OELAMASI hari ini sudah banyak berubah. Dulu tempat itu penuh belukar dan aneka jenis pepohonan. Tempat subur bagi para gembala sapi. Tak banyak rumah penduduk di sana. Namanya pun tak terkenal. Jauh tenggelam di bawah kesohoran Oesao, Lili, Naibonat dan Camplong.
Oelamasi berubah wujud seiring pemekaran Kota Kupang menjadi daerah otonom dari induknya Kabupaten Kupang. Demi menciptakan pusat pertumbuhan yang baru, Kabupaten Kupang harus memilih lokasi ibu kota yang baru. Awalnya Kabupaten Kupang memilih Sulamu, namun belakangan jatuh hati ke Oelamasi karena lokasinya dianggap lebih strategis dan mudah diakses. Sulamu memang nun jauh di pesisir utara. Akses transportasi ke sana tidaklah mudah. Sementara Oelamasi berada persis di sisi jalan trans Timor Raya.
Oelamasi sedang bergerak menuju nama yang monumental. Suatu ketika dia tidak lagi sekadar menjadi kota satelit dari Kupang yang sudah berusia ratusan tahun dan telah tercatat dalam sejarah dunia. Oelamasi diharapkan menjadi magnet yang mendorong tumbuhnya pusat bisnis baru di kawasan Kupang dan sekitarnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang sudah merintis jalan ke sana. Lima tahun lalu Pemkab Kupang resmi pindah kantor ke Oelamasi. Sejak tahun 2010 seluruh aktivitas pemerintahan dan pembangunan Kabupaten Kupang berpusat di Oelamasi. Sebagian pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemkab Kupang mulai pindah domisili ke Oelamasi atau daerah terdekat seperti Oesao atau Naibonat. Sebagian besar memang masih berdomisili di Kota Kupang. Saban hari kerja mereka bolak-balik Kupang-Oelamasi yang berjarak sekitar 35 km.
Idealnya Oelamasi kini berwajah kota atau sekurang-kurangnya berciri perkotaan. Itu berarti kota yang bersih, asri, indah dan menyenangkan sebagai tempat beraktivitas bagi siapa saja. Faktanya tidak demikian. Seperti dilaporkan wartawan harian ini, komplek perkantoran pemerintah (civic center) di Oelamasi masih 'dikepung' gubuk-gubuk reyot dan kumuh. Selain itu, rumput liar dan tebal memenuhi halaman perkantoran. Bahkan sebagian areal perkantoran dijadikan kebun jagung dan ditanami padi oleh oknum warga eks pengungsi Timtim.
"Saya tidak percaya kalau orang bilang ini pusat perkantoran milik pemerintah. Sebab, rumput tebal juga memenuhi halaman kantor. Ada kambing yang berkeliaran di halaman kantor," kata Ny. Antonia Fernandez yang mengurus sertifikat tanah di Kantor BPN Kabupaten Kupang, Rabu (18/3/2015) siang.
Keterkejutan Antonia agaknya bisa dimengerti. Setelah lima tahun menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Kupang, wajah Oelamasi seharusnya sudah berubah. Jangan malah sebaliknya. Kepungan gubuk reyot itu jelas sangat mengganggu. Belukar yang mengganas tak terurus menandakan seolah-olah tidak ada manusia di sana. Bangunan kantor pemerintahan yang megah di Oelamasi pun kehilangan daya pikatnya. Kita percaya wajah buram itu hanyalah masalah kecil bagi Pemkab Kupang di bawah kendali Bupati Ayub Titu Eki. Kalau ada kemauan untuk berbenah, ada banyak solusi yang bisa dipilih bukan? *
Sumber: Pos Kupang 20 Maret 2015 halaman 4