ilustrasi |
Bendungan Raknamo akan mulai dibangun awal tahun 2015 hingga selesai tahun 2017. Biaya pembangunan menelan dana Rp 660 miliar bersumber dari APBN. Nantinya, bendungan ini dibangun di lembah di kaki perbukitan yang membentuk setengah lingkaran, seperti tapak kaki kuda.
Lembah subur ini dikelilingi bukit Fatualiman di sebelah utara, bukit Tunme'e di sebelah timur dan tenggara serta bukit Kuneru di sebelah selatan. Di atas bukit Kuneru inilah rumah-rumah penduduk Desa Raknamo bertebaran, mulai dari ujung Desa Manusak di sebelah barat hingga ke bagian selatan dan tenggara. Ada sekitar 600 kepala keluarga (KK) atau 1.800 jiwa penduduk di desa ini.
Ke arah barat dan barat laut, dari lembah yang subur itu, tampak areal persawahan tadah hujan seluas hampir 2.500 hektar yang membentang di Oebatina dan Kodemopu. Warga Raknamo cuma menggarap areal persawahan itu saat musim hujan. Semakin ke arah barat, ada areal persawahan yang membentang di Desa Manusak, Desa Naibonat dan Kelurahan Naibonat (areal persawahan Air Kom), sebagian wilayah Amabi Oefeto serta Desa Oesao dan Kelurahan Oesao. Total sekitar 8.000 hektar sawah. Semua areal persawahan ini cuma mengandalkan air tadah hujan. Belum ada saluran pengairan yang memadai apalagi yang moderen.
Lalu air berlimpah datang dari mana? Sungai Naikoen, yang melingkar di seperti ular raksasa dari hulu sekitar kawasan hutan di Kecamatan Amabi Oefeto Timur, singgah sebentar di ketiak bukit Fatualiman dan bukit Tunme'e. Sebelum pergi melintasi lembah di sebelah barat hingga bermuara di Teluk Kupang.
Sungai ini tetap mengalirkan air jernih meski kemarau panjang melanda. Ada juga belasan anak sungai di sekitar perbukitan dan lembah subur itu. Sungai dan anak sungai ini dibendung airnya, lalu dijadikan bendungan untuk mengairi lembah subur di kaki bukit Fatualiman dan sekitarnya..
Potensi lahan basah ini yang membuat Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, merajut mimpinya. Pria berambut putih ini bermimpi kelak lumbung beras dan jagung dipasok dari lembah subur di kaki bukit Fatualiman. Bahkan kebutuhan sayuran dan buah-buahan untuk warga Kota Kupang dan sekitarnya juga dipasok dari lembah subur ini.
Dan, mimpi Titu Eki ini, sebentar lagi akan diwujudkan setahap demi setahap. Dimulai dengan pembangunan bendungan raksasa dilanjutkan dengan pembangunan sarana irigasi untuk 8.000 hektar lahan sawah.
"Saya juga ingin bendungan itu akan ditata sedemikian rupa menjadi tempat wisata mengandalkan wahana air. Misalnya, tempat memancing di kolam ikan milik warga, ada waterboom dan sebagainya," jelas Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, saat sosialisasi di Gereja Talitakumi, Desa Raknamo, awal tahun 2013 lalu.
Ia juga meminta warga menangkap peluang bisnis seperti membuka lapak jual sayur dan jagung muda sepanjang jalan raya, mulai dari Desa Manusak hingga Desa Raknamo, yang berjarak 9 kilometer dari Jalan Timor Raya, Kelurahan Naibonat.
"Jangan cuma tanganga saja liat (lihat) oto-oto mangkilat (kendaraan mengkilat) masuk keluar kampung menuju bendungan. Nanti kalau bendungan sudah jadi, saya minta para kepala desa meminta warganya mendirikan lapak jual sayur, jagung muda dan buah-buahan di depan rumah. Jadi bila tamu pulang berwisata dari bendungan, bisa membeli ole-ole seperti sayuran, jagung muda dan aneka buah-buahan. Jangan malas dan harus kreatif menangkap peluang," kata Titu Eki, di hadapan warga dan jemaat yang memenuhi gereja tua itu.
Saking bersemangatnya Titu Eki, ia telah menyediakan dana rekayasa sosial yang bersumber dari APBD Kabupaten Kupang tahun anggaran 2014 sebagai 'uang sirih pinang' memindahkan kuburan nenek moyang milik warga setempat yang berada di lembah subur itu. Yang diperkirakan akan terkena dampak genangan air dari Bendungan Raknamo.
Setiap kuburan diberi Rp 25 juta dalam bentuk tabungan di Bank NTT. Penyerahan uang sirih pinang itu sudah dilakukan awal bulan November 2014 lalu. Sementara status lahan, tidak ada masalah lagi. Warga setempat dan pemilik tanah sudah iklas menyerahkan kepada pemerintah untuk dibangun bendungan.
Dewa Penyelamat
HAMPIR 60 tahun sejak Indonesia merdeka, warga Raknamo harus minum air dari Sungai Oenisa, yang mengalir di Lembah Kaniti dan Saha, di kaki Bukit Fatualiman. Warga yang berdomisili di Dusun Kaneru, harus berjalan kaki tiga kilometer menuruni bukit ke lembah. Sebuah sumur kecil digali persis di bibir sungai. Di situlah warga mengambil air minum, mandi dan untuk minuman ternaknya.
"Kami pulang dari sungai, harus mendaki bukit. Sampai di kampung, kami sudah basah oleh keringat. Jadi percuma saja mandi di sungai, sampai rumah sudah bau pesing keringat," jelas Kades Raknamo, Yunus Taek, dibenarkan Mansur Oematan, dan warga lainnya.
Sedangkan warga yang berdomisili di Dusun Oerete, Posut dan Kiukasen, masih mendingan. Mereka cuma berjalan kaki sekitar satu kilometer ke sumber air di Sungai Oenisa. Namun tetap saja sama. Sebab saat pulang ke kampung, harus mendaki bukit. Peluh bercucuran, bau pesing keringat menyergap. Jadi percuma kalau mandi di sungai.
Baru pada tahun 2008/2009, tutur Kades Raknamo, Yunus Taek, desanya mendapat bantuan jaringan pipa air bersih dan bak air dari PNPM. Airnya diambil dari Desa Fatukanutu, yang berjarak 19 kilometer dari Desa Raknamo.
"Meski begitu airnya kurang lancar. Kami berharap, bendungan raksasa ini menjadi dewa penyelamat bagi kami dalam persediaan air baku. Baik bagi manusia maupun bagi ternak," jelas Mansur Oematan.
Ia mengingatkan agar kasus perebutan air baku di Bendungan Tilong, antara Pemkab Kupang dan Pemkot Kupang, jangan sampai terulang di Raknamo. "Bukti paling jelas, warga sekitar Bendungan Tilong, kesulitan mendapatkan air bersih. Bahkan ada yang beli air tanki. Padahal pipa induk air melewati halaman rumah mereka," kata Oematan.
Ia berharap air Bendungan Raknamo, dipakai seluruhnya untuk kebutuhan irigasi di Kecamatan Amabi Oefeto dan Kecamatan Kupang Timur. "Sisanya untuk kebutuhan air baku. Air bersih bagi penduduk di puluhan desa di dua kecamatan tersebut. Semoga tidak terjadi perebutan air oleh orang-orang di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Lalu mereka saling rebut air, kami yang menderita kekeringan," kata Oematan mengingatkan.
Kekhawatiran warga Desa Raknamo ini diredam oleh penjelasan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ir. Mudjiadi, M.Sc, saat menyambut kedatangan Presiden Jokowi di Bendungan Raknamo, Sabtu (20/12/2014).
"Bendungan ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan air baku Ibukota Kabupaten Kupang dan sekitarnya dengan debit 100 liter/detik, untuk memenuhi kebutuhan irigasi bagi lahan pertanian seluas 1.250 hektar. Jadi air sangat berlimpah. Jangan khawatir," jelas Mudjiadi.
Selain itu, tambahnya, Bendungan Raknamo dibangun untuk pengendalian banjir di daerah hilir di Oelamasi, yang merupakan kawasan pengembangan Ibu Kota Kabupaten Kupang. Juga air yang berlimpah dipakai untuk pengembangan pariwisata, serta pembangkit listrik Tenaga Mikro (PLTM) 216,675 kW (1 unit)- 0.216 MW (per unit). "Masyarakat cuma diminta menjaga hutan sekitar bendungan. Jangan tebang pohon, jangan bakar hutan. Jika hutan lestari, air akan terus melimpah sepanjang tahun," pintanya.
Bendungan Raknamo berada di Sungai Noel Puames, Desa raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, NTT. Daerah luas genangan waduk untuk spillway direncanakan mencapai elevasi +104,00 meter dari permukaan laut, dan memerlukan tanah seluas + 147,30 hektar, dan puncak bendungan akan mencapai elevasi +110,20 meter dari permukaan laut.
Pembangunan Bendungan Raknamo akan dilaksanakan dalam jangka waktu 51 bulan (6 tahun anggaran) terhitung sejak Tahun Anggaran 2014 sampai dengan Tahun Anggaran 2019.
Adapun data teknis Bendungan Raknamo dan bangunan penunjangnya adalah sebagai berikut: Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 38,34 km2, Panjang Sungai 15,71 km, Hujan Tahunan rata-rata Sta Camplong 1,258 mm, Sta Raknamo 1,522 mm, Inflow Tahunan Q 80%= 14,59 juta m3, Debit rata-rata musim hujan 1,380 m3/dt, debit rata-rata musim kemarau 0,233 m3/dt. (julianus akoit)
Sumber: Pos Kupang 20-21 Desember 2014 hal 1