Apresiasi untuk Rudy Soik

BRIGADIR Polisi (Brigpol) Rudy Soik membuat langkah tak lazim. Anggota Polri yang bertugas di Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) itu melaporkan pimpinannya, Direktur Reserse dan Kriminal Khusus  Polda NTT, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Mochammad Slamet,   ke Komnas HAM dan Ombudsman.

Rudy Soik mengadukan Slamet karena menghentikan secara sepihak penyidikan kasus 26 dari 52 calon TKI ilegal yang sedang ditangani Rudy bersama enam penyidik lainnya. Menurut Rudy, kasus yang melibatkan perusahaan pengerah jasa TKI, PT Malindo Mitra Perkasa itu sudah memenuhi unsur pidana. Pendapat berbeda disampaikan pimpinannya sehingga kasus ini dihentikan prosesnya.

Kita beri apresiasi yang tinggi untuk Brigpol Rudy Soik. Tidak banyak anggota Polri di negeri ini seperti Rudy yang berani "melawan" bosnya demi menegakkan kebenaran dan keadilan yang diyakininya. Biasanya, kalau atasan atau komandan sudah mengatakan A, staf seperti Brigpol Rudy  tidak boleh berkata macam-macam lagi. Kalau masih terus "melawan" dia akan menghadapi masalah. Banyak kesulitan akan menghadangnya.  Kebanyakan anggota Polri akhirnya memilih diam meskipun nuraninya terus berontak.

Kini persoalan yang diangkat Rudy Soik telah menjadi isu nasional. Media massa cetak, elektronik  dan online memberi ruang yang lumayan besar terhadap persoalan tersebut. Banyak orang mengangkat topi buat Rudy. Kiranya wajar dia mendapatkan hal itu. Rudy berani melakulan otokritik, mengoreksi tindakan yang tidak benar. Mestinya dia dihargai bukan malah dijadikan musuh, misalnya oleh pimpinan atau  lembaganya sendiri. Kini menjadi tugas publik di NTT untuk mengawal proses penangangan terhadap aduan Rudy Soik tersebut. Kita sepakat dengan sikap  Aliansi Melawan Perdagangan Orang (Ampera) NTT serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang tidak akan membiarkan Rudy berjalan sendirian.

Gebrakan Rudy pun membuka sudut pandang baru terkait kasus perdagangan manusia (human trafficking) di NTT. Itu memberi gambaran tentang proses penegakan hukum yang sekadarnya saja. Maka masuk akal kalau kasus-kasus TKI ilegal di NTT selama ini jarang amat sampai di meja pengadilan. Para pelaku bebas beraksi karena patut diduga mereka mampu "bermain mata" dengan oknum aparat penegak hukum. Keadilan di sini bisa dibeli dengan rupiah, ringgit atau dolar.

Seolah sudah menjadi berita biasa saban tahun anak-anak Flobamora menjadi korban perdagangan manusia. Mereka disekap, dipekerjakan tanpa gaji, malah dianiaya dan disiksa dengan keji oleh para durjana. Kita jarang mendengar para pelaku mulai dari orang yang merekrut di kampung-kampung hingga bos perusahaan pengerah jasa TKI diproses hukum hingga masuk bui.

Rudy Soik telah memberi efek yang positif. Inilah momentum bagi Polri berbenah diri. Kita berharap semakin banyak lagi bermunculan sosok anggota Polri seperti Rudy Soik. Para pemangku kepentingan di NTT yang peduli dengan human trafficking pun patut menyatukan langkah untuk membongkar borok-borok yang selama ini dibungkus rapi terkait permasalahan TKI.  (*)

Sumber: Pos Kupang 27 Agustus 2014 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes