harus bekerja sama, entah dalam bentuk seperti apa, karena disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan yang ada. Sekarang ini tantangan bagi umat sangat besar, apalagi tantangan bagi kaum muda.

Bagaimana bentuk pembinaan yang akan diterapkan sehingga kaum muda tetap teguh pada nilai-nilai agama?

Masalah ini juga dibicarakan pada saat Sidang Agung Gereja Katolik di Bogor, beberapa waktu lalu. Masalah kaum muda bukan masalah yang sepele. Sangat penting untuk memikirkan masa depan yang lebih baik bagi mereka dan untuk menangani problem orang muda harus ada yang lebih konkrit. Karena itu perlu komisi khusus kepemudaan dan untuk bentuknya disesuaikan dengan masing masing keuskupan. Kita akan cari kiat-kiat untuk merancang program pastoral untuk kaum muda. Karena sekarang ini semakin rawan dan itu bukan rahasia lagi. Perlu adanya pendampingan terhadap kaum remaja, kaum muda mulai dari pusat keuskupan atau mulai dari kota Maumere karena di sinilah tempat atau kantong generasi muda, anak-anak pelajar, mahasiswa dan para pemuda berkumpul di kota sehingga perlu dicari bentuk pelayanan yang bisa diterima pemuda. Bukan berarti melupakan paroki-paroki, tetapi itu konsekuensi karena mereka lebih banyak di kota. Kaum muda inilah yang membawa pengaruh, jika mereka kembali ke desa atau asal mereka. Karena itu perlu pendampingan yang intensif dan masalah ini adalah masalah yang urgen sehingga harus menjadi prioritas pastoral.

Syukur, Bakti, Harapan

(Perayaan 100 Tahun Karya SVD di Indonesia)

Oleh Dr. Paul Budi Kleden

HARI Kamis, 1 Maret 2012, di Lahurus, Atambua, diselenggarakan sebuah perayaan besar. Perayaan ini menandai permulaan tahun peringatan 100 tahun karya SVD (Societas Verbi Divini/Serikat Sabda Allah) di bumi Indonesia.

Tahun perayaan ini ditempatkan di bawah tema: syukur, bakti, harapan; bersyukur untuk semua yang telah dikerjakan Tuhan bagi dan melalui para misionaris SVD pun bagi umat melalui para misionaris tersebut; berbakti sebagai pernyataan tekad untuk meneruskan tanggungjawab pelayanan terhadap Tuhan dan sesama pada misi; harapan adalah nyala api yang mesti tetap dijaga untuk terus menatap dan melangkah ke depan apapun kesulitan yang tengah dihadapi.

Perayaan ini diadalah di Lahurus pada tanggal 1 Maret. Kenapa? Karena pada tanggal 1 Maret 1913 terjadi penyerahan dua stasi misi yang dari para Yesuit kepada para misionaris SVD. Kedua stasi tersebut adalah Atapupu dan Fialaran (Lahurus). Sejak itu, perlahan-lahan SVD mengutus para misionarisnya untuk berkarya di seluruh wilayah Sunda Kecil, kemudian pula Jawa, Kalimantan, Sumatera, Papua dan Ambon. 1 Maret 2013 barulah usia 100 tahun dicapai. Untuk memperingati peristiwa besar tersebut, dilaksanakan rangkaian kegiatan, yang dibuka setahun sebelumnya, 1 Maret 2012.

Peristiwa ini pantas dikenang, karena kedatangan dan karya para misionaris SVD ke Indonesia adalah hasil sebuah usaha panjang. Menurut penelitian Anton Camnahas untuk tesis S2-nya (The Process of Handing Over a Part of the Jesuit Mission in Indonesia to the Society of the Divine Word and the Erection of the Apostolic Prefecture of the Lesser Sunda Islands), sebenarnya pada tahun 1902 Arnold Janssen (1837-1909), pendiri SVD, pernah dianjurkan oleh seorang penasihatnya untuk mengirimkan misionaris untuk berkarya di tanah di Hindia Belanda. Ketika itu, Arnold Janssen menampik dengan alasan, belum waktunya.

Setelah tiga tahun, tampaknya Arnold Janssen berubah pikiran. Pada tanggal 27 Februari 1905 dia menulis surat dari Roma kepada rekan-rekannya di Steyl, Belanda, bahwa berdasarkan pembicaraannya dengan kardinal ketua Propaganda Fide, departemen di Vatikan yang bertanggungjawab untuk penyebaran iman Katolik di seluruh dunia, sudah saatnya SVD mempertimbangkan untuk berkarya di Pulau Jawa.

Bagi Arnold Janssen, pengiriman misionaris SVD ke Jawa dapat membantu meningkatkan popularitas tarekat ini di Belanda. Dengan ini, sebuah rumah pendidikan dan persiapan para misionaris SVD di Belanda pun dapat dimulai.
Penjajakan pengiriman misionaris kemudian ditangani secara lebih intensif oleh Nikolaus Blum, pengganti Arnold Janssen sebagai pemimpin umum SVD. Negosiasi dengan para Yesuit ini terutama didukung oleh masukan dari P. van den Hemel, seorang misionaris SVD di Papua New Guinea yang ditugaskan pemimpinnya untuk mempelajari teknik penanaman padi di Jawa. Pada tahapan pertama pembicaraan, wilayah yang mungkin dapat diserahkan para Yesuit kepada SVD adalah Sumatera, Sulawesi, Timor dan Flores. Namun, sebenarnya Nikolaus Blum sudah selalu melirikkan matanya pada kepulauan Sunda Kecil.

Salah satu peristiwa penting selama perundingan itu adalah kunjungan Mgr. Edmund Sybrand Luypen, SJ, vikaris apostolic Batavia, di Steyl, pusat SVD waktu itu, pada tanggal 6 September 1910. Ketika itu disepakati bahwa para misionaris SVD yang berkarya di Sunda Kecil, adalah pembantu dalam pelayanan vikaris Batavia dan karena itu berada di bawah otoritasnya.

Setelah mengadakan beberapa pendekatan informal melalui seorang pastor SVD di Roma kepada pemimpin Propaganda Fide, maka pertengahan Januari 1912 P. Nikolaus Blum mengirimkan permohonan resmi ke lembaga ini agar diperkenankan mengirimkan para misionarisnya berkarya di Indonesia di bawah pengaturan pastoral vikaris apostolic Batavia. Surat ini kemudian ditanggapi dengan sebuah dekret dari Propanda Fide pada tanggal 8 Februari 1912 yang menjalankan pelayanan missioner di kepulauan Sunda Kecil. Dengan ini, SVD mendapat penugasan resmi dari instansi tertinggi Gereja Katolik.
Namun, agaknya para Yesuit kurang puas dengan dekret ini, sebab dokumen ini menyebut seluruh wilayah kepulauan Sunda Kecil sebagai wilayah kerja SVD. Padahal, para Yesuit menghendaki agar Flores dikecualikan dari penyerahan ini. Pengecualian ini baru disebutkan secara eksplisit dalam dekret pembentukan Perfektur Sunda Kecil pada tanggal 16 September. Dalam dokumen terakhir ini Vatikan mendirikan Perfektur Sunda Kecil yang meliputi semua pulau di kepulauan Sunda Kecil, “dengan satu-satunya kecualian yakni pulau yang bernama Flores.” Setahun kemudian, pulau ini pun diserahkan kepada SVD.

Setelah dekret penugasan para misionaris SVD di kepulauan Sunda Kecil dikeluarkan 8 Februari 1912, orang SVD pertama yang tiba di Indonesia adalah P. Petrus Noyen. Dia seorang misionaris Belanda yang mempunyai minat besar untuk karya di Indonesia dan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Setelah tiba di Batavia pada tanggal 4 Januari 1913, dia meneruskan perjalanannya ke Timor dan menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di tanah Timor di Atapupu pada tanggal 20 Januari 1913, disambut oleh beberapa misionaris Yesuit.

Para misionaris Yesuit menunjukkan diri sebagai saudara yang baik bagi para misionaris baru SVD. Mereka menyiapkan umat untuk bersedia bekerjasama dengan para misionaris baru, dan mendampingi para misionaris tersebut dalam tahapan awal penyesuaian diri. Pada tanggal 10 Maret 1920, P. Antonius Ijsseldijk, misionaris terakhir Yesuit di kepulauan Sunda Kecil, meninggalkan Flores setelah hampir tujuh tahun berkarya di bawah otoritas Mgr. Noyen sebagai perfektur apostolik.

Mgr. Noyen, yang memindahkan pusat misi kepulauan Sunda kecil dari Lahurus ke Ndona, Ende, mempunyai visi yang jauh mengenai perkembangan Gereja di wilayah ini. Para misionaris yang datang bersama dan setelah dia pun mempunyai komitmen yang tinggi untuk membaktikan diri bagi pelayanan umat. Mereka menaiki bukit menuruni lembah, menyeberangi kali dan sungai serta mengarungi laut dan selat untuk mengunjungi umat. Tidak hanya untuk bercerita mengenai Tuhan yang baik, tetapi juga mencoba mengungkapkan kebaikan Tuhan itu melalui pelayanan serba ragam, entah pelayanan kesehatan kendati peralatan serba terbatas, pelayanan pendidikan dengan mendirikan sekolah dan pencetakan serta penyebaran buku bacaan. Mereka berusaha membangun komunikasi dan menjadi jembatan pelintas batas. Untuk maksud ini, karya kerasulan media menjadi amat penting. Untuk maksud ini, pemimpinan SVD di kepulauan Sunda Kecil pada tahun 1928 mengirim dua orang misionarnnya, P. Simon Buis dan P. Beltjens untuk mempelajari teknik pembuatan film di New York. Keduanya masih sempat magang di Hollywood.
Hasilnya, mereka memproduksi film Ra Rago dan Ana Woda, boleh jadi dua film pertama yang dibuat di wilayah ini mengenai orang-orang Nusa Tenggara. Sebagian dari para misionaris kala itu memang masih memiliki sikap yang melihat kebudayaan asli sebagai praktik penyembahan berhala yang harus diperangi. Namun tidak sedikit di antara mereka dikenang sebagai pencatat dan perekam budaya yang saat ini sangat berguna bagi upaya pelanggengan.

Indonesia tidak hanya menjadi tempat tujuan pengiriman para misionaris. Sebagai sebuah serikat yang berhakikat perutusan lintas batas, pada waktunya orang-orang Indonesia pun mesti menerima estafet tanggungjawab sebagai pewarta lintas batas. Pada tahun 1982, dua orang misionaris SVD Indonesia pertama mendapat kepercayaan untuk berkarya di Papua New Guinea. Sejak itu, setiap tahun belasan misionaris diutus ke luar negeri. Hingga kini sudah lebih dari 450 orang misionaris SVD berkarya di lebih dari 40 negara.

Tentu, dalam periode sejarah yang panjang itu ada banyak hal yang berjalan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Komitmen dan semangat kerja sebagian anggota tarekat ini mengecewakan umat. Kemiskinan yang masih terus melanda wilayah ini dan praktik korupsi yang kian menggila adalah juga bagian dari tanggungjawab tarekat misi yang sudah sekian lama berkarya di sini, yang mempunyai sejumlah lembaga pendidikan dan sarana pemberitaan. Serikat ini, dengan semua pengalaman dan jaringan yang dimilikinya, ditantang untuk meningkatkan karyanya di tengah umat di Nusa Tenggara, karena umat wilayah inilah yang memungkinkan mereka dapat hidup dan berkarya sekian lama. Umat di wilayah ini sudah turut menempa dan membesarkan tarekat ini. *

Sumber: Pos Kupang, Kamis 1 Maret 2012 halaman 4

Catatan: Serikat Sabda Allah dengan nama Latinnya Societas Verbi Divini (SVD) adalah sebuah tarekat misi Katolik yang terdiri atas imam dan bruder, yang didirikan oleh Santo Arnold Janssen di Steyl Belanda, pada tanggal 8 September 1875. Sampai saat ini berjumlah 6.029 orang, yang bekerja di lebih dari 65 negara di seluruh dunia.

Kapitalis Global & Lokal

Oleh Ferdy Hasiman
Peneliti Di Indonesia Today, Jakarta

Banyak pihak di negara-negara Eropa, Asia dan Amerika Latin memboikot produk-produk Trans National Corporation (TNCs), seperti McDonald, Cocacola, Pepsi, Starbuck, karena mematikan ambisi pebisnis-pebisnis lokal. Nutrisi yang digadang-gadang dari produk-produk TNCs tak sebanding dengan makanan dan minuman lokal. Produk-produk ini unggul hanya karena embel nama besar negara asalnya yakni USA.

Kritikan Sri Palupi “Pilot Yang Salah Pesawat” berkaitan dengan kondisi Indonesia yang sedang berjumpa kapitalisme. (Baca; Kompas, 2/2) Kritik utama ditujukan kepada pemimpin kita yang tak berdaya di hadapan kekuasaan TNCs. Bayangkan! TNCs ini kerap melakukan tekanan politik melalui lembaga-lembaga multilateral, seperti IMF dan Bank Dunia untuk mendobrak negara bandel.

Survey Control Risk Group (2004 ) menemukan, TNC kerap menggunakan tekanan
politik dari negara asal untuk mendobrak negara yang bandel. Dari survey itu, hanya 7,6 % perusahaan USA dan 9,2 % negara OECD yang tidak melalui tekanan politik. Akibatnya, 78.000 TNCs, berikut produk-produknya, membanjiri pasar seluruh dunia dan domestik. (Baca; UNCTAD, 2007)

Tak heran kalau pedagang-pedagangan asongan yang berjejer di setiap lorong metropolis gagap melihat outlet-outlet, seperti 7Eleven, Cyrkle-K, Lotte Mart. Rumah makan tradisional menjadi tidak menarik bagi konsumen karena hadirnya McDonald, KFC, Burger King dan sebentar lagi restoran cepat saji, Johnny Rockets (AS ) segera hadir di Indonesia. Mobil produk SMEA di Solo merupakan produk lokal terbaru yang disambut basa-basi konsumen karena masih kuatnya cengkeraman raksasa Honda, Toyota, dan mobil-mobil buatan Eropa.

Kapitalis Lokal
Tampaknya Palupi hanya menyoroti korporasi asing (TNCs) dan lupa korporasi domestik. Padahal, sepak terjang korporasi nasional dan transnational sama saja, profit-oriented. Lihat saja daftar 40 orang kaya Indonesia yang mengakumulasi kekayaan sebesar US$ 85,1 miliar. Nilai kekayaan mereka setara dengan 11 persen total PDB tahun 2011 yakni US$752 miliar. Total kekayaan dan aset mereka terus meningkat. Mereka mengkapitalisasi semua bidang-pertambangan, ritail, perkebunan, pertanian-sehingga tak ada ruang bagi rakyat mengembangkan usaha.

Kapitalis lokal tidak susah mencari uang. Mereka bisa mencari uang ke bank dan bank investasi. Tetapi, yang menyulitkan mereka adalah mendapat lahan konsensi dan perijinan. Sehingga, mereka perlu bersahabat
dengan penguasa. Bahkan ada yang menjadi pengurus dan penguasa Parpol. Di era otonomi daerah hanya Parpol yang bisa mengendalikan kepala daerah, karena bupati adalah anggota Parpol tertentu. Persahabatan kapitalis dan penguasa bukan untuk urusan publik, tetapi untuk kepentingan diri. (Baca; Adam Smith).

Kapitalis mendapat kemudahan berbisnis dan penguasa mendapat dana untuk proyek politik selanjutnya. Dengan demikian, baik TNCS maupun korporasi domestik sama-sama buruk karena mereka menguasai sumber hayat orang banyak untuk kepentingan privat, membangun korporatocracy dan merusak demokrasi. Jika TNC memasarkan demokrasi sebagai pintu masuk usahanya ke Indonesia, korporasi lokal malah bisa menjadi pemain dalam sistem demokrasi. Demokrasi bagi korporasi lokal menjadi sekedar tunggangan mengakumulasi modal.

Dengan cara seperti itu mereka mencaplok kekayaan seluruh nusantara. Genapalah sepenggal syair lagu Koes Plus, orang bilang tanah kita tanah surga, tetapi dalam genggaman kapitalis, tongkat, kayu dan batu bisa jadi tanaman. Dalam genggaman kapitalis lahan dan tanah pertanian warga dicaplok hanya untuk investasi tambang dan pembangunan mall-mall. Maka, baik TNCS maupun korporasi domestik sama-sama buruk karena keduanyaa menguasai sumber hayat orang banyak untuk kepentingan privat, membangun korporatocracy dan membuat cita-cita Pancasila dan UUD’45 jauh dari harapan.

Dalam genggaman kapitalis, model pembangunan kita semakin mengarah ke rezim liberal. Liberalisasi membuka pintu bagi pembangunan top down. Model ini menggodai lembaga-lembaga intermediasi, seperti perbankan untuk berpihak pada korporasi-korporasi berskala raksasa.

Data tahun 2008 menunjukan, bank-bank nasional lebih suka memberi kredit kepada 331 perusahaan raksasa daripada kepada sektor UMKM yang mencapai 44 juta. Rendahnya akses kredit berakibat langsung pada minimnya daya saing industri dalam negeri. Itulah sebabnya, meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat 6,5 persen dan pendapatan per kapita mencapai Rp30.8juta tahun 2011,tetapi pertumbuhan itu tetap tidak menyentuh kehidupan rakyat kecil.

Dalam teorinya, rakyat kecil, seperti petani akan mendapat berkah dari pertumbuhan ekonomi jika ekspor digenjot, karena menyentuh langsung petani penggarap. Ekspor kita memang menunjukkan grafik menaik beberapa tahun terakhir. Tahun 2010 misalnya, kenaikan ekspor ditopang beberapa sektor non-migas, seperti kelapa sawit. Persoalannya, meskipun kelapa sawit adalah salah satu industri yang menopang ekspor per Januari-Novemeber 2010 (US$ 140,65 miliar), namun bukan petani plasma yang mendapat berkah dari kanaikan harga CPO global,melainkan pengusaha-pengusaha besar sekelas Wilmar Group. Begitupun nasib warga sekitar areal tambang emas, nikel dan mangan. Mereka hanya mendapat secuil berkah kenaikan harga komoditas, seperti emas dan mangan. Justru yang mendapat keuntungan besar adalah investor tambang. Pertanyannya adalah mengapa warga kecil selalu menjadi korban pembangunan?

Tidak Diperhitungkan


Dalam pemerintah korporatocracy, rakyat kecil tidak diperhitungkan. Suara rakyat yang berteriak menegosiasikan kehidupan mereka di ruang publik, tidak tersambung ke parlemen. Rakyat hanya konstituen mereka sebelum pemilu. Setelah pemilu usai, konstituen mereka bukan rakyat lagi, tetapi pemodal yang membiayai mereka dalam kampanye pemilu. Soalnya, dalam demokrasi elektoral pendaftaran parpol dan biaya operasional saja sangat mahal. Sehingga perlu mencari pendanaan melalui pengusaha, dana asing dan dana ilegal untuk menghidupi partai. Tak heran jika banyak politisi terjebak korupsi.

Untuk lolos serbuan KPK, mereka membentuk kartel politik. Kartel untuk melumpuhkan kinerja aparat penegak hukum dan mensabotase setiap aksi pencarian informasi. Kartel politik akhirnya bermuara pada hancurnya fungsi institusi-institusi demokratis. Institusi-institusi demokratis tetap dipelihara sebatas simbol tanpa substansi. Pemilu tetap dijalankan secara regular, namun tidak membawa perubahan konkret bagi hidup rakyat kebanyakan. Itulah sebabnya, kendati institusi-institusi demokratis tampaknya bekerja, namun persoalan-persoalan menyangkut hidup rakyat kebanyakan tidak tersentuh kerja institusi-institusi tersebut.


Pemimpin Indoneisa perlu belajar dari keberanian Mantan presiden Brasil, Lula Da Silva, yang berani mengambil jarak terhadap kapitalisme global dan menerapkan program pro-rakyat. Dalam genggamannya, ekonomi Brazil tahun 2010 bertumbuh 7 persen dan mampu menyerap 2.5 juta angkatan kerja yang ditopang kebijakan perbankan yang baik, proteksi terhadap industri kecil dan kebijakan land reform yang baik. Strategi ini yang diharapkan mekar dari industri-industri kecil dan menengah di Indonesia.

Sumber: Opini Kompas, Selasa 28 Februari 2012
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes