SELAMAT tahun baru 2017. Kita sudah tiga hari menjalani tahun yang baru tetapi masih mendengar kabar kurang sedap tentang realisasi fisik proyek pembangunan di berbagai daerah di seantero Flobamora.
Beberapa yang disebut berikut ini sekadar contoh. Dari Kabupaten Kupang tersiar warta proyek pekerjaan peningkatan jalan dari Desa Noelbaki ke Desa Oelpuah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2016 senilai Rp 6.421.967.000 belum rampung. Termasuk dalam proyek tersebut sebuah jembatan. Realisasi fisik jembatan baru sekitar 60 persen.
Proyek jalan ini merupakan bagian dari proyek pembangunan jalan poros selatan, mulai dari belakang kampus Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang hingga Kuimasi, Camplong. Ruas jalan poros selatan ini menelan dana tahap I tahun 2016 senilai Rp 86 miliar.
Jalan poros selatan diandalkan sebagai alternatif dari Jalan Timor Raya yang kini semakin padat dan kadang macet. Sekda Kabupaten Kupang, Drs. Hendrikus Paut, M.Pd dan Kadis PU Kabupaten Kupang, Johny Nomeseoh membenarkan keterlambatan realisasi fisik sejumlah proyek tersebut.
Keterlambatan realisasi fisik proyek juga terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sumba Barat Daya, Samuel Boro mengatakan hingga akhir tahun 2016 realisasi belum 100 persen. Menurut Samuel, ada beberapa faktor yang menghambat misalnya kepemilikan alat berat, cuaca dan faktor sosial.
Jangka waktu pengerjaan Jembatan Sopolsa I menuju Desa Leowalu, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu berakhir pada tanggal 29 Desember 2016, namun proyek senilai Rp 4,1 miliar ini belum rampung. Begitulah warta dari Kabupaten Belu.
Kadis PU dan Perumahan Belu, MK Eda Fahik mengatakan, untuk jembatan Sopolsa I, fisiknya mencapai 80 persen dan dipastikan bisa rampung meski tidak sesuai jangka waktu dalam masa kontrak. "Sopolsa I sudah 80-an persen dan pasti selesai.
Kendalanya banjir besar sehingga terhambat," katanya akhir pekan lalu. Jika mau dilitanikan, maka masih panjang daftar daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang realisasi fisik proyek tahun 2016 belum mencapai 100 persen.
Pertanyaan kita masih sama, mengapa masalah klasik semacam ini selalu terulang saban tahun? Tidak bermaksud menuding tetapi jawabannya mudah saja. Proyek fisik tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak mencerminkan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN). Cara kerja ASN masih seperti dulu. Tidak disiplin, suka menunda pekerjaan atau mengulur-ulur waktu.
Idealnya tiga atau empat bulan setelah APBD ditetapkan, suatu proyek segera bergulir agar memudahkan proses evaluasi dan monitoring demi selesai tepat waktu. Masih kerap terjadi di Provinsi NTT proyek baru dimulai pada semester kedua tahun berjalan bahkan tinggal tiga bulan menjelang akhir tahun. Akibatnya kontraktor pelaksana bekerja asal jadi demi memenuhi target waktu dan mengabaikan kualitas.
Tahun 2017 ini bersamaan dengan penerapan struktur organisasi baru sesuai ketentuan PP No 18 Tahun 2016, kinerja ASN di NTT mestinya lebih baik lagi agar di penghujung tahun kita tidak lagi mendengar kabar proyek yang belum rampung!*
Sumber: Pos Kupang 3 Januari 2017 hal 4