Harry Kane (kiri) |
POS-KUPANG.COM - Pada malam bertabur bintang di Otkrytiye Arena, 2 Juli 2018, Inggris meraih kursi terakhir babak perempatfinal Piala Dunia 2018. Keceriaan meledak di negeri Tiga Singa. Setelah kegetiran panjang, publik Britania kini boleh berharap memori indah 1966 terulang atau sekurang-kurangnya The Three Lions bertahan lebih lama di Rusia 2018.
Dalam laga superalot melawan wakil Amerika Latin, Kolombia hampir saja Inggris mengulangi kegagalan. Untung Dewi Fortuna memihak mereka sehingga menang 4-3 dalam drama adu penalti setelah bermain 1-1 selama dua jam. Pertempuran yang melelahkan bagi Harry Kane dan kawan-kawan.
Dari delapan partai 16 besar yang sudah tersaji, tiga di antaranya harus berakhir dengan drama adu penalti. Selain Kolombia vs Inggris, partai yang berujung adu penalti terjadi saat tuan rumah Rusia menyingkirkan Spanyol dan Kroasia memulangkan Denmark.
Lima pertandingan lainnya berlangsung mulus dalam waktu 90 menit.Prancis yang penuh gairah muda membuat pemuja Argentina sejagat menjerit pada 30 Juni. Laga supersubur dengan tujuh gol tercipta. Skor akhir 4-3 untuk Les Bleus. Lionel Messi dkk pulang kampung.
Duet maut Uruguay Luis Suarez - Edinson Cavani sungguh menodai reputasi pemain terbaik dunia asal Portugal, Cristiano Ronaldo. Portugal kemas koper pada 1 Juli setelah menyerah 1-2 atas La Celeste.
Malam muram bagi CR7. Bintang bersinar untuk Cavani. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Piala Dunia 2018 bukan panggung buat Messi dan Ronaldo lagi. Uruguay jika tetap on fire bukan mustahil akan melaju sampai jauh hingga meraih bintang di 15 Juli nanti.
Brasil riang menari-nari. Liukan goyang Samba masih menghibur dunia. Neymar dan rekan mengalahkan Meksiko 2-0 dalam laga impresif. Terima kasih Adenor Leonardo Bacchi alias Tite. Berkat racikan pria inilah penggemar Brasil seluruh dunia masih boleh tersenyum sambil sesekali mengolok pemuja Jerman, Spanyol, Argentina dan Portugal yang sudah cium kanvas duluan.
Tite tak direken banyak orang. Namanya tak setenar rekan sejawat seperti Dunga atau Luis Felipe Scolari. Namun di tangan Tite, Selecao mengemas delapan kemenangan beruntun untuk mengunci satu dari 4 tiket otomatis jatah zona Amerika Selatan saat kualifikasi World Cup 2018.
Tite lahir di Kota Caxias do Sul, di selatan negeri romantis Brasil, 55 tahun lalu. Karirnya di sepakbola lumayan panjang kendati namanya baru terdengar setahun terakhir ketika menangani tim nasional Brasil.
Sebagai pemain Tite tidaklah istimewa. Dia gantung sepatu pada usia 27 tahun karena cedera lutut berkepanjangan. Sejak terjun sebagai pelatih tahun 1990, dia telah menangani 16 klub. Pengalaman lebih dari cukup hingga pimpinan Federasi Sepakbola Brasilia memberinya kepercayaan mengasuh Neymar dkk.
Pertandingan babak 16 besar paling dramatis dipersembahkan satu-satunya wakil Asia, tim Samurai Biru Jepang. Belgia sempat kehabisan ide di babak pertama yang berakhir 0-0. Bahkan mulai sempoyongan ketika tertinggal 0-2.
Jepang mengesankan. Memancing decak kagum. Sayang seribu sayang, pasukan Nippon tidak konsisten hingga menyerah 2-3 pada lawan dan gagal meraih tempat delapan besar. Acungan jemput patut untuk Romelu Lukaku dkk. Dalam tempo 25 menit Belgia mencetak tiga gol sekaligus membalikkan keadaan. Hanya tim bermental baja yang dapat mengejar ketinggalan semacam itu.
Banyak yang bilang laga Swiss versus Swedia paling membosankan di babak 16 besar. Kemenangan Swedia 1-0 lebih karena faktor keberuntungan. Sekadar mengingatkan Swedia itu tim pembunuh berdarah dingin. Italia dan Belanda gagal ke Rusia 2018 antara lain gara-gara dinginnya Swedia mematikan lawan.
Maka Inggris mesti berhati-hati. Salah buka langkah bisa keluar dari gelanggang lebih lekas. Kedua tim akan bertemu di Stadion Samara Arena, Sabtu (7/7/2018) malam. Pelatih Inggris, Gareth Southgate mengakui Swedia merupakan lawan yang berat.
Timnas Inggris punya rekor buruk melawan Swedia. Dari 15 pertemuan, Inggris hanya dua kali menang. Bayangkan tuan dan puan. Itulah sebabnya Southgate sangat menghormati Swedia. "Kami tidak punya rekor bagus melawan mereka. Mereka (Swedia) punya sejumlah pemain bagus dan memiliki cara bermain yang jelas. Sangat susah bermain melawan mereka," katanya seperti dilansir Sky Sports.
***
World Cup Rusia 2018 kini menyisakan tujuh pertandingan lagi sampai 15 Juli. Laga yang akan menguras emosi setidaknya mulai tersaji Jumat malam 6 Juli 2018 ketika babak perempafinal mulai bergulir.
Prancis versus Uruguay, Brasil melawan Belgia, Rusia meladeni Kroasia dan Swedia berjumpa Inggris. Partai paling banyak menyedot penonton sejagat bakal tersaji di Kazan Arena, Jumat malam 6 Juli 2018 atau Sabtu (7/7/2018) dini hari Wita.
Juara dunia lima kali Brasil akan melawan tim bertabur bintang asal Eropa, Belgia. Lagi-lagi sejumlah pengamat bola melukiskan duel ini sebagai final kepagian. Mengingat daftar pemainnya, Belgia memang mendapat catatan spesial.
Di antara kontestan Piala Dunia 2018, Belgia memiliki materi pemain yang sangat hebat. Mulai dari kiper sampai ujung tombak, pemain Belgia berstatus bintang. Di bawah mistar gawang berdiri Thibaut Courtois. Dia dipagari trio pilar lini pertahanan yang solid, Kompany, Jan Vertonghen dan Alderweireld.
Di blok tengah berderet nama besar Kevin De Bruyne, Eden Hazard, Dries Mertens, Axel Witsel sampai Marouane Fellaini yang setiap waktu siap memberikan umpan matang bagi tukang jebol gawang musuh Romelu Lukaku.
Dengan dukungan sumber daya manusia top semacam ini, Belgia siap melukai siapa pun termasuk Brasil yang makin apik kendati Neymar masih saja tergoda untuk cengeng.
Belgia 2018 bisa disebut memiliki generasi emas. Mirip Spanyol 2008 dan 2010. Namun, soal nasib baik lain lagi ceritanya. Delapan tahun terakhir, tak sedikit pemain Belgia yang bersinar di klub terkemuka Eropa tapi prestasi masih menjauh dari mereka.
Empat tahun lalu Belgia bertekuk lutut melawan Argentina pada babak perempat final Piala Dunia Brasil. Dua tahun kemudian di Piala Eropa 2016, Belgia kembali terhenti langkahnya di babak yang sama. Mereka kalah dari Wales.
Piala Dunia 2018 merupakan puncak masa emas Kevin De Bruyne dan rekan. Empat tahun lagi di Qatar mungkin tinggal Romelu Lukaku dan Yannick Carasco yang memperkuat skuat Setan Merah. Artinya, inilah saatnya bagi generasi emas Belgia membuat sejarah.
Namun, di atas kertas Tim Samba pastilah favorit. Makin hari Brasil semakin percaya diri. Setelah bermain 1-1 melawan Swiss, pasukan Selecao tak pernah kebobolan pada tiga laga berikutnya yang berujung kemenangan 2-0 atas Kosta Rika, Serbia, dan terakhir atas Meksiko.
Rakyat Brasil sekarang mulai memuji sentuhan Tite yang juga dijuluki "Profesor" tersebut. Maklum rapor Tite tergolong bagus. Dari 25 pertandingan, Brasil asuhan Tite meraih 20 kemenangan, 4 imbang dan hanya sekali kalah yakni dalam partai persahabatan melawan Argentina setahun yang lalu.
Dari 25 laga tersebut, Neymar dkk hanya kebobolan enam gol. Artinya pertahanan mereka sangat baik. Jadi sungguh sebuah ujian bagi tim bertabur bintang seperti Belgia. Kalau Brasil menang, orang hanya akan berkata ya sudah layak dan sepantasnya. Tapi dunia akan terpukau manakala Belgia masuk semifinal. *