Sensitif Berurusan dengan Polisi

Muncul gejala  sosial yang kurang elok belakangan ini yang bersentuhan dengan kepolisian, baik secara personal maupun institusi. Masyarakat kita cenderung mudah meledak, gampang tersulut emosi dan amat berani melakukan perlawanan. Cukup sering perlawanan itu berujung anarkis dengan aroma kekerasan mengental berlepotan.

Kita cuplik sekilas peristiwa terkini dari ujung timur Pulau Flores.  Hari Minggu 1 Maret 2015, sekelompok warga Larantuka merusak Pos Polisi di depan Rumah Jabatan Bupati Flotim di Kelurahan Postoh. Mereka menghancurkan pos polisi tersebut menyusul peristiwa sehari sebelumnya yang melibatkan Anggota Satuan Lalu Lintas Polres Flores Timur (Flotim), Brigpol M Imran.

Pada Sabtu (28/2/2015) sekitar pukul 17.55 Wita, Imran menabrak pejalan kaki, Lodofikus Gege Hadjon (46),  warga Waibalun, Kecamatan Larantuka hingga sekarat. Korban dilarikan ke RSUD Larantuka,  namun pada Minggu  (1/3/2015)   sekitar pukul 10.00 Wita, korban menghembuskan napas terakhir. Perusakan pos polisi merupakan wujud kekesalan sejumlah anggota keluarga korban atas kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan  Lodofikus  meninggal dunia.

Agaknya bisa dimaklumi bila keluarga korban kecewa dan marah. Mereka kehilangan seorang yang mereka kasihi. Meski demikian pelampiasan dengan merusak pos polisi yang merupakan fasilitas pulik bukanlah sesuatu yang mudah diterima.

Kita beri apresiasi terhadap Kapolres Flotim, AKBP Dewa Putu Gede Artha dan jajarannya yang bergerak cepat. Aparat kepolisian sudah menahan Brigpol M Imran dan menjanjikan proses hukum yang adil. Keluarga korban dan masyarakat umum kini menunggu realisasi janji kepolisian di Flotim. Siapa  yang bersalah harus mendapat hukuman setimpal, termasuk anggota polisi. Tak seorang pun yang kebal hukum di negeri ini.

Terlepas dari kasus kecelakaan lalu lintas, insiden di Larantuka itu  menyentuh sesuatu yang sangat mahal yakni kepercayaan publik. Jujur mesti dikatakan bahwa ada gejala krisis kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian belakangan ini. Itulah sebabnya mengapa muncul reaksi negatif manakala ada hal-hal yang kurang berkenan saat berurusan dengan polisi. Warga gampang marah, gampang menghujat, mudah mengecam serta melawan dalam berbagai rupa dan cara. Polisi (menjadi) sahabat masyarakat kiranya masih sebuah impian daripada kenyataan.
Fakta miris ini mesti menjadi bahan refleksi bagi pimpinan kepolisian di setiap level serta seluruh jajaran Polri yang bertugas di manapun.

Sebagai aparat penegak hukum, polisi mesti menjadi penegak hukum yang adil. Ketika oknum anggota Polri terlibat suatu tindak pidana, misalnya, janganlah menempuh segala cara untuk membela diri. Sebaliknya, rekan sendiri pun 'dihabisi' manakala dia bersuara sedikit lantang menunjuk kebobrokan atau tindakan melawan hukum yang justru dilakoni anggota Polri. Kita tak henti-hentinya mengingatkan agar Polri terus berikhtiar memperbaiki citra diri. Citra yang positif dengan meraih kembali kepercayaan publik.*

Sumber: Pos Kupang 4 Maret 2015 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes