DANI, Nur Cholis, Rino, Naban, Akhyar dan rekan-rekannya pagi itu duduk manis di tribun utara ruang sidang DPRD Bekasi. Sekelompok anak muda itu diundang guna mengikuti sidang paripurna peringatan HUT ke-14 Kota Bekasi.
Sidang paripurna yang dibuka Ketua DPRD Kota Bekasi, Azhar Laena, awalnya berjalan tertib. Sepuluh menit berlalu Nur Cholis dkk bikin kejutan. Dari balkon gedung DPRD mereka melemparkan puluhan lembar celana dalam pria dan wanita serta BH alias kutang.
Busana aneka warna yang fungsinya menutup ruang privat manusia itu beterbangan, melayang, berputar-putar lalu jatuh berhamburan tepat di hadapan pejabat teras Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kota Bekasi dan pimpinan Dewan.
Insiden celana dalam dan BH praktis menginterupsi jalannya sidang hari Kamis, 10 Maret 2011. Suasana gaduh. Sidang makin tak terkendali saat anak-anak muda tersebut berorasi. Mereka menghujat Dewan dan pejabat pemerintah.
Aparat polisi pamong praja (Pol PP) dan Polri bergerak. Menciduk dan menahan Nur Cholis dkk dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) Bekasi. Sidang paripurna diskors selama 15 menit. Memberi kesempatan kepada anggota Dewan dan pejabat pemerintah memenangkan diri.
"Pakaian dalam itu adalah visualisasi bahwa eksekutif dan legislatif Kota Bekasi bencong karena tidak tegas. Misalnya, masalah APBD 2011 yang sampai saat ini belum disahkan," ujar Ketua KAMMI Bekasi, Nur Cholis saat diperiksa di Kantor Polresta Bekasi. Setelah sekian jam ditahan polisi, Nur Cholis dan keempat rekannya dibebaskan dari tahanan. Mereka berlima mengalami luka-luka saat diciduk aparat Pol PP dan polisi.
"Pelemparan kutang dan celana dalam itu simbol keprihatinan kami agar anggota Dewan lebih jantan," kata Humas KAMMI Bekasi, Joko Purnomo. KAMMI menilai molornya pembahasan APBD terkait ngototnya pemerintah membangun gedung sepuluh lantai untuk dinas-dinas yang kurang disetujui DPRD Bekasi. "Selain itu, ada fee dua persen bagi setiap anggota Dewan terkait APBD," tambah Joko.
Ternyata generasi twitter dan facebook pun masih doyan menggunakan simbol primitif saat berdemonstrasi. Celana dalam dan kutang mereka maknai sebagai simbol tidak jantan, tidak tegas dan dikaitkan dengan bencong. Ini sungguh makna bias gender bukan? Siapa bilang bencong tidak tegas? Tidak tegas dalam hal apa? Tapi begitulah. Pakaian dalam manusia di ini negeri masih saja dimaknai secara salah kaprah.
Dulu sikap tidak tegas atau ragu-ragu kerap ditautkan dengan perempuan. Jangan salah bro. Sudah terbukti dalam sejarah dunia perempuan pemimpin lebih berani, lebih tegas dan lebih konsisten dibandingkan laki-laki. Bahkan banyak penelitian membuktikan kaum perempuan lebih cerdas dan daya tahan fisiknya lebih kuat dibanding kaum pria. Tuan dan puan berani membantah fakta ini?
Mempertontonkan pakaian dalam di depan umum jelas tidak etis. Melanggar sopan santun yang berlaku umum. Jika itu dipakai sebagai alat saat berdemonstrasi, maka maknanya untuk mengingatkan seseorang atau sekelompok orang agar tunjukkan rasa malu. Dalam kasus di Bekasi, Nur Cholis cs menitipkan pesan bagi anggota Dewan dan pejabat pemerintah kota itu mestinya malu karena terlambat menetapkan APBD tahun 2011. Rasa malu memang makin mahal di negeri kita. Mereka yang mendapat mandat atau kepercayaan dari rakyat untuk mengurus kepentingan publik tidak malu menunjukkan kepongahan dan kelalaiannya.
Kota Bekasi itu letaknya persis di depan hidung Jakarta, Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kok kenyataannya mirip dengan beberapa daerah di beranda Flobamora ya? Legislatif dan eksekutif begitu lama bersidang untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2011. Sidang berkali-kali tapi gagal ambil keputusan. Padahal mereka tahu bahwa telat menetapkan APBD itu dampaknya tidak sedikit.
Omong-omong, misalnya di kampung besar Nusa Tenggara Timur mendadak muncul kelompok orang muda yang latah menerbangkan celana dalam dan kutang di gedung Dewan, kira-kira gedung Dewan mana yang layak dan pantas? Maaf beta tak bermaksud memprovokasi. Beta sekadar bertanya. Toh bertanya begini belum dilarang kan? Ha-ha-ha.
Menurut penilaian seorang teman yang dulu suka turun ke jalan memimpin demo, anak muda Flobamora sekarang mungkin sudah mulai bosan menyampaikan aspirasi lewat demonstrasi. Kalau APBD terlambat ditetapkan mereka diam-diam saja alias malas tahu.
Mungkin mereka anggap APBD bukan isu yang seksi sebagai bahan demonstrasi ke gedung Dewan. Mungkin mereka merasa lebih santun dengan berbisik saja. Tak apalah. Toh banyak jalan ke Roma. Banyak cara menyampaikan aspirasi. Demo hanya salah satu cara. Begitulah. (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang, Senin 14 Maret 2011 halaman 1