ilustrasi |
Di tengah pandemi Covid-19, warga Jepang tetap antusias menyambut pertunjukkan api Olimpiade yang berlangsung di barat laut negeri Sakura itu sepanjang akhir pekan lalu.
Lebih dari 50.000 orang menyaksikan api Olimpiade yang ditampilkan di Stasiun Sendai, Miyagi, Sabtu 21 Maret 2020.
Panitia penyambutan memilih Stasiun Sendai demi memamerkan spirit kebangkitan kawasan tersebut setelah diremukredamkan gempa, tsunami dan krisis nuklir tahun 2011.
Sebagaimana umumnya orang Yunani, bangsa Jepang pun percaya bahwa api Olimpiade dipandang suci karena ia berasal dari sumber energi paling murni yakni matahari.
Media setempat melaporkan, sejumlah orang harus berada dalam antrean sepanjang 500 meter selama beberapa jam.
"Saya mengantre selama tiga jam, tetapi menyaksikan api Olimpiade sangat membesarkan hati," ujar seorang perempuan berusia 70 tahun kepada NHK.
Wanita ini mengaku sudah tak sabar menanti maraknya Olimpiade, pesta olahraga multievent terakbar sejagat yang akan berlangsung di Tokyo, 24 Juli hingga 9 Agustus 2020.
"Olimpiade adalah tujuan kami. Kami akan berusaha maksimal untuk menyelenggarakan Olimpiade seusai jadwal sehingga Komite Olimpiade Internasional bisa yakin kami mampu menyelenggarakan pertandingan," kata Menteri Olimpiade Jepang Seiko Hashimoto.
Tapi antusiasme warga Jepang dan optimisme Hashimoto berumur pendek. Hanya empat hari setelah sambutan hangat di Sendai, Olimpiade Tokyo benar-benar ditunda sampai sekurang-kurangnya hingga 12 purnama kemudian.
Jepang mesti berbesar hati meskipun telah bekerja keras mempersiapkan diri selama 7 tahun yang menghabiskan dana tidak sedikit.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) terpaksa menunda penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 akibat ganasnya pandemi Coronavirus alias Covid-19.
IOC mengumumkan penundaan melalui situsnya pada hari Selasa 24 Maret 2020. Sebelum mengambil keputusan sulit tersebut, Presiden IOC Thomas Bach telekonferensi dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
"Presiden IOC dan Perdana Menteri Jepang telah menyimpulkan bahwa pertandingan Olimpiade XXXII di Tokyo harus dijadwal ulang setelah tahun 2020," demikian pernyataan IOC seperti diberitakan Tribun Bali.
"Akan tetapi, (penundaan) tidak lebih dari musim panas 2021 untuk menjaga kesehatan para atlet, semua orang yang terlibat dalam pertandingan Olimpiade dan komunitas internasional," kata IOC.
Perdana Menteri Shinzo Abe setujui penundaan ini. "Kami meminta Presiden Bach mempertimbangkan penundaan sekitar satu tahun untuk memungkinkan para atlet bermain dalam kondisi terbaik, dan menjadikan acara itu aman dan aman bagi para penonton," kata Abe seperti dilansir Reuters.
"Presiden Bach mengatakan dia setuju 100 persen," tutur Abe yang sebelumnya bersikukuh Olimpiade bergulir sesuai jadwal. Apalagi Tokyo telah mempersiapkan seluruh sarana dan prasarana untuk Olimpiade tahun ini.
Menurut Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, Olimpiade Tokyo tahun depan akan tetap diberi nama Olimpiade Tokyo 2020.
Dengan tertundanya olimpiade maka lengkap sudah lockdown olahraga sepanjang tahun ini gara-gara pandemi Covid-19.
Sebelumnya dua event besar olahraga yaitu kejuaraan sepakbola Piala Eropa (Euro) 2020 dan kejuaraan sepakbola antar negara Amerika Selatan, Copa America 2020 pun ditunda ke tahun depan.
Di cabang olahraga bulu tangkis, Federasi Badminton Internasional (BWF) menunda pelaksanaan kejuaraan beregu Thomas dan Uber Cup.
Piala Thomas dan Uber rencananya digelar pada 16-24 Mei 2020 di Aarhaus, Denmark.
Namun, setelah berkonsultasi dengan Denmark, BWF menunda hingga 15-23 Agustus 2020. Dengan catatan kaki bila pandemi Corona berakhir lekas sehingga para atlet boleh mempersiapkan diri secara baik.
Penundaan olimpiade, pesta olahraga multievent yang melibatkan semua negara di dunia merupakan pilihan rasional mengingat Corona telah mewabah seantero jagat. Hampir tak satupun negara yang luput.
Semua menderita. Kepiluan ini bahkan belum memperlihatkan tanda-tanda akan berujung dalam waktu dekat.
Melaksanakan olimpiade dalam kondisi atlet yang letih fisik dan psikis justru menjauh dari spirit Citius, Altius dan Fortius.
Pertama dalam Sejarah
Olimpiade 2020 Tokyo menjadi Olimpiade pertama dalam sejarah yang itunda. Sejak pertama kali berlangsung di Athena Yunani tahun 1896, Olimpiade pernah tiga kali batal. Namun, baru tahun ini diundurkan pelaksanaannya.
Olimpiade pertama batal terjadi pada tahun 1916. Olimpiade keenam yang sedianya berlangsung di Berlin Jerman, batal karena Perang Dunia Pertama berkecamuk sejak bulan Juli 1914 hingga November 1918.
Kala itu seluruh Eropa dan sepertiga dunia terlibat dalam perang. Pembatalan Olimpiade terulang 24 tahun kemudian. Perang Dunia Kedua tahun 1939 hingga 1945 membatalkan Olimpiade Tokyo 1940. Olimpiade 1944 yang dijadwalkan di London, Inggris juga batal gara-gara Perang Dunia Kedua.
Setelah perang berlalu, Kota London akhirnya menjadi tuan rumah Olimpiade 1948, Helsinki Olimpiade 1952 dan Tokyo menggelar Olimpiade tahun 1964.
Olimpiade pernah mengalami aksi boikot pada tahun 1976 di Montreal, Kanada, tahun 1980 (Moskow, Rusia) dan tahun 1984 (Los Angeles, Amerika Serikat). Namun, Olimpiade pada ketiga edisi tersebut tetap berjalan sesuai jadwal. Aksi boikot antara lain karena faktor politik dan ekonomi tak membatalkannya.
Tokyo merupakan kota Asia pertama yang dua kali terpilih sebagai tuan rumah Olimpiade musim panas setelah 1964.
Dalam perjuangan menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, Tokyo mengalahkan Istanbul, Turki dan Madrid, Spanyol dalam final bidding di Buenos Aires, Argentina bulan September 2013.
Dalam nada kecewa Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso sempat melukiskan penundaan Olimpiade Tokyo 2020 sebagai siklus kutukan 40 tahun sekali. Dia merujuk pada pembatalan Olimpiade Tokyo 1940 dan boikot Olimpiade Moskow 1980.
"Ini masalah yang terjadi setiap 40 tahun, ini kutukan Olimpiade, itu faktanya," kata Taro Aso. Tapi Taro Aso mengakui penyebaran Covid-19 yang begitu cepat membuat Jepang bahkan dunia kerepotan.
Jika badai Corona ini berlalu, maka 2021 akan menjadi tahun akbar olahraga. Untuk pertama kali event besar dunia bergulir pada tahun yang sama. Piala Eropa, Copa America dan Olimpiade. Belum lagi ditambah kejuaraan sepakbola Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Sebarkan Energi Positif
Moto Olimpiade Citius, Altius, Fortius sejatinya menebarkan energi positif sebagai tujuan utama olahraga yaitu lebih cepat, lebih tinggi dan lebih kuat. Di palagan melawan Covid-19 sekarang kita membutuhkan spirit tersebut.
Lebih cepat bertindak, lebih tinggi berjuang dan lebih kuat berusaha memeranginya. Saatnya eksekusi mulai dari hal-hal kecil yang bisa kita kerjakan bukan berdiskusi terlalu panjang lebar.
Sebab problem yang menyertai pandemi Covid-19 tidak semata soal klinis. Tapi juga psikis. Justru tekanan psikis jauh lebih pelik. Psikosomatis, kata mereka yang ahli.
Saya kutip penjelasan dr. Andang dan dr. Rouf dari KSM Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta (https://sardjito.co.id/2019/10/30/mengenal-psikosomatis/).
Psikosomatis merupakan hubungan antara pemikiran atau psikis yang bisa mempengaruhi kondisi tubuh atau sebaliknya. Masyarakat umumnya memahami paradigma sakit berasal dari penyebab yang sifatnya biologis
seperti bakteri, kuman, trauma, faktor imunitas dan lainnya.
Psikosomatis memperkenalkan kepada masyarakat bahwa faktor psikologi bisa berpengaruh kepada somatis atau lazim disebut penyakit organis. Yang kerap terjadi adalah depresi dan kecemasan.
Siapa yang tidak cemas menghadapi pandemi Corona sekarang? Sekuat-kuatnya mental seseorang toh akan drop juga kalau detik demi detik terus dijejaji informasi tentang ganasnya Covid-19. Virus yang telah membunuh belasan ribu orang di seluruh dunia. Belum ada obatnya pula.
Mengingat daya rusaknya yang luar biasa, alam bawah sadar kita akan menerima dan menyimpan semua informasi atau berita mengenai Covid-19. Bahkan ada yang sampai terbawa ke dalam mimpi.
Sudah terlalu lama kita sebarkan informasi seram Corona sehingga energi negatifnya menguasai otak dan hati kita.
Itulah sebabnya sangat dianjurkan untuk mulai mengurangi konsumsi informasi mengenai virus tersebut. Jaga jarak aman tidak hanya tubuhmu berdiam di rumah atau menghindari kerumuman (keramaian).
Jaga jarak pula dengan banjir bandang informasi Corona yang dahsyatnya luar biasa hari-hari ini.
Malah ada cara saran lebih ekstrem. Berhenti total membaca, memburu atau meneruskan informasi Covid-19. Dengan kata lain lockdown semua informasi Corona.
Mengisolasi diri total dari informasi tersebut. Misalnya selama 14 hari seperti kebijakan jaga jarak aman yang ditempuh pemerintah.
Bukankah tidak terlalu penting mengetahui sudah berapa banyak yang terjangkit Corona dan korban meninggal dunia lalu lekas menyebarkan via medsos.
Apa manfaatnya bagi tuan dan puan? Semakin banyak dan kerap menyebarkannya justru menambah kecemasan.
Mungkin jauh lebih baik baca buku, novel, nonton film atau video lucu, karaoke, olahraga, meditasi, senam yoga, berdoa atau apa saja kegiatan positif yang membuat pikiran dan perasaan lebih enteng, tenang dan tentram.
Stop sudah menyebar informasi terkait virus Covid-19 di lapak medsos dan grup percakapan seperti WA (WhatsApp) atau Telegram yang malah mempertebal energi negatif seperti panik, cemas, kehilangan harapan, tak berdaya dan lainnya.
Sekarang waktunya melawan virus Corona dengan cara berpikir positif, merasakan emosi positif, mengirimkan vibrasi positif buat diri sendiri dan orang-orang sekitar kita. Perbanyak warta meneduhkan dan menenangkan.
Sudah banyak bukti jika tuan selalu mengucapkan kata-kata baik dan meneguhkan maka hanya yang hal baiklah yang terjadi. Kata adalah doa. Toh sampai detik ini dirimu baik-baik saja bukan? Bersyukurlah. (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali