BUKAN walangsangit bukan kakatua. Bukan pipit pun belalang kumbara. Bukan celeng atau wereng. Jika tuan pergi ke ladang-ladang petani Flores sekarang segera saja menemukan hama baru. Namanya ro'a!
Ro'a menurut salah satu bahasa lokal Flores artinya kera alias monyet. Dulu monyet hidup berkoloni di rimba hutan, di ranting rerimbunan pohon, di gunung nan sunyi. Kini ro'a bahkan berkeliaran bebas di sudut kampung, di tengah pemukiman penduduk serta di pinggir jalan raya yang padat lalu lintas kendaraan bermesin.
Ro'a sejak lama menjadi mimpi buruk bagi petani seperti Agustinus Muwa, Bernadus Nggala, Ignas Weri, Markus Rasi, Maria Londa, Margaretha Pia dan Yohana Daba. Mereka letih melawan ro'a. Tak berdaya menghadapi serbuan monyet dari berbagai arah. Serbuan itu bisa datang kapan saja. Sejak fajar menyingsing hingga mentari kembali ke peraduannya.
Hampir semua jenis tanaman petani tidak luput dari amukan kera. Mulai dari palawija, ubi-ubian, buah-buahan hingga komoditi perdagangan bernilai ekonomis tinggi seperti kakao dan kopi.
Populasi monyet di Pulau Flores diperkirakan telah meningkat tiga sampai empat kali lipat dalam dua puluh tahun terakhir. Mereka beranak-pinak tanpa kendali. Populasi ro'a yang melesat tidak ditopang dengan ketersediaan pangan yang cukup di belantara. Sebagai hewan yang konon mudah beradaptasi, ro'a pun sangat lentur menyesuaikan selera makan dan minumnya. Menurut pengakuan para petani, makanan yang dulu tidak lazim bagi kera sekarang malah jadi biasa.
Tanaman jagung, misalnya, pada masa lalu baru dilirik ro'a tatkala jagung berbulir dan siap dipanen. Kini anakan jagung yang baru saja bertumbuh telah menjadi incaran ro'a. Mereka makan daunnya. Jika sudah kenyang anakan yang lain dicabut lalu dibiarkan berserakan.
Dalam keadaan demikian para petani harus berjaga-jaga sepanjang waktu, yakni sejak benih jagung ditanam hingga masa panen. Energi petani sangat tersita untuk mengatasi hama berekor yang menurut para ilmuwan masih `satu garis keturunan' dengan manusia tersebut. Ketika bertemu Ignas, Maria, Bernadus dan Yohana yang pucat dan kurusan, beta coba menebak musababnya. Mereka kurang istirahat. Selain melawan anomali iklim, mereka harus berhadapan dengan serangan hama kera dan hama jenis lainnya.
Singkong atau ubi kayu dicabut ro'a sebelum waktu panen. Jangan tanya lagi kalau pisang. Pisang merupakan salah satu makanan kesukaan kaum ro'a sejak zaman baheula. Di sejumlah wilayah di Flores kelapa pun jadi incaran kera.
Buah kakao dari jauh kelihatan bernas berisi. Saat didekati tinggal kulit pembalut. Isinya sudah dikuras habis. Monyet mengisap buah kakao. Demikian pula dengan kopi. Biji kopi luruh sebelum waktunya. Kawanan kera mengisap biji kopi lalu membuang isinya yang belum matang.
Menurut pengakuan Agus Muwa, hanya tanaman cengkeh yang relatif aman dari serbuan ro'a. Mungkin aroma cengkeh yang harum tidak menyenangkan bagi hewan bermuka buruk itu. Cengkeh terselamatkan karena aromanya mungkin membuat ro'a pusing kepala.
Para petani menduga populasi kera di Flores meningkat pesat bersamaan dengan wabah penyakit rabies sejak tahun 1997 yang telah menelan korban jiwa lebih dari 300 ratus orang. Anjing termasuk hewan penebar virus rabies (HPR). Salah satu solusi menekan rabies adalah eliminasi. Nah, anjing yang merupakan sahabat petani dalam menjaga kebun ramai-ramai dibantai sehingga jumlahnya menyusut drastis. Dewasa ini sulit menemukan anjing pemburu yang andal menghadapi hama kera, celeng dan lainnya.
Selain itu terjadi pergeseran cara bertani. Petani zaman ini tidak terbiasa lagi berburu. Dulu teman petani saat ke ladang adalah parang, busur, anak panah dan tombak. Sekarang kawan petani justru telepon genggam. Dulu tangan petani piawai melepaskan anak panah menuju titik bidikan. Kini jemari petani lebih lentur memainkan tuts hp.
Tak ada yang salah dengan itu karena zaman berubah. Sedihnya perubahan tidak direspons dengan cerdas.
Di masa beta kecil, petani ramai-ramai membuka ladang pada satu kawasan sehingga mereka bisa bekerja dalam tim membasmi hama mulai dari celeng, wereng, walangsangit hingga pipit. Sekarang ini petani di kampung buka ladang sendiri-sendiri. Dalam kesendiriaan mana mungkin mampu menahan serbuan ro'a dari delapan penjuru angin? Solidaritas para petani merenggang.
Hal lain adalah tenaga produktif di kampung semakin menciut karena orang kita doyan merantau.Penghuni kampung dominan para lansia, anak-anak dan wanita. Program membangun desa sejak era Orde Baru hingga era Reformasi bisa dilukiskan gagal total menciptakan kelas menengah baru di kampung yang dibutuhkan sebagai motor penggerak menuju peri kehidupan yang lebih baik. Model pembangunan ini negeri masih sama dan sebangun. Kota tetaplah primadona. Kota merupakan magnet sehingga orang berlomba ke sana . Tak lagi peduli urus ladang dan sawah. Jadi kalau krisis pangan melanda kita tak perlu heran. Krisis pangan akan makin parah hari-hari mendatang.
Kera telah menjadi hama di Flores , apakah hal ini sudah menjadi perhatian Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan setempat? Apakah mereka sudah memiliki program pemberantasan hama kera guna membantu petani? Beta tidak begitu yakin dengan itu. Mereka masih tidur, kawan!
Apakah fenomena ro'a menjadi obyek penelitian serius kaum cerdik pandai di beranda Flobamora? Sorry bro. mereka lebih doyan membahas pemilukada. He-he-he.
Seorang kawan yang pulang kampung setelah meraih sarjana menganjurkan begini. Perlu dihidupkan segera wisata kuliner khusus daging kera. Konon daging kera itu nikmat tak kepalang jika diolah dengan baik. Bisa diolah macam-macam. Misalnya diasapkan menjadi daging se'i.
Tuan dan puan, mari kita coba berandai-andai. Jika selera makan anak NTT terhadap kera meningkat, restoran ro'a niscaya laris manis. Ro'a yang semula hama akan bernilai ekonomis tinggi. Misalnya, satu ekor kera jantan tambun dihargai Rp 300 sampai 400 ribu per ekor (setara harga anjing), niscaya orang akan berlomba menangkap kera hidup. Lama-lama kelamaan akan terjadi keseimbangan ekosistem. Populasi kera lebih terkendali. Dan, si buruk muka itu tak lagi menjadi mimpi buruk petani kita. Salam ro'a. (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang edisi Senin, 28 Maret 2011 halaman 1