ilustrasi |
Kesohorannya setara dengan Bandara Internasional Ngurah Rai. Bahkan jauh lebih tenar ketimbang Kuta, Sanur atau Ubud.
Kalau tuan masuk Bali pilihan favorit ya Gilimanuk atau Bandara Ngurah Rai. Selebihnya baru Pelabuhan Benoa dan Padang Bai.
Saban hari ribuan orang menginjakkan kakinya di Gilimanuk. Mereka datang dan pergi.
Bergerak ke Barat atau ke Timur, menuju Pulau Jawa atau sebaliknya.
Gilimanuk terkenal karena di sanalah letak pelabuhan kapal feri yang menghubungkan Bali dan Jawa, pulau dengan populasi tertambun di negeri ini.
Pelabuhan sibuk itu persisnya berada di Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.
Saban hari ratusan perjalanan kapal feri melayani penumpang dan kendaraan dari Gilimanuk menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi dan sebaliknya.
Kapal berlayar kira-kira satu jam melewati Selat Bali yang tenang mendayu dan sesekali mengamuk kala cuaca sedang murung.
Sibuknya Gilimanuk masih terjadi sampai hari ini kendati pemerintah telah mengekang sekuat-kuatnya agar orang tidak bepergian di saat pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Ditlantas Polda Bali, jumlah kendaraan yang keluar Bali melalui Pelabuhan Gilimanuk bulan April-Mei 2020 sebanyak 45.659 unit dan jumlah orang yang keluar Bali pada periode itu sebanyak 91.284 orang.
Sebelum Corona menyerbu buana, mobilitas manusia dan barang jauh lebih banyak lagi. Berlipat ganda dari kondisi sekarang.
Pelabuhan Gilimanuk berada dalam pengelolaan manajemen ASDP Indonesia Ferry.
Saya pertama kali menapaki tempat luar biasa ini 32 tahun silam saat berkelana ke Jawa sejenak sebagai aktivis mahasiswa dari Timor yang mau menambah kawan dan pengalaman.
Hari- hari ini nama Gilimanuk kembali menjulang. Sedikit geger mencabik langit setidaknya bagi sebagian penghuni Pulau Dewata.
Maklum ini urusan sehat walafiat di tengah serangan pandemi Covid-19 yang kurvanya di Indonesia serta Bali seperti enggan melandai ke lembah.
Sehat sebagai syarat bisa mudik atau pulang kampung.
Cerita demikian. Tofik, pemudik dari Denpasar yang menyeberang ke Jawa melalui Pelabuhan Gilimanuk, mengungkap adanya praktik penjualan surat keterangan sehat palsu di Gilimanuk.
Cukup membeli surat sehat palsu seharga Rp 100- Rp 300 ribu, pemudik diizinkan petugas berwenang naik kapal feri menuju Ketapang. Beres urusannya.
"Saya beli di Gilimanuk. Awalnya saya gak mau beli, tapi karena kepepet pulang, terpaksa saya beli Rp 100 ribu. Kalau ramai dijual Rp 250 sampai Rp 300 ribu per surat," kata Tofik kepada teman saya, jurnalis Tribun Bali I Wayan Erwin Widyaswara melalui sambungan telepon, Rabu 13 Mei 2020.
Tofik tidak asal omong. Dia memberikan foto surat keterangan sehat palsu yang meloloskannya pulang kampung.
Terlihat pada kop surat itu bertuliskan "UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Barat".
Tofik pertama kali bagikan informasi surat sehat palsu tersebut di sebuah grup Facebook.
Sontak viral dan menjadi perbincangan warganet.
Menurut cerita Tofik, semua berawal pada Senin 11 Mei 2020.
Hari itu ia sudah berada di Pelabuhan Gilimanuk. Dia mengaku terpaksa tinggalkan Denpasar karena untuk bayar uang kos pun sudah tak mampu.
Saat mau menyeberang ke Ketapang petugas berwenang mengatakan tidak, sebab Tofik tak mengantongi surat keterangan sehat yang menjadi syarat bagi setiap orang yang hendak bepergian sekarang ini.
Tofik pun duduk merenung di Pelabuhan Gilimanuk. Bingung. Mau balik ke Denpasar atau bagaimana.
Malam pun tiba. Tiba-tiba, seorang pria yang diduga ojek pangkalan (opang) di kawasan Pelabuhan Gilimanuk mendekatinya.
Si pria itu menawarkan surat keterangan sehat. Awalnya Tofik enggan. Lama-kelamaan dia tertarik juga.
"Yang nawarin saya bukan petugas polisi, tapi kaya opang itu. Ojek pangkalan, dari kemarin malamnya saya ditawari Rp 250 ribu, saya bilang gak ada uang, sampai besok paginya saya didekati lagi, saya tawar Rp 50 ribu gak dikasih, dan akhirnya Rp 100 ribu dikasih, akhirnya saya beli," ungkap Tofik.
Setelah Tofik bersedia membeli surat tersebut, pria yang menawarkan itu pergi ke suatu tempat tak seberapa jauh dari Tofik duduk merenung tadi. Tak lama berselang pria tersebut menyerahkan surat keterangan sehat kepada Tofik.
Tofik tak tahu di mana pria tersebut mendapatkan surat sehat dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Tofik menduga pria ini mempunyai soft copy atau konsep surat yang kemudian ia perbanyak di Gilimanuk.
"Yang beli bukan saya saja, banyak pemudik yang beli. Daripada balik lagi ke Denpasar, ya terpaksa beli di sana," kataTofik.
Sebelum memutuskan pulang ke Jawa, sebetulnya Tofik sempat berkoordinasi dengan prajuru banjar tempatnya tinggal di Kota Denpasar.
Namun prajuru banjar mengaku tidak bisa mengeluarkan surat apapun karena mudik dilarang.
"Akhirnya saya nekat langsung ke Gilimanuk, karena kos-kosan sudah gak ada buat bayar," ungkapnya.
Saat ingin menyeberang dari Gilimanuk, Tofik cuma menunjukkan surat keterangan sehat tersebut ke petugas.
Setelah itu, ia pun diizinkan masuk kapal dan menyeberang dengan tenang.
Saat ini Tofik sudah berada di kampung halamannya di Sumerno.
Kepala UPTD Puskesmas II Dinas Kesehatan Denpasar Barat, dr Lana Wati sudah tahu tentang adanya surat palsu tersebut. Dia pun telah melaporkan kasus ini kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Denpasar.
"Saya serahkan ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar," kata Lana Wati saat dihubungi Rabu 13 Mei 2020.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Luh Putu Armini menjelaskan, Dinas Kesehatan Kota Denpasar melalui Puskesmas memang mengeluarkan surat keterangan sehat bagi warga yang sudah menjalani rapid test di Denpasar.
"Yang jelas kami hanya memberikan untuk satu orang saja. Kalau diberbanyak atau gimana. Itu (surat keterangan sehat palsu) kami tidak tahu, silakan tanyakan ke pihak sana," kata Armini saat dihubungi melalui telepon, Rabu 13 Mei 2020.
Ditegaskannya, untuk rapid test dan mendapatkan surat keterangan sehat di Kota Denpasar masyarakat tidak perlu bayar sampai Rp 250 ribu.
"Untuk rapid test gratis, untuk suratnya itu (surat keterangan sehat) dia bayar sesuai Perda cuma Rp 15 ribu saja," kata Armini.
Nah? Makin jelas adanya oknum yang bermain di air keruh. Untung polisi gesit bergerak.
Dalam tempo kurang dari 24 jam aparat Polres Jembrana mengamankan dua orang yang diduga pelaku.
Polisi tangkap tangan.
Kapolres Jembrana, AKBP Ketut Gede Adi Wibawa mengatakan, penyidik masih melakukan pemeriksaan mendalam.
"Tunggu lengkapnya besok kita rilis, benar tadi malam kita tangkap tangan, " ujar Wibawa, Kamis 14 Mei 2020.
Jual Secara Online
Kalau di Gilimanuk jual surat sehat palsu secara langsung, yang satu ini jual online. Si penjual memberi tawaran dua paket. Paket A: Surat Keterangan Negatif Covid dan Paket B: Surat Keterangan Negatif Covid+Surat Hasil Lab.
Teman saya jurnalis Tribunnews coba menghubungi penjual melalui aplikasi pesan.
Informasi didapat dari sosial media yang mencantumkan foto berbentuk surat keterangan warna putih dari rumah sakit.
Bertuliskan pernyataan dokter yang menyatakan hasil pemeriksaan seorang pasien, "sehat dan tidak ada tanda dan gejala terinfeksi covid-19". Surat itu bertanggal 9 Mei 2020 dan diberi cap oleh salah
satu rumah sakit.
Penjual jasa tersebut, saat dihubungi, memberikan formulir untuk diisi pembeli.
"Halo, kalau mau order dibantu isi form order dulu ya," kata penjual itu, Kamis 14 Mei 2020. Lalu penjual menawarkan dua paket seharga Rp 70 ribu dan Rp 90 ribu. Penjual mengarahkan pembeli ke blogspot.
"Untuk detail mengenai penjelasan tiap paket silahkan mengunjungi link dibawah ini," balasnya mencantumkan link situs penjual.
Formulir yang perlu diisi adalah paket yang dipilih, nomor ponsel pembeli, nama, umur, berat badan, tinggi badan, tanggal pemeriksaan, pekerjaan, nama perusahaan, alamat kantor, alamat tinggal, alamat
pengiriman.
"Isi juga untuk keperluaan apa, misal lamar kerja, travel, lain-lain. Jika memilih lain mohon tuliskan keperluan lainnya," balasnya.
Si penjual juga minta mengisi asal rumah sakit (RS), yang akan dicantumkan bahwa pembeli telah bebas dari covid. "Request RS : (Jika tidak ada Request) maka dari kami akan kasih RS/klinik yang sesuai
dengan domisili tempat tinggal Anda," tulisnya.
Setelah seluruh formulir diisi, pembeli diminta memilih cara pengiriman.
Bisa sehari sampai. Terakhir cara pembayaran, bisa melalui beberapa rekening bank.
Saat ditanya apakah penjual dapat memastikan surat itu bisa meloloskan pembeli untuk mudik atau pulang kampung, dia menjawab enteng, "Silakan diisi dulu formnya."
Praktik busuk itu sudah sampai di telinga polisi. Kadiv Humas Polri Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono memastikan polisi akan melakukan penyelidikan. "Kalau ditemukan illegal kita proses," kata Argo.
Begitulah tuan dan puan onak dan duri pandemi Covid-19.
Ada yang bertarung hidup dan mati menyelamatkan mereka yang terinfeksi.
Ada yang berusaha membantu sesama meski dirinya sendiri pun dalam kondisi sulit.
Tapi ada pula yang bermain di air keruh.
Memanfaatkan situasi demi keuntungan diri sebesar mungkin. Pun ada yang kepala batu. Ngeyel. Nekat dan melawan aturan.
Pemerintah sejak 21 April 2020 melarang mudik kecuali untuk urusan yang benar-benar urgen.
Namun, masih saja banyak yang tak peduli. Mereka mencari celah agar bisa mudik.
Beragam cara dipakai untuk mengelabui petugas semisal melewati jalan tikus yang tak terjaga hingga bersembunyi di dalam truk logistik.
Sebagian lolos. Sebagianya bisa dicegah pihak berwenang.
Sejak 7 Mei 2020 pemerintah membolehkan moda transportasi umum di darat, laut dan udara beroperasi lagi dengan sejumlah persyaratan lumayan ribet. Satu di antaranya ya surat keterangan sehat itu.
Terbukti surat sehat pun bisa dimainkan oknum-oknum tertentu sebagaimana terungkap di Gilimanuk tersebut.
Pertanyaan sekenanya saja, apakah mereka yang sekarang ini ramai-ramai bepergian dengan pesawat, kereta api, bus atau kapal laut benar-benar sehat walafiat hasil pemeriksaan dokter sungguhan?
Praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di negeri gemah ripah loh jinawi ini bukan isapan jempol.
Dari hari ke hari KKN masih saja berasyik masyuk.
Pandemi Covid-19 masuk kategori darurat. Force majeure. Pemerintah pusat dan daerah gelontorkan dana bukan main besarnya untuk penanganan corona.
Pos lain dipangkas habis. Semua itu baik adanya. Musuh bersama hari ini adalah Covid-19.
Semoga manajemen keuangan Covid-19 transparan dan akuntabel. Berharap sungguh tak ada yang memanfaatkan keadaan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.
Bola panas tersebut ada di tangan mereka yang berwenang mengelola.
Dalam dekapan eksekutif dan legislatif, di pundak aparat penegak hukum serta semua unsur penyelenggara negara yang mendapat mandat sah dan konstitusional.
Quis custodiet ipsos custodes? Begitu ungkapan Latin yang ditemukan dalam karya penyair Romawi, Juvenal. "Siapa yang akan menjaga penjaga. Siapa yang akan mengawasi pengawas?”
Pada akhirnya semua ini bukan soal Covid-19. Ini tentang kejujuran.
Pandemi Corona sedang menguji kemurniannya. (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali