Rudolf Nggai: Pekerja Keras yang Rendah Hati

Rudolf Nggai (berdiri ketiga dari kanan) bersama kru Pos Kupang 1993
SYLVIA itu sebuah nama.  Nama favorit-legendaris  sekaligus tempat paling kerap dikunjungi  oleh siapa pun yang menyandang status mahasiswa di  Kota Kupang  pada  tahun 1980-an  hingga awal 1990-an. Ya, Sylvia merupakan langganan saya dan teman-teman mahasiswa masa itu untuk fotokopi bahan kuliah, jilid makalah atau skripsi, bikin undangan dan lain-lain yang berhubungan dengan kertas.

Selama belasan tahun Sylvia boleh dilukiskan sebagai satu-satunya tempat percetakan dan  fotokopi paling representatif di Kota Kupang. Memasuki penghujung tahun 1990-an  baru muncul pemain baru di medan yang sama, meskipun kehadiran mereka tidak mengurangi pesona Sylvia sebagai perintis.
Dan, kami para mahasiswa kala itu akrab dengan tokoh di balik nama besar Sylvia. Mereka adalah pasangan suami istri,  Rudolf Nggai dan Emiliana Lan  atau akrab kami sapa Om Him dan Tanta Lan.

Hari  Rabu 15 April 2015 pukul 21.30 Wita, Rudolf Nggai pergi untuk selama- lamanya. Om Him meninggal dunia di Rumah Sakit Prima Medika Denpasar akibat sakit. Almarhum meninggalkan seorang istri, tiga orang anak (Danny, Sylvia dan Richard) dan tiga orang cucu.

Kepergian Om Him pastilah meninggalkan duka mendalam. Namun, bagi kami yang pernah menjadi anak buah sekaligus teman kerjanya di Harian Pos Kupang, Sylvia Group serta siapapun yang mengenal beliau tentu mengakui satu hal bahwa sosok  Rudolf Nggai mewariskan keutamaan yang menginspirasi banyak orang.

Putera Nagekeo kelahiran Mauponggo,  29 Desember 1950 ini merupakan pekerja keras yang rendah hati. Dia merintis usaha dari nol. Sebelum hijrah ke Kupang membangun jaringan bisnis Sylvia Group, Om Him menekuni bisnis penggilingan padi di Mbai, ibu kota Kabupaten Nagekeo sekarang. Dari situ beliau  beralih  lagi ke angkutan laut  yakni menyediakan jasa perahu motor Aneka  yang melayari rute Ende-Kupang pergi dan pulang (PP).

Rudolf Nggai mulai merintis usahanya di  Kupang sejak menetap di kota ini pada tahun 1983. Bisnis yang diliriknya adalah percetakan. Dengan modal pas-pasan, Om Him membeli mesin cetak kecil yang masih menggunakan cetakan timah. Bersamaan dengan itu Sylvia pun menjadi suplier kebutuhan cetak di Kota Kupang dan sekitarnya. Sylvia menerima order cetak blangko, formulir, surat undangan, dan kebutuhan lain dari instansi pemerintah seperti Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Kantor Gubernur NTT dan sebagainya. Seiring booming mesin fotokopi, Sylvia pun merambah bidang ini.

Menurut catatan Pemimpin Umum Harian Pos Kupang, Damyan Godho atau akrab kami sapa Om Damy, Rudolf Nggai dan Sylvia-nya merupakan perintis bisnis percetakan di Kota Kupang. "Rudolf juga yang pertama memiliki mesin cetak offset  yang bisa mencetak koran atau majalah dalam format tabloid. Juga yang pertama beli mesin yang dapat mencetak koran lebar," kata Om Damy.

Om Him memang punya hoki dalam bisnis percetakan. Hal itu pernah diungkapkan kepada Om Damyan Godho dalam suatu kesempatan. "Om Damy, bisnis saya itu yang berhubungan dengan kertas," katanya.

Begitulah adanya. Selain di Kupang, Sylvia memiliki percetakan di Surabaya, Denpasar dan di Dili, ibu kota negara Timor Leste. Saat bertandang ke Dili tahun 2009, saya melihat sendiri kejayaan percetakan Sylvia di negara baru tersebut yang sehari-hari digawangi orang kepercayaannya, Viktor. Kalau hari ini warga Kupang dan NTT umumnya melihat Sylvia Group merambah bisnis perhotelan dan SPBU, itu merupakan buah dari tangan dingin Rudolf Nggai dan istrinya Emiliana.

"Melahirkan" Pos Kupang

Selain Damyan Godho dan Valens Goa Doy, Rudolf Nggai adalah tokoh penting di balik kehadiran Surat Kabar Harian (SKH)  Pos Kupang, koran harian  pertama  di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada akhir tahun 1992. Om Damy menceritakan kembali bagaimana sampai kedua sahabat ini menjalin kerja sama "melahirkan" Pos Kupang di bumi Flobamora.

Sejak tahun 1987, sekurang-kurangnya tiga kali Menteri Penerangan (Menpen) RI  kala itu, Harmoko "menantang" rekannya Damyan Godho untuk menerbitkan koran di Kupang. "Aneh, di NTT tak ada koran. Di Jakarta  orang NTT ada di berbagai media massa," kata Harmoko kepada Om Damy sambil menjanjikan kemudahan memberikan SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), sesuatu yang disyaratkan bagi penerbitan pers pada masa Orde Baru kala itu.

Tantangan yang sama dari Harmoko kembali diucapkan dua tahun kemudian. Namun, Om Damy kesulitan untuk memulai karena kondisi Kupang serba terbatas. Di kota ini belum ada mesin cetak yang memadai. Untuk menerbitkan koran toh butuh modal tidak sedikit. "Saya ditantang dapat SIUP gratis. Tapi mau bikim koran bagaimana dalam situasi Kupang saat itu? Bikin koran butuh modal, alat kerja terutama mesin cetak," kata Om Damy.

Tantangan ketiga bagi Om Damy disuarakan Harmoko saat mereka bertemu di kota dingin Bajawa, Kabupaten Ngada 12 April 1992. Harmoko yang inginkan semua ibukota provinsi di tanah air punya koran harian, mendesak agar Om Damy mengambil momentum itu. Gayung pun bersambut. Dengan kekuatan modal dan alat kerja berupa mesin cetaknya, Om Him menyatakan siap bergabung ketika diajak Om Damy.

Saat itu Valens Goa Doy (almarhum, meninggal di Denpasar 3 Mei 2005) yang menjadi pimpinan kelompok koran daerah di bawah naungan Kompas sedang giat ekspansi ke daerah. Sebagai orang NTT, Om Valens yang sarat pengalaman melahirkan koran, bersama-sama Om Damy dan Om Him menyiapkan penerbitan koran di Kupang. Jadilah trio ini mewujudkan kerinduan masyarakat NTT memiliki koran harian pertama bernama Pos Kupang yang terbit resmi mulai 1 Desember 1992. Dalam komposisi pengelola,  Damyan Godho menjabat Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi sedangkan Rudolf Nggai sebagai Pemimpin Perusahaan.

Tentang pentingnya peran seorang Rudolf Nggai bagi Pos Kupang, Om Damy dalam buku 15 Tahun Pos Kupang (2007), melukiskan dengan kalimat sebagai berikut. "Ucapan terima kasih yang sangat istimewa patut diberikan kepada mantan Menteri Penerangan Harmoko, Om Valens Doy dan Rudolf Nggai yang tanpa ketiganya Pos Kupang sesungguhnya tak pernah lahir."

Sebagai perintis, Rudolf Nggai ikut mengelola bisnis Pos Kupang pada masa-masa sulit hingga tahun 1994. Di penghujung tahun itu, Om Him pamit kepada sahabatnya Om Damy dan Om Valens untuk lebih fokus mengurusi bisnis Sylvia Group. Sebagaimana diketahui pada awal 1995, Pos Kupang akhirnya resmi bergabung dalam manajemen Grup Kompas Gramedia hingga sekarang.

Om Him meninggalkan kesan istimewa bagi mereka yang pernah menjadi anak buahnya di Pos Kupang seperti Benny Dasman,  Ferry Jahang, Paul K Burin, Etty Turut, Mariana Dohu, Niko Sine, Bildad Lelan, Kanis Jehola, Marsel Ali, Ferry Ndoen, Eugenius Moa, Nurhayati Tokan dan lainnya.

Om Him dikenal keras dalam urusan pekerjaan tetapi lembut hatinya.  "Lihat saya mengantuk di ruang layout, beliau bilang tidur saja dulu beberapa menit. Caranya menegur halus," demikian kesaksian  Niko Sine. Om Him yang pada Desember 2012 dibaptis oleh adik iparnya Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San, Pr  juga menempatkan karyawan-karyawatinya sebagai kolega. Dia makan minum bersama mereka bahkan tinggal di bawah satu atap. Sama merasakan suka dan duka.

Om Him, terima kasih atas jasamu. Kami mengiringi langkahmu dengan doa, maka doakan juga kami yang masih berziarah di dunia ini. Selamat jalan Om Him. Beristirahatlah dalam damai. (dion db putra)


Sumber: Pos Kupang, Jumat 17 April 2015 halaman 1

Cegah Pemalsuan Ubi Nuabosi

Ubi Nuabosi di Pasar Mbongawani Ende (2015)
ENDE, PK -- Dinas Pertanian, Peternakan dan Tanaman Pangan Hortikultura Kabupaten Ende berencana membangun pasar tani di Nuabosi, Kecamatan Ende, untuk memasarkan produk-produk pertanian dari Nuabosi, khususnya ubi nuabosi yang menjadi ikon makanan khas Kabupaten Ende.

Kepala Dinas (Kadis) Pertanian, Peternakan dan Tanaman Pangan Hortikultura Kabupaten Ende, Ir. Marianus Alexander, mengatakan hal itu di ruang kerjanya, Selasa (31/3/2015).

Marianus mengatakan, tujuan pembangunan pasar tani di Nuabosi agar para petani langsung menjual ubi nuabosi di daerah itu sehingga mencegah kemungkinan terjadinya pemalsuan produk ubi nuabosi oleh oknum warga.  "Dengan pasar tersebut para petani langsung menjual ubi nuabosi kepada para pembeli yang datang membeli langsung ubi nuabosi yang telah tersedia di pasar tani," katanya.

Marianus mengatakan, pihaknya sedang mengajukan proposal ke Kementerian Pertanian RI terkait rencana pembangunan pasar tani di Nuabosi. Diharapkan dapat disetujui sehingga keberadaan pasar tani itu bisa terealisasi.

Selain rencana pembangunan pasar tani, Marianus juga mengharapkan sebaiknya di Pasar Mbongawani, Ende yang selama ini menjual ubi nuabosi diberi lapak tersendiri sehingga memudahkan warga yang hendak membeli, dan menghindari kemungkinan terjadinya pemalsuan.

"Kalau soal lapak itu menjadi kewenangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Ende," kata Marianus. Mengenai wacana ubi nuabosi menjadi verietas unggulan nasional, Marianus mengatakan, sebagai warga Ende ia senang karena salah satu produk khas asal Kabupaten Ende mendapat apresiasi khusus di tingkat nasional.
"Setelah pisang beranga, kini ubi nuabosi menjadi verietas unggulan nasional. Kita berharap agar hal itu bisa terwujud," kata Marianus.

Dikatakannya, wacana penetapan ubi nuabosi menjadi varietas nasional diusulkan Dinas Pertanian NTT bekerjasama dengan Universitas Nusa Cendana Kupang. "Sudah hampir lima tahun dilakukan penelitian oleh Undana Kupang yang akan diakhiri dengan seminar dalam waktu dekat," kata Marianus.

Terkendala Lahan
Mengenai pengembangan ubi nuabosi ke depan, Marianus mengatakan, selain dikembangkan oleh para petani di Nuabosi, direncanakan akan dikembangkan diluar daerah. "Saat ini memang belum ada lahan ujicoba khusus untuk proyek percontohan Dinas Pertanian Kabupaten Ende. Namun ada upaya menanam ubi nuabosi di luar Nuabosi meskipun belum dalam skala besar," kata Marianus.
Untuk pengembangan ubi nuabosi, saat ini masih dilakukan sendiri oleh masyarakat di lahan-lahan pertanian yang terkadang bercampur dengan tanaman jenis lain, seperti kacang-kacangan dan jagung.

Marianus mengatakan, saat ini proses pengembangan ubi nuabosi terkendala lahan. Para petani di Nuabosi selain membutuhkan lahan untuk menanam ubi nuabosi juga untuk menanam tanaman perdagangan yang lebih menjanjikan untuk mendapatkan uang seperti kopi atau cengkeh.

"Masyarakat lebih memilih menaman cengkeh atau kopi yang lebih mendatangkan uang dalam jumlah besar dibandingkan ubi nuabosi. Karena itu kami mendorong agar masyarakat kembali menanam ubi nuabosi, apalagi akan ditetapkan menjadi verietas nasional," kata Marianus. (rom)

Pemerintah Bantu Pemasaran

SALAH
seorang petani, Petrus Mite, saat ditemui di Nuabosi  merasa senang mendengar informasi bahwa ubi nuabosi bakal ditetapkan sebagai verietas nasional karena keberadaan ubi tersebut semakin dikenal dan diakui di tingkat nasional. "Itu merupakan suatu kebanggaan, tidak saja bagi warga Nuabosi tapi juga bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ende dan NTT," kata Petrus.

Petrus berharap agar pemerintah tidak sekedar membiarkan petani di Nuabosi berdiri sendiri dalam mengembangkan ubi tersebut tapi ikut membantu para petani.  "Kalau bisa pemerintah membantu pengembangan pemasaran sehingga  ekonomi masyarakat semakin meningkat seiring penetapan ubi nuabosi menjadi varietas nasional. Jangan ketika ubi nuabosi ditetapkan menjadi varietas nasional, kehidupan petani tetap sama saja seperti sebelumnya," kata Petrus.

Dia juga meminta pemerintah memperbaiki  jalan dari Kota Ende menuju Nuabosi, karena saat ini kondisi jalan tersebut rusak parah. "Kalau kondisi jalan sudah baik, masyarakat akan datang langsung ke Nuabosi untuk mendapatkan ubi nuabosi sehingga memperlancar proses penjualan ubi nuabosi oleh masyarakat menuju ke Kota Ende," kata Petrus.

Pemkab Ende, demikian Petrus, juga diminta membangun lapak khusus di dalam Pasar Mbongawani sehingga para pembeli bisa langsung membeli ubi tanpa ditipu oleh oknum-oknum tertentu yang terkadang memalsukan ubi nuabosi.

Informasi yang diperoleh Pos Kupang dari Anggota DPRD NTT, Yucundianus Lepa, wacana penetapan ubi nuabosi menjadi varietas nasional merupakan hasil kerja sama Dinas Pertanian NTT dengan Universitas Nusa Cendana (Undana).

Proses menuju penetapan itu dilakukan lima tahapan kegiatan, yakni tahap pertama berupa identifikasi jenis ubi yang meliputi jenis terigu, jenis tana Ai  dan jenis toko reko. Tahap kedua berupa pengujian varietas yang dilakukan di tiga kabupaten meliputi Kabupaten Ende, Sikka dan Kabupaten Kupang. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa ubi jenis terigu yang lebih unggul. Sementara pada tahap ketiga berupa nilai rasa yang pada akhirnya diketahui bahwa ubi nuabosi memiliki nilai rasa tersendiri. Sedangkan tahap keempat dan kelima berupa seminar.

Yucun berharap agar ketika sudah ditetapkan menjadi varietas nasional, pemerintah berkewajiban mengembangkan ubi nuabosi minimal 50 hektar setiap tahun. Untuk mencapai hal tersebut tidak mudah kalau hanya dikembangkan di nuabosi. Diharapkan agar keberadaan ubi nuabosi bisa dikembangkan diluar nuabosi. (rom)

Pengaruh Faktor Lingkungan

DOSEN Faperta Undana, Ir. IG. B. Adwita Arsa, MP  yang melakukan penelitian terhadap keberadaan ubi nuabosi mengatakan, cita rasa ubi nuabosi dipengaruhi faktor lingkungan. Untuk ubi nuabosi, selain faktor unsur hara dan tekstur tanah, juga pengaruh suhu. Faktor tersebut mempengaruhi kualitas dan cita rasa ubi.

"Kalau ditanam di Kupang dan Maumere yang suhunya lebih panas dari di Nuabosi, rasa gurihnya menjadi kurang. Tekstur tanah yang sesuai untuk ubi nuabosi adalah tekstur lempung berpasir, seperti di Nuabosi. Kalau di Kupang tekstur tanah lempung berliat, sehingga perkembangan ubi kurang baik. Kadar Zn dan P kemungkinan juga menjadi penentu kualitas cita rasa ubi. Jadi faktor penentunya berinteraksi antarfaktor tersebut," katanya.

Mengenai pelaksanaan penelitian, Ir. IG. B. Adwita Arsa, MP yang dihubungi dari Ende, Rabu (1/4/2015), mengatakan, penelitian tahap awal dimulai dengan mencari varietas lokal yang dominan diusahakan petani di daerah Nuabosi. Dikatakannya, ternyata ada tiga varietas lokal, yaitu terigu, tana ai dan toko reko. Ketiga varietas ini diuji daya adaptasi dan kualitas ubinya pada tahap penelitian berikutnya, dan yang dipilih dari tiga varietas tersebut  adalah varietas terigu, karena cita rasa lebih gurih dan hasil lebih tinggi, lebih tahan penyakit bercak daun, walaupun umur panen lebih lama daripada tana ai.

Untuk bisa dilepas sebagai varietas, maka varietas terigu perlu dikembangkan lebih lanjut. Rencananya itu dilakukan tahun ini.

Tim dari Undana Kupang yang melakukan penelitian, yakni Ir. A S S Ndiwa, MP dan Ir. Yosep Seran Mau, M.Sc, PhD,  Ir. IG. B. Adwita Arsa. Mereka mengatakan, kegiatan pelepasan varietas lokal sebagai varietas unggul oleh P2VT Badan Benih Nasional dikenal sebagai program pemutihan varietas. Maksudnya supaya varietas lokal yang sudah ditanam petani dapat disertifikasi (diberi label, Red) oleh BPSB NTT setelah mendapat SK pelepasan dari Menteri Pertanian, sehingga kualitas stek dapat terus dipertahankan oleh masyarakat. (rom)

Sumber: Pos Kupang 4 April 2015 halaman 13

Ubi Nuabosi Jadi Verietas Nasional

Ubi Nuabosi di Pasar Mbongawani Ende (2015)
ENDE, PK -- Ubi nuabosi yang selama ini menjadi ikon makanan asal Kabupaten Ende karena rasanya yang khas akan menjadi verietas nasional. Menurut rencana, penetapan ubi nuabosi sebagai varietas nasional dilakukan pada Agustus 2015.

Anggota DPRD NTT, Yucundianus Lepa, mengatakan hal itu saat bertatap muka dengan para pimpinan badan dan dinas maupun bagian dalam lingkup Pemkab Ende, di Aula Lantai II Kantor Bupati Ende, Senin (30/3/2015).

Anggota DPRD asal Kabupaten Ende ini mengatakan, sesuai informasi yang dia terima, Pemkab Ende telah mengusulkan ubi nuabosi ke Departemen Pertanian RI untuk ditetapkan sebagai salah satu varietas nasional.

Sebagai orang Ende, jelas Yucundianus, ia merasa bangga karena salah satu produk Ende ditetapkan menjadi verietas nasional. Dengan telah ditetapkannya sebagai verietas nasional maka secara nasional mengakui menjadi makanan khas nasional. Dengan demikian, meskipun ada ubi lain dari daerah lain tapi ubi nuabosi tetap menjadi yang paling baik. "Tidak ada daerah lain yang mengklaim keberadaan ubi nuabosi," kata Yucundianus.

Yucundianus mengatakan, setelah ditetapkan menjadi verietas nasional diharapkan pemerintah setempat maupun masyarakat agar memperluas area ubi nuabosi sehingga keberadaan ubi tersebut bisa semakin dikenal di tingkat nasional.
Untuk mendukung keberadaan ubi nuabosi, jelas Yucundianus, pada Tahun Anggaran (TA) 2015 akan ada alokasi dana perbaikan ruas jalan Ende menuju Nuabosi dari APBD NTT.

Saat ini kondisi ruas jalan menuju Nuabosi di Kecamatan Ende sangat memrihatinkan karena dalam keadaan rusak sehingga mempengaruhi arus transportasi warga menuju Nuabosi maupun sebaliknya.

Diharapkan dengan kondisi ruas jalan yang semakin baik maka mobilitas masyarakat menuju ke Nuabosi akan semakin baik dibandingkan dengan saat ini.
"Sebentar lagi ubi nuabosi ditetapkan menjadi verietas nasional. Agar keberadaan ubi nuabosi semakin dikenal serta mempermudah proses pemasaran maka ruas jalan ke daerah tersebut harus diperbaiki," ujarnya. (rom)

Sumber: Pos Kupang 31 Maret 2015 hal  13

Melawan Monopoli

MONOPOLI itu apapun wujud dan coraknya, apapun modus operandinya  pastilah tidak menyenangkan. Itulah sebabnya monopoli dalam lapangan hudup manapun selalu dipersoalkan, ditentang dan diusahakan dengan segala cara yang sah agar  hidupnya tidak langgeng.

Kata monopoli teranyar datang dari Pulau Sabana, Sumba. Diksi itu terlontar dari bibir seorang pengusaha rumput laut bernama Urbanus Aulo saat berdialog dengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pujiastuti, Senin (6/4/2015). Urbanus meminta Menteri Susi Pujiastuti memperhatikan kesejahteraan petani rumput di Sumba Timur. Sebab selama ini  pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Sumba Timur melakukan monopoli harga.

Selain melakukan monopoli harga, kata Urbanus, pemerintah juga dinilai melakukan kriminalisasi terhadap setiap pengusaha yang hendak membeli produksi rumput laut milik petani setempat. Akibatnya, para pengusaha enggan beroperasi di daerah itu.

"Kehadiran kami para pengusaha yang ingin membeli hasil rumput laut para petani seharusnya disambut baik oleh pemerintah daerah. Mestinya kami didukung karena mendongkrak harga jual rumput laut dan ekonomi para petani," kata  Urbanus Aulo.
Keluhan senada disampaikan oleh Abner Mara Lado, seorang petani rumput laut. Dia mengatakan, kebijakan yang dibuat Pemkab Sumba Timur cenderung memihak PT Algae Sumba Timur Lestari.  "Pabrik rumput laut (PT Algae Sumba Timur Lestari) selama ini memonopoli harga. Mereka  membeli dengan harga Rp 8 ribu dari petani, sementara kalau kami jual ke pengusaha luar bisa mencapai Rp 13 ribu," kata Abner.

Menanggapi keluhan pengusaha dan para petani rumput di Sumba Timur, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti mengatakan, kehadiran pabrik pengolahan rumput laut PT Algae Sumba Lestari bertujuan mendongkrok ekonomi rumah tangga keluarga petani rumput laut. Selain idealnya harga rumput laut ditentukan sesuai mekanisme pasar. "Pemerintah tidak menentukan harga minimal, semuanya dilakukan sesuai mekanisme pasar. Idealnya dilelang di tempat pelelangan  sehingga bisa menguntungkan semua pihak khususnya petani," kata Susi.

Kita garisbawahi keluhan pengusaha dan petani rumput laut di Sumba Timur serta pernyataan Menteri Susi. Monopoli dari pemerintah, jika benar seperti dikeluhkan Urbanus dan Abner, maka perlu ditelusuri lebih jauh. Pemerintah idealnya tidak menghambat partisipasi masyarakat khususnya kalangan dunia usaha untuk meningkatkan kesejahteraan petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT). Justru  menjadi tugas pemerintah untuk mendorong sebesar-besarnya partisipasi masyarakat dalam mengerakkan roda ekonomi. Tabu bagi pemerintah berdagang dengan rakyatnya sendiri. Pemerintah bertugas menciptakan iklim yang kondusif melalui regulasi dan kebijakan yang menguntungkan pengusaha serta petani rumput laut.

Itulah sebabnya kita sepedapat dengan penegasan Menteri Susi tentang mekanisme pasar. Idealnya rumput laut dilelang sehingga menguntungkan semua pihak. Kini jadi PR bagi Pemkab Sumba Timur dan pemda di NTT lainnya untuk  mengatur sedemikian rupa agar petani rumput laut benar-benar diuntungkan.*

Sumber: Pos Kupang, 8 April 2015 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes