Suling dan Sowito Terdengar Lagi di Nagekeo

ilustrasi
Suling, sowito, bombardom kembali mempunyai tempat terhormat setelah puluhan tahun tenggelam dan nyaris tak terdengar.

Aneka alat musik dari bambu ini muncul di Festival Tari dan Musik Bambu yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nagekeo di Lapangan Berdikari Danga, Selasa (11/8/2014) malam.

Alat musik bambu yang merupakan warisan para leluhur di daerah itu mampu menghasilkan nada-nada indah dan menghipnotis para penonton yang memadati lapangan Berdikari Danga malam itu. Alunan nada-nada indah dari alat musik bambu juga mampu mengiringi gerakan tarian ja'i dan dero.

Bupati Nagekeo, Elias Djo dalam sambutannya pada acara pembukaan Festival Tari dan Musik Bambu, Selasa malam, mengatakan, beberapa alat musik tradisional yang terbuat dari bambu hampir tidak pernah lagi terdengar. Padahal alat musik leluhur ini, kata Elias, harus dilestarikan agar tidak punah.
Boi doa, suling genang dari bulu, gu genga, sowito,

Bombardom, lanjut Elias, merupakan alat musik bambu warisan leluhur yang mampu membentuk nada-nada indah. Elias mengungkapkan, perkembangan zaman dewasa ini telah menggeser nilai-nilai tradisonal yang akhirnya mengancam tradisi masyarakat Nagekeo yang diwariskan secara turun temurun sekaligus mengantar berbagai kearifan lokal menuju ambang  kepunahan. "Pemerintah menaruh perhatian yang serius terhadap masalah ini dan terus berupaya untuk tetap menghidupkan budaya lokal meskipun harus berjuang keras karena digempur oleh budaya modern," kata Bupati Elias Djo.

Dikatakan Elias, para leluhur di daerah itu telah mewariskan seni budaya dalam bentuk nyanyian, tari-tarian, ungkapan adat, permainan wayang serta peralatan musik lainnya dengan berbagai bentuk dan jenis.

"Seni yang diturunkan dari generasi ke generasi lagi mengalami distorsi karena pola warisannya secara lisan. Padahal kita membutuhkan seni budaya kita yang asli sebagai hasil karya para leluhur kita yang harus kita lestarikan. Salah cara untuk melanggengkan seni budaya kita yang dicintai oleh kalangan muda yakni melalui festival seni budaya seperti ini," demikian Elias.

Elias menuturkan, seni pada dasrnya ungkapan rasa seseorang atau sekelompok orang yang dapat diwujudkan dalam gerak, tari, nyayian dan  musik yang berbau adat dan budaya dari kelompok itu.

Komponen-komponen tersebut, kata Elias,  sesungguhnya membahasakan suatu maksud yang berhubungan dengan etika, moral dan tata krama, menceritakan sesuatu mengenai kebijaksanaan dan kearifan lokal suati komunitas atau etnis budaya tertentu. Kalau demikian, kata Elias,  sangat tepat bila pemerintah dan seluruh komponen masyarakat senantiasa mengedepankan dan terus menerus menggarisbawahi pembangunan berbasis iman dan budaya.

Warisan leluhur pada masing-masing klaster budaya, katanya,  selain memberi warna tertentu dari suatu komunitas budaya, juga sebagai pembangkit semangat dan spirit generasi penerus yang berdampak pada derajat sosial ekonomi, sekaligus sarana hiburan yang menyenangkan. (dea)

Sumber: Pos Kupang 14 Agustus 2014 hal 13
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes