Horor


DI Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan tiga ratus perempuan rela sesak berdesak demi muara perbaikan nasib. Mereka kehilangan sebagian kebebasannya. Tak bebas pergi ke mana-mana bahkan sekadar belanja lipstik dan bedak. Empat bulan menanti. Muara kepastian itu tak pernah datang. Mereka meratap!

"Horor" kembali menimpa calon tenaga kerja wanita (TKW) kita. Sebanyak 300 orang TKW asal Nusa Tenggara Timur (NTT) "terkurung" selama empat bulan di tempat penampungan PT Mitra Makmur Jaya Abadi (MMJA) di Jl. Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Perusahaan pengerah tenaga kerja tersebut telah memberikan pelatihan keterampilan. Namun, perusahaan belum bisa memastikan jadwal keberangkatan ke negara tujuan karena terkendala urusan birokrasi berbelit-belit.

Ketidakpastian waktu berangkat menempatkan para TKW pada dua pilihan saja.
Bertahan di Muara Tanjung atau pulang ke kampung halaman? PT MMJA punya syarat. Jika ingin pulang, gantilah dulu semua biaya selama di Jakarta yang jumlahnya jutaan rupiah. Bisa dimengerti. Menampung dan memberi makan 300 orang selama empat bulan bukan tanpa biaya.


Tapi syarat itu tak mudah bagi TKW. Empat bulan di Jakarta, tabungan calon TKW tentunya telah terkuras untuk memenuhi aneka kebutuhan. Misalnya beli sabun, odol gigi, shampo, kapas pembersih muka, kutex, pembalut haid dan lainnya.
Hari Senin pekan lalu kesabaran 300 perempuan yang umumnya muda usia dengan rambut rebonding itu berakhir. Mereka bereaksi secara unik. Tidak merusak penampungan. Tidak melempar kaca jendela atau memecahkan gelas. Mereka meratap! Tangis mengejutkan tetangga yang kemudian melaporkan kepada polisi.

Dari mulut senator republik asal Flobamora, Abraham Paul Liyanto terbersit secuil kejelasan tentang duduk perkara. Menurut Liyanto, PT Mitra Makmur Jaya Abadi harus bertanggung jawab memulangkan 300 calon TKW asal NTT karena perekrutan mereka melanggar kebijakan Depnakertrans sejak delapan bulan silam.

Sambil menunggu negosiasi baru antara pemerintah RI dan Malaysia menyangkut upah dan hak-hak TKW, pemerintah melarang perusahaan pengerah tenaga kerja merekrut calon TKW. Rupanya larangan itu lolos sensor. Rekrut TKW merupakan "bisnis" menggiurkan. Konon kabarnya, rekrut per kepala dapat honor Rp 2 juta.

Maka biasalah di beranda Flobamora ini. Larangan kerap dimengerti sebaliknya. Lebih hebat lagi, instansi yang sama bisa terbitkan kebijakan berbeda. Satu melarang, yang lain membolehkan. Mau pegang yang mana? Semoga bandul perkara ini segera menuju titik solusi terbaik bagi calon TKW maupun PT MMJA.
***
BETA tidak hendak menyederhanakan masalah. Masih untung nasib ke-300 calon TKW itu karena baru "terkurung" di Muara Tanjung. Inilah waktu untuk berpikir ulang, memburu ringgit dan dolar di negeri jiran dengan jaminan tak pasti atau pulang! Pilihan bebas di tangan mereka.

Toh banyak sudah yang nasibnya jauh lebih tragis ketimbang 300 calon TKW tersebut. Mereka "diekspor" ke luar negeri untuk diperbabukan,diusir pulang atau bunuh diri dengan melompat dari gedung tinggi karena tak sanggup menanggung aib digagahi majikan berwatak bandit. Ada juga yang dihukum cambuk, masuk hotel prodeo bahkan dieksekusi mati karena menghabisi majikan sadis.

Tuan dan puan pastilah ingat tragedi Nirmala. Nirmala dari Tuapakas, Timor Tengah Selatan (TTS). Mei 2004, Nirmala Bonat mengguncang dunia. Dia menjadi korban kekejian majikannya di Malaysia, Yim Pek Ha dan Hii Ik Ting. Nirmala menanggung cedera fisik dan batin yang luar biasa mengerikan. Banyak orang menangis menyaksikan derita Nirmala. Atas desakan pemerintah RI dan komunitas internasional, majikan Nirmala diajukan ke pengadilan. Proses hukum berliku. Persidangan hingga vonis makan waktu lima tahun. Malaysia kok dilawan?

Sudah banyak suara nabi yang berseru-seru di padang gurun, eh padang savana Flobamora. Stop kirim TKW bermodal otot saja! Mari kita kirim TKW terdidik. Kirim bidan, perawat, kirim koki ke mancanegara yang tidak hanya fasih Melayu saja. Australia, Belanda, Korea butuh ribuan TKW bermodal otak dari Flobamora. Apa susahnya sekadar mahir bahasa Inggris. Alokasikan dana sedikit buat kursus bahasa Inggris, kenapa begitu pelit?

Kita riang menggarong duit rakyat, tapi muka asam kalau berpikir dan kerja serius demi rakyat. Poinnya tak ada kemauan baik. Lapangan kerja adalah urusan masyarakat. Biarkan bertarung dan berjuang sesuai kemampuan sendiri. Jangan terlalu berharap ada bantuan serius dari tukang urus kebijakan publik di ini negeri.

Sontak teringat pesangon moral Gloria Macapagal Arroyo delapan tahun lalu. Ketika Malaysia mengusir ratusan ribu pekerja ilegal, perempuan mungil presiden Filipina itu menyambut kedatangan para pekerja di pelabuhan Manila. Dalam potret headline Kompas 8 September 2002, Arroyo melintasi dermaga sambil menuntun bocah perempuan, anak tenaga kerja yang terusir dari Malaysia. Kehadiran Arroyo di tengah warganya yang dirundung malang sungguh menguatkan. Pengusiran tenaga kerja dari Malaysia memaksa Arroyo menunda lawatannya ke sejumlah negara. Arroyo pun keras mengecam Malaysia dan memerintahkan para pembantunya di kabinet mencari solusi segera demi menolong pekerja terusir.

Dalam koran yang sama, edisi sama tapi beda halaman, Presiden Indonesia kala itu, Megawati Soekarnoputri berdiri anggun di depan kerumunan wartawan dan petinggi negara. Tangannya berjabatan erat dengan Presiden Aljazair. Selain ke Aljazair, Ibu Presiden juga melawat ke negara Afrika lainnya dan Eropa. "Saya sudah instruksikan Wakil Presiden menangani TKI yang terusir dari Malaysia," kata presiden yang kalem itu menjawab pertanyaan wartawan.

Sama seperti Filipina, pada tahun 2002, TKI ilegal Indonesia diusir secara paksa polisi Malaysia. TKI merupakan jumlah terbesar yaitu sekitar 600.000 orang.

Lain padang, lain belalang. Lain negara, lain cara pandang dan aksi. Lain pemimpin lain pula tingkat sensitivitas dan responsnya. Di Muara Tanjung Barat hari ini, tiga ratus perempuan produktif asal Flobamora berimpit-impitan di tempat penampungan. Sesak berdesak, menanti tak pasti.

Tiga ratus orang! Bukan jumlah sedikit. Mereka para kekasih propinsi ini. Manusiawi bila mereka mendambakan perhatian. Wajarlah jika mereka akan menghormati orang yang sudi menengok sejenak, menyapa dan menghibur. Bayangkan kalau yang datang lihat ternyata Bapak atau Ibu bupati atau Bapak dan Ibu Gubernur. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 22 Februari 2010 halaman 1

PT MMJA Biayai Pemulangan TKW

KUPANG, PK---Masalah yang dihadapi sekitar 300 calon TKW asal NTT di penampungan PT Mitra Makmur Jaya Abadi (MMJA) di Jakarta Selatan, akhirnya terpecahkan. Hasil pertemuan antara pihak PT MMJA, BP3TKI dan Dinas Nakertrans NTT disepakati para calon TKW itu dipulangkan ke NTT hingga kampung halamannya dengan biaya ditanggung perusahaan.

Kepala Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja, Dinas Nakertrans NTT, Abraham Djumina, SE, yang dihubungi Pos Kupang ke ponselnya, Jumat (19/2/2010), menjelaskan, pemulangan para calon TKW asal NTT di Jakarta itu disepakati dalam rapat di Kantor Dinas Nakertrans NTT, Kamis (18/2/2010) siang. Rapat tersebut, kata Djumina, dipimpin Kadis Nakertrans NTT, Drs. Mohamad Wongso, dihadiri dirinya (Abraham Djumina, Red), Wakil Kepala Cabang PT MMJA Kupang, Edy Thalib, Kepala BP3TKI NTT, Drs. Tumbur Gultom, serta seorang stafnya.

"Kemarin siang Kepala BP3TKI dan Wakil Kepala Cabang PT MMJA memenuhi panggilan kami dan datang di Kantor Dinas Nakertrans NTT. Kemarin kami sudah rapat, dipimpin Pak Kadis sendiri. Hasil dari rapat kemarin, intinya agar pihak PT MMJA memulangkan para TKW yang ada di Jakarta itu ke NTT hingga ke kampung halamannya. Semua biaya ditanggung pihak perusahaan," kata Djumina.

Mengenai tanggung jawab BP3TKI NTT yang memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk merekrut tenaga kerja dan memberikan surat pengantar pemberangkatan calon tenaga kerja ke balai latihan tenaga kerja nasional (BLKN) perusahaan bersangkutan, Djumina mengatakan, hal itu juga dibicarakan.

"Tapi dari pihak BP3TKI beralasan bahwa surat rekomendasi dan surat pengantar yang mereka berikan bukan untuk mengirim tenaga kerja ke luar negeri, tapi untuk membawa mereka (tenaga kerja) ke balai latihan tenaga kerja perusahaan bersangkutan. Apalagi surat itu dikeluarkan atas permintaan pihak perusahaan," kata Djumina.

Dikatakannya, tanggung jawab perusahaan memulangkan para calon TKW itu ke NTT hingga kampung halamannya dianggap sebagai risiko karena pihak perusahaan berspekulasi merekrut para calon tenaga kerja pada saat Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan instruksi menghentikan sementara perekrutan calon TKI karena masih mencari bargaining position mengenai TKI antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia.

"Dalam kasus ini, pihak perusahaan melakukan spekulasi.
Menurut hitungan pihak perusahaan kan mereka merekrut dulu, karena para tenaga kerja ini masih harus berada di penampungan perusahaan dan mengikuti pelatihan selama tiga bulan. Sehingga setelah pelatihan sudah selesai dan pengiriman TKW ke Malaysia dibuka kembali, mereka sudah siap dan tinggal kirim. Ternyata perhitungan pihak perusahaan meleset," kata Djumina.

Wakil Kepala Cabang PT MMJA Kupang, Edy Thalib, yang ditemui Pos Kupang di Jalan Suprapto Oebobo, Jumat (19/2/2010) siang, mengakui bahwa sesuai hasil rapat bersama dengan Dinas Nakertrans NTT dan BP3TKI dan dirinya, diputuskan bahwa para calon TKW itu dipulangkan ke NTT dengan biaya ditanggung pihak perusahaan. "Tapi nanti tetap ditanyakan kepada para calon TKW itu. Bagi yang masih mau menjadi TKW perusahaan bersedia menampung, sedangkan yang tidak mau lagi dan ingin kembali ke kampung halamannya, perusahaan akan memulangkannya," kata Thalib.

Thalib mengatakan, dalam pertemuan itu ia juga mengakui bahwa pihak perusahaan merekrut para calon tenaga kerja karena tidak mengetahui adanya surat dari Menteri Tenaga Kerja yang meminta menghentikan sementara perekrutan tenaga kerja. Terhadap hal tersebut, jelas Thalib, pihak Dinas Nakertrans NTT juga mengakui mereka juga tidak menerima surat tersebut. "Mereka juga mengetahui larangan itu hanya dari omong-omong dan berita," kata Thalib.

Sebelumnya diberitakan, sekitar 300 TKW asal NTT menangis di kantor cabang dan penampungan PT Mitra Makmur Jaya Abadi (MMJA), di Jalan Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2010). Mereka meratap karena ketidakjelasan nasib setelah lebih dari empat bulan harus tinggal di penampungan. (kas)

Enam TKW Ende ke Arab Saudi

ENAM orang tenaga kerja wanita (TKW) asal Kabupaten Ende diberangkatkan oleh PT Agesa Asa Jaya Cabang NTT ke Arab Saudi. Sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi, mereka akan mendapat pelatihan bekerja di balai latihan kerja (BLK) milik perusahaan tersebut.

Pada tahun 2009 Agesa Jaya pernah mengirim 10 TKW ke Arab Saudi. Dengan demikian dalam dua tahun terakhir Agesa Jaya telah mengirimkan 16 orang TKW.

Pada acara pelepasan enam orang TKW di Boanawa, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kamis (18/2/2010) petang, Kepala Dinas (Kadis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Ende, Petrus Poto, SH, mengatakan, enam orang TKW yang diberangkatkan ke Arab Saudi adalah duta bangsa dan juga duta Kabupaten Ende. Sebagai duta bangsa, maka mereka harus bisa menjaga nama baik dan kehormatan bangsa dan daerah di tempat kerja.

Dikatakan Poto, karena keberangkatan enam TKW ini untuk bekerja, maka mereka harus mempersiapkan fisik dan mental secara baik. Tanpa dukungan fisik, mental dan keterampilan yang memadai, keberangkatan ke Arab Saudi tidak banyak memberi manfaat.

Petrus meminta agar para TKW itu bisa menabung jika sudah bekerja. Uang hasil pekerjaan jangan dimanfaatkan untuk berfoya-foya. Dia mengingatkan para TKW jika mengirim uang, sebaiknya melalui bank, bukan menitip di orang atau kenalan. "Kebiasaan tenaga kerja yang ada biasanya menitipkan uang lewat kenalan dan terkadang uang hilang dibawa kenalan. Untuk lebih aman, sebaiknya uang dikirim lewat bank," kata Petrus. (rom)

Pos Kupang 20 Februari 2010 halaman 1

Kasus TKW, BP3TKI Abaikan Peringatan

KUPANG, PK---Masalah yang dialami 300 calon TKW asal NTT di Jakarta tidak hanya menjadi tanggung jawab PT Mitra Makmur Jaya Abadi (MMJA), tapi juga tanggung jawab Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI). Sebab BP3TKI yang mengeluarkan surat rekomendasi kepada perusahaan untuk merekrut dan surat pengantar pemberangkatan tenaga kerja, walaupun sudah diingatkan oleh Dinas Nakertrans NTT.

"Kami sempat mengingatkan BP3TKI terkait adanya instruksi Menteri Tenaga Kerja itu. Tapi BP3TKI tetap keluarkan rekomendasi kepada PJTKI untuk merekrut dan membuat surat pengantar pemberangkatan para calon tenaga kerja," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) NTT, Drs. Mohamad Wongso, melalui Kepala Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja, Abraham Djumina, SE, kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Kamis (18/2/2010).

Djumina menjelaskan tentang kewenangan dan prosedur perekrutan calon tenaga kerja. Dalam kaitan dengan tenaga kerja, jelas Djumina, kompetensi Dinas Nakertrans NTT hanya untuk mengeluarkan izin operasional kepada cabang PJTKI. Sedangkan rekomendasi perekrutan calon tenaga kerja di kabupaten/kota dan surat pengantar pemberangkatan calon tenaga kerja dikeluarkan oleh BP3TKI.

"Pemprop NTT, dalam hal ini Dinas Nakertrans NTT bukan mau cuci tangan dalam masalah ini, tapi ini merupakan kebijakan pusat. Yang tahu berapa calon TKI yang direkrut itu BP3TKI karena mereka yang mengeluarkan surat rekomendasi, bukan dinas nakertrans. Itu sebabnya dinas nakertrans tidak tahu berapa calon tenaga kerja yang direkrut oleh PJTKI," kata Djumina.

Sekitar Juni 2009, jelas Djumina, ada instruksi dari Menteri Tenaga Kerja untuk menghentikan sementara perekrutan calon tenaga kerja, khususnya yang akan dikirim ke Malaysia. Kebijakan itu dengan pertimbangan masih dievaluasi kembali kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia mengenai TKI ini.

Setelah adanya instruksi itu, kata Djumina, pihaknya sempat mengingatkan BP3TKI untuk tidak mengeluarkan rekomendasi perekrutan calon TKI dan memberikan surat pengantar pemberangkatan calon TKI. Namun BP3TKI tetap mengeluarkan surat tersebut.

Mengenai sikap Nakertrans NTT terhadap masalah 300 calon TKW NTT di Jakarta ini, Djumina berjanji akan memanggil Kepala BP3TKI, Drs. Tumbur Gultom, dan Wakil Kepala Cabang PT MMJA Kupang pukul 13.00 Wita, Kamis (18/2/2010). Keduanya dipanggil untuk memberikan penjelasan mengenai masalah 300 calon TKW NTT di Jakarta itu. "BP3TKI juga harus bertanggung jawab secara administratif, apakah calon TKW itu direkrut sebelum ada instruksi Menteri Tenaga Kerja atau setelah instruksi Menteri Tenaga Kerja," katanya.

Sebelumnya diberitakan, sekitar 300 TKW asal NTT menangis di kantor cabang dan penampungan PT Mitra Makmur Jaya Abadi (MMJA), di Jalan Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2010). Mereka meratap karena ketidakjelasan nasib setelah lebih dari empat bulan harus tinggal di penampungan. (kas)

PT MMJA Tidak Tahu

WAKIL Kepala Cabang PT MMJA Kupang, Edy Thalib, kepada Pos Kupang di ruang Kabid Pelatihan dan Penempatan TK Dinas Nakertrans NTT, Kamis (18/2/2010), menjelaskan, pihaknya merekrut calon TKW karena tidak tahu adanya kebijakan Menteri Tenaga Kerja itu.

"Kami tidak tahu ada kebijakan menteri itu. Juga tidak adanya warning dari BP3TKI kepada kami. Kalau ada warning pasti kami stopkan. Malah BP3TKI sendiri yang keluarkan surat," kata Thalib.

Dikatakannya, dari 300 calon TKW NTT di Jakarta itu, ada yang sudah empat bulan dan ada yang sudah enam bulan. "Yang sudah enam bulan ini kemungkinan akan dipulangkan. Biaya pemulangan akan ditanggung perusahaan," katanya.
Sementara Kepala BP3TKI NTT, Drs. Tumbur Gultom, yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (18/2/2010), menjelaskan, masalah yang terjadi pada 300 calon TKW asal NTT di Jakarta itu akibat tidak adanya kepastian dari pihak Departemen Tenaga Kerja soal waktu pengiriman kembali TKW ke Malaysia. "Bilangnya hanya dua tiga bulan, ternyata tidak jelas," katanya.

Ditanya kalau BP3TKI juga ikut bertanggung jawab terhadap masalah yang dialami 300 calon TKW asal NTT di Jakarta karena mengeluarkan rekomendasi kepada perusahaan untuk merekrut calon tenaga kerja dan memberikan surat pengantar pemberangkatan calon tenaga kerja, Gultom mengatakan, "Kami kan tidak izinkan untuk berangkatkan tenaga kerja ke luar negeri, tapi ke balai latihan tenaga kerja perusahaan bersangkutan."

Ketika ditanya lagi, apakah dirinya tahu kalau TKI yang direkrut perusahaan itu untuk dikirim ke luar negeri, Gultom mengaku tahu. "Kami juga sudah jelaskan ke perusahaan tentang kebijakan Menteri Tenaga Kerja itu, tapi mereka (perusahaan, Red) tetap berani rekrut. Itu kan juga hak mereka (perusahaan) untuk bawa tenaga kerja yang direkrut itu ke BLK (balai latihan kerja)," kata Gultom, seraya meminta untuk tidak terlalu memojokkan pihak perusahaan karena pihak perusahaan juga sudah rugi dengan masalah ini.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Kupang, Bernadus Benu, S.H, mengatakan, pihaknya akan ke Jakarta menanyakan kasus ini ke PT MMJA. "Hari Senin kami akan berangkat ke Jakarta sekaligus akan melihat dua orang calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berada di PT MMJA. Kami akan mendatangi balai latihan kerja (BLK) MMJA untuk berbicara langsung dengan perusahaan tersebut terkait nasib calon TKW asal Kupang," ujar Benu di Kamis (18/2/2010) di Kantor Walikota Kupang. (kas/ira)

Pos Kupang 19 Februari 2010

Pembiaran


BERITA itu mungkin tak terlalu penting bagi orang-orang penting yang sedang fokuskan perhatian serta energi menghadapi pemilihan umum kepala daerah di sejumlah tempat di beranda Flobamora. Boleh jadi kabar itu tak menarik bagi mereka yang sedang terpukau oleh sinetron politik Bank Century yang saban hari menghiasi layar televisi.

Di Kabupaten Sikka, manajemen RSUD TC Hillers Maumere kewalahan melayani pasien suspek DBD (demam berdarah) dan penyakit lainnya yang masuk ke rumah sakit itu. Jumlah pasien sudah melebihi kapasitas rumah sakit. Tempat tidur tak lagi cukup bagi pasien tetapi mereka mau bertahan untuk mendapatkan perawatan.

Membludaknya pasien menyebabkan petugas medis kelelahan. Bahkan hari Selasa pekan lalu dua orang perawat di ruangan anak, pingsan saat merawat pasien DBD. Tak ada yang sangat istimewa dalam peristiwa ini. Kapasitas rumah sakit tidak mampu menampung pasien adalah hal biasa di beranda Flobamora. Demikian pula petugas medis kewalahan adalah wajar mengingat pasien yang mereka layani sangat banyak. Toh kenyataan seperti ini tidak cuma terjadi di Maumere. Di Kota Kupang, Atambua, Ende dan kota lainnya juga tersembul fakta yang mirip.

Namun, peristiwa ini tetap menarik karena penyakit demam berdarah yang kembali mewabah di bumi Flobamora menunjukkan sinyal kuat tentang "virus pembiaran". Virus perilaku itu jauh lebih kejam ketimbang virus demam berdarah sendiri.

Setiap kali demam berdarah menerjang, orang dengan enteng "mengakui" sekadar siklus tahunan. Orang lupa terhadap sesuatu yang lebih penting yakni konsistensi menjaga kebersihan lingkungan. Tatkala sehat kita lengah. Saat sakit baru tuan dan puan menyadari pentingnya menjaga kesehatan, pentingnya ikut membersihkan lingkungan hunian agar nyamuk pembunuh itu tidak beranak pinak amat lekas.

Virus pembiaran pula yang dipelihara sehingga warta tentang kapasitas rumah sakit tak mampu menampung pasien masih terdengar hingga hari ini. Bertahun- tahun kejadian serupa selalu terulang. Kita biarkan. Biarkan berlalu bersama sang waktu. Jangankan Maumere yang cuma kota kabupaten di Flores itu. Rumah sakit rujukan bagi seluruh rakyat Nusa Tenggara Timur di Kota Kupang pun mengalami nasib yang sama. Pasien kesulitan mendapatkan tempat tidur bukan kabar baru.

Samalah dengan kabar minimnya bupati/walikota atau pimpinan Dewan yang sedang menjabat masuk RSU Kupang. Ayo, siapa yang kerap mendengar, melihat dan membezuk mereka yang sedang menjabat dirawat di rumah sakit daerah sendiri? Kalaupun sempat waktunya tak lama. Sekadar singgah untuk masa darurat.

Bukankah pemimpin daerah kita tidak percaya rumah sakit sendiri? Kelas mereka (sekalipun cuma sakit demam, batuk, pilek) paling sederhana rumah sakit number one di Denpasar, Surabaya atau Jakarta. Bahkan lebih pantas rumah sakit di Singapura dan Malaysia. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) adalah tempat orang-orang seperti beta, tuan dan puan yang tak berpunya. Jadi kalau virus pembiaran berbiak, ya maklumilah. Yang menikmati rumah sakit daerah kan bukan mereka. Mereka akan terus membiarkan keadaan sama terulang. Masa bupati atau anak bupati mau dirawat di tempat tidur tambahan rumah sakit? Zonder level, bung!
***
VIRUS pembiaran menganut prinsip diam-diam makan dalam. Ketika tuan membiarkan sebuah penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang bergulir di depan mata, berarti tuan memuja virus pembiaran. Manakala puan memilih diam melihat aksi juragan tambang (mangan) liar, pengelola judi, pelacuran, kayu curian atau mereka yang berlindung di balik bisnis "Spanyol" alias separo nyolong, maka puan menyuburkan virus pembiaran.

Memang lumrah jika orang takut bersaksi tentang kebenaran dan keadilan. Enggan berteriak lantang karena khawatir kehilangan jabatan atau sirnanya keuntungan ragawi. Diam adalah cara jitu membiarkan yang salah tetap salah. Pembiaran mengakibatkan negeri ini lumpuh oleh korupsi, kolusi dan nepotisme, miskin serta tertinggal. Pembiaran pula yang menyebabkan sinetron Bank Century belum juga memasuki episode terakhir. Bahkan semakin deras menyiarkan kabar kabur dan gosip. Begitulah kejamnya virus pembiaran.

Ketika bibit jagung berbuah masalah, koperasi tak bersinar terang dan mimpi Flobamora kembali menjadi gudang ternak terdengar sayup, sebuah proses pembiaran patut diduga sedang berjingkrak riang di beranda Flobamora. Banyak orang bersorak, biarkan propinsi jagung gagal, biarkan koperasi jalan di tempat, biarkan tekad mengembalikan NTT sebagai gudang ternak sekadar slogan.

Diam-diam mereka berdendang, biarkanlah... karena bukan beta yang bertanggung jawab. Sampai kapan pembiaran ini berjalan? Sampai kapan yang kerja setengah hati bagi rakyat Flobamora tetap dimanja? Sampai kapan yang tidak kompeten dan profesional dipertahankan atas nama kebersamaan? Pembiaran hanya bisa dilawan dengan keberanian mengambil keputusan. Berani bertindak tegas!


Sudah terlalu lama kita hidup di negeri pembiaran. Biarkan kemiskinan menggunung. Biarkan korupsi merajalela. Biarkanlah yang kuat kuasa terus bersenang-senang di atas penderitaan sesama yang lemah.

Beragam wujud bencana alam, penyakit dan malapetaka ternyata belum menyadarkan para pemimpin negeri untuk lebih mencintai dan memberikan kasih sayang kepada rakyatnya. Tak apalah. Hari ini rakyat mulai kehilangan kesabaran, empati dan simpati. Biarkan saja? Ya, sudah! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang Senin, 15 Februari 2010 halaman 1

300 Calon TKW NTT Menangis di Jakarta

JAKARTA, PK---Sekitar 300 calon tenaga kerja wanita (TKW) asal NTT menangis di kantor cabang dan penampungan PT. Mitra Makmur Jaya Abadi, di Jalan Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2010). Mereka meratap karena ketidakjelasan nasib setelah lebih dari empat bulan harus tinggal di penampungan.

Ratusan calon TKW itu menuntut janji pihak perusahaan segera memberangkatkan ke Malaysia atau segera memulangkan mereka ke daerah asal. Ketidakjelasan kapan diberangkatkan ke negara tujuan kerja dan rasa rindu kampung halaman yang memicu kenekatan mereka.

Selain itu, terbatasnya ruang gerak selama empat bulan lebih menimbulkan rasa bosan dan penjaga penampungan yang sering marah-marah membuat mereka tertekan. "Kami sering dimarah, malah diancam akan dipukul kalau berani keluar tanpa izin dan coba melarikan diri dari penampungan," ujar salah seorang calon TKW yang enggan menyebutkan namanya.

Perusahaan sendiri membolehkan para calon TKW itu pulang ke daerah asal dengan syarat membayar semua biaya pengganti selama tinggal di tempat penampungan. "Di sini mereka kami latih agar dapat mengerjakan pekerjaan yang nanti akan mereka lakukan," ujar pemilik perusahaan, Titi Hatta. Biaya yang harus dibayarkan calon TKW mencapai jutaan rupiah.

Staf dari Dinas Tenaga Kerja NTT dan polisi, kemarin, mendata calon TKW dan meminta jaminan kepada pihak perusahaan segera memberangkatkan mereka ke Malaysia atau calon TKW akan dipulangkan ke daerah asal. Pihak perusahaan sendiri memiliki alasan, kenapa berlarut-larut memberangkatkan ratusan calon TKW tersebut. "Ini karena birokrasi yang berbelit-belit, mengurus dokumen yang susah," kata Titi.
Namun, Titi berjanji akan mempercepat keberangkatan calon TKW tersebut.

Aksi para calon TKW itu dimulai, Senin (15/2/2010) malam. Mereka menangis dan berteriak meminta tolong agar segera dikeluarkan dari tempat penampungan. Tangisan dan teriakan para calon TKW itu didengar oleh warga sekitar yang langsung melaporkannya ke polisi. Namun, saat itu pihak kepolisian tidak masuk ke tempat penampung, sehingga hanya tiga orang calon TKW yang dapat meninggalkan penampungan. (persda network/din)

Pos Kupang, 17 Februari 2010 halaman 1

PER(a)S


PENAMPILAN lima sekawan, Kamson, Sandi, Dimas, Harjunero dan Kusuma sungguh meyakinkan. Cara berbusana, potongan rambut serta cara mereka bicara tidak secuil pun memancing rasa curiga. Apalagi lawan bicara lima sekawan yang berkeliling ke mana-mana dengan mobil itu adalah para pemilik kios yang pendidikannya pas-pasan saja.

Kepada pemilik kios yang menjual pupuk bersubsidi, Kamson Cs memperkenalkan diri dengan santun sebagai tim pengawas pupuk yang anggotanya terdiri dari polisi, pengawas pupuk, wartawan serta penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Menghadapi tim lengkap ini para pemilik kios melayani mereka dengan baik.

Lima sekawan menanyakan omset penjualan pupuk kepada petani, respons dari para petani serta kendala yang dihadapi pemilik kios dalam memasarkan pupuk. Pemilik kios dengan senang hati memberikan jawaban.


Tim Kamson juga berperan sebagai konsultan, memberikan tips-tips agar penjualan pupuk sesuai target. Pada akhir pertemuan, tim memohon pengertian pemilik kios agar memberikan semacam uang bensin (ongkos transport) mengingat mereka masih meneruskan perjalanan ke lokasi lain.

Begitulah yang terjadi. Tim pengawas ini berkeliling dari satu kios ke kios yang lain. Jika menghadapi pemilik kios yang enggan memberi uang transport, anggota tim dari kepolisian mulai berperan. Dia bertutur dengan nada suara tinggi agar pemilik kios "cepat mengerti". Maka orang-orang kecil seperti Abdurohman, Yahya, Rasina, Hafifi, Satibi dan Badrojen pun menyerahkan uang dalam jumlah bervariasi, mulai dari Rp 300 ribu sampai satu setengah juta rupiah.

Tim pengawas terus bergerilya. Sedikitnya 20 pemilik kios yang berhasil mereka garap. Tak puas dengan pemilik kios, mereka menemui distributor pupuk. Di sinilah akhir perjalanan lima sekawan. Distributor pupuk tahu kedok mereka, sekelompok wartawan yang mengaku polisi, pengawas pupuk dan PPNS. Informasi cepat bergulir sampai ke kuping polisi. Tak butuh waktu lama, lima sekawan dibekuk aparat Kepolisian Serang, Banten ketika mereka parkir mobil di Mal Serang, 30 Januari 2010 lalu. Kini mereka diproses hukum untuk tindak pidana pemerasan.

Sekelumit kisah di atas bukan rekaan. Itu fakta! Fakta memilukan dimana warga masyarakat menjadi korban pemerasan oleh oknum wartawan. Wartawan yang seharusnya melindungi dan membela kepentingan publik justru mengkhianati etika profesinya yang luhur. Tidak heran bila sebagian anggota masyarakat memandang rendah profesi kewartawanan. Mereka menganggap pekerja media tidak lebih dari pemeras berjubah wartawan! Preman bermodalkan kartu pers untuk mengancam dan meminta uang secara tak patut. Pers = PERaS. Memalukan!

Di Kediri tahun lalu seorang pemimpin redaksi dihukum karena meneror dan memeras orang yang sedang bermasalah dalam kasus moral dan hukum. Sebelum dibekuk polisi, dia sempat masuk DPO (daftar pencarian orang) selama enam bulan. Kasus pemerasan oleh oknum wartawan juga terjadi di Tolitoli, Sulawesi Tengah, Medan, Sumatera Utara serta kota-kota lainnya di Tanah Air.

Bagaimana di beranda Flobamora? Beta sungguh tak memiliki data valid, tetapi sulit untuk mengatakan tidak mungkin. Rumor pemerasan, baik secara halus maupun dengan teror atau ancaman berembus jua di tanah ini. Mungkin tuan dan puan yang merasa diperas belum berani melaporkan kepada pihak berwenang. Jikalau tuan mendambakan pers berkualitas, mestinya jangan takut bersaksi. Toh insan pers bukan komunitas kebal hukum.

***
SELASA, 9 Februari 2010 masyarakat pers akan memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Peringatan secara nasional berlangsung di Palembang, ibu kota Sumatera Selatan akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta pimpinan media massa cetak dan elektronik dari seluruh Indonesia.

Pada puncak acara HPN tahun ini para pemimpin perusahaan pers nasional akan meratifikasi Piagam Palembang yang berisi kesepakatan menerapkan empat produk Dewan Pers, yakni standar kompetensi wartawan, standar perusahaan pers, standar kode etik jurnalistik dan standar perlindungan profesi wartawan. Empat produk itu merupakan kabar gembira. Tonggak baru dalam sejarah pers nasional yang lebih menjamin kemerdekaan pers untuk kepentingan seluruh rakyat negeri ini.

Poin penting adalah standar kompetensi wartawan. Inilah pertama kali profesi kewartawanan di Indonesia memiliki standar kompetensi yang jelas dan mengikat. Standar kompetensi itu merupakan hasil kerja bareng suatu tim yang melibatkan pemilik perusahaan pers, wartawan senior, akademisi, organisasi profesi wartawan meliputi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), serta organisasi perusahaan pers seperti Asosiasi Televisi Seluruh Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Standar kompetensi wartawan memudahkan perusahaan pers, organisasi wartawan, dan masyarakat umum secara bersama terus berusaha meningkatkan profesionalitas pers. Dengan standar terukur, tuan dan puan dapat menilai wartawan mana yang kompeten dan tidak kompeten.

Standar itu memberikan ruang kepada siapapun boleh menjadi wartawan, namun harus memiliki kompetensi karena mengatur elemen, kualifikasi dan jenjang karier fungsional wartawan. Standar kompetensi mensyaratkan setiap jenjang karier kewartawanan mesti terukur dan teruji disertai bukti-bukti. Kompetensi membutuhkan assessment! Ujungnya tentu sertifikasi yang menyatakan si Bega atau si Bego memang wartawan. Sedangkan si Tukanaka atau si Lakomosa tidak.

Hari ini preman, besok sudah menjadi pemimpin redaksi. Kemarin kontraktor, hari ini mendirikan media dan dengan bangga klaim diri sebagai jurnalis. Besok mungkin tak semudah itu lagi. Tuan akan diuji dengan standar kompetensi, termasuk perusahaan pers yang tuan dan puan bangun.

Tanggal 9 Februari selalu mengharubiru. Selalu ada yang menganggu kalbu. Tanya dan gugat diri, siapakah beta ini? Menjadikan wartawan sebagai way of life ataukah sekadar pekerjaan? Jelang duapuluh tahun mengabdi sebagai jurnalis. Bangga? Ah, ternyata diriku belum apa-apa. Keterbatasan segunung, kekurangan masih berkarung-karung. Maaf atas salah kata dan tindak. Izinkan beta untuk belajar dan terus belajar menjadi wartawan. Dirgahayu pers nasional! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 8 Februari 2010 halaman 1

Berkas Sem Dima Segera ke Pengadilan

KUPANG, PK -- Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang akan segera melimpahkan berkas tersangka Drs. Semuel Dima ke Pengadilan Negeri (PN) Kupang untuk disidangkan. Semuel Dima adalah tersangka kasus korupsi dana kir kendaraan di Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Kupang.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kupang, Herman da Silva, S.H, menjelaskan hal ini kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Senin (8/2/2010).

"Berkas Sem Dima itu akan segera ke pengadilan. Sekarang lagi revisi dakwaan. Sebelum saya berangkat berkasnya sudah tuntas dan diserahkan ke pengadilan," kata da Silva yang akhir bulan ini akan dimutasikan menjadi Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat di Bandung.

Ditanya apakah ada tersangka lain dalam kasus dana kir kendaraan di Dishub Kota Kupang, da Silva mengatakan, untuk sementara hanya tersangka Sem Dima. Pasalnya, saat itu Sem Dima menjabat sebagai Kepala Dinas dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Dishub Kota Kupang.

"Sebagai kepala dinas dan KPA, Sem Dima tentu tahu sumber-sumber uang dan digunakan untuk apa, termasuk untuk kepentingan pribadinya," kata da Silva.

Pernyataan yang sama juga disampaikan da Silva saat ditemui, Jumat (20/11/2009) lalu. Saat itu, da Silva mengatakan, Sem Dima menjadi tersangka karena kasus tersebut terjadi pada saat dirinya menjabat Kadis Perhubungan Kota Kupang. Sebagai kadis, ia menggunakan kewenangannya menempatkan Gasperz pada posisi tersebut.

"Pada saat itu, Sem Dima menempatkan Ayub Gasperz sebagai pemungut dan juga sebagai pemegang uang. Padahal sesuai aturan itu tidak boleh. Dalam jangka waktu 1 x 24 jam, uang yang dipungut harus disetor ke kas negara. Dan Sem Dima tahu itu tapi melakukannya," katanya.

Dalam kasus ini, majelis hakim PN Kupang sudah memvonis penjara Ayub Gasperz 15 bulan penjara dan membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam persidangan, Gasperz pernah memberikan keterangan bahwa dana kir kendaraan jatuh pula ke tangan tersangka Sem Dima saat tersangka menjadi Kadishub Kota Kupang. Selain Sem Dima, ada sejumlah pejabat lain yang juga kecipratan dana tersebut. (kas)

Pos Kupang 13 Februari 2010 hal 15

Cuti SMS


ANAK SoE kena batunya saat hari raya Natal 2009 yang lalu. Gara-gara urusan di Kupang yang tidak bisa dia tinggalkan, Anak SoE tidak sempat bersilaturahmi dengan orangtua angkatnya di SoE, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Padahal dia mendapat hak libur Natal selama empat hari.

"Saya akhirnya memilih kirim ucapan Natal via SMS saja kepada orangtua angkat yang membesarkan dan menyekolahkan saya sampai sarjana. SMS itu malah jadi bumerang. Bapa dan Mama angkat tidak kasi muka. Telepon dan SMS tidak dijawab. Belakangan baru saya tahu mereka marah besar karena waktu Natal, saya tidak ke sana bersama istri dan anak," kata Anak SoE.


Akhir pekan lalu Anak SoE terpaksa mengajukan cuti selama tiga hari. Cuti SMS! Cuti khusus untuk mohon maaf kepada Bapa dan Mama angkat gara-gara SMS. Dia boyong istri dan anak. Mereka bertiga naik sepeda motor menuju kota dingin SoE.

"Selama sepuluh tahun jadi pegawai, baru kali ini saya cuti karena SMS. Sekarang perasaan sudah lega. Bapa dan Mama memaafkan saya dengan catatan tidak boleh mengulang hal yang sama. Natal wajib datang, bukan datang via SMS," kata temanku Anak SoE itu semalam. Dia yatim piatu sejak usia 6 tahun. Dia dan dua adiknya dibesarkan adik ayahnya (bapak kecil) sampai dewasa.

Beta terkesima mendengar kisah ini. Terdengar sepele tetapi memendam nilai hakiki yang terlupakan. Betapa tatap muka tak tergantikan dalam menjalin silaturahmi. Tanpa kita sadari Short Message Service (SMS) melahirkan kultur baru yang serba instan. Menggampangkan segala hal. Apa-apa tinggal pencet ujung jempol di handphone (HP). Beres! Dan, orang merasa nyaman dengan itu.

Penasaran, beta coba bertanya pada ahlinya. "Kira-kira orang sadar nggak ya, efektivitas komunikasi dengan bertemu muka mencapai 100 persen, sementara dengan SMS hanya 7 persen dan dengan telepon hanya 48 persen?" kata seorang teman asal Bogor, Jawa Barat yang baru merampungkan studi S3 komunikasi. Dia menjelaskan hasil survai terkini tentang efektivitas komunikasi via SMS dan telepon.

"Komunikasi yang paling efektif tetaplah lewat tatap muka. Tatap muka memungkinkan pesan tersampaikan dengan jelas, tidak bias. Kalau orang lebih suka ber-SMS ketimbang bertemu (karena malas dan mahal transportnya), komunikasi makin kurang efektif, sering terjadi miskomunikasi, salah paham. Itulah akar terjadinya friksi, konflik atau perpecahan," tambah sang kawan.

Tuan dan puan mungkin sepakat dengan pandangan itu. Komunikasi via SMS kerapkali melahirkan miskomunikasi. Boleh jadi tuan berkehendak baik dengan SMS, tetapi hasilnya belum tentu baik. Bisa bertolak belakang dengan harapan. Sepasang kekasih bisa bubar gara-gara SMS. Istri mencakar suami gara-gara SMS. Atasan dan bawahan bisa tarik ular leher karena SMS. Begitulah paradoks teknologi. Memanjakan hidup sekaligus menjadi bumerang.

***
MINGGU lalu beta dapat "makna baru" tentang SMS dari Kolonel (Inf) Dody Hargo, Danrem 161/Wira Sakti, Kupang. Menurut Kolonel Dody, SMS = Senang Melihat orang Susah atau Susah Melihat orang Senang. Kok bisa? Rasanya benar "pengertian SMS" seperti dikatakan Kolonel Dody. Dalam keseharian, kita menemukan fakta semacam itu. Ada orang atau sekelompok orang yang senang melihat orang lain susah. Juga susah melihat orang lain senang atau bersukaria.

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2010, sebagian warga Kota Kupang berlomba- lomba main petasan kembang api dengan bunyi memekakkan teliga. Ada yang sengaja melemparkan petasan ke tengah jalan umum yang sedang ramai dengan arus lalu lintas. Melihat pengendara sepeda motor terkejut mendengar bunyi petasan bahkan nyaris jatuh mencium aspal, mereka tertawa girang. Berjingkrak-jingkrak.
Mereka sungguh menikmati kesusahan yang sedang melanda orang lain akibat perbuatannya. Masih banyak contoh yang terjadi di beranda Flobamora. Tuan dan puan tentu punya pengalaman berbeda.

Jika di masa lalu orang menggunakan surat kaleng untuk menghujat atau memaki sesama yang dibenci, cara tersebut kini bergeser via SMS. Pesan pendek dari HP memudahkan orang untuk menghujat atau memaki-maki. Lewat SMS mengajak orang lain bertindak anarkis. Cukup sering menggunakan simbol agama, suku atau golongam demi mengadu-domba masyarakat.

Dengan nomor perdana murah meriah serta mudah diperoleh di banyak tempat, orang menggunakan SMS alias pesan pendek untuk menyerang atau mengancam orang lain. Teknologi HP ikut membentuk karakter manusia tidak bertanggung jawab. Mempraktikkan cara kerja lempar batu sembunyi tangan.

Di musim pilkada atau pemilu selalu ada anggota tim sukses yang punya tugas khusus, yakni mengirim SMS menghujat lawan tanding atau propaganda tentang kehebatan calon tertentu. Isi pesan pendek diramu sedemikian rupa agar meyakinkan si penerima pesan. Isinya bermacam-macam. Jika tidak jeli, tuan dan puan bakal meyakini bahwa pesan itu benar.

Kasus yang sangat umum di tengah masyarakat adalah SMS untuk tujuan menipu. Tidak sedikit orang yang sampai hari-hari ini tertipu melalui SMS. Lazimnya SMS beriming-iming hadiah yang menggiurkan. Tekanan ekonomi yang berat dapat menjerumuskan seseorang untuk mempercayai SMS dari sumber yang tidak jelas. Biasanya mereka baru sadar setelah tertipu.

Demikianlah tuan dan puan. Kemajuan teknologi selalu berwajah ganda. Positif- negatif! Kita ambil sisi positifnya saja. Pakailah SMS untuk tujuan mulia, misalnya menyampaikan aspirasi lewat media massa atau menggelontorkan pesan-pesan yang sejuk meneguhkan. Kemajuan teknologi mesti semakin memanusiakan manusia, bukan sebaliknya. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang, Senin 1 Februari 2010 halaman 1

Bahaya Industrialisasi Pansus

WAKIL Presiden (Wapres) RI, Boediono melontarkan pernyataan yang menohok sekaligus membuka kesadaran kita tentang kekuasaan parlemen. Ketika menerima Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Istana Wapres di Jakarta, Jumat (29/1/2010) lalu, Wapres mengungkapkan kekhawatirannya akan terjadi industrialisasi panitia khusus (pansus). Semua persoalan bangsa dan negara ini dibuat pansus oleh parlemen.

"Salah satunya seperti yang terjadi saat ini, yakni dinamika politik terus bergulir akibat kasus dana talangan ke Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Persepsi di mata internasional dan kebersamaan dalam negeri terganggu karena berita tentang kasus itu tidak memberikan citra positif," kata Boediono seperti dikutip Ketua Bidang Organisasi HIPMI, Kamrussamad.

Orang bisa beda pendapat merespons pernyataan Wapres Boediono. Boleh jadi Wapres serta merta dilukiskan sedang gerah terhadap Pansus Bank Century lantaran Boediono termasuk subyek utama yang menjadi sorotan dalam kasus tersebut. Ketika dana talangan (bail out) diberikan kepada manajemen Bank Century, Boediono menjabat Gubernur Bank Indonesia. Selain Boediono, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani merupakan tokoh utama saat memutuskan talangan ke Bank Century tahun 2008.

Menurut pandangan kita, kekhawatiran Wapres Boediono cukup beralasan. Pansus Bank Century telah bersidang selama dua bulan lebih tanpa hasil konkret. Bahkan sekadar kesimpulan sementara pun tidak berhasil mereka rangkum untuk dipertanggungjawabkan kepada publik.

Sidang pansus yang ditayangkan langsung dua stasiun televisi nasional saban hari serta diliput secara luas oleh media massa cetak dan elektronik di negeri ini seolah menjadi panggung sandiwara belaka. Para politisi di Senayan bermain teater dengan jalan cerita berputar dan berbelit-belit. Cukup sering malah mempertontonkan kepongahan serta cara bersidang yang mengabaikan sopan santun.

Bersidang lebih dari 60 hari tanpa hasil merupakan kinerja yang sangat buruk. Sungguh mencederai kepercayaan rakyat yang memilih mereka lewat pemilu. Sementara uang rakyat yang dipakai untuk membiayai sidang-sidang pansus tidak sedikit. Perkiraaan sementara Pansus Bank Century telah menghabiskan anggaran sekitar Rp 6 miliar. Bukan jumlah yang kecil.


Diksi industrialisasi pansus yang dikatakan wapres hendaknya dimengerti dalam konteks itu. Jujur saja sidang pansus telah menambah pendapatan wakil rakyat yang bersidang. Makin banyak pansus, makin tebal isi kantong anggota parlemen. Pansus menjadi "proyek yang legal" karena memang hak parlemen untuk melakukannya. Celaka dua belas bila demokrasi kita sekadar berujung uang atau kepentingan sesaat!

Praktik semacam ini bukan monopoli politisi di Senayan. Di Nusa Tenggara Timur kegagalan pansus DPRD menelusuri suatu masalah sudah menjadi berita biasa. Anggota Dewan biasanya sangat getol membentuk pansus ini dan itu. Sangat bersemangat mengikuti sidang pansus. Berapi-api menyerang pihak yang diduga bersalah. Berlomba-lomba bepergian untuk dan atas nama tugas pansus.

Namun, semangat mereka menganut prinsip panas-panas tahi ayam. Seiring berlalunya waktu, hasil kerja pansus tidak jelas. Pansus kehilangan haluan dan anggota Dewan tidak merasa perlu mempertanggungjawabkan kepada rakyat. Rakyat Nusa Tenggara Timur di mana saja berada mestinya tidak diam melihat kenyataan seperti itu.

DPRD di berbagai daerah sekarang getol membentuk pansus. Bahaya industrialisasi pansus itu sungguh ada di depan mata kita. Kinerja parlemen harus dikawal agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau partai.*

Pos Kupang, Senin 1 Februari 2010
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes