Horor


DI Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan tiga ratus perempuan rela sesak berdesak demi muara perbaikan nasib. Mereka kehilangan sebagian kebebasannya. Tak bebas pergi ke mana-mana bahkan sekadar belanja lipstik dan bedak. Empat bulan menanti. Muara kepastian itu tak pernah datang. Mereka meratap!

"Horor" kembali menimpa calon tenaga kerja wanita (TKW) kita. Sebanyak 300 orang TKW asal Nusa Tenggara Timur (NTT) "terkurung" selama empat bulan di tempat penampungan PT Mitra Makmur Jaya Abadi (MMJA) di Jl. Muara Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Perusahaan pengerah tenaga kerja tersebut telah memberikan pelatihan keterampilan. Namun, perusahaan belum bisa memastikan jadwal keberangkatan ke negara tujuan karena terkendala urusan birokrasi berbelit-belit.

Ketidakpastian waktu berangkat menempatkan para TKW pada dua pilihan saja.
Bertahan di Muara Tanjung atau pulang ke kampung halaman? PT MMJA punya syarat. Jika ingin pulang, gantilah dulu semua biaya selama di Jakarta yang jumlahnya jutaan rupiah. Bisa dimengerti. Menampung dan memberi makan 300 orang selama empat bulan bukan tanpa biaya.


Tapi syarat itu tak mudah bagi TKW. Empat bulan di Jakarta, tabungan calon TKW tentunya telah terkuras untuk memenuhi aneka kebutuhan. Misalnya beli sabun, odol gigi, shampo, kapas pembersih muka, kutex, pembalut haid dan lainnya.
Hari Senin pekan lalu kesabaran 300 perempuan yang umumnya muda usia dengan rambut rebonding itu berakhir. Mereka bereaksi secara unik. Tidak merusak penampungan. Tidak melempar kaca jendela atau memecahkan gelas. Mereka meratap! Tangis mengejutkan tetangga yang kemudian melaporkan kepada polisi.

Dari mulut senator republik asal Flobamora, Abraham Paul Liyanto terbersit secuil kejelasan tentang duduk perkara. Menurut Liyanto, PT Mitra Makmur Jaya Abadi harus bertanggung jawab memulangkan 300 calon TKW asal NTT karena perekrutan mereka melanggar kebijakan Depnakertrans sejak delapan bulan silam.

Sambil menunggu negosiasi baru antara pemerintah RI dan Malaysia menyangkut upah dan hak-hak TKW, pemerintah melarang perusahaan pengerah tenaga kerja merekrut calon TKW. Rupanya larangan itu lolos sensor. Rekrut TKW merupakan "bisnis" menggiurkan. Konon kabarnya, rekrut per kepala dapat honor Rp 2 juta.

Maka biasalah di beranda Flobamora ini. Larangan kerap dimengerti sebaliknya. Lebih hebat lagi, instansi yang sama bisa terbitkan kebijakan berbeda. Satu melarang, yang lain membolehkan. Mau pegang yang mana? Semoga bandul perkara ini segera menuju titik solusi terbaik bagi calon TKW maupun PT MMJA.
***
BETA tidak hendak menyederhanakan masalah. Masih untung nasib ke-300 calon TKW itu karena baru "terkurung" di Muara Tanjung. Inilah waktu untuk berpikir ulang, memburu ringgit dan dolar di negeri jiran dengan jaminan tak pasti atau pulang! Pilihan bebas di tangan mereka.

Toh banyak sudah yang nasibnya jauh lebih tragis ketimbang 300 calon TKW tersebut. Mereka "diekspor" ke luar negeri untuk diperbabukan,diusir pulang atau bunuh diri dengan melompat dari gedung tinggi karena tak sanggup menanggung aib digagahi majikan berwatak bandit. Ada juga yang dihukum cambuk, masuk hotel prodeo bahkan dieksekusi mati karena menghabisi majikan sadis.

Tuan dan puan pastilah ingat tragedi Nirmala. Nirmala dari Tuapakas, Timor Tengah Selatan (TTS). Mei 2004, Nirmala Bonat mengguncang dunia. Dia menjadi korban kekejian majikannya di Malaysia, Yim Pek Ha dan Hii Ik Ting. Nirmala menanggung cedera fisik dan batin yang luar biasa mengerikan. Banyak orang menangis menyaksikan derita Nirmala. Atas desakan pemerintah RI dan komunitas internasional, majikan Nirmala diajukan ke pengadilan. Proses hukum berliku. Persidangan hingga vonis makan waktu lima tahun. Malaysia kok dilawan?

Sudah banyak suara nabi yang berseru-seru di padang gurun, eh padang savana Flobamora. Stop kirim TKW bermodal otot saja! Mari kita kirim TKW terdidik. Kirim bidan, perawat, kirim koki ke mancanegara yang tidak hanya fasih Melayu saja. Australia, Belanda, Korea butuh ribuan TKW bermodal otak dari Flobamora. Apa susahnya sekadar mahir bahasa Inggris. Alokasikan dana sedikit buat kursus bahasa Inggris, kenapa begitu pelit?

Kita riang menggarong duit rakyat, tapi muka asam kalau berpikir dan kerja serius demi rakyat. Poinnya tak ada kemauan baik. Lapangan kerja adalah urusan masyarakat. Biarkan bertarung dan berjuang sesuai kemampuan sendiri. Jangan terlalu berharap ada bantuan serius dari tukang urus kebijakan publik di ini negeri.

Sontak teringat pesangon moral Gloria Macapagal Arroyo delapan tahun lalu. Ketika Malaysia mengusir ratusan ribu pekerja ilegal, perempuan mungil presiden Filipina itu menyambut kedatangan para pekerja di pelabuhan Manila. Dalam potret headline Kompas 8 September 2002, Arroyo melintasi dermaga sambil menuntun bocah perempuan, anak tenaga kerja yang terusir dari Malaysia. Kehadiran Arroyo di tengah warganya yang dirundung malang sungguh menguatkan. Pengusiran tenaga kerja dari Malaysia memaksa Arroyo menunda lawatannya ke sejumlah negara. Arroyo pun keras mengecam Malaysia dan memerintahkan para pembantunya di kabinet mencari solusi segera demi menolong pekerja terusir.

Dalam koran yang sama, edisi sama tapi beda halaman, Presiden Indonesia kala itu, Megawati Soekarnoputri berdiri anggun di depan kerumunan wartawan dan petinggi negara. Tangannya berjabatan erat dengan Presiden Aljazair. Selain ke Aljazair, Ibu Presiden juga melawat ke negara Afrika lainnya dan Eropa. "Saya sudah instruksikan Wakil Presiden menangani TKI yang terusir dari Malaysia," kata presiden yang kalem itu menjawab pertanyaan wartawan.

Sama seperti Filipina, pada tahun 2002, TKI ilegal Indonesia diusir secara paksa polisi Malaysia. TKI merupakan jumlah terbesar yaitu sekitar 600.000 orang.

Lain padang, lain belalang. Lain negara, lain cara pandang dan aksi. Lain pemimpin lain pula tingkat sensitivitas dan responsnya. Di Muara Tanjung Barat hari ini, tiga ratus perempuan produktif asal Flobamora berimpit-impitan di tempat penampungan. Sesak berdesak, menanti tak pasti.

Tiga ratus orang! Bukan jumlah sedikit. Mereka para kekasih propinsi ini. Manusiawi bila mereka mendambakan perhatian. Wajarlah jika mereka akan menghormati orang yang sudi menengok sejenak, menyapa dan menghibur. Bayangkan kalau yang datang lihat ternyata Bapak atau Ibu bupati atau Bapak dan Ibu Gubernur. (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 22 Februari 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes