KISAH unik Ponari dengan batu ajaibnya menjadi perhatian. Bukan hanya di kalangan warga yang mengantre, katanya, sampai 2 kilometer, karena ingin sembuh dari sakitnya. Tetapi, tidak kurang dari Setyo Mulyadi alias Kak Seto dari Komnas Anak, sosiolog Imam Prasodjo, dan berbagai kalangan lain memberikan perhatian khusus kepada sosok Ponari dan masalah yang ditimbulkannya. Berbekal batu—katanya—ajaib, Ponari dianggap ”anak bertuah”.
Orang pintar dianggap bertuah karena mempunyai kelebihan di bidang supranatural atau berilmu. (Tentu saja mereka ini bukan para profesor atau orang yang pandai lainnya). Orang pintar itu istilah saja untuk tidak menyebut orang sakti. Namun, jangan salah, orang-orang semacam ini banyak jenisnya. Ada yang memang berilmu dan amanah. Tidak sedikit pula yang enggak beres, orang pintar tetapi mintari orang lain. Mereka biasa menjadi tempat bertanya. Namun, ada juga orang pintar yang malah mengambil peran menjadi tempat bertanya para elite politik. Hal seperti itu bukan rahasia lagi.
Peran orang pintar di berbagai bidang kehidupan sepertinya sudah merupakan bagian budaya bangsa kita. Dunia bisnis, perjodohan, peruntungan, dan pekerjaan tak lepas dari pengaruh orang pintar. Persekongkolan antara dunia politik dan orang pintar di Indonesia sudah bukan rahasia lagi. Kalau ada tokoh politik atau pemimpin bangsa yang kemudian terkenal, biasanya disertai dengan kasak-kusuk, siapa orang pintar di belakangnya.
Boleh percaya atau tidak, jauh sebelum mesin politik berjalan dalam setiap pemilu di Indonesia, yang pertama kali bergerak itu adalah orang-orang pintar itu. Para elite politik akan mendatanginya untuk meminta berkah atau restu. Bahkan para calon biasanya tidak mengandalkan seorang orang pintar saja. Demikian pula sebaliknya orang pintar terkemuka tidak mengelus jago seorang calon saja. Sesudah ada restu dari orang pintar tersebut barulah mesin politik berjalan.
Apabila seorang tokoh terkenal datang kepada orang pintar, biasanya titip pesan jangan diketahui oleh masyarakat sekitar. Tentu saja jawabnya, ”Rahasia dijamin!” Tetapi, orang seputar orang pintar berbisik-bisik akan datang tamu terkenal sehingga sekampung itu mengetahuinya. Kedatangan tamu terkenal itu akan mengangkat status orang pintar tersebut. Itulah sebabnya seorang tokoh terkenal (pemimpin) biasanya dikenal siapa orang pintarnya. Tanpa orang pintar, seorang caleg akan mudah dikerjain oleh lawan mereka. Misalnya, seseorang yang berniat kampanye simpati saat berpidato tiba-tiba saja saat manggung dia maunya buang angin melulu. Ini bisa kejadian lho.
Nah, jadi pertarungan politik dalam pemilu ataupun pemilihan lain harus dibayangkan pula mungkin terjadi pula ”perang gaib”, pertarungan di dunia tidak nyata antarorang pintar di belakang tokoh politik. Cuma saja memang jarang terdengar ada tokoh politik yang gagal mengajukan komplain atau menuntut orang pintarnya. Wah, kalau begitu, bisa tambah rame pengadilan.
Kembali kepada Ponari. Anak yang ditunggu bahkan dikejar-kejar ribuan orang setiap harinya mungkin tidak berpikir bahwa pengaruh dia amat dahsyat. Bahkan konon di Jombang sana air isotonik Pocari harus bekerja keras untuk melawan khasiat air batu Ponari. Belum lagi di internet muncul minuman kaleng bermerek Ponari Sweat.
Andaikan Ponari dewasa dan mencalegkan diri, tentu tidak usah kampanye dan pasang baliho atau poster di mana-mana. Dia pasti akan terpilih. Tetapi, bukan tidak mungkin pula, sejumlah caleg sudah mengirim orangnya untuk meminta air celupan batu Ponari.
Sebenarnya yang kita harapkan dari caleg bukanlah seperti itu. Mereka harus melek mata melihat realitas fenomena Ponar. Obat dan rumah sakit mahal. Harga sembako melangit. Sekolah mahal. Kehidupan semakin sulit. Lapangan pekerjaan semakin menyusut dan pengangguran di mana-mana. Para caleg seharusnya menjadi tumpuan harapan rakyat. Bukan Ponari. Sumber: Kompas
Baca juga
2. Gorontalo II