DALAM tiga tahun terakhir, Arab Saudi sudah memecat sembilan pelatih, termasuk sang maestro Carlos Alberto Parreira asal Brasil yang baru ditendang hari Sabtu 20 Juni 1998. Carlos Alberto, pelatih yang sukses mengantar Brasil juara dunia keempat kalinya di USA 1994 dipecat federasi sepakbola Saudi setelah tim asuhannya kalah beruntun di France 98.
Petinggi sepakbola Arab marah dan kecewa karena tim yang lolos hingga putaran kedua Piala Dunia 1994, dicukur Denmark 1-0 dan menyerah 0-4 atas tim "ayam jantan" Perancis. Arab Saudi pun menjadi tim pertama yang tersingkir sekalipun masih menyisakan satu partai melawan tim "Bafana-Bafana" Afsel di Grup C. Kisah pemecatan pelatih nasional di Arab Saudi memang bukan hal baru. Fanatisme publik Arab yang gila bola membuat kesalahan kecil pelatih bisa berubah menjadi bencana bagi dirinya.
Carlos Alberto ternyata tidak sendirian menerima nasib buruk seperti itu. Hanya selang sehari, Federasi Sepakbola Korea Selatan (Korsel) memecat pelatih tim nasional Cha Bum-Kun. Cha digebuk karena timnya digunduli Belanda 5-0 dalam lanjutan duel grup E. Sama seperti Carlos, kekalahan beruntun Korsel adalah alasan utama pemecatan Cha. Sebelumnya tim Kosel dipukul 3-1 oleh pasukan sombrero Meksiko sehingga otomatis masuk kotak.
Cha Bum-Kun (45) mengetahui informasi pemecatannya itu Minggu pagi (21/6/1998) atau hanya beberapa jam setelah Korsel digasak tim oranye Belanda. Posisinya digantikan asistennya Kim Pyong-Sok. Sementara posisi Carlos Alberto Parreira ditempati Mohammad al-Kharashi. Yang agak beruntung pelatih Jepang, Takeshi Okada.
Kendati sempat bergulir informasi soal pemecatannya seperti diberitakan Antara, tapi Okada masih dipertahankan. Kedua federasi sepakbola Jepang (JFA), Ken Naganuma belum berniat memecat Okada. "Kami tak ingin mengambil keputusan sebelum Piala Dunia usai," katanya. Okada menjadi pelatih tim nasional sejak Desember tahun lalu atas dasar kontrak delapan bulan. Namun, Okada tahu diri. Seperti lazimnya bangsa Jepang dengan semangat bushido-nya, dia siap mundur menyusul kekalahan Jepang dua kali masing-masing dengan skor 1-0 dari Argentina dan Kroasia yang telah memastikan diri sebagai wakil grup H di babak 16 besar.
***
"PEMECATAN pelatih di tengah kompetisi adalah cerminan sikap emosional dan tidak mendidik karena tak akan menyelesaikan masalah. Yang harus dibenahi ialah manajemen organisasi tim, bukan dengan memecat pelatih," demikian Franz Beckenbauer pada tahun 1992 ketika pers Jerman mengecam dan mendesak agar Berti Vogts dipecat setelah gagal di Euro '92. Empat tahun kemudian, pandangan "Kaisar" terbukti benar. Vogts sukses membawa Jerman juara Eropa 1996.
Arab dan Korsel boleh jadi telah bertindak emosional dengan memecat Carlos dan Cha. Dalam sejarah World Cup, tim elit seperti Italia, Belanda, Inggris, Brasil atau Argentina bahkan sangat enggan memecat pelatihnya di tengah kompetisi. Sikap emosional dua negara raksasa sepakbola Asia itu otomatis menambah buruk wajah benua ini di arena France 98. Untuk menyamai Eropa dan Amerika dalam manajemen sepakbola, rupanya masih jauh bagi Asia.
Masih untung Asia memiliki Iran yang sukses mematuk pasukan Amerika Serikat 2-1. Kemenangan Iran setidaknya ikut mendongkrak gengsi Asia di mata Afrika, Eropa dan Amerika yang prestasi bolanya memang satu atau dua kelas lebih tinggi.
Juga amat melegakan napas bangsa Asia, karena di tengah rumor hangat soal pemecatan pelatih yang sangat disesalkan itu - anak-anak Jepang memberi nuansa France 98 dengan kreativitas yang layak disebut luar biasa. Demam sepakbola Piala Dunia Perancis 1998 memberi inspirasi bagi pengelola perusahaan pakaian dalam Triumph cabang Jepang menelorkan produk kutang (breast holder) model baru terbuat dari kulit bola.
Kutang ini sungguh terbuat dari bahan lempengan kulit bola yang disatukan dengan jahitan tangan pada bagian dalamnya sebagai pelembut. Perusahaan Triumph Jepang menjamin mutunya tidak kalah dengan jenis kutang yang sudah umum dikenal kaum hawa. Terbetik kabar, kutang kulit bola ini segera masuk pasaran. Sejumlah kantor berita dunia mewartakan, kutang unik itu telah menjadi pergunjingan ramai kaum wanita di berbagai belahan dunia - terutama para penggila bola. Ada yang ingin segera melihat dan membelinya untuk dicoba atau sekadar bahan kenang-kenangan. Nah? *
Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Selasa, 23 Juni 1998. Artikel ini dibuat menyusul tumbangnya tim-tim asal benua Asia di putaran final Piala Dunia 1998 di Perancis. Tim Asia masih sekadar penggembira di kejuaraan sepakbola paling bergengsi tersebut.