Membaca Keengganan Gubernur Koster


Wayan Koster
Wacana yang mulai menggelinding hari-hari ini adalah berdamai dengan Covid-19.

Beradaptasi dengan karakter si virus yang belum ada vaksin dan obatnya.

Lain kata, mari merajut hidup normal baru.

New normal, bisik anak milenial.

Meski tak terkatakan secara tandas, dorongan itu berembus.

Lumayan kuat menerpa wajah Pulau Dewata yang banyak mendapat sanjungan dalam hal menangani pandemi Covid-19.

Sebut misalnya partisipasi desa adat yang luar biasa sebagai garda terdepan memberi edukasi dan rasa aman kepada masyarakat.

Bali pun terbaik secara nasional dalam hal tingkat kesembuhan pasien Covid-19 sampai pekan ketiga Mei 2020 ini.

Kalau begitu, mengapa Bali tidak segera memulai hidup normal baru?

Menarik nian sikap Gubernur Bali, I Wayan Koster.

Beliau enggan. Tak mau buru-buru.

Menurut Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Bali Dewa Made Indra, Gubernur Koster menunda penerapan kehidupan normal di ini provinsi karena masih adanya transmisi lokal yang jumlahnya kian gemuk.

"Tentu ini (kasus transmisi lokal) tidak bisa kita abaikan," kata Dewa Made Indra saat konferensi pers secara virtual di Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Provinsi Bali, Senin (18/5/2020) petang.

Menurut Dewa Indra, gubernur akan membuka kehidupan normal di Bali jika grafik kasus positif Covid-19 mulai melandai atau menurun.

Merajut kehidupan normal baru di Bali pun tidak serta merta seratus persen. Harus bertahap.

"Jangan sampai keinginan yang terlalu cepat untuk hidup normal malah membuahkan hasil yang tidak sesuai harapan," kata Dewa Indra sebagaimana ditulis rekan saya jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana.

Dewa Indra menyebut Gubernur Koster telah mempunyai beberapa skema untuk normalisasi Bali.

"Semuanya sudah dibahas skema-skema itu, tapi tentu tidak bisa disampaikan hari ini. Karena hari ini masih fokus dalam pengendalian transmisi lokal," tegasnya.

Pandemi Terlupakan

Semua orang pasti memburu hidup normal sekarang ini setelah hampir tiga bulan terkurung di rumah saja.

Tapi buru-buru hidup normal baru bisa membuat manusia takabur.

Artinya keengganan Gubernur Koster merupakan pilihan sikap yang bijaksana.

Bali jangan sampai salah buka langkah hingga melahirkan masalah yang jauh lebih ruwet.

Saat ini fokus dulu mengurusi Covid-19 terutama mencegah munculnya kasus baru.

Sejenak mari buka lembaran masa lalu pagebluk global.

Pandemi yang terlupakan dalam sejarah adalah flu Spanyol.

Tak banyak dipercakapkan hingga Corona merebak di Wuhan awal 2020.

Ketika Covid-19 menelan korban jiwa hari demi hari, dunia sontak mengenang lagi pandemi terparah satu abad yang lalu.

Persoalannya apakah umat manusia akan belajar dari kegetiran itu ?

Belum tentu kawan.

Wikipedia menulis, pandemi terparah dalam sejarah adalah Flu Spanyol pada tahun 1918.

Flu ini berlangsung selama dua tahun dalam tiga gelombang serangan.

Para peneliti dan sejarawan meyakini sepertiga penduduk dunia, yang saat itu berjumlah sekitar 1,8 miliar orang, terkena penyakit tersebut.

Tercatat 500 juta orang terinfeksi dan lebih dari 50 juta orang meninggal dunia.

Menariknya itu di sini. Angka kematian tertambun terjadi pada gelombang serangan kedua ketika masyarakat buru-buru menikmati hidup normal baru.

Mereka merasa tidak nyaman dengan karantina, menjaga jarak sosial dan jarak fisik.

Tatkala pemerintah mengizinkan mereka keluar rumah lagi, semua orang bersukaria.

Berbondong-bondong ke pasar, kafe.

Memenuhi jalan-jalan kota.

Hasilnya nyata. Beberapa pekan kemudian serangan flu Spanyol gelombang kedua merebak, merenggut nyawa puluhan juta orang.

Hampir empat kali lipat dari serangan pertama.

Pandemi flu Spanyol baru benar-benar pulih penghujung 1920 setelah warga Bumi disiplin beradaptasi dengan karakter si virus dan menjalani hidup normal baru secara bertahap.

Karakter Covid-19 sesungguhnya telah memberi sinyal kuat agar manusia tidak buru-buru menjalani hidup normal baru.

Butuh uji coba serta persiapan yang memadai agar tidak menambah korban.

Si virus cilik telah memperlihatkan fenomena itu.

Gelombang serangannya pada episode kedua jauh lebih trengginas. Banyak orang terhenyak.

Saya sebut beberapa sebagai misal.

Saat belahan lain Eropa dan dunia kurvanya melandai, Rusia berselimut salju justru melesat ke angkasa.

Laksana astronot terbang menuju bintang gemintang.

Sejak 12 Mei 2020 jumlah kasus di Rusia merupakan yang terbanyak kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Fenomena Rusia itu unik.

Setelah sempat dipuji sebagai negara teraman di dunia karena tanpa kasus Corona, dalam sekejap justru masuk klasemen tertatas.

Ketika sejumlah negara melonggarkan karantina wilayah atau lockdown, Rusia malah tunggang-langgang.

Itulah sebabnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan Rusia agar tidak main-main lagi.

Mereka yang terinfeksi di negeri Beruang Merah tersebut bukan cuma wong cilik.

Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengumumkan ia terinfeksi virus Corona pada 30 April.

Direktur Kedaruratan WHO, Michael Ryan dalam sebuah briefing virtual melukiskan Rusia mengalami epidemi tertunda dan harus belajar dari negara lain.

Ya harus belajar memang.

Maklumlah kabar dari baru dari Singapura dan Korea Selatan pun mencengangkan.

Kedua negara itu sempat dipuji WHO sebagai negara yang berhasil mengendalikan Covid-19.

Eh sejak pekan pertama bulan Mei 2020 ini mengalami anomali setelah muncul serangan gelombang kedua Covid-19.

Pekan lalu terbetik kabar setidaknya 85 orang tertular virus corona di sebuah klub malam di Kota Seoul.

Pemerintah setempat memerintahkan penutupan tempat hiburan malam sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Menurut Kementerian Kesehatan Korea Selatan, sebanyak 35 kasus baru terdeteksi di negara itu pada Minggu 10 Mei.

Dari kasus baru itu, 29 kasus terkait dengan klub malam di Itaewon, distrik kehidupan malam yang populer di Seoul.

Pemerintah Kota Seoul mengumpulkan nama 5.517 orang yang mengunjungi klub malam antara 24 April dan 6 Mei 2020.

Muncul Lagi di Wuhan

Tribunnews.com melaporkan, setelah sebulan tanpa kasus infeksi baru, China kembali mengumumkan terdapat kasus virus corona yang berlokasi di Wuhan pada 10 Mei 2020.

Pihak berwenang menyebut lima kasus baru.

Pemerintah China sudah membuka kembali sekolah, transportasi antarkota, pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan sebagainya.

Ternyata China belum benar-benar aman.

Tanggal 13 Mei 2020, klaster baru virus corona ditemukan di timur laut China, tepatnya di Provinsi Jilin.

Sebanyak 1.205 desa harus karantina wilayah (lockdown).

The Independent seperti dikutip Kompas.Com, Minggu (17/5/2020) mewartakan, dalam upaya mencegah penyebaran virus, sebagian besar transportasi ke 1.205 desa dan daerah sekitarnya telah ditangguhkan.

Awalnya kasus baru virus corona di Jilin hanya secuil, yang dikaitkan dengan kembalinya warga China dari perbatasan Rusia.

Kasus-kasus baru ini sebagian besar berpusat di Kota Shulan yang langsung menerapkan lockdown di kota berpenduduk 600.000 jiwa itu akhir pekan lalu.

Kabar dari Prancis juga menarik.

Muncul 70 kasus infeksi baru setelah seminggu sekolah di negeri asal Zinedine Zidane itu kembali melaksanakan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

Minggu lalu sejumlah sekolah dasar (SD) dan SMP telah dibuka.

Sebenarnya, pembukaan sekolah melegakan para orang tua.

Lantaran mereka merasa berat mengawal homeschooling sementara mereka disibukkan dengan pekerjaan.

Alih-alih menambah sekolah yang akan dibuka, Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer menegaskan pembukaan kembali sekolah telah membahayakan anak-anak.

Dia pun memerintahkan sekolah ditutup lagi selekasnya.

Menuju hidup normal baru sungguh tak mudah. Tak boleh takabur.

Dibutuhkan disiplin tinggi menerapkan protokol kesehatan Covid-19.

Hari-hari ini kita saksikan sejumlah pasar di persada Nusantara padat merayap, pusat perbelanjaan ramai pengunjung yang beli baju baru dan aneka kebutuhan lainnya.

Terminal bandara hiruk-pikuk.

Penumpang berdesak-desakkan saat antre untuk check-in atau ambil bagasi.

Stasiun kereta api dan terminal bus tak kalah sibuk.

Bus-bus travel mengangkut rombongan mudik.

Ada juga yang lolos dari awasan aparat keamanan.

Pun oknum tertentu menjual surat keterangan sehat alias bebas Covid-19 palsu.

Berharap tidak terjadi serangan gelombang kedua di negeri ini yang jauh lebih dahsyat korbannya!

Berdamai dengan si virus sungguh tak mudah tuan dan puan.

Demikian pula merajut hidup normal baru.

Ini bukan sekadar angka statistik mati yang saban hari disampaikan Satgas Gugus Tugas Covid-19.

Ini tentang membangun budaya hidup.

Disiplin pakai masker, rajin cuci tangan di air mengalir, pakai hand sanitizer, jaga jarak fisik aman, olahraga, makan makanan bergizi.

Meminjam kampanye klasik pemerintah negara ini, disiplin menjalani perilaku hidup bersih dan sehat.

Disiplin itu kata sederhana tapi implementasinya tidak benar-benar sederhana.

Saya sendiri pun sulit mewujudkannya.

Bagaimana dengan tuan dan puan?

(dion db putra)

Sumber: Tribun Bali
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes