Gerson Poyk: Sebuah Kisah Nyata Tentang Literasi

Gerson Poyk
Keberadaan Gerson dapat dijadikan panutan untuk membebaskan NTT dan Indonesia dari ketertinggalan budaya literasi (membaca dan menulis).

GERSON Poyk adalah sebuah kisah nyata tentang literasi. Bagaimana tidak? Sepanjang hidupnya diisi dengan menulis dan menghasilkan buku. Terakhir Gerson Poyk meluncurkan kumpulan puisi berjudul Dari Rote ke Iowa, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 25 Juni 2016. Peluncuran kumpulan puisi tersebut sekaligus memperingati ulang tahunnya ke-85.

Dari Rote ke Iowa adalah kumpulan puisi pilihan sejak pertama dia menulis tahun 1950-an. "Keseluruhan puisi merupakan akumulasi dari kisah perjalanan kehidupan saya selama berkiprah sebagai jurnalis maupun penulis sastra," kata Gerson Poyk,  sebagaimana disampaikan Berty Sinaulan dalam Kompasiana. 

Sebagai penulis tentu saja ia juga adalah pembaca yang baik. Dari Rote ke Iowa adalah buku terakhir yang diterbitkannya sebelum menghembuskan napas terakhir pada 24 Februari 2017 dalam usia menuju 86.  Kisah Nyata tentang Literasi  Gerson Poyk menulis dan membaca! Keberadaannya menjelaskan kepada orang NTT terutama anak-anak dan generasi muda NTT bahwa soal membaca dan menulis, NTT memiliki teladan.

Kepergiannya pada saat Indonesia baru saja mulai membuat gebrakan baru tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. GLS memperkuat gerakan pertumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud Nomor 25 Tahun 2015. Salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah "kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai," sebagaimana dijelaskan dalam buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas (2016) yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud 2016.

GLS bagi Gerson Poyk adalah kenyataan! Baginya membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Beliau menulis, termasuk menulis pengalaman masa kecilnya. Untuk hal ini Gerson Poyk adalah teladan utama. Masa kecil dan berbagai hal yang dialami pada masa kecil menjadi bagian dari karya kreatifnya.

Misalnya, kisah yang diangkat dari kepercayaan lokal Manggarai tentang Poti Wolo, makhluk gaib berkaki satu dan berkuku kuda yang didengarnya di Ruteng, Manggarai, menjadi kisah imajiner baginya dalam menulis novel Poti Wolo (1988). Demikian pula karya-karyanya yang lain seperti Sang Guru (1971), Nostalgia Nusa Tenggara (1976), Cumbuan Sabana (1979), Di Bawah Matahari Bali (1982), berangkat dari konflik sosial yang pernah dilihat dan disaksikannya sendiri dalam perjalanan masa kecil maupun masa dewasanya di Kota  Bajawa, Ruteng, Ende, Maumere, Rote, Alor, dan lain-lain.

Dari perjalanan kariernya sebagai wartawan maupun sastrawan, jelas bahwa Gerson Poyk mengajar dan mendidik budaya literasi dengan bukti, bukan janji-janji. Apa yang dibaca dan telah ditulis dan ditinggalkannya bagi generasi penerus NTT menjawab kegelisahan bangsa Indonesia tentang rendahnya minat baca dan menulis.

Literasi dalam konteks GLS adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara (Panduan GLS Kemendikbud, 2016).
Bukan mengada-ada jika kesempatan mengenang Gerson Poyk dideskripsikan berkaitan dengan GLS. Membaca, melihat, menyimak, menulis, itulah yang dilakukan Gerson Poyk sepanjang hidupnya. Perhatikan catatan Gerson Poyk tentang pengalamannya ketika pertama kali masuk SD di kota dingin Bajawa berikut ini.

"Suatu pagi aku berontak mati-matian karena ibu ingin membawaku ke sekolah. Ibu menggendong aku di pinggangnya dan aku menangis terus, menangis terus meronta-ronta sampai ke sekolah.... Sampai di sana aku berhenti menangis karena aku melihat banyak anak-anak sebayaku. Aku turun dari pinggang ibu dan guru menyambutku, mengangkat tanganku lewat kepala, menyuruh aku meraba telingaku. Sudah itu aku didaftarkan sebagai murid kelas satu tetapi boleh pulang. Sekolah baru mulai besoknya. Aku berkeliling sekolah itu. Aku melihat ada beberapa kantong terbuat dari anyaman daun pandan, berisi sesuatu, tergantung di tembok sekolah, di pohon dan di tiang lonceng. Tiba-tiba aku memanjat tiang lonceng untuk melihat apa yang berada dalam kresek anyaman daun pandan itu. Aku merogoh salah satu kantong dan ternyata isinya jagung kering goreng yang kerasnya seperti batu. Tetapi rahang anak Bajawa dapat menghancurkannya. Anak-anak yang membawa jagung goreng kering (tanpa minyak) itu datang dari kampung yang jauh. Makan pagi mereka dari jagung, ubi dan sebagainya, begitu juga makan siang mereka. Tak ada satu pun yang membawa uang jajan."

Gerson Poyk menjelaskan apa yang dicatat Panduan GLS 2016 bahwa nilai-nilai budi pekerti dan kearifan lokal (misalnya angkat tangan melewati kepala dan sanggup memegang telinga, Red) sebagai salah satu syarat mendaftar di SD ketika itu. Kearifan yang sulit dimengerti oleh generasi masa kini, kecuali membacanya dari pengalaman masa lalu orang tua-tua, termasuk Gerson Poyk yang merekamnya ke dalam tulisan. Kearifan lokal tentang jagung kering di Bajawa melukiskan tentang semangat berjuang anak-anak Bajawa sekolah berbekal jagung dan ubi. Kekayaan ini menjadi nyata ketika saat ini potensi pangan lokal menjadi salah satu kekuatan yang dibangun Pemerintah RI.


Dijelaskan dalam Panduan  GLS (2016) bahwa uji literasi pemahaman membaca (selain matematika dan sains) peserta didik  kelas IV dilakukan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the International Association for the Evaluation of Ecucational Achievement) dalam Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Sedangkan untuk peserta didik usia 15 tahun dilakukan oleh Organisasi untuk Kerja Sama  dan Pembangunan Ekonomi (OECD/ Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assesment (PISSA). Hasilnya, PIRLS 2011 Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta, sedangkan dalam PISSA 2012 Indonesia berada pada urutan ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. Khusus untuk keterampilan membaca (biasanya diikuti dengan kemampuan menulis) peserta didik Indonesia tergolong rendah.

Bagaimana jika uji literasi pemahaman membaca (dan menulis) dilakukan untuk anak-anak NTT. Pada tingkat Indonesia, berada pada urutan ke berapakah anak-anak didik kita? Dengan catatan di atas, mudah bagi kita untuk memposisikan diri berada di mana. Bisa paling tinggi, menengah, atau mungkin juru kunci. Pemaparan ini seyogyanya ingin membuka pikiran dalam GLS bahwa NTT dapat belajar dan memperoleh pelajaran berharga dari perjalanan hidup seorang Gerson Poyk. Gerson Poyk yang telah menjalani hampir seluruh hidupnya untuk membaca dan menulis.

 Catatan Penutup
Gerson Poyk adalah contoh untuk mengukur kemampuan literasi tertinggi "anak NTT". Keberadaannya dapat dijadikan panutan untuk membebaskan NTT dan Indonesia dari ketertinggalan budaya literasi (membaca dan menulis). GLS (Gerakan literasi sekolah melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan termasuk guru dan orang tua) di NTT dapat dilakukan berdasarkan kisah nyata tentang Gerson Poyk yang belajar membaca dan menulis dari lingkungannya. Catatan tentang beliau yang ditulis seorang wartawan senior dapat dibaca berikut ini.

Di Maumere ini pulalah untuk pertama kalinya Gerson tahu kalau ayahnya bisa menulis, setelah memergok ayahnya menulis puisi dalam bahasa Latin.

"Tiba-tiba ayahku sibuk. Di malam hari, ia duduk di meja kamar depan, membakar lampu taplak, mengambil botol tinta dan pena serta kertas dan kamus lalu menulis berjam-jam sampai larut malam. Di hari minggu pun, karena Maumere tak ada gereja Protestan, maka ayah tak keluar. Ia menulis terus, menulis terus. Ketika aku mencuri-curi membacanya ketika ayah pergi, aku lihat ada sebuah sajak panjang berjudul Te Deum Laudamus. Entah apa artinya dalam bahasa Latin."

"Bajawa, sebuah kota kecil di Kabupaten Ngada (Pulau Flores) adalah kota kesadaran pertama seorang anak kecil yang lahir di pulau Roteà. Kota Bajawa di masa kecilku terdiri dari sebuah tangsi polisi, sebuah rumah sakit, sebuah Sekolah Rakyat, sebuah Gereja Katolik yang indah dan besar sekaligus rumah-rumah untuk pastor dan suster dan beberapa rumah pembesar pemerintah serta beberapa toko milik orang Tionghoa dan sebuah pasar terbuka (lapangan).

Lapangan rumputnya hijau subur terpotong rapi, mungkin oleh orang-orang strapan (narapidana). Aku tak ingat di mana letak penjara, kecuali jalan menuju kuburan karena rumah dinas kami nomor dua dari pojok jalanan menuju tempat itu. Ayahku seorang mantri yang mengepalai rumah sakit di kabupaten itu. Masa itu dokter tinggal di ibukota keresidenan (di Ende) dan sekali-sekali ia datang mengunjungi rumah sakit yang dipimpin oleh ayahku."

Catatan di atas menjelaskan bahwa Gerson Poyk adalah sebuah kisah nyata tentang literasi yang patut diteladani. Spirit dan perjuangannya dalam menumbuhkan budaya literasi (membaca dan menulis) adalah kebanggaan NTT yang mesti diimplementasikan antara lain melalui GLS. GLS  yang dicanangkan kemendikbud demi melahirkan generasi baru yang cerdas dan berbudi pekerti melalui membaca menulis dengan berpijak pada ekologi dan kearifan lokal. (maria matildis banda)

Sumber: Pos Kupang 26 Februari 2017 hal 1

Masyarakat NTT Minta Makamkan Gerson Poyk di Dharma Loka

Gerson Poyk
KUPANG, PK -- Tokoh masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dari berbagai elemen meminta agar jenazah sastrawan terkemuka Indonesia asal NTT, Gerson Poyk (86)  dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP)  Dharma Loka Kupang. Selain itu perlu mendirikan Perpustakaan Gerson Poyk di daerah ini.

Mereka menilai besarnya  jasa dan karyanya dalam memperkenalkan budaya NTT sebagai warna budaya Indonesia maupun Indonesia di mata dunia maka Gerson yang meninggal dunia di Depok pada  24 Februari 2017 layak diperlakukan sebagai pahlawan.

"Kami meminta agar Danrem dan Gubernur NTT bekerjasama untuk memakamkan tokoh sastra Indonesia di taman makam pahlawan," demikian poin pertama pernyataan para tokoh itu dalam petisi yang diterima Pos Kupang, Sabtu (25/2/2017). Kurang lebih 200 tokoh dari berbagai latar belakang profesi dan organisasi yang menandatangani petisi tersebut.

Para tokoh itu menilai Gerson Poyk adalah guru, jurnalis, novelis, cerpenis dan budayawan yang setia menjalankan tugas hingga akhir hayatnya. Ia menolak tunduk didikte oleh paham materialisme dan bekerja demi kemanusiaan sepanjang hidupnya. Berdasarkan puluhan karya sastra berupa novel, maupun ratusan cerpen, serta tulisan lain yang diterjemahkan ke berbagai bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Jepang, Turki dan Rusia diberi tanda sebagai pahlawan.

"Sudah saatnya konteks pemaknaan tentang tentang pahlawan tidak lagi melanjutkan dikotomi sipil-militer, penentuan hakekat pahlawan harus dibuka  dalam narasi kemanusiaan. Dengan visi ini maka ruang simbolik kepahlawanan tak hanya milik yang berperang dengan senjata. Penghargaan yang diterima Gerson Poyk dari kepala negara Indonesia atas jasa-jasanya di bidang sastra merupakan tanda pengakuan," demikian pernyataan tersebut.

Para tokoh juga mengusulkan untuk mendirikan Perpustakaan Gerson Poyk di Kupang. Lahannya disediakan Pemerintah Provinsi NTT. "Kami meminta agar Gubernur Provinsi NTT maupun anggota DPRD NTT serta wakil rakyat di DPR dan DPD serius menyikapi tuntutan ini dan bicarakan secara terbuka tentang makna pahlawan dalam konteks kemanusiaan kita, beri tempat untuk sastrawan dalam masyarakat dan beri tanda konkrit atas kepergian mereka," tulis para tokoh.

Dikatakan pula bahwa tanda  simbolik kepahlawanan bagi suatu bangsa merupakan hal penting bagi sebuah bangsa karena figur orang baik dalam peradaban ditentukan oleh makna pahlawan. Di tengah berbagai ketidakpastian yang melanda bangsa, semakin penting kita mendudukan mereka yang berjasa untuk negara. Tanpa ritual semacam ini 'orang baik'  tidak dianggap dan diabaikan.

Mereka menutup permintaan itu dengan  mengutip satu baris kutipan dari naskah Monologia Flobamora oleh Gerson Poyk. Sebagian penduduk negeri kita ini sangat libidinal  karena syahwat kekuasaan   menerima mitos secara harafiah (literalisme).  Literalisme yang dilindungi oleh  suatu otoritas (surat menteri misalnya),   akan menimbulkan  intoleransi dan teologi kekerasan dan pembunuhan.

Keluarga Menghargai
Keluarga besar Gerson Poyk di Kupang menginginkan jenazah almarhum  dimakamkan di TPU Damai, Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Meski  begitu pihak keluarga  menghargai apabila jenazah Gerson dimakamkan di TMP  Dharma Loka. Hal ini disampaikan adik almarhum, Richard Poyk ketika ditemui di rumah duka, Jalan Dua Lontar No. 17, Kayu Putih,  Kupang, Sabtu (25/2/2017).

Menurut Richard, pihak keluarga telah bermusyawarah soal tempat pemakaman. "Keinginan keluarga besar seperti itu bahwa jenazah bung Gerson ini harus dimakamkan di TPU Damai Fatukoa. Kita sudah sepakat, apabila tidak ada tempat lain untuk dimakamkan, maka jelas di TPU Damai," kata Richard.

Diakuinya, sampai kemarin pihak  keluarga belum juga menyiapkan liang lahat di TPU Fatukoa. Kemungkinan disiapkan setelah jenazah Gerson Poyk  tiba hari ini.  "Kita sekarang masih persiapkan untuk sambut jenazah. Awalnya sesuai rencana, jenazah tiba hari ini, namun bekalangan kami dapat informasi bahwa jenazah baru tiba besok, Minggu (26/2/2017) pagi," katanya.

Richard mengatakan, keluarga sudah mendapat informasi tentang harapan komunitas sastrawan  NTT dan para tokoh masyarakat agar jenazah Gerson Poyk dimakamkan di TMP Dharma Loka.  "Kami dapat informasi seperti itu sehingga kami juga hargai. Namun, seandainya beliau (Gerson)  masih hidup dan tanya maka pasti beliau tidak mau di Dharma Loka," kata Richard yang kini menjabat Direktur Layanan dan Pengembangan Usaha (LPU) LPP RRI Pusat.

Jenazah sastrawan terkemuka kelahiran Pulau  Rote, Gerson Poyk akan tiba di Kota Kupang pada Minggu (26/2/2017) sekira pukul 07.00 Wita  "Besok subuh berangkat  dari Jakarta jam 3, diperkirakan tiba di Kupang jam 7 pagi," kata Lanny, anggota keluarga almarhum yang dihubungi, Sabtu kemarin. (osi/yel/ira)

Ketua DPRD Anwar Pua Geno Mendukung

KETUA DPRD Provinsi NTT, Anwar Pua Geno mengatakan,  DPRD NTT  mendukung petisi dari berbagai elemen masyarakat agar pemerintah pertimbangkan untuk memakamkan Gerson Poyk di TMP Dharma Loka Kupang. "Untuk menghormati dan menghargai jasa-jasa serta pengabdian almarhum kiranya  jenazah almarhum Gerson Poyk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dharma Loka," kata Anwar, Sabtu (25/2/2017) malam.

Menurut Anwar, DPRD meminta kepada Pemerintah Provinsi NTT melalu Dinas Sosial Provinsi melakukan koordinasi dengan Korem 161 Wira Sakti agar prosedur, mekanisme dan syarat-syarat kiranya dapat terpenuhi agar seseorang tokoh dapat dimakamkan di TMP Dharma Loka Kupang. "Itu sudah domain pemerintah bersama TNI, semoga memenuhi syarat," demikian Anwar yang mengucapkan turut berduka cita mendalam atas kepergian Gerson Poyk.

Gubernur NTT, Drs.  Frans Lebu Raya menghargai harapan masyarakat agar Gerson Poyk  dimakamkan di TMP  Dhama Loka. Namun, Gubernur Frans mengakui ada syarat yang harus dipenuhi. Kepada wartawan di Lippo Plaza Kupang, Sabtu (25/2/2017) malam, gubernur mencontohkan proses yang dilalui pemerintah saat kepergian dua mantan Gubernur NTT yakni Piet A Tallo dan dr. Hendrik Fernandez.

"Pemerintah akan berkoordinasi dulu dengan TNI, prosesnya cukup panjang," kata gubernur.  Untuk menghormati almarhum Gerson Poyk, lanjut Gubernur,  Pemerintah Provinsi NTT mengabadikan namanya pada Taman Budaya.


Kewenangan untuk makamkan tokoh sipil yang punya jasa baik secara nasional maupun daerah di TMP sepenuhnya ada pada Dinas Sosial setempat.  TNI tidak berwenang menentukan syarat bagi tokoh sipil yang hendak dikuburkan di TMP.
Komandan Korem (Danrem)  161/Wira Sakti Kupang, Brigjen (TNI) Teguh Muji Angkasa, SE,MM, menyampaikan hal ini melalui Kapenrem, Mayor Ida Bagus S kepada Pos Kupang, Sabtu (25/2/2017).

Menurut Kapenrem, khusus untuk tokoh  TNI sudah ada syarat khusus untuk dimakamkan di TMP atau pemakaman umum baik atas permintaan keluarga maupun atas penilaian petinggi TNI.  "Kami di TNI tidak mengetahui soal syarat buat tokoh sipil yang mau dikuburkan di TMP. Soal syaratnya Dinsos yang tahu. Seperti di Jakarta ada Dinas Pemakaman yang menentukan, kalau di NTT Dinsos NTT yang tahu syaratnya," kata Mayor Ida.

 Dia menegaskan TMP tidak hanya bagi TNI, Polri tetapi untuk semua tokoh yang berjasa dan layak sesuai aturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi  NTT, Frans Salem, S.H, M.Si mengatakan, rencana pemakaman Gerson Poyk di TMP Dharma Loka akan dikomunikasikan dengan pihak Korem 161 Wira Sakti. Diakuinya, selain TNI dan Polri warga sipil juga bisa dimakamkan di sana asal memenuhi syarat.

Frans Salem mengatakan hal ini kepada Pos Kupang, Sabtu (25/2/2017) malam.  "Ini memang perlu dikomunikasikan dengan pihak Korem karena mereka yang memiliki kapasitas untuk menentukan siapa yang boleh dimakamkan di TMP," kata Frans.
"Prosesnya kalau syarat-syarat dipenuhi maka tidak begitu lama. Terpenting bahwa ada tanda jasa yang diberikan negara kepada beliau," tambahnya.

Kepala Dinas Sosial Provinsi NTT, Wilhemus Foni mengatakan pihaknya masih berkoordinasi dengan keluarga. Untuk dimakamkan di TMP ada persyaratan yang harus dipenuhi.  "Saya belum mendapat konfirmasi dengan Bapak Gubernur NTT soal pemakaman, namun saat ini  bapak gubernur mengatakan Pemprov NTT akan memberi nama Gerson Poyk pada Taman Budaya. Jadi Taman Budaya yang ada itu nanti bernama Taman Budaya Gerson Poyk," ujarnya.  (yon/yel/osi)





Bertemu Terakhir di Hotel Grenia
BEBERAPA karangan bunga menghiasi halaman rumah Richard Poyk di Jalan Dua Lontar No. 17 Kayu Putih Kota Kupang. Pagi itu, Sabtu (25/2/2017) sekira pukul 10:00 Wita, rumah ini masih terlihat sepi. Beberapa anggota keluarga masuk keluar di ruangan yang disiapkan untuk tempat jenazah Gerson Poyk disemayamkan.

Welem Poyk, saudara sepupu almarhum Gerson Poyk,  tidak percaya bahwa Gerson sudah meninggal. "Saat saya dapat informasi meninggalnya Bu (kakak) Gerson, saya sonde (tidak) langsung percaya. Saya tunggu informasi dari semua keluarga," ujar Welem di kediaman Richard Poyk, Sabtu (25/2/2017).

Welem mengatakan, ia bertemu terakhir dengan Gerson di Hotel Grenia Kupang. "Saya  ke sana dan kami bercerita soal keluarga. Saya lupa buland an tahun kami bertemu. Tapi itu pertemuan terakhir saya dan Bu Gerson," ujarnya.

Dalam perbincangan itu, lanjutnya, ia dan Gerson sempat membahas soal silsilah keluarga, baik yang ada di Kupang maupun di Rote. Sementara Richard Poyk, adik Gerson Poyk, duduk  bincang-bincang dengan beberapa tamu yakni Kepala LPP RRI Kupang, Salman dan sejumlah pejabat RRI Kupang.

Richard yang melihat Pos Kupang datang, lalu  mendekat dan menyapa. Saat kembali ke tempat duduk, Richard sempat membaca judul berita headline Pos Kupang. "Koran ini akan kami kliping," ujar Richard sambil mengangkat koran Pos Kupang.

Richard mengatakan, pihaknya merasa kehilangan sosok yang sudah dianggap bukan saja sebagai kakak, tetapi orangtua mereka. Alasannya, semasa hidup, Gerson banyak memberi teladan bagaimana hidup sederhana dan rendah hati, bahkan selalu memperhatikan sesama. "Kalau kita ingat kembali, banyak petuah yang dibekali oleh  Bung Gerson kepada kami semua. Memang kami tidak bersama dia selalu, tetapi apa yang diberikan kepada kami menjadi teladan," ujarnya.

Terkait kondisi almarhum sebelum meninggal, Richard mengatakan, sakit yang diderita almarhum  tidak diketahi oleh khalayak  kecuali keluarga.  Gerson ketika menderita sakit pertama, Richard sendiri sempat bertemu  tiga kali.  "Bung  Gerson  di Depok, saya sempat bertemu. Kami bercerietra seperti biasa," tuturnya.

Richard mengatakan,  ia sudah sepakat dengan keluarga agar jenazah Gerson dimakaman di Kupang. Richard menjelaskan, ada dua alasan sehingga jenazah Gerson dibawa ke Kupang. Pertama, keluarga ingin memindahkan pusat sastra dunia yang  kiblatnya harus  ada di NTT karena tidak menutup kemungkinan sastrawan dunia bisa saja akan mencari di makam sastrawan NTT yang terkenal itu.  Hal ini, lanjutnya, bisa  dengan sendirinya banyak sastrawan datang ke NTT. 

Kedua, kalau dimakamkan di Jakarta,  tidak menjamin karena  penggusuran lahan dan sebagainya. Bahkan kalau makam yang tidak terurus sekitar enam bulan,  bisa saja jenazah sudah diganti dengan yang lain.  (yel)
 

Sumber: Pos Kupang 26 Februari 2017 hal 1

Selamat Jalan Perintis Sastra NTT

Gerson Poyk
SELAMAT jalan Bapak Gerson Poyk, perintis sastra NTT. Provinsi NTT dan Indonesia kehilangan tokoh besar bidang sastra dan budaya yang dengan cemerlang mengangkat lokalitas daerah/masyarakat NTT dalam karya-karya sastranya.

Di samping sebagai sastrawan besar Indonesia, yang oleh H. B. Jassin dimasukkan sebagai Angkatan 66, Gerson Poyk juga adalah orang NTT pertama yang berkiprah di panggung sastra. Beliau dijuluki sebagai perintis sastra NTT. Setelah Gerson merintisnya, muncul kemudian nama-nama lain, seperti Dami N. Toda, Julius Sijaranamual, Umbu Landu Paranggi, dan John Dami Mukese.

Data otentik karya sastra Gerson Poyk pertama sebagai karya awal orang NTT di panggung sastra berupa cerita pendek, judulnya "Mutiara di Tengah Sawah." Cerpen ini dimuat majalah Sastra (Nomor 6, Tahun I, Oktober 1961) dan mendapat hadiah dari majalah tersebut sebagai cerpen terbaik tahun 1961 itu.

Majalah Sastra adalah majalah bulanan yang terbit pertama kali tahun 1961, dipimpin H.B. Jassin dan M. Balfas. 

Dalam sejumlah biografinya, Gerson Poyk mulai menulis karya sastra sejak menjadi guru SMP dan SGA di Ternate dan di Bima sebelum tahun 1961. Disebutkan, ada sejumlah media yang memuat karya sastranya, seperti Mimbar Indonesia, Tjerita, dan Sastra. Hanya sayangnya, saya hanya menemukan data otentik karya sastra Gerson pada majalah Sastra (1961), sedangkan pada majalah Mimbar Indonesia dan Tjerita sebelum tahun 1961, tidak ditemukan.

Dalam forum Temu 1 Sastrawan NTT yang diselenggarakan Kantor Bahasa NTT pada 30-31 Agustus 2013 di Kupang, saya tanyakan langsung kepada Bapak Gerson, apa judul karya sastra pertamanya. Dijawab bahwa karya sastra pertamanya cerpen "Mutiara di Tengah Sawah," namun media yang memuatnya beliau sudah lupa. Dengan demikian, sastra NTT dimulai pada tahun 1961, sejak orang NTT pertama menulis karya sastra, kini sastra NTT berusia 56 tahun, dengan perintisnya GersonPoyk.

Gerson Poyk lahir pada 16 Juni 1931 di Namodale, Rote Ndao, Provinsi NTT. Tahun 2017 ini Gerson Poyk genap berusia 86 tahun. Selama 56 tahun terus-menerus, Gerson Poyk tetap dan terus berkarya sastra, mengangkat citra Provinsi NTT dalam panggung sastra Indonesia modern. Banyak pembaca karya sastra Indonesia modern dengan sangat mudah menghubungkan karya-karya sastra Gerson dengan kondisi alam lingkungan dan sosial budaya Provinsi NTT. Gerson Poyk juga sering dijuluki sebagai pendongeng dari Timur.

Pada Temu 2 Sastrawan NTT di Universitas Flores, Ende, pada 8-10 Oktober 2015, lebih dari 60 sastrawan NTT yang hadir, menetapkan tanggal 16 Juni sebagai Hari Sastra NTT bersamaan dengan HUT Gerson Poyk. Ini terkandung maksud sebagai bentuk rasa hormat dan penghargaan kepada Gerson Poyk sebagai perintis sastra NTT.

Hari Sastra NTT diperingati pertama kali pada 16 Juni 2016 lalu.Tahun 2016 lalu, kami di Universitas Flores Ende memperingati Hari Sastra NTT sekaligus merayakan HUT ke-85 Gerson Poyk selama dua hari, tanggal 15 dan 16 Juni 2016 dengan berbagai kegiatan bidang sastra dan budaya.

Berdasarkan hasil penelusuran saya selama bertahun-tahun, sampai dengan 2017 ini, Gerson Poyk telah menerbitkan minimal 29 buku sastra, 13 judul buku novel, 14 judul buku kumpulan cerpen, satu judul buku puisi, dan satu judul buku jurnalistik bergaya sastra. Sedangkan karya sastra yang belum dibukukan, berupa cerpen, puisi, naskah drama, esai sastra, kritik sastra, dan ulasan sastra, jumlahnya bisa ribuan yang tersebar di puluhan bahkan ratusan media cetak di Indonesia.

Beliau sendiri menyebut jumlahnya sekitar 2-3 karung.
Karya sastra Gerson yang terkenal dan dibaca luas, antara lain berjudul Sang Guru, Cumbuan Sabana, Nostalgia Nusa Tenggara, Mutiara di Tengah Sawah, Matias Akankari, Meredam Dendam, Nostalgia Flobamora, dan Enu Molas di Lembah Lingko.

Judul-judul buku novel Gerson Poyk adalah (1) Hari-Hari Pertama (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1964, 1968); (2) Sang Guru (Pustaka Jaya, Jakarta, 1971, 1973); (3) Cumbuan Sabana (Nusa Indah, Ende, 1979); (4) Petualangan Dino (Nusa Indah, Ende, 1979); (5) Giring-Giring (1982); (6) Sang Sutradara dan Wartawati Burung (Kakilangit Kencana, Jakarta, 2009); (7) Tarian Ombak (Kakilangit Kencana, Jakarta, 2009); (8) Meredam Dendam (Kakilangit Kencana, Jakarta, 2009); (9) Seruling Tulang (Kakilangit Kencana, Jakarta, 2009); (35) (10) Nyoman Sulastri (Libri, Jakarta, 2012); (11) Seribu Malam Sunyi (Libri, Jakarta, 2012); (12) Enu Molas di Lembah Lingko (Q Publisher, 2015), (13) Nostalgia Flobamora (Actual Potensia Mandiri, 2015).

Buku-buku cerpen Gerson Poyk adalah (1) Nostalgia Nusa Tenggara (Nusa Indah, Ende, 1975, 1977); (2) Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Aleksander Rajaguguk (Nusa Indah, Ende, 1975, 1977); (3) Matias Akankari (1975); (4) Jerat (Nusa Indah, Ende, 1978); (5) Requiem untuk Seorang Perempuan (1981, 1983); (6) Seutas Benang Cinta (1982); (7) Di Bawah Matahari Bali (Sinar Harapan, Jakarta, 1982); (8) La Tirka Tar (1983); (9) Mutiara di Tengah Sawah (1984); (10) Anak Karang (1985); (11) Puber Kedua di Sebuah Teluk (1985); (12) Doa Perkabungan (Gerson Poyk, 1987); (13) Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (Gerson Poyk, 1988); (14) Poti Wolo (Grafiti, Jakarta, 1988).

Adapun buku puisi Gerson berjudul, Dari Rote ke Iowa (2015) dan buku jurnalistik bergaya sastra berjudul Keliling Indonesia: dari Era Bung Karno Sampai SBY (2010). (Yohanes Sehandi,  Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende).

Sumber: Pos Kupang, 25 Februari 2017 hal 4

Gerson Poyk: Akar Imajinasinya di NTT

Gerson Poyk
"DARI sisi sastrawan, Gerson Poyk adalah sosok yang paling inspiratif. Tokoh sastrawan yang bukan saja terkenal di NTT, tetapi Gerson sosok sastrawan Indonesia yang piawai dalam menulis dan sangat komunikatif dengan pembacanya."

Demikian kesan penulis Dr. Marselus Robot  yang juga Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang tentang Gerson Poyk,  Jumat (24/2/2017).

Marsel mengaku kaget saat mendapat informasi bahwa Gerson Poyk telah tiada. Yang mengagumkan dari seorang Gerson Poyk, tutur Marsel, adalah saat menulis selalu melengketkan tema-tema kultular NTT.  Gerson menggadang fitur-fitur budaya NTT ke dalam karya-karyanya. Ada tradisi dari Rote, Manggarai, Timor dan lainnya yang dibacakan dengan jelas. Tulisannya mudah diamati dan nikmat ketika membacanya.

"Cerpen-cerpennya selalu mengandung warna lokal yang sangat kuat. Biar berkarya jauh di Jakarta, tapi akar sastranya selalu menghujam di bumi Flobamora. Itulah yang membuat saya kagum. Bagi saya karya Bung Gerson bukan sekadar album sosial, tapi dia menyatakan sesuatu melalui karyanya," tutur Marsel Robot.

Marsel sebagai generasi di bawah Gerson mengaku kehilangan tokoh inspiratif.  Menurut dia, kehilangan Gerson adalah kehilangan tokoh sastrawan Indonesia dan warga sastrawan NTT. Kepergiannya itu berarti kepergian sosok imajinasi. Kepergian sosok yang pandai bergurau dan kepergian seorang ilusi dalam bersastra. "Saya dan keluarga turut berduka cita atas kepergian Bung Gerson. Semoga almarhum  Gerson Poyk diterima di sisi Allah, dan keluarga yang dtinggalkan diberikan ketabahan," ujarnya.

Marsel mengajak masyarakat NTT untuk terus membaca karya-karya Gerson Poyk. Gerson telah memberikan yang terbaik dalam hidupnya dengan karya-karya sastra yang tetap menghujam akar imajinasinya di NTT.

Praktisi sastra di Kota Ende, Yohanes Sehandi mengatakan, kepergian Gerson Poyk merupakan duka bagi dunia sastra NTT, baik komunitas sastra di daerah ini maupun bagi penggemar sastra dan masyarakat NTT. Kepada Pos Kupang, Jumat (24/2/2017), Yan mengatakan, Gerson adalah seorang perintis karya sastra NTT. Dari buah penanya telah  menghasilkan berbagai tulisan dengan latar belakang NTT.

Sosok Gerson,  ujar Yan, adalah orang yang setia dengan panggilannya sebagai penulis sastra sampai meninggal. Yan mengatakan, sebagai bentuk apresiasi atas jasa besar Gerson dalam bidang sastra NTT, maka dalam temu sastra NTT yang pertama di Universitas Flores, semua peserta sepakat menjadikan tanggal lahir Gerson Poyk, 16 Juni sebagai Hari Sastra NTT.

Dengan demikian, lanjutnya, setiap tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari lahir sastra NTT merujuk pada hari lahir Gerson Poyk.   Langkah nyata yang dilakukan oleh Universitas Flores untuk menyambut HUT Sastra NTT, demikian Yan, yang juga dosen Universitas Flores adalah menggelar peringatan HUT Sastra yang pertama di Kampus Universitas Flores pada 16 Juni 2016 lalu.

Secara pribadi, ujar Yan, ia memiliki 29 jenis buku atau karya sastra karya Gerson Poyk. Di antaranya 14 cerpen dan 13 novel serta 1 buku puisi dan 1 buku laporan jurnalistik bergaya sastra. Sebagai orang yang pernah tinggal di Flores, ujar Yan, Gerson pernah menulis karya sastra dengan latar belakang daerah Flores khususnya di Manggarai seperti Enu Molas.

                                      Angkat Nama NTT
Karya-karya  Gerson Poyk, selama ini telah mengangkat nama NTT di tingkat nasional dan internasional. Keharuman NTT cukup nyata di bidang sastra era Gerson Poyk.
Hal ini disampaikan Ketua DPRD Provinsi  NTT, H. Anwar Pua Geno, S.H,  Jumat (24/2/2017). Menurut dia, Gerson Poyk adalah  sastrawan kawakan yang cukup terkenal dan di era almarhum sempat mengangkat nama NTT serta nama Indonesia dengan karya- karya di bidang sastra.

"Kami  turut berduka cita yang mendalam atas berpulangnya wartawan senior dan kawakan Gerson Poyk. Almarhum adalah wartawan insan pengabdi media bagi bangsa kelahiran NTT yang ulet, tekun, gigih dan penuh idealisme," kata Anwar.

Perjuangan dalam mewartakan setiap etape dinamika kehidupan bangsa dan negara, demikian Anwar, Gerson Poyk tidak pernah menyerah  dengan begitu banyak tantangan, khususnya di bidang sastra.

"Karya dan jasanya bagi daerah dan bangsa ini sangat besar. Nama NTT ikut harum dan terangkat karena kebesaran nama Gerson Poyk di bidang jurnalisme dan media massa. Ketokohan, kesahajaan hidup dan kegigihannya dalam berkarya menjalani profesinya patut diteladani," ujarnya.

Apa yang ditorehkan Gerson Poyk, demikian Anwar, diharapkan dapat dilanjutkan oleh generasi sekarang yang mengabdi di bidang media massa sesuai dengan tantangan dan semangat zaman. "Kami turut berdukacita atas kehilangan sosok yang sangat terkenal ini. NTT sangat kehilangan," katanya.

Mantan Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si mengatakan, Gerson Poyk adalah sosok sastrawan dan budayawan Indonesia asal NTT yang cukup terkenal sejak beberapa tahun silam. Karena itu, NTT sangat kehilangan sosok yang sudah mengharumkan nama NTT di tingkat nasional. "Kami turut berduka yang mendalam , karena karya dari almarhum sangat menorehkan sejarah bidang sastrawan di NTT. Gerson adalah pahlawan bidang sastra di NTT," kata Esthon.

Ia mengharapkan karya-karya almarhum bisa diwariskan kepada sastrawan-sastrawan sekarang demi kemajuan sastra di NTT dan di Indonesia.

Walikota Kupang terpilih Dr. Jefri Riwu Kore mengatakan, NTT sangat kehilangan sosok sastrawan yang cukup terkenal . Ketokohan dan kegigihan  almarhum tentu sulit untuk ditandingi.  "NTT kehilangan sosok sastrawan besar dan kemungkinan akan sulit ada pengganti. Saya harapkan apa yang sudah dilakukan almarhum bisa memberi motivasi bagi sastrawan-sastrawan masa kini," kata Jefri.  (yen/rom/yel)

Sumber: Pos Kupang 25 Februari 2017 hal
1

Gerson Poyk: Opa yang Cerdas dan Rendah Hati

Gerson Poyk
KEPERGIAAN sastrawan asal NTT, Gerson Poyk membawa duka mendalam bagi sastrawan muda di daerah ini. Ungkapan duka itu antara lain disampaikan anak muda kreatif yang bergabung dalam Komunitas Dusun Flobamora dan Lakoat Kujawas.

Kepada Pos Kupang, Jumat (24/2/2017), Koordinator Dusun Flobamora, Romo Amance Franck Oe Ninu mengatakan sangat berduka tas kepergian Gerson Poyk yang dia sapa Opa. "Kami berterima kasih atas inspirasi Opa Gerson Poyk untuk sastra, kebudayaan, dan kemanusiaan NTT dan Indonesia. Selamat jalan Opa Gerson, doa kami untukmu," ujarnya.

Amance mengatakan, bagi kalangan sastrawan muda NTT, nama Gerson Poyk sudah tidak asing lagi. Gerson sudah menjadi sosok yang dikagumi lewat karya-karya sastranya yang luar biasa.

Anggota Komunitas Dusun Flobamora lainnya, Christian Dicky Senda yang juga koordinator Komunitas Lakoat Kujawas, mengatakan Gerson Poyk menampilkan NTT dalam cara yang kreatif, inovatif, dan kritis. Karya cerpennya tak hanya memantulkan filosofi dan lokalitas NTT, tetapi juga mengkritisi perilaku dan tradisi yang keliru dalam kehidupan bersama. Imajinasinya sangat lokal Flobamora, kadang lucu, tetapi jenius.

Dicky melukiskan Opa Gerson sebagai sosok yang cerdas, rendah hati sekaligus punya selera humor yang ajaib. Buku Nostalgia Flobamora adalah tulisan terbaiknya tentang NTT di masa lalu. Ia mempunyai memori yang detail dan tajam tentang masa lalunya.

Seniman Abdy Keraf mengatakan, Gerson Poyk adalah sosok sastrawan sekaligus budayawan yang sangat menginspirasi. Lewat karya-karyanya, Gerson  bercerita tentang NTT dengan beragam budaya.  "Kami mengucapkan selamat jalan Pak Gerson Poyk. Tuhan menerimamu di Surga," kata Abdy.

Perasaan duka pun diungkapkan Dody Doohan Kudji Lede. Lewat  akun Facebooknya, Dody mengucapkan terima kasih kepada sang maestro sastra itu. "Selamat jalan Opa Gerson Poyk. Terima kasih telah menjadi bagian dari kami.
Tuhan menguatkan keluarga yang ditinggalkan dan membuka jalan ke sorga bagimu.
Kami kehilangan sastrawan terbaik NTT," demikian Dody.

Sastrawan NTT, Mezra E Pellondou tak kuasa menahan tangis mendengar kepergian Gerson Poyk. Menurut Mezra,  dia masih sempat menanyakan kondisi terakhir pada putrinya Fanny  Jonathans Poyk. Penjelasan Fanny pada Jumat pagi  membuatnya sedih. "Besar harapanku opa tetap sehat. Ternyata kondisi kesehatan makin drop," kata Mezra dalam catatannya yang dikirim kepada Pos Kupang.

Mezra melukiskan Gerson sebagai sastrawan yang hebat. "Kau telah memilih jalan utopia selama pengembaraanmu di bumi Tuhan ini. Di jalanmu yang utopia itu kau mengembara dengan spiritual modern yang beruas-ruas dan berkelok-kelok namun kamu mampu menaklukkannya dalam iman, pengharapan, cinta, kasih, sains dan teknologi. Kau tidak teralineasi dalam semangat kedaerahan yang berlebihan karena kau sangat cinta NKRI sebagai harga mati. Kau juga bukan pemuja modernisme secara berlebihan, karena kau sangat menghargai kearifan lokal. Dengan hatimu yang penuh kasih, kau memiliki sifat sosial yang tinggi. Hatimu bersih dan jujur. Bahkan kau mampu mengelola konflik dalam hidupmu dan juga dalam cerpen cerpen dan novelmu dengan lugu dan jenaka. Kami sangat kehilangan dirimu, opa Gerson Fulbertus Poyk," tulis Mezra

Mezra lebih lanjut menulis, "Kau telah berjalan dengan langkahmu yang gagah hingga finish. Kau menyelesaikan jalan utopiamu dengan sempurna. Semoga kami yang ditinggalakn bisa dikuatkan untuk menyelesaikan perjalanan kami sambil melihat bekas-bekas tapakmu untuk kami belajar memiliki irama kami sendiri agar mampu menaklukkan Tarian Ombak kehidupan agar kami tidak hanyut, Oleng Kemoleng dan teralienasi seperti yang kau khawatirkan saat Temu I Sastrawan NTT 2013. Opa Gerson Poyk, selamat jalan. Kami sangat mencintaimu dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Tuhan menyempurnakanmu di surga. Maafkan atas segala khilaf dan salah kami padamu, opa tersayang. Amin."

Kehilangan juga dirasakan Maria Matildis Banda. "Bicara mengenai Gerson Poyk, saya terkenang Ben,  tokoh utama dalam Novel Sang Guru buah karyanya. Ben adalah guru yang sederhana dan bahagia dengan pekerjaanya, meskipun hanya tinggal di gudang sekolah. NTT patut bangga memiliki Gerson Poyk. NTT kehilangan sastrawan ternama di Indonesia. Mudah-mudahan sastrawan muda NTT mampu lahir sebagai 'Gerson' baru yang berkisah tentang berbagai konflik hidup di NTT. Selamat jalan Om Gerson. Semoga mimpi indah di surga," kata Matildis. (nia/osi)

Sumber: Pos Kupang 25 Februari 2017 hal 1

Gerson Poyk Ikut Berdiskusi Melahirkan Pos Kupang

Gerson Poyk
SIANG  hari, 15 Agustus 1974, aparatur pemerintah daerah (pemda)  dan warga Kota Atambua Kabupaten Belu begitu sibuk. Di tengah suhu udara yang terbilang cukup panas, orang lalu lalang membawa bendera dan umbul-umbul untuk memperindah Kota Atambua dalam rangka peringatan hari Proklamasi 17 Agustus.

HUT kemerdekaan RI  tahun 1974 itu menjadi spesifik karena perayaannya akan dihadiri tamu istimewa dari Timor Portugis (kini negara Timor Leste).
Dari Timor Portugis memang datang rombongan pemerintah bersama tim kesenian dan olahraga. Kehadiran mereka dalam rangka mempererat  hubungan persaudaraan antarbangsa, Indonesia dan Portugis, penguasa Timor Portugis.

Siang hari itu, kebetulan perut sudah keroncongan dalam perjalanan bersepeda motor dari Halilulik menuju Atapupu, saya singgah di sebuah restoran Chinese -lupa namanya-yang berlokasi di pertigaan jalan, dekat Kantor Bupati Belu.

Saya  kala itu sedang mencari bibit sapi Bali guna memenuhi pesanan Pemda Kabupaten Sika. Ketika memasuki restoran yang kebetulan lagi sepi, terlihat seorang pria berambut agak ikal, bercelana jeans biru sedang akrab ngobrol dengan pemilik restoran, kebetulan  seorang wanita cantik. Di atas meja, tergeletak sebuah kamera foto merk Olympus lengkap dengan telelens. Tentu saja terbilang mahal untuk ukuran saat itu.

Melihat kedatangan saya, sang pria yang semula hanya senyum-senyum, datang menemani saya sambil memperkenalkan diri. "Saya Gerson. Gerson Poyk." Dan, katanya kepada saya.. "kamu pasti orang Flores" dengan sangat yakin. Dia lalu berkisah tentang masa kecil saat Sekolah Rakyat di Ruteng, Manggarai, sama sekolah dengan Ben Mboi (Gubernur NTT 1978-1988).

Kalau main sepakbola, posisi  Ben Mboi kanan luar. Tapi Om Gerson tak cerita dia pada posisi mana. Dia juga cerita tentang mata air Lawir, di pinggiran Kota Ruteng yang di  kemudian hari jadi tempatnya mencari inspirasi menulis berbagai novel.
Cara menyapanya yang hangat segera mengakrabkan kami dan memulai ngobrol.

Saya menyapanya dengan Om Gerson karena jelas usianya jauh di atas saya. Dan, ketika saya meminta daftar menu makan siang sambil menawarkan untuk makan bersama, Om Gerson bilang. "Dari tadi saya memang menunggu rasa lapar. Pesan apa saja". Maka kami berdua melalap masing-masing dua porsi mie goreng babi dan Om Gerson meminta traktir minuman alkohol merk "Laurentina".  Aneh, orang ini menunggu lapar?

Dari ngobrol sana sini hampir tiga  jam, saya akhirnya tahu bahwa Om Gerson ini seorang jurnalis dan penulis yang ingin masuk ke wilayah Timor dengan sponsor Harian Kompas.

 Entah mengapa, Om Gerzon sebenarnya masih wartawan Harian Sinar Harapan, bahkan membidani kelahiran surat kabar milik Partai Kristen Indonesia (Parkindo) tahun 1973, perjalanannya ke Timor dibiayai Harian Kompas.  Saya tak bertanya lebih jauh. Tetapi saya akhirnya tahu, Om Gerson sedang kesukitan menemukan cara untuk memasuki wilayah Timor Portugis.

Ketika sedang asyik ngobrol dataang seorang pejabat Pemda Belu bergabung dengan kami sambil bercerita bahwa  sore itu  akan ada rombongan tamu dari Timor Portugis  ke Atambua, Om Gerson Poyk pun mengajak saya bersamanya menemui tamu, siapa pun dia.

Beruntung memang, malam itu sejumlah pejabat Pemerintah Timor Portugis datang ke restoran, tempat kami makan siang. Saya perhatikan, bagaimana Om Gerson begitu lincah mendekati para pejabat Timor Portugis dan segera saja menjadi akrab.  Saya hanya ingat, ucapan seorang pejabat Timor Portugis yang mengatakan.."Oooo jurnalista, jurnalista" sambil angguk-angguk kepala dan berkata "oke..oke".

Kemudian saya tahu, Om Gerson memang bertemu pejabat Timor Portugis yang punya kompetensi memberi izin masuk ke wilayah Timor Portugis. Bahkan menawarkan transportasi menggunakan truk, dua hari kemudian.

Saya tak tahu berapa lama Om Gerson berada di Timor Portugis. Tetapi dua bulan kemudian dia mencari saya di Kupang dan mengobrol macam-macam. Ternyata dari kunjungan "jurnalista" sejak pekan ketiga Agutus 1974, laporan jurnalistiknya menjadi acuan atau rujukan semua wartawaan Indonesia yang berbondong-bondong ke Atambua guna meliput perang Saudara Timor Portugis Juli 1975 yang berbias sampai pengungsian besar-besaran ke Timor Indonesia (NTT).

Karakteristik wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Portugis serta kehidupan masyarakat Timor Portugis yang dicari insan pers Indonesia, memang disajikan dengan lengkap dalam laporan jurnalistik Om Gerson Poyk.

Sesudah itu kami lama tak bersua. Sampai suatu malam saya bertemu Om Gerson di Hotel Sasando Kupang  bersama sejumlah wartawan Indonesia atas undangan Merpoati Nusantara Airlines dalam rangka penerbangan perdana ke Darwin, Australia. Jika wartawan Indonesia lain membawa kopor, Om Gerson cuma bawa sebuah kantong kresek berisi majalah Tempo yang dia wakili.

Beberapa tahun kemudian, wartawan Sinar Harapan, Aco Manafe (alm), mengungkap sisi kehidupan Om Gerson yang sangat tak peduli pada materi. Cerita Aco, yang kemudian dibenarkan sastrawan Julius Siyaranamual (alm), ketika bersiap- siap kembali Indonesia, setelah kuliah di Iowa University Amerika Serikat, Gerson Poyk  membuang semua barang miliknya lewat jendela hotel. Kata Om Gerson,  mengapa harus lelah mengurusi barang bawaan?

Esoknya Om Gerson naik pesawat kembali Indonesia, tanpa bagasi, tanpa kabin. Pihak airline rupanya mengenal siapa Om Gerson sehingga tak bertanya mengapa tak ada barang bawaan, berbeda dengan warga Indonesia lain yang bagasinya sampai berlebihan.

Ketika saya dan Valens Goa Doy  (alm)  sedang menyiapkan kelahiran Surat Kabar Harian  Pos Kupang medio 1992, Om Gerson ikut dalam diskusi empat  orang di rumah Pak Ben Mboi di komplek  perumahan Angkatan Darat, Jalan Gatot Subroto Jakarta. Om Gerson dan Ben Mboi, tentara dan politikus lebih banyak bernostalgia masa kecil mereka di Ruteng sambil menghabiskan beberapa botol wine.

Ketika Pos Kupang terbit akhir 1992, Om Gerson yang sempat jadi Redaktur Khusus Pos Kupang menulis artikel yang mengeritik perilaku pejabat birokrat. Itu PNS-PNS, tulis Gerson, kalau sudah jadi pejabat, kalau sudah dikasih baju safari, kebanyakan pasti berubah. Cara jalan, cara duduk, berbicara.. Berubah semua... Saya lupa judul artikel tersebut dan kapan muatnya.

Banyak kenangan tentang Om Gerson. Tapi satu hal yang tak terlupakan dan agak sulit dipahami. Orang ini, dengan segudang kekayaan intelektual, penulis, novelis yang menghasilkan begitu banyak karya dan tentu saja berkesempatan punya banyak uang, hidupnya boleh dikatakan pas-pasan saja.

Ketika saya dan Valens Goa Doy medio 1992 menjemputnya untuk menuju ke rumah Pak Ben Mboi, kami harus menyuruk-nyuruk di bawah pohon dan menghindari tanah rawa berlumpur mencari rumahnya yang sangat sederhana di bilangan pelosok Jakarta Timur, kurang lebih dua  jam menggunakan taksi. Selamat jalan Om Gerson Poyk, Om humanis.. (damyan godho)

Sumber: Pos Kupang 25 Februari 2017 hal 1

Gerson Poyk Mau Pulang Kupang Tanam Jagung

Gerson Poyk
DALAM kondisi sakit dan dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Hermina Depok, sastrawan terkemuka Gerson Poyk menyampaikan kenginannya pulang ke Kupang guna menanam jagung dan sayur di kebun sendiri. Keinginan ini  disampaikan berulangkali kepada anaknya Fanny Jonathans.

"Papa tidak ada pesan apa-apa. Namun Papa sering mengatakan keinginan dan mimpinya untuk bisa pulang ke Kupang untuk menanam jagung dan sayur. Katanya, dia mau menjadi petani jagung dan sayur di Kupang, membeli lahan untuk dijadikan kebun. Katanya, 'nanti saya mau tanam jagung dan sayur, Ihhh enak ya, makan pakai sayur pasti badan sehat'. Hal ini sering disampaikannya kepada kami. Bahkan saat awal masuk di rumah sakit, papa masih menyampaikan keinginan itu lagi meski dengan suara yang tidak lagi jelas," kata Fanny Jonathans Poyk kepada Pos Kupang melalui telepon dari Jakarta, Jumat (24/2/2017).

Gerson Poyk meninggal dunia di RS Hermina Depok, Jumat (24/2/2017) sekira pukul 11.00 WIB. Menurut rencana, jenazah sastrawan kelahiran Pulau Rote,  16 Juni 1931 tersebut akan diberangkatkan ke Kupang, Sabtu (25//2/2017).

Fanny mengatakan, ayahnya menderita stroke ringan dan dua minggu lalu jatuh di kamar mandi lalu mereka membawanya ke RS Hermina Depok.  Saat dibawa ke rumah sakit, Gerson Poyk  masih bisa bicara meski kurang jelas. "Perawatan dilakukan bertahap, dalam perawatan itu tenggorokan papa penuh lendir, lalu dilakuan penyedotan. Lama-kelamaan Papa tidak bisa makan, kalau makan muntah, minum air juga muntah," kata Fanny.

Tiga hari lalu, demikian Fanny, ayahnya terkena serangan jantung sehingga dimasukkan ke ruang ICU. "Di ruang ICU hanya dua hari  lalu dipindahkan lagi ke ruang opname. Tadi pagi masih tidur nyenyak dan saat bangun HB-nya turun lalu transfusi darah dan diuap agar jangan sesak napas. Beberapa saat kemudian Papa angkat tangan. Sekitar jam sebelas Papa meninggal dunia," kata Fanny.

Fanny mengatakan, dua tahun lalu, ayahnya masih menulis novel berjudul Teroris No, Peace Yes. "Novelnya itu sudah selesai dibuat dan saya sedang  proses edit. Papa pesan untuk melihat catatan kakinya . Rencana  kalau sudah  selesai akan kami jual ke beberapa penerbit," kata Fanny.

 Fanny menambahkan, ayahnya juga sedang menulis novel yang isinya tentang bagaimana banga Indonesia menyikapi perbedaan agama. "Dalam novel itu dia menceritakan tentang kehidupan muridnya, Ismail Lutang yang kini Pemred Parahyangan, yang naik haji," kata Fanny.

Fanny mengenal ayahnya sebagai  sosok dermawan di tengah keterbatasan hidup. Gerson Poyk bahkan rela menjual barang dalam rumah untuk bantu orang yang kesusahan. Hal ini sering dikomplain istri dan anaknya. "Duitnya dia bagi-bagi orang yang susah. Padahal kami juga susah. Dia ketik cerpen dan honornya buat bantu orang, tivi hitam putih dikasih ke orang, sepeda juga dijual untuk bantu orang. Bahkan saat dia sakit di rumah sakit ada yang memberinya uang Rp 350.000, lalu ada pengunjung lain yang dilihatnya susah dia berikan Rp 50.000 untuk orang itu. Mama sering komplain. Bagaimana tidak komplain, kami hanya punya beras dua liter, Papa kasih ke orang. Itulah Papa saya, orang yang nyentrik," kata Fanny.

Fanny mengatakan, saat diomeli ayahnya selalu mengatakan, jangan pusing soal uang karena rejeki itu Tuhan yang atur. "Katanya, nanti Tuhan yang akan kasih uang. Uangnya dikasih ke orang dan dia telepon saya, katanya tolong kirim pulsa, kasih lima ribu saja. Kalau ingat hal-hal itu, saya sedih sekali sekaligus bangga karena bapak saya adalah kebanggan keluarga," kata Fanny. Fanny membenarkan ayahnya akan dimakamkan di Kupang. "Jika dapat tiket, besok (hari ini, Red)  kami akan membawa Papa ke Kupang. Di Kupang, jenazah akan disemayamkan di rumah keluarga Pak Richard Poyk di Kayu Putih," kata Fanny.

            Mendorong Orang Muda
Ketua Komunitas Teater Perempuan Biasa-Kupang, Lanny Koroh, Sastrawan Eric Dayo dan Penyair Kereta, Julia Utami mengatakan, meski telah berusia lanjut, Gerson terus berkarya di mana saja dia berada.  Menurut Lanny, semasa hidupnya Gerson Poyk  selalu mendorong siapa saja terutama orang muda untuk berkarya dalam bidang seni atau  bidang lainnya. "Opa Gerson mengingatkan kami para penyair, sastrawan agar terus menghasilkan karya dan  menulis tanpa mengharapkan uang. Karena karya seni itu indah," kata Lanny.

Lanny  sempat membuat gerakan solidaritas untuk menyumbang guna membantu biaya pengobatan dan perawatan Gerson. "Rencananya tanggal 4 dan 5 Maret 2017 kami mau bikin konser amal untuk membantu pengobatan Opa Gerson," katanya.
Julia Utami mengatakan, dalam kondisi yang kerap kurang sehat, Gerson masih memiliki impian yang ingin diteruskan generasi muda. Misalnya  membuat desa budaya. Di desa itu ada patung-patung sastrawan Indonesia, ada sawah yang ditanami para seniman, teater tempat pentas para seniman mengekspresikan imajinasi seni mereka, akses internet dengan jaringan yang baik sehingga para seniman bisa memamerkan karya mereka ke seluruh dunia

"Menurut Opa Gerson, dengan begitu tak ada lagi ekstrim kiri maupun kanan, yang ada adalah etis moral yang selalu membuat generasi muda Indonesia lebih kreatif dan cerdas. Kata Opa Gerson, filsafat kehidupan itu penting, dengan begitu generasi muda tahu bagaimana menata Indonesia dengan lebih baik, cerdas dan Eric Dayo mengaku menjadi murid Gerson Poyk sejak tahun 1970-an di Bali. Eric

"Dia orang luar biasa yang pernah saya temui. Guru yang luar biasa.  Opa Gerson tidak saja guru untuk menulis kehidupan, tapi juga guru yang mengajarkan tentang bagaimana memahami interaksi antar manusia, bagaimana kita berhubungan dengan orang lain, sesama, dengan semesta dan dengan Tuhan," kata Eric.

Eric mengatakan, kendati usianya yang sudah uzur, Gerson tetap menulis dan Eric sangat terkesan ketika Gerson menjadikannya subyek dalam salah satu karyanya.  "Gerson menulis 'Di Bawah Matahari Bali' yang mengisahkan tentang pengembaraan saya di Bali. Guru yang hebat," kata Eric yang terakhir kali bertemu Gerson tiga minggu lalu di Jakarta. (vel)

Sumber: Pos Kupang 25 Februari 2017 hal 1

Surat Kabar Tribun Network Raih 24 Piala

Dion (kanan) terima piala IPMA dari Menteri Rudiantara
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Regina Kunthi Rosary

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah surat kabar Tribun meraih 24 piala dalam Malam Penghargaan Serikat Perusahaan (SPS) 2017 yang digelar di Millenium Hotel, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2017).

Gelaran tahunan bertema Inovasi yang Menginspirasi itu terdiri atas Indonesia Print Media Awards (IPMA), Indonesia inhouse Magazine Awards (InMA), Indonesia Young Readers Awards (IYRA) dan Indonesia Student Print Media Awards (ISPRIMA) 2017.

Berikut ini daftar surat kabar Tribun Network  yang meraih penghargaan pada Malam Penghargaan Serikat Perusahaan (SPS) 2017.

The Best of Sulawesi Newspaper IPMA 2017
Silver Winner:
Tribun Timur edisi Rabu (7/11/2017)

Bronze Winner:
Tribun Manado edisi Senin (8/2/2016)

The Best of Kalimantan Newspaper IPMA 2017
Gold Winner:
Tribun Pontianak edisi Rabu (20/1/2016)

Silver Winner:
Tribun Pontianak edisi Sabtu (10/5/2016)

Bronze Winner:
Tribun Kaltim edisi Senin (19/12/2016)

The Best of Java Newspaper IPMA 2017
Gold Winner:
Warta Kota edisi Kamis (20/1/2016)

Silver Winner:
Surya edisi Jumat (9/11/2016)
Warta Kota edisi Kamis (15/12/2016)
Tribun Jogja edisi Kamis (10/3/2016)

Bronze Winner:
Tribun Jateng edisi Kamis (8/12/2016)

The Best of Bali dan Nusa Tenggara Newspaper IPMA 2017
Silver Winner:

Pos Kupang edisi Kamis (10/3/2016)
Tribun Bali edisi Kamis (18/2/2016)

The Best of Sumatera Newspaper IPMA 2017

Silver Winner:
Tribun Sumsel edisi Kamis (10/3/2016)
Tribun Medan edisi Jumat (5/2/2016)
Tribun Lampung edisi Rabu (20/1/2016)

Bronze Winner:
Tribun Jambi edisi Rabu (20/1/2016)
Tribun Pekanbaru edisi Rabu (23/3/2016)
Serambi Indonesia edisi Kamis (8/12/2016) dan Sabtu (27/2/2016)
Sriwijaya Post edisi Kamis (4/2/2016)

The Best of Sumatera Newspaper IYRA 2017
Bronze Winner:
Tribun Lampung edisi Minggu (3/4/2016) "Selama Positif Saya Senang"

The Best of Kalimantan Newspaper IYRA 2017
Bronze Winner:
Banjarmasin Post edisi Senin (12/12/2016) "Mulai Atur Kegiatan Akhir Tahun"

The Best of Sulawesi Newspaper IYRA 2017
Bronze Winner:
Tribun Manado edisi Jumat (18/11/2016) "Lima Spot Kece Instagramable"

The Best of Java Newspaper IYRA 2017
Bronze Winner:
Surya edisi Selasa (1/11/2016) "Asyiknya Tuh di Sini Wow!"

IPMA merupakan kompetisi sampul muka atau cover media cetak, sementara ISPRIMA merupakan kompetisi desain rubrik anak muda pada surat kabar harian.

"Ajang kompetisi dan penghargaan IPMA, InMA, IYRA, dan ISPRIMA diyakini mampu merangsang lahirnya karya-karya sampul kreatif yang relevan dengan target pembaca mereka masing-masing sehingga pada gilirannya dapat mencuri perhatian khalayak untuk membeli dan membaca media cetak," ujar Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Ahmad Djauhar dalam sambutannya pada awal acara.

"Semoga media cetak kita bisa bangkit lagi seperti dulu dan kegiatan ini sekaligus memberi motivasi pada masyarakat media," tambahnya.

Kompetisi ini merupakan wahana mengukur pencapaian karya jurnalistik media cetak melalui kerja-kerja yang inovatif dan menginspirasi.

Diketahui sebanyak 792 sampul muka (cover) surat kabar, majalah, tabloid serta rubrik anak muda seluruh Indonesia berpartisipasi dalam gelaran tahunan itu.

"Meski dari sisi kuantitatif entri cover tahun ini mengalami penurunan, secara kualitas, cover-cover terlihat digarap sangat serius," ujar Direktur Eksekutif SPS Asmono Wikan yang turut hadir dalam malam penghargaan.

"Bahkan, pada kategori ISPRIMA untuk pers mahasiswa, bermunculan ide-ide kreatif yang di luar ekspektasi para juri," tambahnya.

Dibanding tahun 2016, jumlah entri cover dan rubrik anak muda yang masuk tahun 2017 ini memang mengalami penurunan sebesar 11,07%, yakni dari 884 entri menjadi 792 entri.

Masing-masing tersebar pada IPMA (450 entri), turun 11 % dibanding raihan 2016 dengan 503 entri. Demikian juga IYRA merosot 17% dengan 122 entri, jauh dibanding 2016 dengan 144 entri.

Nasib serupa juga dialami majalah internal korporasi/lembaga yang turun 22%. InMA tahun 2017 hanya mengemas 142 entri, jauh dari raihan tahun lalu 188 entri.

Satu-satunya kenaikan digapai ISPRIMA yang naik 34% dibanding tahun lalu. Cover pers mahasiswa ini diikuti 78 entri, melonjak signifikan dibanding tahun 2016 dengan 58 entri.

Meski turun, Dewan Juri sepakat memberi pujian pada karya karya yang masuk lantaran lebih inovatif, berani, dan ingin berbeda dari sebelumnya.

Tahun ini dewan juri terdiri atas Ndang Sutisna (Ide kreatif pada IPMA, IYRA, dan InMA), Oscar Motuloh (Foto jurnalistik untuk IPMA dan IYRA), Nina Armando (Komunikasi massa untuk IPMA, IYRA, dan InMA).

Kemudian, Ika Sastrosoebroto (Kepiaran untuk InMA), Suharjo Nugroho (Branding untuk IPMA, IYRA, dan InMA), Danu Kusworo (Foto jurnalistik untuk InMA dan ISPRIMA), Nasihin Masha (Jurnalistik untuk ISPRIMA), dan Asmono Wikan (Ide kreatif dan desain untuk ISPRIMA dan InMA).

Mereka menilai 792 entri cover dan rubrik yang datang dari 118 media cetak seluruh Indonesia, 48 Korporasi dan Lembaga serta 30 perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia.

Sementara itu, selain penghargaan IPMA, InMA, IYRA dan ISPRIMA, SPS juga memberikan penghargaan kepada 14 tokoh pers berusia 70 tahun ke atas yang dipandang telah berjasa juga berkontribusi nyata bagi pertumbuhan serta perkembangan industri media cetak nasional dan asosiasi.

Di antara 14 tokoh pers tersebut, terdapat nama pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama dan pendiri Banjarmasin Pos Gusti Rusdi Effendi. Penghargaan diberikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kepada tokoh-tokoh pers tersebut.

Menggandeng Perpustakan Nasional, penghargaan juga diberikan kepada penerbit media cetak yang secara teratur dan konsisten menyerahkan dokumentasi penerbitannya melalui serah terima karya cetak dan karya rekam selama tahun 2016 kepada Perpustakaan Nasional.

Penghargaan diserahkan langsung oleh Kepala Perpustakaan Nasional Mohammad Syarif Bando kepada sejumlah penerbit media cetak yang terdiri atas surat kabar dan majalah.

"Kami berharap, partisipasi semua untuk tetap menyerahkan surat kabar, majalah, dan sejenisnya perlu ditingkatkan. Menjadi kebanggaan bagi kita untuk turut mencerdaskan bangsa," ujar Muhammad Syarif Bando usai menyerahkan penghargaan.

Dalam acara itu dibacakan pula rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional SPS Pusat 2017. Empat poin yang menjadi hasil rapat tersebut termasuk perihal verifikasi dan standarisasi oleh Dewan Pers serta rencana perayaan ulang tahun SPS di Manado dengan tuan rumah SPS Sulawesi Utara.

Acara dilanjutkan dengan Pelantikan Pengurus SPS 2016--2020 cabang Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Sulawesi Utara.

Ahmad Djauhar pun diundang ke panggung untuk melantik para pengurus tersebut.

Penyerahan Penghargaan SPS Cabang Terbaik pada SPS Cabang Riau, Kalimantan Barat dan Sumatera Utara pun dilakukan pula dalam acara tersebut. (*)

Sumber: tribunnews.com

Cover Pos Kupang Terbaik Se-Bali dan Nusra 2016

Dion (kanan) menerima piala IPMA dari Menteri Rudiantara
JAKARTA, PK -Cover (sampul muka) Harian Pagi Pos Kupang edisi 10 Maret 2016 tentang Gerhana Matahari meraih penghargaan medali perak sebagai cover terbaik se-Bali Nusra pada ajang lomba sampul muka Indonesia Print Media Award (IPMA) 2017.

Penghargaan itu diterima Pemimpin Redaksi Pos Kupang, Dion DB Putra dari Menteri Kominfo Rudiantara  pada malam penganugerahan di Ballroom Hotel Millenium Sirih, Jl. Fachrudin No. 4 Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2017). Selain IPMA pada saat yang sama  juga diberikan penghargaan bagi pemenang lomba IYRA, InMA dan ISPRIMA.

Hadir dalam acara ini Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara,  para tokoh pers nasional dan lebih dari 300 undangan.

Pos Kupang meraih medali perak IPMA 2017 untuk kategori Surat Kabar Harian Regional Bali dan Nusa Tenggara. Meraih medali perak berarti Pos Kupang merupakan koran terbaik di kawasan Bali Nusra bersama Tribun Bali, Lombok Post dan Denpasar Post yang juga sama-sama meraih medali perak. Tidak ada koran yang meraih emas dari kawasan ini.

Selain Pos Kupang, koran-koran daerah dalam jaringan Tribun (Grup Kompas Gramedia) juga berjaya di ajang ini. Di Region Sumatera yang meraih penghargaan yaitu Harian Tribun Lampung, Tribun Sumsel, Sriwijaya Post, Tribun Pekanbaru, Tribun Medan, Serambi Indonesia, Tribun Batam,  Tribun Jambi dan Tribun Medan.
Cover edisi 10 Maret 2016

Harian Tribun Jogya, Harian Surya, Tribun Jateng dan Warta Kota berjaya untuk media di regional Jawa. Di Kalimantan penghargaan disabet Tribun Kaltim, Banjarmasin Post  dan Tribun Pontianak. Di Sulawesi diraih Harian Tribun Timur Makassar dan Tribun Manado.

Tahun ini lomba sampul muka (cover) IPMA yang diselenggarakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat merupakan kali kedelapan. SPS menunjuk tim juri independen untuk menyeleksi dan memutuskan para pemenang.

Ikhwal kemenangan Pos Kupang sudah disampaikan Direktur Eksekutif SPS Pusat Asmono Wikan melalui surat No. : 198/I/2017/LXXI Jakarta tertanggal 23 Januari 2017. Dalam suratnya itu, Asmono mengundang pemimpin redaksi Pos Kupang menerima penghargaan tersebut di Jakarta pada hari Jumat, 3 Februari 2017.

"Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Pos Kupang yang telah berpartisipasi dalam ajang The 8th Indonesia Print Media Awards (IPMA) tahun 2017. Bersama ini kami sampaikan bahwa berdasarkan Hasil Penilaian Dewan Juri telah diputuskan suratkabar yang bapak/Ibu pimpin keluar sebagai salah satu pemenang," demikian Asmono dalam suratnya itu.

"Ajang kompetisi dan penghargaan IPMA, InMA, IYRA, dan ISPRIMA diyakini mampu merangsang lahirnya karya-karya sampul kreatif yang relevan dengan target pembaca mereka masing-masing sehingga pada gilirannya dapat mencuri perhatian khalayak untuk membeli dan membaca media cetak," ujar Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Ahmad Djauhar dalam sambutannya pada awal acara.

"Semoga media cetak kita bisa bangkit lagi seperti dulu dan kegiatan ini sekaligus memberi motivasi pada masyarakat media," tambahnya.

Kompetisi ini merupakan wahana mengukur pencapaian karya jurnalistik media cetak melalui kerja-kerja yang inovatif dan menginspirasi. Diketahui sebanyak 792 sampul muka (cover) surat kabar, majalah, tabloid serta rubrik anak muda seluruh Indonesia berpartisipasi dalam gelaran tahunan itu. (osi/tribun)

Sumber: Pos Kupang 4 Februari 2017 hal 1

Tradisi Non Pah di Kabupaten TTU

Pasukan berduka dalam tradisi Non Pah
RATUSAN orang berkumpul di Sonaf Bikomi Maslete, Senin (16/1/2017) sekira pukul 08.00 Wita.  Sonaf Bikomi Maslete adalah salah satu obyek wisata budaya di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Sonaf ini berada di RT 01/ RW 01, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefamenanu.

Mereka berkumpul di Sonaf Bikomi Maslete untuk menjalani ritual Non Pah. Ritual ini masih dipertahankan komunitas adat Bikomi yang digelar tujuh tahun sekali. Dalam upacara ini, pasukan berkuda  mengelilingi wilayah Kerajaan Bikomi hingga Kota Kefamenanu dan kembali masuk ke Sonaf Bikomi Maslete. Pasukan berkuda membawa Pedang Bermata Tujuh atau dalam bahasa lokal disebut Tap Mese Nes Hitu yang dipercayai memiliki kekuatan magis.

Seekor kuda jantan hitam dipersiapkan khusus oleh Sonaf (pemangku rumah adat) untuk membawa Pedang Bermata Tujuh. Kuda didandani dengan giring-giring, perak dan ekor sapi yang sudah dikeringkan ditempatkan  pada bagian leher. Semua meo (panglima perang, red) hadir bersama  kuda masing-masing. Meo memakai pakaian adat lengkap ditemani pedang di bagian pinggang. Mereka siap mengawal Le'o atau benda adat yang dirindukan masyarakat Pah Bikomi sejak tujuh tahun lalu.

Sebelum berangkat, masih ada beberapa ritual adat, seperti meminta izin foto dan syuting yang  dilakukan di Tola Naijuf dengan memotong babi jantan berwarna hitam.
Wisatawan menyaksikan upacara Non Pah
Kemudian melihat hati, usus dan empedu yang dicermati oleh atupas (Usif yang menjaga Sonaf). Ritual ini disaksikan para tua adat. Bagian dada babi dipotong tujuh sayatan dan dimasak, kemudian didoakan dan diiris untuk dibagikan kepada semua pasukan berkuda sebagai tanda siom manikin atau menerima.

Seorang lelaki dari suku Ta'kua berwajah sedikit keriput, mengenakan baju hitam dipadu kain hitam yang diikat di kepala, masuk ke dalam Tola Naijuf (Rumah adat) untuk mengambil Pedang Bermata Tujuh. Keluar dari dalam Tola Naijuf seperti pahlawan  memegang pedang yang sudah dibungkusi kain hitam. Masyarakat setempat dilarang keras bersuara, apalagi berdiri dan melakukan aktivitas. Mereka duduk diam dan tunduk tak berbicara.

Ande Ta'kua sebagai suku yang dimandatkan membawa Pedang Bermata Tujuh, sudah siap di atas kuda punggung  hitam. Dia merapatkan barisan diikuti Tobe dari Suku Sife, yakni Kamilus Sife membawa perlengkapan ritual adat.  Urutan kuda ketiga, yakni Suku Sife atau Ta'nik yang dipercayakan membawa ayam jantan merah.  "Ayam jantan itu berkokok hanya siang dan malam," tutur  Usif Yohanes Sanak.

Pukul 12.31 Wita hari itu pelepasan Non Pah  dimulai. Lianenu, bifelon tok. "Duduk diam-diam sudah hoe," teriak seseorang di luar Sonaf Bikomi Maslete. Empat belas orang Meo yang ikut mengawal Tobe Takua, Sife dan Ta'nik seperti Klemens Malafu, Yohanes Takua, Vinsen Sabuin, Jefri Sonbay, Aldo Sonbay, Bonivasius Sonbay, David Hala, Nikolas Bana, Anus Hala, Blasius Nino, Mikhael Oeleu, David Obe, Benyamin Abi, dan Nikolas Lake. Giring-giring menjadi warna langkah kaki kuda keluar dari Sonaf Bikomi Maslete.
Wisatawan coba menunggang kuda

Pos Kupang dibimbing seorang tua adat mengenakan kendaraan bermotor melalui jalur umum menuju lokasi pintu keluar ke Bikomi, di Naen, Kelurahan Tubuhue, sekitar tujuh kilometer dari Sonaf Bikomi Maslete.

Seorang ibu pulang dari kebun membawa karung, hampir berpapasan dengan pasukan Non Pah. Dia lari terbirit-birit seperti ketakutan ada perang. Ibu itu nyaris masuk ke dalam semak belukar.  Pukul 13. 09 Wita giring-giring berbunyi dari dalam hutan. Masyarakat yang menunggu di etape pertama menunduk. Tak bersuara. Di sana mereka melakukan ritual adat Usapi Maknau untuk menerima rombongan sekaligus membuka jalan bagi pasukan berkuda untuk mengelilingi wilayah Bikomi.

Di sana sudah ada Tobe Nihala. Ada pula Suku Tahoni, Suku Paineon, Metboki, Insan Tuan yang juga  melakukan ritual adat Tualel (Nipe Naik, Koto Nain) atau makan diam-diam, minum diam-diam.

Sejumlah menu makanan dan minuman lokal seperti kelapa muda, tebu, ubi, pisang masak, sopi, pepaya, ubi rebus, kacang tanah goreng, lauk tobe yang sudah disiapkan dari pagi pukul 08.00 Wita.  Berbagai jenis makanan itu dibagikan kepada pasukan berkuda. Ibu-ibu sibuk mengupas kulit pepaya, dan memotong kelapa. Sementara  laki-laki menyuguhkan minuman arak dan makan khas lokal. Kebersamaan dan kekeluargaan  cukup kental.

Dua jam lebih diwarnai pembantaian ternak dan makan adat bersama. Sebelum makan siang dengan menu nasi putih dan beberapa potong daging babi yang dihidangkan, dua orang pria paruh baya membawa hidangan tersebut untuk dipersembahkan dengan tutur adat di tempat penyimpanan benda adat. Pukul 15. 22 Wita rombongan berkuda melanjutkan perjalanan ke Matbes, Desa Tublopo.

Tobe Nihala kepada Pos Kupang, mengatakan, beberapa lokasi persinggahan selanjutnya, yaitu  Maurisu Utara, Faotbana, Maurisu Selatan, Naiola, Desa Oelami dan Desa Inbate akan dilakukan ritual adat yang sama.

Mereka ditunggu para Amaf Bikomi atau tua adat dengan berbagai makanan lokal. Ada perbincangan dan informasi keluhan yang akan diterima dari para Tobe dan Meo untuk disampaikan ke Sonaf, sesuai wilayah kekuasaan masing-masing Amaf.

"Pintu ini disambut dengan aman, damai, tertib dan lancar. Setelah pasukan berkuda jalan, sore ini juga kita akan antar ternak yang sudah dibantai dengan alas kaki (babi) ke Sonaf sebagai bentuk bukti informasi bahwa pasukan berkuda siap melanjutkan perjalanan dan akan disambut para Amaf wilayah Pah Bikomi,"jelas Tobe Nihala.

Pda Sabtu (21/1/2017) pukul 14. 20 Wita, pasukan berkuda tiba di Sonaf Bikomi Maslete. Mobil operasional Sat Lantas Polres TTU duluan memakai toa memberikan informasi agar jangan ada yang berdiri dan melakukan aktivitas di tengah jalan.

Mereka datang tidak bersamaan. Sebagiannya memakai kuda dan sebagian lagi berjalan kaki memasuki Sonaf. Mereka membawa pinang dan bambu. Turut disaksikan dua orang turis dari Australia bernama Luke Hunter, dan Hanna Ling, memakai sarung Bikomi.

"Pak (Polisi) tolong duduk," kata seorang warga yang duduk di bawah pohon.
Pukul 14. 40 Wita dua orang Meo tiba. Seperti lainya membawa pinang dan  bambu berisikan air yang diambil dari tujuh lokasi sumber mata air keramat di Oeleu-Suspin, Oelnitep, Tailneon,   Naisleu (Belakang Masjid Kodim), Nisani (Benpasi), Tasi (Maumolo),  dan Son Oel -Inbate. Air itu akan dimasukkan ke dalam periuk tanah di Tola Feotnaij (rumah adat).

"Saat curah hujan tak menentu, dengan air itu akan dilakukan upacara adat untuk turunkan hujan dan sebagai bahan percikan air berkat untuk para pembawa Maus (Para masyarakat yang membawa padi dan jagung),"  jelas Yohanes Sanak.

Bambu dan pinang langsung ditaruh pada  sebatang kayu bercabang tiga yang ditancapkan dalam tanah di depan Sonaf. Bagian bawah kayu yang disebut Haumonef itu dikelilingi tumpukan batu yang diatur rapi mengelilingi  tiang pohon. Cabang kayu yang di tengah ukurannya lebih tinggi daripada dua cabang lainnya. Posisinya di bagian timur menghadap ke arat barat. Di antara ketiga cabang, diletakkan sebuah batu berbentuk lempeng sebagai tempat persembahan darah hewan kurban.

                               Upacara Tama Maus
Sesepuh Sonaf Bikomi Maslete, Baltasar Sanak, didampingi penerjemah Bahasa Dawan, Yohanes Sanak mengatakan, setelah satu minggu perjalanan para Tobe dan Meo mengelilingi wilayah Kerajaan Bikomi dan kembali ke Sonaf Bikomi Maslete akan dilanjutkan upacara Tama Maus.

Upacara tersebut, jelas Sanak, dilaksanakan setiap tahun sebagai ungkapan syukur dan terima kasih masyarakat kepada Uis Neno atas hasil panen yang diperoleh. Upacara ini juga untuk memohon berkat-Nya agar  musim tanam berikutnya memberikan hasil  berlimpah. "Nanti harta yang dipersembahkan masyarakat berupa jagung sebanyak tujuh bulir per kepala keluarga atau padi sebanyak tujuh tanasak. Hanya tujuh, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang," katta Baltasar, dibenarkan Yohanes Sanak.

Disaksikan Pos Kupang, Sabtu (21/1/2017) malam, seluruh warga Pah Bikomi sudah membawa padi dan jagung ke Sonaf. Sebelum memasuki Sonaf, perwakilan keluarga jalan berderetan membawa persembahan.  Sebelum masuk Sonaf, diperciki air berkat dan disuguhi makanan yang telah didoakan (tekes) agar panen berikutnya berlimpah.
"Upacara Tama Maus, biasanya didahului dengan upacara rehab rumah adat Tola yang biasanya dilaksanakan pada November," ujar Sanak.

Menjelang upacara Tama Maus,  jelas Baltasar, ada satu tahapan lagi yang mendahuluinya, yaitu upacara pengambilan Luma atau upacara pengambilan air berkat yang diambil dari tujuh sumber air keramat. Dalam berbagai upacara adat, termasuk Tama Maus, terdapat dominasi angka tujuh. Contoh lainnya, jelas Baltasar,   sebelum hewan kurban persembahan didoakan lalu disembelih, terlebih dahulu pemimpin ritual adat akan mengangkat tangan yang memegang sebuah kasui atau piring tradisional yang terbuat dari daun lontar ke atas sebanyak tujuh kali. (abe)


Sang Pengatur Matahari

PEMERHATI budaya di Kabupaten TTU, Yohanes Sanak, mengatakan, salah satu ritus yang masih hidup dan dipertahankan komunitas adat Bikomi adalah upacara Non Pah yang dilakukan setiap tujuh tahun sekali.

Dalam upacara ini pasukan berkuda berjumlah puluhan orang mengelilingi wilayah Kerajaan Bikomi selama sepekan dengan membawa Pedang Bermata Tujuh (Tap Mese Nes Hitu) yang memiliki kekuatan magis.

Menurut  Sanak yang merupakan seorang Usif di Sonaf Bikomi Maslete, pembawa pedang mendapat bisikan atau wahyu untuk mendirikan haumonef sebagai altar penyembahan kepada Apinat-Aklaat, Amo'et -Apakaet yaitu Tuhan. Apinat = Yang Menyala, Aklaat = Yang Membara, Amo'et = Yang Menciptakan, Apakaet = Pengukir atau Pemahat yang membuat alam semesta menjadi indah.

Dikatakannya, haumonef  perdana didirikan di Koba Tamnau Lasi (Desa Maurisu Utara), diperkirakan pada tahun 1600-an. Hingga kini fisik bangunannya masih ada meski telah mengalami kerusakan pada beberapa bagian. Secara fisik, kata Sanak, haumonef  terbangun dari sebatang kayu bercabang tiga yang ditancapkan dalam tanah. Bagian bawahnya dikelilingi tumpukan batu yang diatur rapi  mengelilingi pohon tiang.

Cabang kayu yang di tengah, ukurannya lebih tinggi daripada kedua cabang lainnya. Posisinya di bagian timur menghadap ke arat barat. Cabang yang tertinggi, melambangkan Apinat -Aklaat, Amo'et -Apakaet sang pengatur matahari terbit dan terbenam, lahir dan mati.

Sementara dua cabang lainnya berada di sisi utara dan selatan, melambangkan aina ama (leluhur). Di antara ketiga cabang, diletakkan sebuah batu berbentuk lempeng atau plat sebagai tempat mempersembahkan darah hewan kurban.  Makna filosofisnya bahwa manusia dapat berkomunikasi dengan Tuhan melalui perantaraan arwah nenek moyang atau leluhur.

Sanak mengatakan, pedang magis tersebut dibungkus dengan kain hitam. Demikian pula penunggangnya mengenakan baju berwarna hitam, warna yang melambangkan kesakralan. Di dalam warna hitam (gelap) manusia tak dapat melihat sesuatu, tetapi Apinat -Aklaat, Amo'et -Apakaet dapat melihat dan mengetahui semua ciptaan-Nya.

Pada zaman dahulu, upacara Non Pah dilakukan dengan mengelilingi seluruh wilayah Kerajaan Bikomi yang terbentang dari Bijaele Su'in (batas dengan TTS, Belu dan Insana) di Desa Maurisu Selatan hingga Bijaele Sunan di Desa Manusasi (Batas dengan Naktimun dan Ambeno -Republik Demokratik Timor Leste).

Rute ini kemudian mengalami perubahan ketika Kerajaan Bikomi dibagi menjadi dua, yakni kevetoran pada zaman pemerintahan Belanda yaitu Kevetoran Bikomi dan Kevetoran Nilulat. Upacara ritual adat lainnya yang dilaksanakan secara rutin oleh masyarakat Bikomi adalah upacara Tama Maus.

Upacara ini dilaksanakan setiap tahun sebagai ungkapan syukur dan terima kasih masyarakat kepada Apinat -Aklaat, Amo'et -Apakaet (atau yang sekarang dikenal dengan sebutan Uis Neno) atas hasil panen yang diperoleh sekaligus untuk memohon berkat-Nya untuk musim tanam berikutnya agar memberikan hasil yang berlimpah.

Secara harafiah, jelas Sanak, Tama Maus berasal dari Bahasa Uab Meto, Tama berarti memasukkan dan Maus berarti harta. Jadi, Tama Maus berarti membawa persembahan berupa harta. "Harta yang dipersembahkan masyarakat berupa jagung sebanyak tujuh puler per kepala keluarga atau padi sebanyak tujuh tanasak. Tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang," ujar lulusan S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut.


Upacara Tama Maus, biasanya didahului dengan upacara rehab rumah adat Tola yang biasanya dilaksanakan pada bulan  November. Menjelang upacara Tama Maus, ada satu tahapan lagi yang mendahuluinya yaitu upacara pengambilan Luma atau upacara pengambilan air berkat yang diambil dari tujuh sumber air keramat. Sanak berharap, ritual adat ini tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat sebagai khasanah budaya dan warisan bagi anak cucu kelak.  (abe)

Bupati TTU Minta Jaga Keasliannya

BUPATI  Timor Tengah Utara (TTU), Raymundus Sau Fernandes mengatakan  upacara Non Pah merupakan ritus yang unik dan patut dipertahankan sebagai aset wisata budaya di Bumi Biinmaffo.

"Saya sudah omong ini sejak lima tahun yang lalu untuk memproteksi aset budaya yang kita miliki. Yang perlu diperhatikan adalah tetap menjaga keasliannya karena yang namanya peninggalan budaya nilai tambahnya ada pada keasliannya. Jangan diubah-ubah. Harus tetap dijaga agar tetap awet dan terpelihara," tegas Raymundus.

Ia mengatakan, terkait kalender kegiatan pariwisata budaya khusus untuk tradisi Non Pah mulai dari ritual adat sampai selesai harus ditetapkan agar menjadi rujukan pasti bagi wisatawan."Harus ada kepastian waktu sehingga orang luar atau turis mau datang saksikan itu jadwalnya jelas. Tanggal sekian-sekian acara di mana saja. Tidak boleh sesuka hati,"  tandasnya.

Raymundus mengatakan, tradisi Non Pah dilakukan tujuh tahun sekali. Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah waktu penetapan dan jadwal kegiatan ritual. Para pemangku adat harus menetapkan kalender yang jelas.

"Para pemangku adat harus duduk bersama dan bersepakat untuk menentukan jadwal ritual yang baik. Ini menarik, banyak wisatawan yang akan datang berkunjung," ujarnya.
Terkait penataan Sonaf Bikomi Maslete, demikian Raymundus, sudah berulang kali ditekankan agar tetap mempertahankan keaslian fisik dan non fisik. "Kalau mau mempetahankan keaslian, jangan pakai bahan-bahan bangunan modern. Jangan pakai seng, jangan membawa hal-hal yang berhubungan dengan modernisasi. Karena tidak akan bisa mempertahankan nilai keaslian," imbau Raymundus.

Ia berharap masyarakat TTU bersama-sama menjaga keaslian yang sudah ada di Sonaf Bikomi Maslete.  "Kalau mau komitmen, komitmen yang benar. Jangan kita bicaranya baik tetapi tingkah laku berbeda. Saya sangat mendukung," demikian Raymundus. (abe)

Sumber: Pos Kupang 29 Januari 2017 hal 1

Zefanya Soares Juara Nasional Menulis Artikel Populer

Zefanya Soares (tengah)
Semangat untuk belajar menulis membuahkan hasil bagi Zefanya. Ia pun meraih penghargaan tingkat nasional menyisihkan karya para pelajar lain dari berbagai daerah di Indonesia.

Di balik sikapnya yang malu-malu, Zefanya Mesquita Orleans Soares, semangat tetap membara untuk menulis. Alhasil, siswa kelas 8B SMP Katolik Santo Yoseph (Speksanyo) Naikoten Kupang ini berhasil menjuarai lomba menulis artikel populer Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tingkat nasional.

Dalam lomba tingkat nasional yang diikutinya pertama kali ini, ia tak menyangka bisa meraih juara tingkat nasional. Remaja kelahiran Atambua, 5 Januari 2003 ini pun merasa bangga dan senang atas prestasi yang diraihnya itu.

"Ya bangga dan senang. Tetapi kita harus terus belajar dan belajar untuk menulis yang baik bersama para guru dan pembimbing," ujarnya kepada Pos Kupang, Rabu (22/2/2017).

Bersama pembimbingnya Frater Aditya, ia belajar menulis artikel. Ia juga rajin menulis puisi. Selain diterbitkan di majalah dinding (mading) sekolah, beberapa puisinya selalu menghiasi ruang Imajinasi Edisi Minggu Pos Kupang.

Tak pelak, saat ikut lomba menulis BPOM, ia pun tampil sebagai pemenang pertama untuk kategori pelajar se-Indonesia. Pemenang kedua Heksa Kusuma Wardhana dari SMA Kebangsaan Metro Lampung, dan ketiga Jaka Naufal Semendawai dari SMA Xaverius I Palembang.

Putri kelima dari tujuh bersaudara pasangan Domingos Orleans Soares dan Celina Mesquita ini akan berangkat ke Jakarta bersama guru pembimbingnya, Frater Giovanni Aditya Lewa Arum, untuk menerima penghargaan pada puncak HUT ke-16 BPOM, 28 Februari 2017 mendatang.

Zefanya mengatakan, pada lomba ini, dia mengangkat tema 'Gelarkan: Gerakan Pelajar Kawal Obat dan Makanan Aman'. Tema tulisan ini dibuat untuk  membagi idenya kepada para remaja agar menjadi inspirasi dan motivasi khususnya untuk mewujudkan generasi pelajar sehat.

"Dapatkah kita bayangkan, jika kondisi tubuh kita tidak sehat, bagaimana mungkin kita dapat melaksanakan seluruh aktivitas hidup dengan baik? Segala kegiatan dapat berjalan dengan baik dan lancar jika kita memiliki kondisi tubuh yang sehat," ujarnya.

Ia katakan, meski kita mengharapkan kondisi tubuh tetap sehat dan bugar, namun kenyataannya banyak masyarakat yang menderita sakit. "Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu banyak faktor yang menyebabkannya. Namun, masalah utamanya terletak pada pola hidup masyarakat yang tidak sehat," ujar Zefanya.

Baginya, masyarakat belum mampu membangun pola hidup sehat khususnya dalam hal mengkonsumsi makanan sehat dan obat-obatan yang aman. Ia mengatakan, dalam pengalaman sehari-hari, dia menyaksikan pola hidup sehat di sekolah belum berjalan dengan optimal. Kenyataan di sekolah-sekolah masih banyak pelajar yang tidak paham akan pentingnya mengonsumsi makanan yang sehat dan obat-obatan yang aman.

Misalnya saja, masih banyak siswa yang mengomsumsi jajanan di sekolah yang tidak higienis. Tidak adanya kantin sekolah yang sehat, minimnya kebersihan jajanan yang banyak dijual di pinggir jalan, maraknya jajanan yang mengandung bahan kimia berbahaya dan lain-lain, membuktikan bahwa pola hidup sehat di sekolah masih perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.

Menurutnya, sekolah tentunya mempunyai lembaga Organisasi Intra Sekolah (OSIS). Ia melihat peluang yang bisa dimanfaatkan dalam OSIS untuk membentuk gerakan bersama para pelajar yang dia sebut dengan 'Gelarkan'.

Gerakan ini sebenarnya bisa menjadi program strategis dari OSIS yang melibatkan seluruh pelajar di sekolah. Gerakan ini harus memulai agenda awalnya dengan program edukasi makanan dan obat-obatan yang aman.

Dikatakanya, dengan membangun kerja sama dengan para guru dan kepala sekolah, pengurus OSIS bisa mendatangkan tenaga ahli di bidang kesehatan makanan dan obat-obatan yang aman, khususnya dari Balai POM.

Karena, saat ini banyak pelajar yang belum mengetahui bahwa banyak obat-obatan dan makanan yang mengandung bahan-bahan kimia dan mikroba yang berbahaya bagi kesehatan. Di antaranya, formalin, boraks, saccharin atau pemanis buatan, siklamat, zat pewarna sintetis, sodium nitrit, monosodium glutamal (MSG), melamin dan lain-lain. Ini adalah contoh bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit yang mematikan, jika dikonsumsi secara terus-menerus.

"Menurut saya, program-program kecil dan sederhana lebih efektif daripada memiliki program besar yang sulit dilakukan. Saya menawarkan beberapa program strategis yang bisa dilakukan oleh Gelarkan," ujarnya.

Seperti Program Edukasi dan Literasi Makanan dan Obat yang aman. Program ini dapat memanfaatkan media mading sekolah. Gelarkan dapat berbagi informasi kepada seluruh warga sekolah mengenai jajanan sehat di sekolah, tips-tips memilih makanan dan obat-obatan aman, dan lain-lain.

Program Kawal Kantin Sehat. Gelarkan harus mengawal kantin yang sehat. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperhatikan kebersihan lingkungan kantin. Contohnya tidak membuang sampah jajanan sembarangan, mengkonsumsi makanan yang sehat dan bersih, dan lain-lain.

Selain itu ada Program UKS Plus. UKS tidak hanya tempat beristirahat siswa-siswi yang sedang sakit. "Saya mengajak Gelarkan untuk membentuk UKS Plus, yakni menciptakan lingkungan UKS yang bersih dan nyaman, serta pusat layanan informasi tentang makanan sehat terutama bagaimana mengkonsumsi obat-obatan yang aman," uarnya.

Juga ada Program Koperasi Konsumsi Sekolah. "Saya mengusulkan untuk membentuk koperasi konsumsi para pelajar di sekolah. Koperasi ini khusus menyediakan jajanan sehat dan dikelola oleh guru dan siswa-siswi sekolah. Selain berlajar untuk berkoperasi, siswa-siswi juga lebih aman dalam mengkonsumsi makanan sehat karena seleksi jajanan sehat yang terkontrol oleh para guru," katanya.
Dikatakanya, dengan membentuk 'Gelarkan' ia berharap para pelajar dapat menjadi agen-agen kesehatan demi mewujudkan Indonesia Sehat.

Ia memberikan pesan kepada para remaja khususnya pelajar, jika ingin berjalan berkilo-kilo jauhnya, mulailah dengan langkah pertama.  Jika ingin membangun Indonesia Sehat, kita perlu memulainya dari diri kita sendiri. "Karena, jika bukan kita, siapa lagi Jika bukan sekarang, kapan lagi," ujar Zefanya. (nia)

Sumber: Pos Kupang 23 Februari 2017 hal 1

Uskup Agung Kupang Ajak Umat Menanam Cabai

Uskup Petrus Turang dalam suatu acara di Kupang
BELUM banyak warga Kupang yang familiar dengan nama Paroki St. Simon Petrus, Tarus, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Bisa dimengerti mengingat Tarus merupakan paroki baru di wilayah Keuskupan Agung Kupang. Sebelumnya Tarus merupakan stasi dari paroki St. Yoseph Pekerja Penfui.

Letak gerejanya di lereng bukit yang dulu penuh batu karang. Sejak tahun 2012, pengurus bersama pastor paroki berinovasi mengubah alam batu karang yang gersang menjadi kawasan yang hijau. Bagi umat paroki, tidak boleh sejengkal tanahpun dibiarkan kosong. Di sana harus ada kehidupan.

Tidak heran kalau saat ini kawasan gereja ditumbuhi tanaman berbagai jenis dan dijadikan sebagai taman inovasi kreatif oleh Pastor Paroki, Rd. Philipus Pilich. Hari Minggu (12/2/2017) menjadi spesial buat umat di Paroki St. Simon Petrus Tarus.  Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr memimpin perayaan ekaristi berkenaan dengan pelantikan pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Simon Petrus Tarus.

Seusai perayaan  ekaristi pengurus DPP St. Simon Petrus periode 2017-2019  mendaulat Uskup Petrus Turang, menanam secara simbolis anakan cabai pada polibag di halaman depan gereja.  Didampingi Ketua DPP, Andres Ita, dan Pastor Paroki, RD Philipus Pilich, Uskup Turang menuju polibag yang sudah tertera namanya untuk menanam cabai. "Saya sudah menanam, silakan pengurus DPP, umat dan anak-anak ikut tanam," pesan Uskup Turang.

Pastor Paroki St. Simon Petrus Tarus, RD Philipus Pilich menuturkan,  umat dan pengurus paroki tentu bersyukur karena mendapat bantuan anakan cabai dari pemerintah untuk tahap awal ini sebanyak 250 anakan yang sudah diisi dalam polibag. Penanaman cabai oleh Uskup Agung Kupang memotivasi umat mengembangkan anakan cabai yang harganya melambung tinggi saat ini. Setiap umat di paroki ini dianjurkan menanam cabai di halaman rumah masing-masing.

Gerakan menanam, lanjut Philipus, sesungguhnya sudah dilakukan umat sejak tahun 2012. "Cabai baru saat ini kami dapat anakan. Tetapi sejak tahun 2012 kami sudah melakukan gerakan menanam di kawasan gereja. Ada banyak jenis anakan tanaman yang kami semaikan di sini. Kami menamakan kawasan gereja sebagai taman inovasi kreatif dengan memaksimalkan sejengkal tanah yang ada," ujarnya. "Umat bertekad bahwa di atas batu karang harus ada kehidupan. Tidak boleh ada sejengkal tanahpun terlewatkan harus ditanami anakan cabai," tambahnya.

Rohaniwan asal Kabupaten Sikka ini mejelaskan, apa yang dilakukan umat untuk motivasi masyarakat umum lainnya agar  belajar di Tarus. "Kawasan paroki ini berbatasan dengan alur sungai. Selama ini banjir selalu meluap masuk area paroki. Tetapi setelah kita melakukan gerakan penanaman anakan dan ketika sudah besar, justru memberikan manfaat bagi kita. Banjir tidak masuk lagi ke area paroki. Itu sebabnya gereja ini mengembangkan anakan sekaligus mendukung program Pemerintah Kabupaten Kupang soal 'Taman Eden'," jelas Philipus.

Tanaman cabai yang disiapkan 250 anakan ini, lanjut Philipus, selain ditanam di paroki juga dibagikan kepada umat. Anakan cabai diberikan oleh Pemerintah Provinsi NTT. Ketua DPP St. Simon Petrus, Andreas Ita menambahkan, sebanyak  1.000 anakan cabai sudah diberikan kepada umat dan warga sekitar di paroki tersebut. (fredi hayong)

Sumber: Pos Kupang 13 Februari 2017 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes