ilustrasi |
Simon McMenemy memberikan keterangan pers dalam suasana galau. Malam itu tim nasional ( timnas) sepak bola Indonesia takluk 1-3 atas tamunya Vietnam.
Kekalahan keempat yang menyesakkan dada. Garuda yang diharapkan berkiprah lebih tinggi di ajang kualifikasi Piala Dunia 2022 kembali memetik hasil buruk.
Tim asuhan Pelatih Simon McMenemy sudah kemasukan empat belas gol dan hanya bisa mencetak tiga gol. Impian lolos ke final Piala Dunia semakin jauh dari kenyataan.
Buruk rupa cermin dibelah. Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia pun diwarnai perilaku tidak sportif penonton Indonesia. Kerusuhan pecah di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta Kamis, 5 September 2019. Timnas Malaysia mengalahkan Indonesia 3-2.
Malam itu berubah kelam. Jadi malam jahanam malah. Suporter yang kecewa berulah brutal. Mempermalukan Ibu Pertiwi di mata dunia.
• Suasana Hati Buruk hingga Kejadian Mengerikan, 3 Zodiak Mengalami Nasib Sial November Ini
• FS Sumpal Mulut Bayi yang Dilahirkannya Sendiri Lalu Menyimpannya di Lemari
Kericuhan bermula dari tribune bagian selatan. Ada sejumlah oknum fans Indonesia yang berusaha masuk ke pinggir lapangan dan menghampiri tribune suporter Malaysia.
Aparat keamanan sempat meringkus perusuh, namun bentrokan tetap tak terhindarkan. Alih-alih reda, fans Indonesia justru melempar aneka benda ke arah suporter Malaysia yang jumlahnya tak seberapa, mulai dari balon tepuk sampai botol air mineral.
Tak hanya botol, perusuh pun menyulut kembang api lalu mengarahkan kepada petugas keamanan. Menantang membabi-buta. Merawak rambang!
Sikap tidak sportif sebenarnya sudah terlihat beberaja jam sebelum laga malam itu. Fans Garuda membawa spanduk-spanduk yang pesannya provokatif dan mengintimidasi lawan. Sama sekali tidak memperlihatkan sepak bola berwajah damai dan santun di ini negeri.
Pascakerusuhan di Gelora Bung Karno, Federasi Sepak bola Malaysia mengadukan Indonesia ke badan sepakbola tertinggi dunia, FIFA.
Permintaan maaf dari pemerintah RI tidak mengurungkan niat negara tetangga kita itu melaporkan sikap melawan prinsip fair play FIFA. Bertambah satu lagi rapor merah Indonesia. Prestasi bola dan sikap suporternya sama-sama buruk.
Shanghai 24 Oktober 2019. FIFA sontak mewartakan kabar gembira yang disambut ceria riuh seantero negeri.
• Pakai Jaket Loreng Jaket Resmi TNI, Seorang Pengendara Motor Dihentikan dan Diperiksa
• Sebabkan Iritasi, Jangan Semprot Parfum di 5 Area Tubuh Ini
Dari negeri tirai bambu itu Presiden FIFA Gianni Infantino mengumumkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021. Kita unggul atas Brasil dan Peru pada pemilihan suara. “Selamat buat Indonesia.” kata Infantino.
Luar biasa! Ini akan menjadi yang pertama bagi Indonesia menggelar turnamen berkelas FIFA. Sebagai tuan rumah event internasional, rapor kita memang tidaklah buruk amat.
Indonesia pernah menjadi host Piala Asia 2007 bersama tiga negara Asia Tenggara yakni Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Indonesia juga sukses menggelar pesta olahraga multievent Asian Games 1962 dan 2018.
Hanya lima hari setelah kabar gembira dari Shanghai, Ibu Pertiwi bermuram lagi. Bulu kuduk merinding melihat kebringasan suporter Persebaya Surabaya merusak fasilitas Stadion Gelora Bung Tomo seusai laga melawan PSS Sleman Yogyakarta, Selasa 29 Oktober 2019.
Persebaya kalah di kandang dengan skor 2-3 dalam lanjutan kompetisi Liga 1 Indonesia musim 2019. Sikap melawan fair play merebak lagi.
Oknum suporter klub berjulukan Bajul Ijo ini mengamuk. Mereka membakar dan meremukkan sejumlah fasilitas penting di dalam stadion nan megah. Bahkan rumput lapangan tampak gosong bekas jilatan api. Bau asap masih tercium sampai 24 jam kemudian.
Tak pelak lagi malam kelam di Gelora Bung Tomo di penghujung Oktober yang terik itu merobek perasaan dua srikandi Jawa Timur (Jatim), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Keduanya tak sekadar galau tapi merintih perih dan sedih hati.
"Setelah tahu kejadian semalam, beliau sedih. Ibu Risma berharap (stadion) diperbaiki lagi. Kewajiban kami sebagai dinas harus segera menyelesaikan kerusakan ini," kata Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Surabaya, Afghani Wardhana.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga berduka. Dia menyayangkan aksi bonek yang rusuh di Stadion Gelora Bung Tomo. "Jangan tanya perasaan saya melihat ini ? Saya sangat sedih dan prihatin." tulis Khofifah di Instagramnya @khofifah.ip.
Ia menegaskan, stadion itu dibangun dengan uang rakyat. Oleh sebab itu, seharusnya dijaga dan dirawat secara bersama bukan malah justru dirusak hanya karena kecewa setelah tim kesayangan kalah.
Khofifah sedih karena perusakan fasilitas stadion mencederai sportivitas, keutamaan nilai dalam olahraga. "Kalah menang dalam pertandingan itu hal biasa. Karena yang terpenting dalam sebuah pertandingan olahraga itu adalah sportivitas," kata Khofifah.
***
Begitulah tuan dan puan wajah sepak bola Indonesia. Kita belum beranjak dari lumpur.
Prestasi dan nama baik bagaikan kaki langit, nun jauh di sana, seolah tak terjamah. Bahkan di level Asia Tenggara pun kita sulit bersaing. Terakhir sepak bola juara Sea Games 1991. Hampir 30 tahun lalu.
Kiprah kepengurusan PSSI selalu diwarnai isu mafia pertandingan, pengaturan skor yang belum pernah ditangani secara serius.
Hasil kerja Satgas Anti Mafia Bola bentukan Polri masih jauh dari ekspetasi publik. Organisasi PSSI seolah dikuasai oligarki yang sulit ditembus bahkan oleh tangan negara sekalipun.
Kendati FIFA merekomendasikan agar Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI baru dilaksanakan 20 Januari 2020, namun PSSI sudah menyelenggarakan pada hari ini, 2 November 2019 di Jakarta. Mereka sepakat memilih ketua umum dan anggota Exco di tengah gerutuan sejumlah pihak yang merasa adanya kejanggalan dan ketidakjujuran.
Mochamad Iriawan alias Iwan Bule terpilih sebagai ketua umum PSSI setelah meraih dukungan 82 suara dari total 86 pemilik suara. Tiga pemilih abstain dan satu tidak ikut pemilihan. Terpilih sebagai wakil ketua umum Cucu Soemantri dengan perolehan 81 suara dan Iwan Budianto 74 suara.
Kita menanti gebrakan Iwan Bule yang sejak lama memang terlihat sangat antusias untuk memimpin PSSI. Kiranya mantan Kapolda Metro Jaya itu bisa menyembuhkan penyakit kronis PSSI yaitu berkeliarannya mafia sepak bola yang masuk jauh sampai ke level Liga 3.
Tak segampang membalik telapak tangan, tapi Iwan Bule mesti menunjukkan kinerja kepengurusannya berbeda dengan ketua umum PSSI sebelumnya. Membersihkan PSSI dari mafia pertandingan merupakan harapan yang boleh kita sandarkan ke pundak Iwan.
Sikap ngotot PSSI tetap menggelar KLB untuk memilih pengurus baru serta kerusuhan di Gelora Bung Karno dan Bung Tomo tentu menjadi atensi FIFA.
Berharap badan tertinggi sepakbola dunia itu tidak mengubah keputusannya memilih Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U-20 dua tahun mendatang.
Memang dunia belum kiamat. Kita masih diberi waktu berbenah diri dengan kesungguhan hati. Khusus untuk Piala Duna U-20, sejauh ini FIFA dikabarkan sudah memilih enam stadion di Indonesia,
Setelah resmi ditunjuk, Indonesia melalui PSSI menyerahkan daftar 10 stadion kepada FIFA.
Palagan tersebut adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Pakansari (Bogor), Stadion Patriot (Bekasi), Stadion Wibawa Mukti (Cikarang), Stadion Gelora Bandung Lautan Api (Bandung), Stadion Si Jalak Harupat (Soreang), Stadion Manahan (Solo), Stadion Mandala Krida (Yogyakarta), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya) dan Stadion Kapten I Wayan Dipta (Bali).
“FIFA akhirnya memilih 6 dari 10 stadion itu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI, Iwan Budianto di Kantor Kemenpora, Senayan Jakarta, Selasa 29 Oktober 2019.
Kendati begitu Iwan Budianto belum bisa menyebutkan stadion mana yang dipilih FIFA. Y ang pasti stadion-stadion tersebut harus memiliki tempat latihan sesuai standar FIFA.
Tim FIFA sudah melakukan inspeksi. "Ketika mereka melakukan inspeksi 10 stadion, fisik sudah jadi, tetapi mereka bertanya minimal ada lima lapangan latihan di sekitar stadion dengan kualitas rumput yang sama," ujar Iwan Budianto seperti dikutip dari Kompas.com, 30 Oktober 2019.
Pekerjaan rumah jangka pendek Indonesia adalah mempersiapkan stadion dengan sebaik-baiknya. FIFA sudah menetapkan standar yang harus dipenuhi.
Tidak boleh ada tawar-menawar lagi. Keputusan FIFA memilih Indonesia karena badan dunia tersebut percaya anak bangsa ini sanggup mewujudkannya.
Ketika harapan pecinta sepak bola Tanah Air menyaksikan timnas Indonesia berlaga di Piala Dunia 2022 nyaris pupus lantaran kalah melulu – bersiap diri sebagus mungkin menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 semoga bisa membangun citra positif Indonesia di mata masyarakat internasional.
Pembangunan fisik kiranya bukan soal pelik. Sisi gelap yang patut menjadi perhatian lebih serius adalah menghentikan aksi kekerasan oknum suporter dalam blantika sepak bola Indonesia. Tantangan berat justru di sini karena berurusan dengan sikap mental manusia.
Fanatisme suporter Indonesia luar biasa. Semangat itu merupakan aset berharga bagi sepak bola kita. Akan tetapi jika terus-menerus melampaui batas dan berujung anarkis, sepak bola Indonesia pula yang merana.
Gara-gara kekerasan suporter, sejumlah pertandingan Liga 1 Indonesia musim 2019 tertunda. Polisi tidak memberikan izin pertandingan karena sepak bola bukan lagi media penebar tawa ceria tapi berubah wujud menjadi aktivitas yang membahayakan masyarakat.
"Jika amit-amit sampai begitu, siapa yang dirugikan? Pernahkah itu terpikir di benak kita? Secara prestasi sepak bola Indonesia ini belum memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Jadi jangan lagi ditambah dengan hal-hal yang sifatnya memperburuk citra sepak bola Indonesia," ujar Bambang Pamungkas, mantan kapten timnas Indonesia suatu ketika.
Menjadi suporter sepakbola damai dan santun mesti getol kita kampanyekan mulai hari ini. Tugas manajemen klub, organisasi suporter, pengurus PSSI semua level, pemerintah serta siapa saja yang mencintai olahraga sepak si kulit bundar.
Ayo bergerak bersama. Tunjukkan pada dunia bahwa Nusantara adalah sekeping surga yang jatuh ke bumi, yang penghuninya orang-orang beradab.
Malam datang menggantikan senja. Ingatlah selalu malam kelam di Gelora Bung Karno dan Gelora Bung Tomo belum lama berselang. Hai bung, kita malu kalau sampai terulang!
Pada akhirnya ini tentang sukacita memberi. Memberi kedamaian bagi terselenggaranya putaran final Piala Dunia U-20 kiranya menjadi ikhtiar seluruh anak bangsa Indonesia terutama tuan dan puan yang mengklaim diri sebagai penggemar sepak bola sejati. (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali