Pers Abal-abal Tumbuh di Kolam Kotor

Imam Wahyudi memberikan materi
KUPANG, PK - Pers abal-abal hanya tumbuh di 'kolam kotor.' Di negara maju, tidak pernah ada. Saat pemerintah daerah (Pemda) suka bagi-bagi uang satu orang (wartawan) Rp 100 ribu, sementara dianggaran ditulis Rp 200 ribu maka fenomena pers abal-abal akan tumbuh terus.

Demikian Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat Dewan Pers, Imam Wahyudi, kepada puluhan wartawan di Kupang saat memberikan Pelatihan Jurnalistik Peliputan Khusus Korupsi di Hotel Aston Kupang, Kamis (28/4/2016). Hadir anggota Dewan Pers lainnya Sinyo Hari Sarundajang dan juga Koordintaor Divisi Kampanye Publik ICW, Tama Langkun.

Iman mengatakan, pihaknya seringkali mendapatkan pengaduan dari masyarakat terhadap media atau wartawan yang bekerja tidak profesional, bahkan melakukan pemerasan. Dan, pengaduan ini ditindaklanjuti Dewan Pers secara profesional. Menyikapi pengaduan itu, Dewan Pers, katanya, akan menilai duluan produk beritanya, barulah melihat apakah media itu berbadan hukum atau tidak, kemudian bagaimana pemasarannya dan barulah menyimpulkan. Jika semua produk beritanya tidak memenuhi kode etik jurnalisme dan UU Pers maka Dewan Pers akan angkat tangan dan kasus itu bisa langsung diproses hukum.

Imam mencontohkan, ada satu pemerintah daerah yang ketika menggelar jumpa pers, wartawan yang hadir sebanyak 150 orang. Begitu tidak ada lagi amplop maka wartawan yang tersisa hanya 15 orang. "Nah sebenarnya wartawan yang hanya 15 orang itulah yang wartawan asli bukan abal-abal," kata Imam.

Imam menambahkan, untuk bisa 'menghapus' media dan wartawan yang abal-abal maka perlu dihapuskan angaran untuk wartawan. Dan sudah ada anggota PWI yang menyurati Jokowi agar bisa menghapuskan anggaran untuk wartawan pada setiap instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

"Surat ini akan kita bawa ke Jokowi. Jika disetujui maka masalah pers abal-abal akan hilang karena mereka tak punya oksigen. Yang pemeras akan hilang. Hal ini baik supaya ancaman terhadap kebebasan pers hanya muncul dari konglomerat hitam atau politisi hitam dan jangan muncul dari masyarakat bawah," kata Imam.

Imam menegaskan, Dewan Pers melawan pers abal-abal, yang abal-abal akan diproses hukum. "Kami tidak ingin mensubsidi media abal-abal. Kami melindungi kebebasan pers maka yang harus dibela dan dibina adalah pers yang profesional. Kalau abal-abal, ngapain kita curahkan waktu. Biarkan saja diurus penegak hukum jika ada pelanggaran etika. Kalau orang yang profesional, kepleset satu kali, bukan kepleset terus. Masa media dibikin untuk dijual 86. Tak mau Dewan Pers jadi banker orang abal-abal itu," kata Imam.

Pada kesempatan itu, Imam memberikan sejumlah tips untuk membuat berita investigasi korupsi yang berkualitas disertai contoh-contohnya. Imam berharap agar wartawan yang ada di NTT ini profesional dalam bekerja dan menghasilkan produk yang berkualitas. Dan, katanya, bagi media yang belum memiliki badan hukum, segeralah mengurusnya. Dan, ia juga berharap agar terus meningkatkan sumber daya manusia wartawannya agar bisa menghasilkan produk yang sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers nomor 40 tahun 1999. (vel)

Sumber: Pos Kupang 29 April 2016 hal 2
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes