Damyan Godho, Firmus Wangge dan Uskup Petrus Turang


Damyan Godho
TANGGAL 27 Juli itu istimewa. Setidaknya bagi ketiga tokoh ini, Firmus Wora Wangge, Damyan Godho dan Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr.

Nama pertama dan kedua telah berpulang ke haribaanNya. Berselang setahun saja.  Damyan Godho meninggal dunia 29 Januari 2019.  Dua belas purnama kemudian Firmus Wangge menyusul, 6 Februari 2020.

Buat Om berdua yang terkasih, semoga bahagia di sisiNya. Amin.
Saya mengenang 27 Juli karena gara-gara tanggal itulah saya berintekrasi cukup intens  dengan mereka.

Itu dua dekade lalu, 23  tahun silam, tepatnya 27 Juli 1997. Setahun menjelang Soeharto lengser keprabon.

Saya masih wartawan muda.  Belum genap lima tahun berkiprah bersama Harian Pos Kupang  yang mulai terbit 1 Desember 1992.


Semua  bermula dari kota suci Vatikan tanggal 21 April 1997.

Kegembiraan disertai rasa penasaran menyeruak di Kupang serta kota dan desa seantero wilayah Keuskupan Agung Kupang  ketika pemimpin Umat Katolik Sedunia Paus Johanes Paulus II mengumumkan Petrus Turang sebagai uskup koajutor.

Umat  Keuskupan Agung Kupang (KAK) gembira mendapat seorang gembala. Serentak pula merebak rasa  penasaran mengenai sosok sang  gembala yang kala itu berusia 50 tahun  karena namanya belum begitu familiar.

Sebagai uskup koajutor, Mgr. Petrus Turang berhak menggantikan Uskup Agung Kupang Mgr. Gregorius Manteiro, SVD yang waktu itu telah memasuki usia pensiun. Kondisi kesehatan beliau pun tidak begitu bugar lagi.

Firmus Wangge
Saat Uskup Manteiro wafat  10 Oktober 1997,  Mgr. Petrus Turang meneruskan secara otomatis kepemimpinan keuskupan ini sampai sekarang.

Pascapengumuman Tahta Suci 21 April 1997 tersebut,  pekerjaan besar menanti hirarki gereja lokal dan seluruh umat  KAK  yaitu mempersiapkan acara penahbisan Uskup Petrus Turang.

Rapat menetapkan penahbisan tanggal 27 Juli 1997 di Kota Kupang. Firmus  Wangge didaulat  sebagai ketua panitia pentahbisan Uskup Turang.

Suatu  pagi yang cerah,  Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Pos Kupang, Damyan Godho memanggil saya ke ruang kerjanya di kantor kami, Jl. Kenari No 1 Naikoten I Kupang.

“Dion, saya sudah masukkan  kau di seksi Humas dan Publikasi Panitia Penahbisan Uskup Piet Turang. Kerja baik-baik ya,” kata Om Damyan Godho membuka percakapan.

 “Iya Om,:” jawab saya.

“Om Damy, sebagian besar masyarakat NTT sepertinya belum terlalu mengenal bapak uskup kita yang baru,” lanjut saya.

“Benar. Justru karena itu tugas kau untuk menulis sebanyak mungkin tentang beliau  sehingga bisa dikenal umat Keuskupan Agung Kupang dan masyarakat NTT pada umumnya,” kata Om Damy.

Sebelum saya pamit  dari pertemuan pagi itu, Om Damy meminta saya segera bersua  Firmus Wangge sebagai ketua panitia.

“Ingat, selalu koordinasi dengan kau pung Om  Firmus. Usahakan satu atau dua hari ada berita mengenai persiapan penahbisan.” kata Om Damy memberi arahan. Saya menganggukkan kepala.

Kurang lebih tiga bulan persiapan panitia, saya  jadinya berintekasi cukup intens dengan Om Firmus dan semua anggota panitia yang lain seperti Alo Djong Joko, para tokoh umat  termasuk Gubernur NTT saat itu, Herman Musakabe.

Semua informasi mengenai tahbisan  itu selalu saya publikasikan di Pos  Kupang yang merupakan satu-satunya koran harian yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat itu.

Jangan dikau tanya media online karena belum muncul  batang hidung dan sosoknya, sehingga  Pos Kupang  merupakan sumber informasi utama bagi masyarakat Flobamora.

Mgr. Petrus Turang, Pr
Hampir sebulan menjelang penahbisan saya menulis mengenai tema tersebut.

Beberapa topik yang saya tulis secara serial antara lain, sejarah Keuskupan Agung Kupang dari gereja diaspora hingga menjadi keuskupan,sejarah Gereja Katedral Kupang,  profil Uskup Gregorius Monteiro dan yang paling menantang saya adalah profil Uskup Petrus Turang.

Maklum sumber referensi mengenai Yang Mulia di sekretariat keuskupan pun tidak banyak.

Saya mesti  putar otak (baca: kerja keras)  untuk mendapatkannya.  Waktu itu belum ada Google,  bung. Jadi semua harus cari secara manual. Tapi di situlah letak keasyikannya.

Puji Tuhan semua bahan yang saya butuhkan tersedia pada waktunya. Maka saya menulis profil Mgr. Petrus Turang sejak masa kecil di Tondano, Minahasa, Provinsi  Sulawesi Utara, masa pendidikan di seminari, tahbisan imamat serta pengabdian beliau sebelum diangkat Paus Johannes Paulus II sebagai uskup.

Petrus Turang yang ditahbiskan menjadi imam diosesan Keuskupan Manado pada 18 Desember 1974 sempat memegang jabatan sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

Saya juga  menulis makna motto beliau Petransiit Benefaciendo atau Berkeliling Sambil Berbuat Baik (Kisah Para Rasul 10:38), makna lambang keuskupan dan lain-lain yang berkenaan dengan tugas sang gembala kelahiran Tataaran, Tondano Selatan, Minahasa, Sulawesi Utara, 23 Februari 1947 tersebut.

Bekerja dengan Om Firmus Wangge dalam kepanitiaan menyenangkan. Berlatarbelakang pengusaha, cara berpikir dan bertindak Om Firmus jauh dari birokrasi bertele-tele.

Apalagi waktu efektif bagi panitia pentahbisan saat itu tidak lama. Hanya kira-kira dua bulan lebih.

Om Firmus selalu memastikan setiap rencana dapat dikerjakan secara baik oleh masing-masing seksi dalam kepanitiaan. Orangnya tegas, bicara blak-blakan tapi juga mau mendengar setiap saran dan masukan.

Singkat cerita tibalah hari H  acara penahbisan Uskup Petrus Turang pada 27 Juli 1997 di Arena Promosi Hasil Kerajinan Tangan Rakyat NTT, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Kelapa Lima, Kupang.

Di lokasi tersebut kini berdiri megah Lippo Mall Kupang. Arena promosi yang dibangun masa pemerintahan Herman Musakabe  tak berbekas lagi.

Uskup Agung Jakarta, Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ bertindak sebagai Penahbis Utama  didampingi Pro-Nuncio Apostolik untuk Indonesia yang bergelar Uskup Agung Tituler Bellicastrum, Pietro Sambi dan Uskup Agung Kupang saat itu, Gregorius Manteiro, SVD.

Upacara penahbisan berlangsung hikmat dan meriah. Sukses. Puluhan ribu umat Katolik tumpah ruah di sana.

Saya masih ingat  kepada siapa ucapan terima kasih pertama yang disampaikan Uskup Petrus Turang, Pr saat memberikan sambutan seusai prosesi penahbisan. Beliau mengucapkan terima kasih kepada wartawan!

“Terima kasih wartawan yang telah menulis sangat banyak tentang saya dan keuskupan ini.” kata Uskup Petrus Turang.

Saya yang berdiri meliput dari sisi kanan tribune, merinding. Tak lazim seorang tokoh melakukan itu. Biasanya terima kasih bagi wartawan di bagian akhir, bahkan cukup sering tak ada  sama sekali.

Tentu bukan tujuan utama kami meminta atau mengharapkan ucapan terima kasih.

Menulis adalah tugas dan kewajiban jurnalis. Tapi ketika seorang gembala mengucapkan pada sebuah forum yang luar biasa, sungguh merupakan sesuatu.

Sampai akhir hayatnya, Om Damyan Godho dan Om Firmus Wangge menjalin relasi indah dengan Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang.

Hubungan mereka tidak sekadar antara umat atau tokoh umat dengan sang gembala atau pemimpinnya. Mereka bersahabat. Teman diskusi. Saling berbagi.

Ketika kematian menjemput Om Damy dan Om Firmus, Yang Mulia Bapa Uskup Petrus Turang, orang pertama yang memberi peneguhan bagi keluarga.

Beliau juga yang memimpin misa requiem melepas jenazah kedua sahabatnya menuju tempat peristirahatan terakhir.

“Damy sudah berada di tempat yang lebih baik.” kata Mgr. Petrus Turang ketika memimpin misa pelepasan jenazah Om Damyan Godho di Gereja St Fransiskus dari Asisi Kolhua Kupang, akhir Januari 2019 silam.

Kata peneguhan dan penghiburan senada beliau sampaikan ketika memimpin misa requiem saat pemakaman jenazah Om Firmus Wangge di Gereja Katedral Kupang, Minggu 9 Februari 2020.

Saya, terus terang, belajar banyak dari beliau bertiga dalam membangun relasi. Saling berbagi dalam setiap gerak langkah untuk berkontribusi bagi pembangunan daerah, masyarakat luas, untuk Gereja dan Tanah Air.

Tatkala Om Damyan Godho dipercayakan Uskup Turang menjadi Ketua Panitia Pembangunaan Taman Ziarah Yesus Maria di Belo, Kabupaten Kupang, saya tidak kaget.

Bapak Uskup tahu betul kepada siapa beliau memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang besar tersebut.

Bukit tandus dan lerengnya seluas kurang lebih 5 hektare berubah menjadi taman ziarah yang indah setelah dibangun selama 4 tahun.

Menurut Mgr. Petrus Turang, lahan ini merupakan hibah dari seorang umat, Yoseph Soleman kepada Keuskupan Agung Kupang.

Keuskupan lalu berinisiatif membangun tempat ziarah dengan bantuan para dermawan serta swadaya umat.

Pembangunan taman ziarah tersebut  yang panitianya dipimpin Om Damyan Godho  mulai 1 Oktober 2009. Di taman ini ada 20 titik tempat berdoa dan satu kapel di puncak bukit, Kapel St. Yohanes Paulus II.

Dari halaman kapel itu peziarah akan menikmati pemandangan indah jika mengarahkan  pandangan mata ke Teluk Kupang serta pegunungan Fatuleu di kejauhan sana.

Pada hari Senin tanggal 25 November 2013, taman ziarah  Yesus Maria Belo diresmikan Kardinal dari Vatikan, Mgr. Stanislaw  Rylko.

Sampai akhir hayatnya Om Damyan Godho tercatat sebagai pengurus stasi taman ziarah tersebut. Setiap kali berziarah ke sana, saya selalu teringat beliau. Karyanya akan terkenang selalu.

Dalam wujud dan cara yang berbeda, kontribusi Firmus Wangge untuk Gereja dan Tanah Air  pun tidaklah kecil.

Dalam suatu forum diskusi kecil, saya melihat bagaimana Firmus Wangge, Damyan Godho dan Uskup Mgr. Petrus Turang bertukar pandangan untuk membangun daerah, membangun Indonesia. Mereka tak sekadar  bergumul dengan masalah tapi memberikan tawaran solusi.

Kesaksian mengenai peran penting Firmus Wangge itu antara lain diungkapkan mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Drs. Frans Lebu Raya.

"Jasa beliau sangat besar bagi pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Kita kehilangan seorang putra terbaik Flobamora," kata Frans Lebu Raya  hari Sabtu (8/2/2020) malam.

Firmus Wangge dikenal luas sebagai pengusaha dan  sesepuh Partai Golongan Karya (Golkar).

Pria kelahiran Ende, Flores tersebut  pernah menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Nusa Tenggara Timur.  Firmus juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

Menurut Lebu Raya, ketika dirinya masih menjabat gubernur,  Firmus Wangge selalu menyempatkan waktu bertemu dan berdiskusi tentang pembangunan.

Frans Lebu Raya selalu mendengar dan menghargai masukan dari Firmus.

"Saya sering bertemu beliau untuk berdiskusi, tukar pikiran. Beliau selalu memberikan masukan yang sangat berharga bagi daerah ini. Saya sangat menghormatinya," kata Lebu Raya.

Ketua DPD I Partai Golkar NTT, Melki Laka Lena juga mengenang jasa mendiang Firmus Wangge bagi Nusa Tenggara Timur.

"Pak Firmus Wangge memberi warna ekonomi dan politik di NTT.   Sampai akhir hayatnya  masih terus berbicara dan mengamati perkembangan ekonomi dan politik NTT," kata Melki Laka Lena, anggota DPR periode 2019-2024.

Demikian sekeping catatanku  mengenang dua  tokoh yang bersahabat karib, Damyan Godho dan Firmus Wangge.

Om Damy…
Om Firmus…
Beristirahatlah dalam damai dan kasih Tuhan. 

Bapa Uskupku, Mgr. Petrus Turang, sehat selalu dan bahagia.

Dengan penuh cinta

Dion DB Putra
Denpasar, 11 Februari 2020
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes