Jokowi di Bawah Pohon Asam Itu...

Jokowi di Belu 20 Desember 2014
Gaya  blusukan ala Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang harus tahan fisik, tenaga dan emosi. Sebab, gaya pemimpin dengan ciri khas baju putih lengan panjang ini, tidak terlalu protokoler. Baginya, cepat dan tuntas. Tidak perlu basa-basi, langsung turun lapangan. Itulah yang terjadi ketika Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Belu, Sabtu (20/12/2014).

JARUM jam menunjukkan pukul 10.50 Wita. Tiga helikopter, dua  helikopter milik TNI Angkatan Udara (AU) dan satu milik TNI Angkatan Darat (AD) jenis Puma, terbang rendah di langit Atambua. Para pejabat pemerintah, undangan lain dan awak media sudah menunggu sejak pagi hari.

Helikopter Puma milik TNI AD berada paling depan disusul dua helikopter di belakangnya. Pukul 11.00 Wita, helikopter Puma mendarat. Semua mata tertuju ke helikopter itu. Hadirin menerka helikopter mana yang ditumpangi Jokowi. Ternyata Jokowi bersama Ibu Negara, Iriana, menumpang helikopter TNI AU paling belakang. Tepuk tangan membahana ketika helikopter yang ditumpangi berhenti di apron.

Mula-mula Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, didampingi Ny. Lusia Adinda Lebu Raya, turun dari helikopter, disusul Menteri Perindustrian, Saleh Husin, dan beberapa pejabat negara lainnya. Selang beberapa menit, Jokowi yang mengenakan baju putih lengan panjang turun dari tangga helikopter dan melambaikan tangan ke arah hadirin.
Jabat tangan seperlunya dengan pejabat yang hadir seperti Sekda Belu, Kapolres Belu, Dandim 1605 Belu, Kajari Belu, Ketua PN Atambua. Jokowi tidak langsung ke ruang VIP Bandara AA Bere Talo.

Jokowi malah menuju penari likurai dan menyalami penari. Sontak saja hadirin menyerbu ingin berjabat tangan dengan Jokowi. Paspampres kewalahan. Jokowi didampingi Ibu Iriani Jokowi, dengan senyum sumringah, melambaikan tangan kepada warga dan menuju ke mobil RI I untuk selanjutnya jalan darat menuju Mota'ain di perbatasan Indonesia dan Timor Leste, di utara Kota Atambua.

Sekitar 20 menit perjalanan darat menaiki bukit, menuruni lembah menuju Mota'ain. Tanpa ada penyambutan protokoler, Jokowi langsung menuju gedung pelayanan satu atap. Memulai dari Unit Karantina, Unit Imigrasi, terus ke Kantor Pelayanan Bea Cukai. Di setiap unit, dibutuhkan waktu 10 menit untuk mendengarkan keterangan petugas.

Pagar betis aparat TNI-Polri tak mampu membendung warga yang ingin melihat langsung sosok Jokowi. Panas terik matahari tidak menyurutkan semangat warga. Jokowi tetap tersenyum dan melambaikan tangan ke arah warga.

Sekitar 30 menit Jokowi dan Ibu Iriana berada di Mota'ain. Melihat sekeliling kawasan itu dari pinggir jembatan pembatas dua negara bertetangga itu. Walaupun keringat membasahi keningnya, Jokowi berkesempatan menerima permintaan warga untuk berjabat tangan dan foto bersama.

Rombongan kembali ke Atambua. Iring-iringan kendaraan melaju santai. Tidak pernah terbayangkan kalau Jokowi tiba-tiba blusukan dalam perjalanan ke Atambua. Di Dusun Haas, Desa Kabuna, Jokowi turun dari kendaraannya dan langsung menuju belakang rumah warga di dusun itu. Di bawah pohon asam, sekitar puluhan orangtua sedang duduk-duduk. Jokowi langsung menuju para orangtua dan ikut nimbrung.
Dan, yang paling mengesankan, Jokowi mengambil posisi duduk di batu yang kelihatan masih basah terkena air hujan. Sedikit bicara, dan seketika itupun Jokowi mengeluarkan sebungkus amplop coklat berisi uang Rp 112 juta. Pesan singkat Jokowi, "Pergunakan uang itu sebaik mungkin untuk beli ternak sapi, Pak Ketua RT tolong diperhatikan". 

Jokowi beranjak menuju Atambua. Dasarnya sudah blusukan, Jokowi kembali membuat rombongan harus tahan napas. Jokowi turun menemui warga membeli sirih pinang. Bahkan, yang mencengangkan, ketika sudah masuk area Bandara AA Bere Talo, Jokowi berkesempatan bercengkrama dengan warga yang duduk di pinggir pematang sawah tadah hujan.

Sekitar 10 menit berdialog dengan warga di pematang dengan posisi duduk bersama warga di tanah. Lagi-lagi Jokowi memberikan uang pemberdayaan ekonomi kepada warga senilai Rp 148 juta yang diterima ketua RT setempat.

Figur Jokowi ibarat magnet yang setiap detik memancing warga. Ketika memasuki area Bandara AA Bere Talo, warga menerobos barisan blokade aparat keamanan untuk menyalami Jokowi. Bahkan hingga ke tangga helikopter, warga tetap mengejar untuk sekadar melihat wajah Jokowi. Dan, kejadian di luar dugaan, ketika Presiden Jokowi sudah menaiki tangga helikopter dan sudah melambaikan tangan, selang lima menit, Jokowi turun kembali untuk ke kamar kecil.

Sontak warga mengejar mengerumuni Jokowi. Warga mengejar, berdesak-desakan masuk ke ruangan VIP menunggu Presiden Jokowi untuk bisa berjabatan tangan. Walau sebagian tidak sempat berjabatan tangan langsung, tetapi mereka bisa mengabadikannya melalui kamera digital maupun handphone-nya hingga Jokowi naik kembali ke helikopter TNI AU untuk kembali ke Kupang. (fredi hayong)

Sumber: Pos Kupang 22 Desember 2014 hal 1

Mimpi Titu Eki di Kaki Bukit Fatualiman

ilustrasi
Sabtu (20/12/2014), Presiden RI, Ir. Joko Widodo (Jokowi) meletakkan batu pertama tanda dimulainya pembangunan  Bendungan Raknamo di Desa Raknamo,  Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang.

Bendungan Raknamo akan mulai dibangun awal tahun 2015 hingga selesai tahun 2017. Biaya pembangunan menelan dana Rp 660 miliar bersumber dari APBN. Nantinya, bendungan ini dibangun di lembah di kaki perbukitan yang membentuk setengah lingkaran, seperti tapak kaki kuda.

Lembah subur ini dikelilingi bukit Fatualiman di sebelah utara, bukit Tunme'e di sebelah timur dan tenggara serta bukit Kuneru di sebelah selatan. Di atas bukit Kuneru inilah rumah-rumah penduduk Desa Raknamo bertebaran, mulai dari ujung Desa Manusak di sebelah barat hingga ke bagian selatan dan tenggara. Ada sekitar 600 kepala keluarga (KK) atau 1.800 jiwa penduduk di desa ini.

Ke arah barat dan barat laut, dari lembah yang subur itu, tampak areal persawahan tadah hujan seluas hampir 2.500 hektar yang membentang di Oebatina dan Kodemopu. Warga Raknamo cuma menggarap areal persawahan itu saat musim hujan.  Semakin ke arah barat, ada areal persawahan yang membentang di Desa Manusak, Desa Naibonat dan Kelurahan Naibonat (areal persawahan Air Kom), sebagian wilayah Amabi Oefeto serta Desa Oesao dan Kelurahan Oesao. Total sekitar 8.000 hektar sawah. Semua areal persawahan ini cuma mengandalkan air tadah hujan. Belum ada saluran pengairan yang memadai apalagi yang moderen.

Lalu air berlimpah datang dari mana? Sungai Naikoen, yang melingkar di seperti ular raksasa dari hulu sekitar kawasan hutan di Kecamatan Amabi Oefeto Timur, singgah sebentar di ketiak bukit Fatualiman dan bukit Tunme'e. Sebelum pergi melintasi lembah di sebelah barat hingga bermuara di Teluk Kupang.

Sungai ini tetap mengalirkan air jernih meski kemarau panjang melanda. Ada juga belasan anak sungai di sekitar perbukitan dan lembah subur itu. Sungai dan anak sungai ini dibendung airnya, lalu dijadikan bendungan untuk mengairi lembah subur di kaki bukit Fatualiman dan sekitarnya..

Potensi lahan basah ini yang membuat Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, merajut mimpinya. Pria berambut putih ini bermimpi kelak lumbung beras dan jagung dipasok dari lembah subur di kaki bukit Fatualiman. Bahkan kebutuhan sayuran dan buah-buahan untuk warga Kota Kupang dan sekitarnya juga dipasok dari lembah subur ini.

Dan, mimpi Titu Eki ini, sebentar lagi akan diwujudkan setahap demi setahap. Dimulai dengan pembangunan bendungan raksasa dilanjutkan dengan pembangunan sarana irigasi untuk 8.000 hektar lahan sawah.

"Saya juga ingin bendungan itu akan ditata sedemikian rupa menjadi tempat wisata mengandalkan wahana air. Misalnya, tempat memancing di kolam ikan milik warga, ada waterboom dan sebagainya," jelas Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, saat sosialisasi di Gereja Talitakumi, Desa Raknamo, awal tahun 2013 lalu.

Ia juga meminta warga menangkap peluang bisnis seperti membuka lapak jual sayur dan jagung muda sepanjang jalan raya, mulai dari Desa Manusak hingga Desa Raknamo, yang berjarak 9 kilometer dari Jalan Timor Raya, Kelurahan Naibonat.

"Jangan cuma tanganga saja liat (lihat) oto-oto mangkilat (kendaraan mengkilat) masuk keluar kampung menuju bendungan. Nanti kalau bendungan sudah jadi, saya minta para kepala desa meminta warganya mendirikan lapak jual sayur, jagung muda dan buah-buahan di depan rumah. Jadi bila tamu pulang berwisata dari bendungan, bisa membeli ole-ole seperti sayuran, jagung muda dan aneka buah-buahan. Jangan malas dan harus kreatif menangkap peluang," kata Titu Eki, di hadapan warga dan jemaat yang memenuhi gereja tua itu.

Saking bersemangatnya Titu Eki, ia telah menyediakan dana rekayasa sosial yang bersumber dari APBD Kabupaten Kupang tahun anggaran 2014 sebagai 'uang sirih pinang' memindahkan kuburan nenek moyang milik warga setempat yang berada di lembah subur itu. Yang diperkirakan akan terkena dampak genangan air dari Bendungan Raknamo.

Setiap kuburan diberi Rp 25 juta dalam bentuk tabungan di Bank NTT. Penyerahan uang sirih pinang itu sudah dilakukan awal bulan November 2014 lalu. Sementara status lahan, tidak ada masalah lagi. Warga setempat dan pemilik tanah sudah iklas menyerahkan kepada pemerintah untuk dibangun bendungan.

Dewa Penyelamat

HAMPIR 60 tahun sejak Indonesia merdeka, warga Raknamo harus minum air dari Sungai Oenisa, yang mengalir di Lembah Kaniti dan Saha, di kaki Bukit Fatualiman. Warga yang berdomisili di Dusun Kaneru, harus berjalan kaki tiga kilometer menuruni bukit ke lembah. Sebuah sumur kecil digali persis di bibir sungai. Di situlah warga mengambil air minum, mandi dan untuk minuman ternaknya.

"Kami pulang dari sungai, harus mendaki bukit. Sampai di kampung, kami sudah basah oleh keringat. Jadi percuma saja mandi di sungai, sampai rumah sudah bau pesing keringat," jelas Kades Raknamo, Yunus Taek, dibenarkan Mansur Oematan, dan warga lainnya.

Sedangkan warga yang berdomisili di Dusun Oerete, Posut dan Kiukasen, masih mendingan. Mereka cuma berjalan kaki sekitar satu kilometer ke sumber air di Sungai Oenisa. Namun tetap saja sama. Sebab saat pulang ke kampung, harus mendaki bukit. Peluh bercucuran, bau pesing keringat menyergap. Jadi percuma kalau mandi di sungai.

Baru pada tahun 2008/2009, tutur Kades Raknamo, Yunus Taek,  desanya mendapat bantuan jaringan pipa air bersih dan bak air dari PNPM. Airnya diambil dari Desa Fatukanutu, yang berjarak 19 kilometer dari Desa Raknamo.

"Meski begitu airnya kurang lancar. Kami berharap, bendungan raksasa ini menjadi dewa penyelamat bagi kami dalam persediaan air baku. Baik bagi manusia maupun bagi ternak," jelas Mansur Oematan.

Ia mengingatkan agar kasus perebutan air baku di Bendungan Tilong, antara Pemkab Kupang dan Pemkot Kupang, jangan sampai terulang di Raknamo. "Bukti paling jelas, warga sekitar Bendungan Tilong, kesulitan mendapatkan air bersih. Bahkan ada yang beli air tanki. Padahal pipa induk air melewati halaman rumah mereka," kata Oematan.
Ia berharap air Bendungan Raknamo, dipakai seluruhnya untuk kebutuhan irigasi di Kecamatan Amabi Oefeto dan Kecamatan Kupang Timur. "Sisanya untuk kebutuhan air baku. Air bersih bagi penduduk di puluhan desa di dua kecamatan tersebut. Semoga tidak terjadi perebutan air oleh orang-orang di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Lalu mereka saling rebut air, kami yang menderita kekeringan," kata Oematan mengingatkan.

Kekhawatiran warga Desa Raknamo ini diredam oleh penjelasan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ir. Mudjiadi, M.Sc, saat menyambut kedatangan Presiden Jokowi di Bendungan Raknamo, Sabtu (20/12/2014).

"Bendungan ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan air baku Ibukota Kabupaten Kupang dan sekitarnya dengan debit 100 liter/detik, untuk memenuhi kebutuhan irigasi bagi lahan pertanian seluas 1.250 hektar. Jadi air sangat berlimpah. Jangan khawatir," jelas Mudjiadi.

Selain itu, tambahnya, Bendungan Raknamo dibangun untuk  pengendalian banjir di daerah hilir di Oelamasi, yang merupakan kawasan pengembangan Ibu Kota Kabupaten Kupang. Juga air yang berlimpah dipakai untuk pengembangan pariwisata, serta pembangkit listrik Tenaga Mikro (PLTM) 216,675 kW (1 unit)-  0.216 MW (per unit). "Masyarakat cuma diminta menjaga hutan sekitar bendungan. Jangan tebang pohon, jangan bakar hutan. Jika hutan lestari, air akan terus melimpah sepanjang tahun," pintanya.

Bendungan Raknamo berada di Sungai Noel Puames, Desa raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, NTT. Daerah luas genangan waduk untuk spillway direncanakan mencapai elevasi +104,00 meter dari permukaan laut, dan memerlukan tanah seluas + 147,30 hektar, dan puncak bendungan akan mencapai elevasi +110,20 meter dari permukaan laut.

Pembangunan Bendungan Raknamo akan dilaksanakan dalam jangka waktu 51 bulan (6 tahun anggaran) terhitung sejak Tahun Anggaran 2014 sampai dengan Tahun Anggaran 2019.

Adapun data teknis Bendungan Raknamo dan bangunan penunjangnya adalah sebagai berikut: Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 38,34 km2, Panjang Sungai 15,71 km, Hujan Tahunan rata-rata Sta Camplong 1,258 mm, Sta Raknamo 1,522 mm, Inflow Tahunan Q 80%= 14,59 juta m3, Debit rata-rata musim hujan 1,380 m3/dt, debit rata-rata musim kemarau 0,233 m3/dt. (julianus akoit)

Sumber: Pos Kupang 20-21 Desember 2014 hal 1

22 Tahun Tsunami Maumere

ilustrasi
GEMPA dan Tsunami yang memorak-porandakan Maumere genap berusia 22 tahun pada tanggal 12 Desember 2014. Bertepatan dengan peringatan tersebut, wartawan Pos Kupang, Feliks Janggu, mengisahkan kembali peristiwa yang memilukan itu berdasarkan penuturan sejumlah saksi hidup di Maumere.

KARTINI Ace (60) mengernyitkan dahi ketika mengisahkan kembali kejadian Gempa dan Tsunami 12 Desember 1992, di kediamannya di Kampung Wuring, Maumere, Selasa (9/12/2014). Ekspresi alis dan dahinya menggambarkan trauma yang mendalam atas bencana alam yang menewaskan 2.000-an warga Kabupaten Sikka.

Tentu berbeda dengan reaksi sebagian generasi muda Kampung Wuring yang tidak pernah mengalami dan menyaksikan atau mendengar kisah bencana alam 22 tahun lalu itu. Meski pemerintah mengingatkan Kampung Wuring masuk dalam zona merah gempa dan tsunami di Kota Maumere, pembangunan pemukiman penduduk semakin banyak.

"Saya kadang menceritakan kepada cucu-cucu saya. Ada yang takut sekali. Tetapi saya bilang kepada mereka, cukup kami saja yang menderita karena bencana gempa dan tsunami. Jangan terjadi lagi pada cucu-cucu kami," cerita Kartini kepada Pos Kupang.

Pada saat gempa dan Tsunami, Kartini menyelamatkan diri di atas perahu. Berjam-jam perahu yang mereka tumpangi terombang-ambing di tengah hempasan gelombang Tsunami. Jumlah mereka  yang menyelamatkan diri di atas perahu sebanyak 32 orang.

Rumah-rumah di Wuring hancur berantakan. Mereka pun bergegas menghidupkan mesin perahu menuju Ngolo, Pemana Kecil, salah satu pemukiman di salah satu pulau di utara Pulau Flores.
"Pas kami tiba di Ngolo, semua rumah tidak ada yang sisa. Hanya buih putih yang menutup bangunan rumah. Semua orang lari ke gunung. Kami juga lari ke gunung," kata Kartini.

"Bulu badan saya berdiri memang. Gelombang pertama, kemudian surut lagi. Lalu datang gelombang kedua. Setelah itu gelombang ketiga langsung rata semua. Rumah-rumah hancur semua, hanya masjid ini (Masjid Al-Rahmat Wuring-red) yang tersisa. Kami 32 orang lari di atas perahu," kisah keturunan Bajo yang sejak nenek moyangnya telah menetap di Maumere itu.

Menurut data yang dilansir http://id.wikipedia.org/wiki/  gempa dan tsunami dahsyat itu terjadi sekitar pukul 13.29 wita. Gempa itu berkekuatan 7,8 pada skala Richter di lepas pantai Flores menyebabkan Tsunami setinggi 36 meter, menewaskan sedikitnya  2.100 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi.

Gempa ini menghancurkan sedikitnya 18.000 rumah, 113 sekolah, 90 tempat ibadah, dan lebih dari 65 tempat lainnya. Kabupaten yang terkena gempa ini ialah Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada, Kabupaten Ende, dan Kabupaten Flores Timur.

Diceritakan Kartini, banyak warga Wuring tewas terjepit bangunan.  Mereka yang selamat melarikan diri ke perbukitan, lalu bermukim di Hewuli, Alok Barat. Tetapi mereka tidak betah, dan kembali lagi ke Kampung Wuring. 

"Kami lihat dari atas perahu, semua rumah rata, kapal-kapal rusak. Kami terus bergerak meski gelombang cukup deras. Syukur mesin motor tidak mati," kata Kartini lagi.
Setelah 22 tahun, pertumbuhan penduduk di Kampung Wuring cukup pesat. Rumah-rumah makin padat. Kehidupan ekonomi pun semakin maju. Pelabuhan Wuring telah menjadi salah satu pusat perekonomian masyarakat di Kota Maumere.

"Kami ini orang Bajo, cari makan di laut. Kami tidak nyaman di Nangahure, jadi saya orang pertama yang kembali ke Wuring. Kami tidak mungkin tangkap ikan, kemudian bawa ke Nangahure. Waktu itu Nangahure tidak ada tambatan perahu," kata Kartini.

Kampung Wuring kini memiliki pelabuhan rakyat (Pelra) dengan aktivitas bongkar muat barang yang cukup padat dari Sulawesi, Kupang, dan Surabaya. Terdapat pasar ikan, ramai dikunjungi warga kota tiap petang hari hingga malam.

Reruntuhan bangunan yang mengingatkan warga akan kejadian 22 tahun lalu lenyap bersama munculnya bangunan-bangunan rumah yang cukup megah, rumah panggung yang kokoh. Menjadi  gambaran pesatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat Wuring.

Puluhan kapal nelayan berlabuh di tepi pantai, di samping rumah-rumah penduduk yang dibangun di sekitar Pelra Wuring. Banyak rumah dibangun menjulur ke tengah laut. "Sekarang semua orang bangun rumah bagus di sini. Kalau ingat dulu, rumah di sini masih sederhana semua. Tapi bencana itu merusak semuanya," kata Kartini.

Diceritakannya, ada empat bencana besar yang menimpa masyarakat Kota Maumere kala itu, di antaranya angin kencang, gelombang tinggi, bumi bergetar (gempa-red) dan kebakaran.Apakah tidak khawatir tinggal di zona merah gempa dan Tsunami? Kartini mengatakan, Allah akan menjaga masyarakat Wuring, menjaga anak-anak cucunya lepas dari bencana serupa.Keyakinan akan penyelenggaraan dan perlindungan Allah inilah yang menguatkan warga Wuring untuk tetap bertahan tinggal di pesisir pantai meski masuk zona merah gempa dan Tsunami.

"Banyak yang selamat di dalam masjid ini. Ada kesaksian waktu itu, bahwa air di dalam masjid hanya setinggi lutut. Orang yang berlindung di Masjid ini semuanya selamat," tutur Kartini.

Hari Berkabung Daerah


TRAUMA para korban Gempa dan Tsunami 12 Desember 1992  belum hilang sampai saat ini. "Bicara gempa dan Tsunami, masyarakat di sini sangat trauma dan trauma sekali. Orang-orang tua semua masih trauma di sini," kata Hasan Basry, ketua RW.08 Kampung Wuring,  Kelurahan Wolomarang, Maumere, Sikka.
Masyarakat Kampung Wuring, kata Hasan, selalu mendapat informasi dari pemerintah bahwa wilayah Kampung Wuring termasuk dalam zona merah dan berbahaya untuk pemukiman penduduk.

Namun, tambahnya, sejauh ini belum ada informasi meyakinkan dari pemerintah tentang dasar penetapan wilayah itu zona merah. "Menarik kalau omong zona merah. Saya mau omong itu, kita bisa diskusi. Pertanyaan saya dan  juga masyarakat di sini, apa dasarnya Wuring disebut zona merah?" tanya Hasan.

Beberapa titik yang menurut Hasan sama dengan wilayah Wuring adalah pesisir Kota Uneng, wilayah pertokoan Kota Maumere, pemukiman penduduk di Kampung Beru, wilayah sekitar Hotel Pelita dan pemukiman Waioti.

"Mengapa Wuring zona merah dan kompleks pertokoan tidak? TPI (tempat pendaratan ikan) tidak? Hotel Pelita tidak? Waioti tidak?" tanya Hasan.

Terlepas dari penetapan zona merah, Hasan mengharapkan secara lokal kedaerahan masyarakat diwajibkan mengenang peristiwa 1992 itu dan diatur di dalam peraturan daerah (Perda). Pasalnya, kata Hasan, gempa dan Tsunami Maumere 1992, termasuk bencana nasional terbesar kedua setelah Aceh. 

"Bagi saya mungkin perlu suatu perda atau semacamnya yang menetapkan 12 Desember tiap tahunnya sebagai hari duka daerah atau hari berkabung daerah Kabupaten Sikka," kata Hasan.
Kehidupan masyarakat Wuring dan Maumere saat ini beda dengan 22 tahun silam. Mereka sudah bisa bangkit dari keterpurukan akibat hantaman Tsunami yang dahsyat. Rumah-rumah semakin padat, kapal-kapal semakin banyak, aktivitas pasar di Wuring makin ramai tiap hari.

Bayang-bayang ketakutan akan terulangnya Tsunami 1992 masih terasa ketika berjumpa para korban yang mengalami langsung peristiwa itu. Namun ketakutan itu tidak mengalahkan keyakinan mereka akan penyelenggaraan Allah yang akan melindungi anak-anak dan cucu mereka di masa mendatang.

"Cukup kami saja yang menderita terkena bencana dan jangan terjadi lagi pada cucu-cucu kami. Allah akan melindungi kami. Masjid ini telah menyelamatkan banyak orang waktu itu," ujar Kartini Ace (60), sambil mengelus lengan. "Bulu badan saya berdiri memang," tambahnya.

Seperti korban bencana gempa dan Tsunami 1992, ribuan warga Palue korban letusan Gunung Rokatenda harus mengungsi dari kampung halaman mereka. Tetapi masih ada di antara mereka yang menolak direlokasi dan memilih bertahan hidup di zona merah gempa.

Hal ini menjadi pekerjaan berat pemerintah daerah ke depan untuk memberikan sosialisasi intensif agar masyarakat secara sukarela meninggalkan lokasi-lokasi yang dianggap berbahaya bagi keselamatan mereka manakala terjadi bencana serupa di masa mendatang.

Semoga moment peringatan gempa dan Tsunami 1992, pada Jumat, 12 Desember 2014, menyadarkan kita kemungkinan bencana serupa pada waktu mendatang. Semoga jiwa ribuan korban mendapat istirahat yang kekal di Surga.

Dia Akan Datang Lagi...

BENCANA alam gempa, tsunami, letusan gunung berapi dan bentuk bencana alam lainnya memaksa manusia untuk mengambil sikap dan memutuskan langkah  mengatasi persoalannya.

Persoalan serius yang dihadapi adalah semua pesisir utara Kabupaten Sikka, terutama Kota Maumere, termasuk dalam wilayah rawan bencana. Hampir semua titik berada dalam zona merah bencana.

Namun di sisi lain, tempat-tempat ini menjadi tempat yang paling padat dihuni masyarakat. Misalnya, wilayah pesisir Kota Maumere, Kampung Wuring, Kota Uneng, Kampung Beru, Waioti, Geliting dan wilayah pesisir utara lainnya.

Oscar Parera Mandalangi, budayawan dan tokoh adat di Kota Maumere, mengingatkan bahwa bencana tetap akan menjadi momok menakutkan masyarakat Kota Maumere di masa mendatang. "Bencana seperti tahun 1992 tetap akan datang (terjadi) lagi. Lempengan daratan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana sangat tipis dan mudah retak," kata Oscar kepada Pos Kupang, Sabtu (13/12/2014).

Oscar mengatakan, hanya ada dua solusi menghindari masyarakat pesisir dari bencana alam tsunami di masa depan. Pertama, masyarakat harus direlokasi, pindah ke tempat lebih aman. Kedua, membangun rumah dengan konstruksi tahan bencana alam.

"Jika mereka tidak mau pindah, itu artinya mereka mengambil risiko serius di masa depan. Pemerintah juga bisa mengambil inisiatif buat kajian, konstruksi rumah model apa yang cocok dengan wilayah zona merah kita," kata Oscar.

Pemerintah, demikian Oscar, bisa membuat peraturan rumah bentuk apa yang boleh dibangun di  zona rawan gempa. "Rumah-rumah tembok itu tidak perlu ada di sana. Cari design rumah yang cocok untuk wilayah itu, pemerintah harus buat kajian serius. Hanya itu solusinya," kata Oscar.

Tidak kalah penting, lanjut Oscar, masyarakat perlu terus dilatih (simulasi) menghadapi bencana. "Daerah-daerah itu perlu terus melakukan simulasi bencana," ujarnya.

Menurut dia, sosialisasi harus terus menerus dilakukan. Khususnya oleh pemerintah desa, agar warga masyarakat dengan sadar mencari tempat pemukiman yang lebih layak.
                               
Hutan Bakau Tipis

Anggota DPRD Sikka, Alex Agato mengingatkan pemerintah serius menangani masalah bencana di Kabupaten Sikka. Masalah serius yang dihadapi, demikian Agato, adalah semakin menipisnya hutan bakau (mangrove) pesisir utara Maumere. 
"Badan Lingkungan hidup kita minta serius dengan program menanam bakau sebanyak-banyaknya di pantai utara, khusus kota Maumere dulu. Turap pantai itu tidak bisa bertahan lama di masa depan," kata Alex.

Ia menyatakan, pemerintah tidak bisa menghabiskan anggaran begitu besar dengan membangun turap pantai di semua pesisir utara Kota Maumere. Mesti didukung dengan program penanaman mangrove yang berkesenambungan.

"Ini langkah yang lebih penting dan harus digarap serius oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH). Selain bisa menahan abrasi, menanam bakau juga memberikan dalam bagi kesehatan lingkungan hidup di Kota Maumere," kata Alex.

Memindahkan masyarakat pesisir seperti warga Kampung Wuring bukan persoalan yang mudah. Tetapi jika pemerintah berhasil meyakinkan masyarakat secara terus menerus, bukan tidak mungkin masyarakat akan secara sukarela meninggalkan lokasi yang ada.

Pemerintah juga bisa membantu masyarakat  untuk menunjukkan lokasi pemukiman yang baru bagi masyarakat. "Ini memang risiko pemerintah, jika mau relokasikan mereka, maka harus menyiapkan pemukiman baru bagi mereka. Perlu pendekatan terus menerus," tegas Alex.

Kampung Wuring, salah satu wilayah pesisir yang termasuk dalam zona merah, sudah menjadi salah satu permukiman padat di Kota Maumere saat ini.  Warga di sana mengaku tahu bahwa wilayah masuk zona merah, namun enggan merespons hal itu secara serius.

Kartini Ace (60) berpegang pada keyakinan bahwa Allah tidak mungkin akan menimpakan malapetaka bagi umatNya. Allah pasti akan melindungi para penghuni Kampung Wuring.

Sementara  Hasan Basry, warga lainnya mempertanyakan kebenaran tentang Kampung Wuring termasuk di dalam zona merah. Masyarakat belum diyakinkan dengan dasar penelitian atau regulasi yang menetapkan wilayah itu sebagai wilayah zona merah bencana.

Antara keingingan pemerintah dan keinginan masyarakat pasti selalu akan bertentangan satu sama lain. Tetapi jika pemerintah bisa meyakinkan masyarakat, maka masalah itu akan  diselesaikan secara bersama-sama, dan masyarakat terhindar dari risiko bencana. (feliks janggu)


Sumber: Pos Kupang 13, 14 dan 15 Desember 2014 hal 1

Bapak Diam-diam Daftar Saya di Seminari

Romo Hiro diarak dari Busalangga ke Baa (foto PK)
Rumah Yohanes Nitsae (alm) dan Marselina Nitsae-Bailaen di Busalangga, Kecamatan Rote Barat Laut (RBL), dipadati keluarga dan umat, Minggu (30/11/2014) siang. Ada apa? Simak Laporan Wartawan Pos Kupang, Maksi Marho dari Rote Ndao.

BUKAN cuma kalangan keluarga yang beragama Katolik yang berkumpul di rumah itu, tetapi juga keluarga yang beragama Protestan. Juga terlihat dua orang suster dan seorang pastor, Pater Dagobertus Sotaringgi, SVD (Mantan Pastor Paroki Sikumana).

Di samping timur rumah, tepatnya di sebuah tanah lapang yang biasa dipakai sebagai lokasi pasar tradisional, sudah dibangun tenda dan sebuah podium sebagai persiapan misa perdana imam baru, Romo Hironimus Nitsae, pada Selasa (2/12/2014).

Sekitar pukul 14.00 wita, salah satu perwakilan keluarga menyampaikan kata sambutan sebagai pengantar persiapan untuk perarakan Diakon Hironimus Nitsae menuju Paroki St. Kristoforus Ba'a untuk ditahbiskan menjadi imam  oleh  Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang. Jarak dari Busalangga menuju pastoran paroki sekitar 15 kilometer dan ditempuh dengan kendaraan sekitar 20 menit.

Setelah pengantar dari keluarga, Pater Dagobertus kemudian memimpin ibadat singkat, memohon berkat Tuhan agar seluruh rangkaian acara pentahabisan imam baru nantinya berjalan lancar. Usai berdoa, Diakon Hironimus Nitsae didampingi sang mama Marselina Nitsae-Bailaen dan seorang pria yang mewakili almarhum ayahnya, dijemput dengan tarian adat setempat saat keluar dari rumah menuju mobil yang siap mengantar mereka menuju gereja paroki.

Sekitar pukul 14.30 wita, Diakon Hironimus Nitsae  diarak belasan mobil dan ratusan sepeda motor menuju Ba'a. Calon imam baru itu tampak tenang saat berada di atas mobil sambil berdiri dengan mengenakan pakaian ada Rote Ndao lengkap dengan topi Ti'i langga. Ia tampak tenang dan sesekali tersenyum.

Saat tiba di depan gereja, Diakon Hironimus Nitsae dan keluarga disambut Pastor Paroki St. Kristoforus Ba'a, Romo Aloysius Lake, Pr. Rombongan calon imam baru ini kemudian beristirahat sejenak di pastoran paroki sambil menunggu dimulainya misa pentahbisan,  dipimpin Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang.

Misa pentahbisan Diakon Hironimus Nitsae menjadi imam dimulai pukul 16.00 wita, dihadiri puluhan pastor, belasan suster serta ribuan umat katolik setempat. Juga dihadiri Wakil Bupati Rote Ndao, Jonas C Lun dan sejumlah pejabat Pemkab Rote Ndao, Wakapolres Rote Ndao, Kompol Samuel S Simbolon,  para tokoh agama dari gereja Protestan, Islam dan undangan lainnya.

Romo Hironimus Nitsae adalah anak keempat dari enam bersaudara buah cinta pasangan ayah (Almarhum) Yohanes Nitsae dan mama Marselina Nitsae-Bailaen. Ia lahir di Busalangga, 10 Agustus 1986. Ayahnya bekerja sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Busalangga, mamanya ibu rumah tangga.

Romo Hiro, begitu RD Hironimus Nitsae disapa, mengawali pendidikan di SD Inpres Busalangga tahun 1992-2005 dan melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Rote Barat Laut (RBL) di Busalangga tahun 1998-2001. "Waktu tamat SMP, diam- diam bapak daftar saya di SMA Seminari St. Rafael Oepoi-Kupang. Setelah pulang daftar di SMA seminari baru bapak beri tahu saya. Saya kaget juga, tapi namanya disuruh sekolah di Kupang, siapa yang tidak mau. Karena itulah saya melanjutkan pendidikan di SMA Seminari St. Rafael Oepoi selama tahun 2001-2005. SMA-nya lima tahun karena sebelum lanjut ke SMA harus masuk kelas peralihan dulu selama dua tahun, baru masuk kelas satu SMA," cerita Romo Hiro ketika ditemui di Pastoran Paroki St. Kristoforus Ba'a, Sabtu (29/11/2014) siang.

Sewaktu kecil, cerita Romo Hiro, sebenarnya ia tidak bercita-cita untuk menjadi pastor. Hanya saja, ketika masih di kelas dua SMP, pernah ada kunjungan beberapa pastor ke Stasi Isidorus Busalangga. Saat itu, satu orang pastor tidur di rumah mereka sehingga timbul keinginan dalam dirinya untuk menjadi pastor. Keinginannya itu yang mungkin diketahui ayahnya sehingga secara diam-diam sang ayah mendaftarkan dirinya ke SMA Seminari.  RD Hironimus Nitsae merupakan pastor Katolik pertama dari Kabupaten Rote Ndao.

Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, dalam sambutannya pada acara syukuran penthabisan, mengingatkan imam baru agar selalu berusaha memberi kesaksian tentang Kristus. Sebagai imam, harus membuat manusia atau sesama untuk selalu memperbaharui hidupnya sehingga menjadi manusia yang lebih baik sesuai ajaran Allah dari hari-kehari.

Wakil Bupati Rote Ndao, Jonas C Lun, mengucapkan selamat kepada RD Hironimus Nitsae yang telah ditahbiskan menjadi imam Katolik dan menjadi imam Katolik pertama dari Kabupaten Rote Ndao. Peristiwa penthabisan ini, kata Lun, merupakan peristiwa  bersejarah bagi masyarakat Rote Ndao.

"Gereja Katolik telah banyak berperan dalam pembangunan. Karena itu, atas nama pemerintah dan seluruh masyarakat Rote Ndao, kami mengucapkan selamat kepada imam baru, RD Hironimus Nitsae yang telah ditahabiskan menjadi imam oleh Yang Mulia Uskup Agung Kupang," kata Lun.

RD Hironimus Nitsae mengambil moto tahbisannya: "Ya Bapa..." yang diambil dari Injil Yoh 17:24. Kata "Ya Bapa..." dalam moto tersebut, menurut RD Hironimus Nitsae, merupakan bentuk jawaban dan kesediaan dirinya untuk menjadi rasul Yesus, dan siap mewartakan Injil kepada semua manusia. Profisiat. *


Sumber: Pos Kupang 7 Desember 2014 hal 1

Uskup Turang Tahbiskan Pastor Pertama dari Rote

Romo Hiro diarak dari Busalangga ke Baa untuk ditahbiskan (foto PK)
USKUP Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr mentahbiskan Diakon Hironimus Nitsae menjadi imam baru Gereja Katolik di Gereja Paroki St. Kristoforus Ba'a, Minggu (30/11/2014) sore. RD Hironimus Nitsae  merupakan pastor  pertama dari Kabupaten Rote Ndao.

Acara pentahbisan RD Hironimus Nitsae oleh Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, dihadiri puluhan pastor, belasan suster serta ribuan umat Katolik setempat. Juga hadir Wakil Bupati Rote Ndao, Jonas C Lun, dan sejumlah pejabat Pemkab Rote Ndao, Wakapolres Rote Ndao, Kompol Samuel S Simbolon, serta para tokoh agama dari gereja Protestan, Islam dan undangan lainnya.

Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr dalam sambutannya pada acara syukuran pentahbisan imam baru, mengingatkan imam baru agar selalu berusaha memberi kesaksian tentang Kristus. Sebagai imam harus membuat manusia atau sesama untuk selalu memperbaharui hidupnya sehingga menjadi manusia yang lebih baik sesuai ajaran Allah.

Sementara Ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) Paroki St. Kristoforus Ba'a, Pius Mali, dalam sambutannya mengatakan, sudah sejak lama umat Katolik di Rote Ndao mendambakan dan merindukan lahirnya seorang imam baru yang berasal dari Rote Ndao. Dambaan dan kerinduan masyarakat Rote Ndao itu akhirnya terjawab dengan ditahbiskannya RD Hironimus Nitsae, putra dari bapak Alm. Yohanes Nitsae dan mama Marselina Nitsae-Bailaen.

Peristiwa pentahbisan imam baru, imam pertama dari Kabupaten Rote Ndao ini, kata Pius Mali, membawa rahmat berlimpah bagi masyarakat Kabupaten Rote Ndao, bahkan bukan cuma umat yang beragama Katolik. Karena itu, umat di Kabupaten Rote Ndao mengucapkan banyak terima kasih kepada Uskup Agung Kupang yang mau mentahbiskan salah satu putra terbaik Kabupaten Rote Ndao tersebut.

Wakil Bupati Rote Ndao, Jonas C Lun, dalam sambutannya, mengucapkan selamat kepada RD Hironimus Nitsae yang telah ditahbiskan menjadi imam Katolik dan menjadi imam Katolik pertama dari Kabupaten Rote Ndao. Peristiwa pentahbisan ini, kata Lun, merupakan peristiwa bersejarah bagi masyarakat Kabupaten Rote Ndao. (mar)


Ya Bapa....

RD Hironimus Nitsae mengambil moto : "Ya Bapa..." yang diambil dari Injil Yoh 17:24 sebagai moto tahbisannya. Kata "Ya Bapa..." dalam moto tersebut, menurut RD Hironimus Nitsae, merupakan bentuk jawaban dan kesediaan dirinya untuk menjadi rasul Yesus, dan siap mewartakan Injil kepada semua manusia.

Hal ini dikatakan RD Hironimus Nitsae dalam sambutannya pada acara syukuran pentahbisan yang digelar di halaman Pastoran Paroki St. Kristoforus Ba'a, Minggu (30/11/2014) malam.  Dikatakan RD Hironimus Nitsae atau Romo Hiro, kata "Ya Bapa..." juga merupakan kata-kata dalam doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani sebelum ia diserahkan kepada orang Yahudi untuk disalibkan. Hal ini berarti ia pun siap menjadi pengikut Kristus dalam kondisi apapun bahkan rela mati demi mewartakan kemulian Tuhan.

RD Hironimus Nitsae adalah anak keempat dari enam bersaudara, anak dari Yohanes Nitsae (alm) dan mama Marselina Nitsae-Bailaen. Ayahnya berdarah Timor dari Kabupaten TTU, sementara mamanya berdarah asli Rote Ndao dari Busalangga, Kecamatan Rote Barat Laut (RBL). Selama ini, keluarganya tinggal di Busalangga. (mar)

Sumber: Pos Kupang 3 Desember 2014 halaman 9

Memberi Rasa Nyaman Kepada yang Susah

ilustrasi
Oleh Dr. Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo
Mantan Wartawan SKH Pos Kupang
Latar Belakang
Harian umum daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bernama POS KUPANG merayakan ulang tahunnya yang ke-22 pada 1 Desember 2014. Sebagai ungkapan cinta kasih dan hormat kepada kiprah POS KUPANG, termasuk semua krunya, saya membuat tulisan ini. Saya mau mulai dengan merenungkan hakikat ulang tahun. Umumnya orang memahami ulang tahun sebagai moment untuk mengingat awal keberadaannya supaya menjalani masa kini secara bermakna sesuai dengan tekad masa depan yang dicanangkan pada masa awal keberadaannya.

Ada sekurang-kurangnya 3 kata dalam bahasa Inggris yang erat berkaitan dengan arti ulang tahun yang baru saja kita definisikan. Kata pertama: remember. Ia terdiri dari dua patah kata: re yang artinya adalah kembali dan member yang adalah anggota. Jadi secara harafiah remember  artinya kembali menjadi anggota, balik kepada komunitas mula-mula, persekutuan azali. Kata kedua: commemoration. Kata ini juga merupakan konjungasi dari co yang artinya bersama dan memory yang adalah ingatan atau kenangan. Jadi commemoration dapat kita artikan kumpul ingatan-ingatan yang ada. Kata ketiga: recollection artinya kembali ke dalam kumpulan.

Jiwa dari ketiga kata yang berhubungan dengan gagasan mengingat seperti yang kita gali dari pemahaman orang Inggris adalah kembali menjadi anggota keluarga atau persekutuan dari mana kita berasal, atau kumpul-kumpul untuk ingat kembali (memorize) cita-cita yang telah ditetapkan pada awal titik berangkat keberadaan kita.  Dalam semangat pemaknaan seperti inilah saya menulis untuk POS KUPANG menyambut ulang tahunnya yang ke-22.

Awal Mula POS KUPANG
Salah satu aktivitas penting pada hari ulang tahun adalah mengingat. Baiklah saya menceritakan kembali apa yang saya ingat tentang POS Kupang di awal kiprahnya di Kupang, Kota Kasih. Ketua Sinode GMIT waktu itu, Almarhum Dr. Benyamin Fobia bertemu saya di ruang redaksi majalah Berita GMIT. "Eben. Sebentar sore pergi ke toko Silvia untuk ikut pelatihan menjadi wartawan." Tanggal persisnya percakapan itu saya tidak ingat lagi. Tapi itu terjadi sekitar tanggal 25 atau 26 November 1992.

Tanpa banyak bertanya karena itu memang berhubungan dengan tugas saya sebagai redaktur pelaksana majalah Berita GMIT, sore harinya saya pergi ke Toko Silvia di bilangan Tingkat Satu. Dengan mengendarai sepeda motor Honda GL milik ayah, saya menerobos hujan gerimis di Kupang sore itu. Ternyata di sana sudah ada sekitar 20-an orang muda. Orang-orang yang saya kenal adalah Paulus Bolla, Mesakh Dethan dan Yulius Lopo.

Kami dikumpul dalam satu ruang sempit, kira-kira 6 x 7 meter lalu mulai dikasih pengarahan tentang bagaimana manulis straight news. Pembicara waktu itu adalah Julius Siranamual. Juga ada seorang lagi yang menyapa saya dalam bahasa Timor dialek Amarasi. Belakangan saya tahu nama senior itu adalah Hans Itta. Dia juga salah seorang pendamping kami dalam kursus kilat malam itu.

Di penghujung materi yang diberikan oleh Julius Siranamual yang berambut gondrong itu, kepada kami dibagikan potongan berita dari Koran berbahasa Inggris. Tugas kami adalah menerjemahkan berita itu dalam bahasa Indonesia. Setelah bekerja kira-kira 25 menit, hasil terjemahan itu dikumpulkan. Lalu kami diminta bertemu khusus dengan bapak Julius Siranamual secara berkelompok. Saya bergabung dengan Paul Bolla, Mesakh Dethan dan Yulius Lopo sebagai satu kelompok.

Barulah dalam percakapan dengan bapak Julius Siranamual saya tahu bahwa dalam waktu dekat akan mulai terbit harian daerah POS KUPANG. Rupanya pak Julius Siranamual mengkontak Pdt. Dr. Benyamin Fobia untuk mengirim beberapa pendeta muda dalam proses rekrutmen sebagai wartawan untuk POS KUPANG, katanya supaya ada keseimbangan komposisi pemberitaan antara dua denominasi Kristen terbesar di NTT. Pak Julius Siranamual juga menjelaskan kepada kami apa tugas pers. Kalau saya tidak salah ingat, beliau katakan: "Kami akan direkrut menjadi wartawan untuk mengerjakan tugas pers, yakni menjalankan fungsi edukasi, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat dan memperluas komunikasi dan partisipasi masyarakat."

Giliran kami sudah selesai. Kami keluar untuk makan nasi bungkus. Kelompok lain menggantikan kami bertemu bapak Julius Siranamual. Selanjutnya kami masuk lagi ke ruangan kursus kilat untuk mendengar arahan tentang apa yang harus kami buat besok. Saya tidak ingat persis siapa pemandu acara, tetapi kami ditugaskan untuk besok meliputi berita di lapangan. Saya dapat tugas meliput arus keluar masuk bus antar kota di Terminal Oebobo, terutama pelayanan publik di situ.

Singkat cerita, tiga hari berturut-turut kami menjalani training. Kalau memori saya masih belum terganggu, hasil belajar kami itu kemudian diterbitkan dalam edisi ujicoba, tentu saja dengan editing ketat dari pemimpin unit.

POS KUPANG Membuat Tikus Tidak Bebas Menari

Terbitnya POS KUPANG segera mengubah pola komunikasi masyarakat Kupang pada waktu itu, mengingat POS KUPANG memang adalah harian umum pertama di Kupang. Sebelum POS KUPANG, pernah ada KUPANG POS. Saya lupa kapan persisnya. Sepertinya waktu saya masih di bangku SMA. Entah apa sebabnya KUPANG POS mati dan untuk waktu yang lama (sekitar 5-6 tahun) tidak ada harian umum pengganti. Karena itu terbitnya POS KUPANG benar-benar memberikan angin segar. Peristiwa-peristiwa sosial dan pemerintahan, politik dan religius di Kupang dan NTT umumnya yang selama ini saya disampaikan dari mulut ke mulut, lebih mirip desas-desus sehingga batas antara kebenaran dan gossip murahan sangat tipis segera mendapat bobot sebagai berita berimbang, karena ada komentar dari pihak-pihak terkait.

POS KUPANG ternyata tidak hanya menyajikan berita berimbang melalui satu proses cek dan recek. Ia juga melakukan kontrol sosial atau menjadi pengawal demokrasi. Peran ini, seperti yang saya sebutkan tadi ibarat menjadi kucing yang membuat tikus tidak lagi bebas menari di atas makanan milik bersama. Saya punya beberapa pengalaman untuk hal ini yang berkaitan langsung dengan POS KUPANG  di masa awalnya. Demi kenyamanan bersama baiklah saya tidak menyebut contoh itu, tetapi contoh yang lebih umum, seperti pencabutan SIUPP harian Sinar Harapan oleh pemerintah orde baru tanggal 8 Oktober 1986 karena sebuah pemberitaan yang menggangu kenyamanan Orde Baru.

Berita-berita yang disampaikan pers kapada masyarakat, investigasi yang dilakukan wartawan terhadap sebuah kasus sosial, politik, pendidikan, dll, dengan tujuan utamanya adalah melakukan edukasi, melaksanakan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat dan memperluas komunikasi dan partisipasi masyarakat ternyata bermakna ganda.

Tony Kleden, wartawan POS KUPANG merumuskan manfaat ganda itu dengan mengutip Finley Peter Dunne, penulis Amerika abad ke-19, seperti yang kami jadikan sebagai sub judul tulisan ini: "Pers memberi rasa nyaman kepada orang yang kesusahan dan menyusahkan orang yang hidupnya nyaman."

Tugas ganda tadi ternyata juga diemban oleh POS KUPANG. Dalam arti ini POS KUPANG khususnya menjalankan pekerjaan keselamatan. POS KUPANG memang bukan juruselamat dunia, tetapi dia menjalankan tugas-tugas tertentu dari Sang Juruselamat. Para wartawan memang bukan pendeta atau imam, tetapi mereka menjalankan tugas-tugas keimamatan itu di bidang jurnalistik. Kalau menggunakan analogi yang dibuat Marthen Luther, wartawan adalah imam-imam tanpa jubah keimamatan. Nurani keimamatan mereka tidak dinampakan pada jubah, melainkan pada pensil yang mereka pakai.

Kalimat-kalimat terakhir ini saya mau garisbawahi secara khusus dengan dua maksud. Pertama, sebagai bentuk apresiasi saya kepada pers dan para wartawan, secara khusus keluarga besar POS KUPANG. Ada banyak surat kabar harian di Kupang. Tetapi tidak banyak yang menyampaikan informasi dan kontrol bertolak dari nurani keimamatan. Yang saya maksudkan dengan nurani keimamatan adalah yang menyampaikan informasi secara konstruktif, berimbang dan santun. POS KUPANG termasuk pada yang tidak banyak itu.

Kedua, pers yang memiliki nurani keimamatan bukan pertama-tama diukur dari besarnya kuota pemberitaan aktivitas religius, apalagi jika isi pemberitaannya cenderung polimis dan apologetis. Pers dengan kepekaan nurani imamat apalagi dalam konteks kebhinekaan seperti Indonesia adalah sebuah aktivitas jurnalistik yang panorama pemberitaannya menyejukkan kepelbagaian keyakinan religius, yang kritik-kritik sosialnya disampaikan secara santun dan konstruktif dan konten liputannya mengajak penerima kritik untuk masuk ke dalam nurani imannya untuk sendiri mengambil keputusan pertobatan.

Contoh paling aktual untuk itu dalam Alkitab sebagai sebuah produk jurnalistik adalah yang kritik yang dibuat Natan kepada raja Daud usai seksual affair (perselingkuhan seksual) dan war deceptive-strateby (strategi permainan perang-perangan) yang dia rancang dengan Yoab untuk mengakhiri hidup Uria, istri Batseba. Karya jurnalistik seperti ini akan membuat akan membuat pelakunya tetap dibutuhkan oleh pihak yang dikritik.  Tanpa mengabaikan kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang masih perlu dibenani, dalam pantauan saya di NTT jurnalisme POS KUPANG masih tetap berada pada koridor ini. Atas pertimbangan tadi saya secara sadar memilih POS KUPANG untuk opini-opini saya.

Media Yang Penuh Ragi Tuhan

Pers yang memberi perhatian pada nurani keimamatan dalam geliat jurnalismenya akan selalu dibutuhkan, juga oleh kelompok yang sering jadi sasaran kritik.  Saya ingin mengangkat sebuah kisah dari perbendaharaan kesaksian iman saya, Alkitab untuk memperlihatkan ciri dari pers yang bernurani tadi. Kisah itu berhubungan dengan kematian Absalom, anak kesayangan Daud, raja Israel yang disegani (II Sam. 18:19 dst).

Setelah mayat Absalom ditemukan tergantung di pohon, Yoab meniup sangkala sehingga pasukannya berhenti mengejar pasukan Absalom yang berserak tanpa pimpinan. Berita kematian Absalom perlu disampaikan kepada Daud di tempat pelariannya. Ahimaas bin Zadok menawarkan diri kepada Yoas. "Biarlah aku berlari menyampaikan kabar yang baik itu kepada raja, bahwa TUHAN telah memberi keadilan kepadanya dengan melepaskan dia dari tangan musuhnya."

Yoab menolak permintaan Ahimaas karena ia tahu bahwa berita itu akan melukai hati raja, yang bisa berakibat negatif bagi sang pembawa berita. Dari kasus sebelumnya, yakni Daud menyuruh memenggal kepala orang Amalek yang menyampaikan kepadanya berita tentang kematian Saul, Yoab menduga bahwa Daud akan melakukan hal yang sama bagi orang yang membawa kabar kematian Absalom. Itu sebabnya Yoab menjawab Ahimaas: "Pada hari ini bukan engkau yang menjadi pembawa kabar, pada hari lain boleh engkau yang menyampaikan kabar, tetapi pada hari ini engkau tidak akan menyampaikan kabar karena anak raja sudah mati."

Yoab lalu memerintahkan seorang lain, seorang Etiopia untuk berlari kepada. Setelah orang Etiopia itu pergi, Ahimaas sekali lagi berkata kepada Yoas untuk mengijinkan dia menyusul orang Etiopia itu, apapun juga resikonya. Sekali lagi Yoas mengingatkan Ahimaas akan harga yang harus dia bayar. Tetapi Ahimaas siap membayar harga itu. Ia berkata kepada Yoab: "Apa pun yang terjadi, aku mau berlari pergi."

Singkat cerita Ahimaas mendapat ijin dari Yoab. Dia memilih route yang lebih singkat sehingga lebih dahulu sampai ketempat raja. Waktu ditanyai raja ia  memberikan jawaban berikut: "Aku melihat keributan yang besar, ketika Yoab menyuruh pergi hamba raja, hambamu ini, tetapi aku tidak tahu apa itu." Ahimaas menghadirkan bagi raja sebuah data riil di lapangan agar raja menyimpulkan sendiri pesannya. Wartawan kedua, orang Etiopia itu segera menyusul. Ia mengemas beritanya dalam kalimat berikut: "Tuanku raja mendapat kabar yang baik, sebab TUHAN telah memberi keadilan kepadamu pada hari ini dengan melepaskan tuanku dari tangan semua orang yang bangkit menentang tuanku."

Waktu raja mendesak dia dengan bertanya to the point mengenai nasib Absalom dia kembali memberikan jawaban: "Biarlah seperti orang muda itu musuh tuanku raja dan semua orang yang bangkit menentang tuanku untuk berbuat jahat."
Dua orang wartawan yang diutus Yoab menyampaikan kabar buruk kepada raja diperlakukan dengan hormat, tidak seperti orang Amalek dalam kisah kematian Saul yang disuruh raja untuk kepalanya dipocong. Ini karena kedua wartawan tadi memoles berita itu dengan memperhatikan nurani keimamatan. Berita buruk disampaikan secara santun. Raja dibiarkan membuat kesimpulan sendiri. Untuk itu mereka menyodorkan data-data lapangan yang berkualitas, yang tidak dilebih-lebihkan, tidak juga dibelokkan untuk kepentingan pembawa berita. Inilah mediawan yang penuh dengan ragi Tuhan. Jurnalisme yang mereka hasilkan memproduksi perdamaian.

Media yang penuh dengan ragi Tuhan, menurut D.A. Peransi memiliki beberapa kualitas: 1. Ia menciptakan komunitas yang setara, tidak melihat penerima pesan sebagai mangsa. Dalam rangka membangun kesetaraan ia mengembangkan manusia dan kebudayaan masyarakat. 2. Ia mendorong tumbuhnya hidup bermasyarakat yang manusiawi, bukan masa yang sentimental sehingga mudah digiring oleh kekuatan tertentu. Ia mengajar orang berpikir bijak dalam melihat keterbatasan-keterbatasannya tetapi juga kemungkinan-kemungkinan yang diberikan Tuhan kepadanya. 3. Watak profetis yang melekat pada media yang beragi adalah profetis-alternatif. Artinya, dia tidak hanya mengajukan kritik tetapi juga menawarkan solusi. 4. Akhir, media yang penuh dengan ragi Tuhan dibidani oleh mediawan yang telinga, mata dan hatinya terbuka untuk Sabda Allah. 

Penutup
POS KUPANG memasuki usia ke-22. Kehadirannya di NTT dalam rentang waktu 22 tahun sebagaimana yang dialami banyak orang ternyata mampu memberikan suara kepada kaum tak bersuara. Ia juga sudah menunjukkan diri sebagai media yang membuat orang-orang yang berkuasa tidak bisa sesukanya menindas dan menginjak mereka yang lemah dan tanpa atribut kuasa.

John Dewey seorang filsuf Amerika menegaskan bahwa fungsi ritual atau upacara-upacara yang terjadi dalam hidup adalah untuk menjadikan nilai-nilai ideal yang mau kita kejar tetap menjadi fungsional dalam tindakan, agar nilai-nilai tetap ideal dalam semangat. Apa yang tidak dapat dilaksanakan di dalam praktek kehidupan, kita laksanakan di dalam ritual supaya kita tidak mati idealisme.


Peringatan hari lahir yang dilakukan POS KUPANG adalah untuk mengingatkan dirinya bahwa betapapun dalam praktek ideal-ideal tadi belum sepenuhnya bisa diwujudkan, bahkan dalam banyak hal gagal diwujudkan, tetapi melalui peringatan itu tekad para kru POS KUPANG dibangunkan, dikobarkan semangat untuk tetap memelihara nilai ideal itu.

Salah satu penyakit yang paling sering menyerang insan pers dan mematikan idealisme para pekerja keselamatan adalah masalah survive strategy.  Karena ingin survive pers berkolaborasi dengan pihak yang berkuasa atau pemilik modal. Akibatnya fungsi kontrol, edukasi, penyalur aspirasi rakyat dan pengawal demokrasi runtuh. Pers berubah jadi loud speaker penguasa atau memilik modal. Dengan berbuat begitu, pers sesungguhnya tengah melakukan onani atau masturbasi.

POS KUPANG  akan tetap survive di NTT dan menjadi surat kabar kesayangan masyarakat apabila ia menjalankan keempat fungsi pers secara konsisten sambil tetap menjaga keseimbangan pemberitaan dan investigasi sebagaimana yang disinyalir pak Yulius Siranamual. Jelasnya POS KUPANG harus terus menampilkan diri sebagai media yang penuh dengan ragi Tuhan. Inilah tekad yang harus dijaga tetap membara dalam hati para kru POS KUPANG setelah aktivitas remember, recollection dan  commemoration di HUT ke-22 ini. DIRGAHAYU POS KUPANG. Teruslah berkarya untuk memberi rasa nyaman kepada orang yang berkesusahan dan menyusahkan orang yang hidupnya nyaman. *

Sumber: Pos Kupang 1 Desember 2014 halaman 32 (edisi ulang tahun ke-22 terbit 60 halaman)

Mengkaji Isi Media Pos Kupang

ilustrasi
Oleh Dr. Edu Dosi, SVD, M.Si

Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unwira Kupang   

POS KUPANG.COM -
Pada tanggal 1 Desember 2014 PK (Pos Kupang) memasuki umur ke-22. Dalam rentang umur 22 tahun tentu ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap PK. Saya ingin membahas faktor-faktor yang mempengaruhi isi media PK. Pada tahun 2010, saya pernah mengkaji pemberitaan PK tentang pemilu legislatif 2014. Kajian ini menggunakan kerangka pemikiran Pamela J Shoemaker and Stephen D Reese, 1996, Mediating the Message: Theories of Influence on Media. Saya yakin kajian ini masih mempunyai relevansi yang signifikan dengan keberadaan PK pada umur ke-22 tahun ini.

Dalam memproduksi isinya, media PK dipengaruhi oleh macam-macam faktor, yaitu faktor internal, dari dalam institusi media PK sendiri  dan faktor eksternal, di luar institusi media PK. Shoemaker dan Reese (1996:64) membagi faktor-faktor tesrebut  dalam lima level, yaitu  individual, media routines, organizational, extramedia, dan ideological.  

Individual Level    
Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media PK. Level ini melihat pengaruh aspek-aspek personal  dari pengelola media PK mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak.

Dalam level ini, terdapat pengaruh potensial yang berasal dari interaksi faktor intrinsik pekerja media PK, yaitu:  karakteristik dari pekerja media PK (seperti gender, etnik, dan orientasi politik) dan latar belakang pribadi (status sosial ekonomi), kemudian mempengaruhi kepercayaan, perilaku dan nilai pribadi yang dianut oleh pekerja media PK tersebut juga mempengaruhi latar belakang profesionalnya (pendidikan).  Latar belakang profesional ini kemudian mempengaruhi orientasi etika profesionalisme yang dimiliki oleh pekerja media PK.

Ditemukan bahwa pekerja media PK cenderung bersikap netral. Seragam melalui standarisasi profesional.  PK tidak cenderung memihak pada satu kekuatan. PK berusaha menjadi pengawal kalau ada kecenderungan keberpihakan. Karena kalau media cenderung berpihak kepada satu kelompok, maka media tinggal tunggu waktu saja untuk mati, ternyata PK masih hidup hingga saat ini. Sejarah membuktikan bahwa pada zaman orba media yang berpihak pada partai tertentu duluan ambruk sebelum pemiliknya ambruk.

Korporat PK adalah KKG (Kelompok Kompas Gramedia) memiliki sikap netral, maka PK pun netral. Juga nurani PK  mengatakan  netral sesuai dengan  misi Pos Kupang.

Pemimpin Redaksi Pos Kupang pada saat itu Dion Putra (12 Januari, 2009) menyatakan bahwa pekerja media Pos Kupang tidak terlibat dengan partai tertentu sehingga dipengaruhi oleh partai tertentu.

"Ada dua orang yang jadi caleg dan mereka harus keluar dari Pos Kupang. Mereka harus memilih. Antara Pos Kupang dan caleg. Pada waktu itu kami juga ambil jalan lain, ada wartawan kita yang kita beri kesempatan untuk menjadi panwaslu karena pada waktu itu di daerah-daerah belum ada pers. Itu pun kami membuat aturan lagi agar mereka terhindar dari konflik interes sebagai anggota panwaslu dan seorang wartawan. Kerja dia 50% saja sebagai wartawan. Walaupun itu utusan dari lembaga".

Lebih lanjut dikatakannya tentang, "apakah ada sedikit konflik interes dalam pemberitaan?" "Saya berupaya menjaga karena netral. Saya justru kecewa dengan PDIP, dari partai wong cilik, namun kemudian berkuasa menjadi otoriter. Memang ada banyak godaan dan sangat tinggi jadi inilah, jadi itulah. Tetapi saya katakan tidak. Kalau simpati dengan partai ini itu normallah sebagai manusia tetapi untuk saya terikat tidak. Karena saya tahu aturan profesinalisme kami di KKG (Kelompok Kompas Gramedia) itu jelas. Dan dalam pemberitaan saya berupaya harus memberikan contoh kepada semua wartawan agar obyektif".

Media Routine
Ditemukan bahwa kegiatan rutinitas memiliki ketergantungan pada sumber elit dan perspektif elit. Kegiatan rutinitas media massa cetal lokal NTT, termasuk PK, mempunyai kesamaan proses. Laporan dari reporter disampaikan kepada masing-masing kepala desk. Para redaktur mengadakan rapat membahas laporan yang masuk guna mempertimbangkan laporan  mana yang layak dan tidak layak dan jika layak ditempatkan pada halaman berapa. Setelah diputuskan berita mana yang akan dimuat, maka naskah laporan dari reporter  tersebut diserahkan kepada redaktur pelaksana atau redaktur eksekutif untuk disunting oleh para redaktur penyunting. Setelah dilakukan penyuntingan, maka dilakukan proses teknis menuju percetakan.


Dalam menyajikan berita tentang pencalonan legislatif lokal NTT tahun 2004 Pos Kupang, demikian juga beberapa koran daerah NTT menyadari adanya faktor subjektivitas, ada kesengajaan memberikan perspektif tertentu, latar belakang  dan aspek-aspek yang terkait  untuk memberikan orientasi kepada para pembaca, yaitu memberi manfaat kepada pembaca sesuai dengan visi dan misi surat kabarnya masing-masing, kompetisi dalam merebut dan menjaga pasar.

Objektivitas, netralitas terganggu oleh bayaran iklan dari caleg. Wartawan punya frame sendiri terhadap caleg, pertimbangan, sudut pandang sendiri, kedekatan dengan caleg dan partai. Wajah media  banyak didominasi caleg dan partai yang berduit (Golkar). Signifikan peningkatan  oplah dan iklan dan keuntungan 20%.

Organizational Level
Pertimbangan-pertimbangan ekonomi dalam produksi isi media dapat membatasi pencarian berita dan memiliki pengaruh  tidak langsung pada kepentingan editorial dan kemudian dapat menjadi sesuatu yang mendikte isi berita (Shoemaker dan Reese, 1996:151).

Pemimpin Redaksi Pos Kupang, Dion Putra (12 Januari, 2009) mengemukakan tentang target hubungan antara kerja redaksi dan pencapaian target jumlah oplah dalam peliputan pemilu tahun 2004: "Kami menawarkan kepada semua partai dengan proposal-proposal kami bahwa Anda sekalian dapat menggunakan halaman-halaman tertentu dengan bayaran sekian. Dengan demikian mereka sekalian tahu. Kenapa partai tertentu selalu di halaman 1 karena mereka tahu ternyata partai itu memiliki duit untuk pasang di sana. Dan kami beritahu bahwa itu advertorial. Tetapi berkait dengan berita pemilu bahkan kami menjadwalkan, kampanye di setiap partai itu mendapatkan tempat yang sama secara bergilir. Karena ada pedoman dan formnya. Misalnya, partai A kemarin di halaman 1 dengan gambar dan hari ini dia harus masuk ke halaman dalam atau gabungkan dengan kalimat sedikit. Berita adalah berita. Iklan adalah iklan. Iklan, Anda punya uang Anda mendapat tempat yang baik, tetapi kalau tidak ya tidak. Tetapi berita semuanya dapat tempat yang sama. Iklan, hukum ekonomi berlaku. Berita hukum profesional yang berlaku. Penjadwalan berita itu kami lakukan sampai sekarang di pilkada dan dilanjutkan di pemilu 2009. Kami berusaha untuk memberi ruang yang sama untuk tidak dikomplain oleh publik. Ada kecenderungan (oplag) naik seperti itu tetapi kemudian turun kembali. Pada waktu pilpres itu naik sampai 20% untuk cetak dan itu lebih banyak eceran. Karena perilaku pembeli kita itu bersifat eceran, dia ada duit dia beli. Dia tidak mau terikat. Jadi kami mencoba memainkan emosi mereka sewaktu pemilu supaya mereka beli eceran".

Extra Media Level

Ada pasar yang luas untuk teks bingkai pencalonan anggota legislatif lokal NTT. Dari aspek demografis tidak terlihat ada indikasi yang membedakan pola konsumsi para pembaca. Pos Kupang sebagai surat kabar bisnis dibaca oleh pembaca yang heterogen menjadi rujukan  atas nilai-nilai jurnalistik dari suatu liputan. Pembaca Pos Kupang lebih menyukai liputan peristiwa mendalam sehingga dapat mengetahui  latar belakang peristiwa. Pembaca Pos Kupang lebih menyukai berita-berita tentang korupsi dan berita-berita tentang perjuangan menegakkan keadilan.

Ideological Level

Terdapat pengiklan dan peran pasar (revenue source), mereka memiliki peran yang besar seperti yang dikemukakan oleh Altschull, "The pers is the piper and the tune the piper plays is composed by those who pay the piper" (Shoemaker dan Reese, 1996:190).

Dalam penyajian isinya media mempertimbangkan realitas pasar, memperoleh kapital material, kapital politik, kapital agama. Pos Kupang sebagai surat kabar bisnis lebih mementingkan unsur komersial. Flores Pos dari lingkungan bisnis Gereja Katolik (SVD), Flores Pos isinya merefleksikan bisnis Gereja Katolik, komunitas agama Katolik, membawa ideologi yang bersumber dari agama Katolik. Timor Express sebagai surat kabar bisnis, komunitas Protestan  lebih terbuka, lebih mementingkan unsur komersial dan komunitas Protestan (Tony Kleden cs., 2007:1-12).

Dalam diskursus media massa cetak lokal NTT, korelasi isi media dan kepentingan ideologi orang atau sumber daya yang membiayai pers khusus, yang menonjol terjadi adalah: Media massa cetak lokal NTT  merefleksikan ideologi kelompok pemilik media yaitu kelompok Kompas, Jawa Pos, Gereja Katolik/SVD. Media massa cetak lokal NTT, termasuk PK, merefleksikan ideologi kelompok pengiklan seperti  partai politik Golkar, PDI, juga pemberi dana, seperti gereja, pemerintah. *
 
Sumber: Pos Kupang 1 Desember 2014 halaman 1 (edisi khusus HUT ke-22 terbit 60 halaman)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes