Nafsiah Mboi (tribunnews) |
NAFSIAH MBOI membuka rahasia almarhum suaminya, Brigjen Purn dr Aloysius Benedictus Mboi atau akrab disapa Ben Mboi. Secara bercanda, Nafsiah menyebut Ben Mboi memiliki tiga istri.
Ia beruntung menjadi istri pertama. Sedangkan istri kedua dan ketiga Ben adalah buku dan tenis. Tiga istri itulah yang dikisahkan Nafsiah Mboi saat peluncuran buku karya almarhum yang berjudul Ben Mboi -Percikan Pemikiran Menuju Kemandirian Bangsa.
Nafsiah yang kini berusia 75 tahun terlihat begitu bersemangat saat meluncurkan buku Ben Mboi. Meski harus dibantu tongkat penyangga tubuh, mantan Menteri Kesehatan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mampu bertutur sekitar 1,5 jam dalam acara yang dihelat di Bentara Budaya Kompas Gramedia Jakarta (BBJ), Jumat (16/10/2015) lalu.
Di mata Nafisah, Ben Mboi adalah seorang yang tak pernah berhenti belajar, pemikir sekaligus guru. Menurut Nafsiah, guru yang paling baik adalah pengalaman. Apalagi, sewaktu kuliah, sang suami jarang belajar di kelas.
Ia lebih memilih belajar langsung dari pengalaman bersentuhan dengan masyarakat.
"Kalau dia mau ujian, dia berdoa pada ayahnya, almarhum Pak Mathias Mboi. Dan ternyata dia selalu lulus," kisah Nafsiah disambut tawa pengunjung.
Saat mendampingi sang suami sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 1978 -1988, ia sangat merasakan betul sang suami menjadikan jabatan sebagai tantangan untuk mengabdi kepada masyarakat. Oleh karena itu, Ben Mboi selalu belajar dan menyiapkan diri menjadi pemimpin yang hadir untuk rakyat NTT.
"Karena itu, setiap kali saya ke luar negeri, selalu yang dipesan hanya buku dan buku," ujarnya Menurutnya, sang suami sangat gemar membaca. Di mana pun tempat, ia pasti membaca buku.
Saking banyaknya koleksi buku, mencapai ribuan, Nafsiah mengaku kini pusing mengurusnya. "Saya sekarang yang pusing karena bukunya banyak sekali. Saya tidak tahu mau bikin apa. Ada ribuan buku dan cakupannya luas sekali. Kami sekarang mau bikin katalog dari semua buku itu, kemudian baru mau diapain, kami pikirkan nanti," lanjut Nafsiah yang lagi-lagi disambut tawa.
Nafsiah berseloroh beruntung menjadi istri pertama Ben Mboi. "Saya masih beruntung menjadi istri pertamanya. Karena dia selalu bilang, istri kedua adalah buku. Istri ketiga adalah tenis. Sebagaimana diketahui, istri kedua dan ketiga itulah yang lebih disayangi daripada istri pertama," ujar Nafsiah disambut tawa.
Bahkan, sang suami selalu menantang pemikirannya sendiri. Ia sering mengetes ide-ide, pengalaman, dan penglihatan dengan apa yang dibaca dari buku.
Selain seorang yang suka belajar dan pemikir, Nafsiah mengenang Ben Mboi juga seorang guru. Karena itu, Ben Mboi suka sekali berbagi apa yang dimiliki dan yang diketahui.
"Dia tidak pelit. Dan paling happy kalau banyak orang yang duduk di sekitarnya bisa berpidato. Saya lihat ada banyak wajah di ruangan ini yang sudah pernah dikuliahi berjam-jam oleh suami saya," ujarnya sambil tersenyum.
Baginya, Ben Mboi adalah seorang patriot bangsa. Di semua jabatan yang diembanya, Ben Mboi selalu berpikir bagaimana hari depan yang lebih baik demi bangsa Indonesia.
Sebagai warisan yang ditinggalkan bagi bangsa Indonesia, Ben Mboi menuliskan sendiri pemikirannya yang kemudian dijadikan buku ini.
Sebelum menghadap Tuhan, Ben Mboi terus menanyakan agar bukunya segera diterbitkan. Nafsiah mengingat, pada Mei 2015 atau sebulan sebelum Ben Mboi wafat. Ketika itu, Ben Mboi sedang dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah.
Beberapa hari setelah dirawat dan kondisinya membaik, dokter melepas ventilator atau alat bantu napas. Begitu dilepas, Ben Mboi yang bisa bersuara lepas, langsung menanyakan kapan bukunya segera diterbitkan.
Sayang, sampai Ben Mboi meninggal dunia pada 23 Juni 2015, bukunya belum terbit. Buku ini baru diterbitkan pada 16 Oktober 2015 untuk memeringati 100 hari meninggalnya Ben Mboi.
Menangis Lihat NTT Gersang
Tangis Brigjen (Purn) dr Aloysius Benedictus Mboi alias Ben Mboi pecah saat melihat pabrik pupuk di tanah kelahirannya terpaksa ditutup. Begitu pula ketika menyaksikan embung-embung yang dibangunnya menjadi kering.
Ben Mboi juga meneteskan air mata ketika mengunjungi desa-desa yang dulu menghijau karena penuh tanaman, namun kemudian habis tak bersisa akibat kekeringan. "Saya melihat sendiri Pak Ben Mboi menangis," ujar FX Bambang Ismawan, sahabat Ben Mboi saat berkualiah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), dalam acara peluncuran buku karya Ben Mboi di Jakarta, Jumat (16/10/2015) lalu.
Bambang mengungkapkan, ketika itu Ben Mboi sudah purna tugas dari jabatan sebagai Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Bambang, persitiwa yang diceritakan itu terjadi lima tahun lalu (2010).
Saat menjadi Gubernur NTT (1978-1988) , Ben Mboi menggalakkan gerakan masyarakat yang dikenal sebagai Operasi Nusa Hijau (ONH). Kala itu bisa dikatakan di seluruh NTT pepohonan dan tanaman tumbuh subur. Upaya Ben Mboi itu merupakan bentuk kecintaan kepada NTT.
Bambang juga melihat sosok Ben Mboi punya keberanian luar biasa. Diungkapkannya, saat Soeharto menjadi Panglima Operasi Mandala, ia menantang sejumlah personel Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) termasuk Ben Mboi. Ketika itu Ben Mboi menjadi anggota pasukan yang terlibat "Operasi Naga" yang akan diterjunkan di Merauke, Papua.
"Sebelumnya, orang yang diterjunkan ke Merauke semuanya meninggal. Angkatan kalian ini 60 persen meninggal dan hanya 40 persen kembali. Saya beri satu menit kepada kalian, mau terus atau mundur?" ujar Soeharto seperti ditirukan Bambang Ismawan.
Ternyata Ben Mboi tidak mundur. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana menatap istri saya kalau tidak berani terjun," ujar Ben Mboi saat itu. Ternyata Ben Mboi selamat meski diterjunkan ke rimba Papua.
Selama sepuluh tahun memimpin NTT, Ben Mboi telah melaksanakan beberapa program pembangunan NTT, di antaranya Dana Kesehatan Rakyat (DKR), Operasi Nusa Makmur (ONM), Operasi Nusa Hijau (ONH), Panca Warsa Benah Desa, dan lain-lain. "Saat dia jadi gubernur, ada istilah antara panggilan tugas dan cinta. Mben Mboi memilih panggilan tugas. Dia meninggalkan keluarga dan anak-anaknya yang sekolah di Jakarta dan memilih hidup bersama rakyat NTT," ujar Johny G Plate, Wakil Ketua Fraksi Nasdem DPR, asal NTT.
Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah, M Ryaas Rasyid, menyebut Ben Mboi merupakan seorang punya karakter kepemimpinan yang sangat kuat dan percaya diri. "Kelaparan dan kemiskinan, disadari Ben Mboi sebayai tantangan untuk disingkirkan dari masyarakat NTT," katanya.
Diakuinya, Ben Mboi menyimpan sejumlah kekecewaan. Sejumlah impiannya tidak terealisir, di antaranya industrilisasi. Ia inginkan Semen Kupang membawa bendera industrilisasi di NTT. "Sayang sekali impian beliau untuk industrilisasi tidak dilanjutkan para penerusnya. Itu sangat disesalkan beliau. Mengapa ide-ide yang sudah baik dan jalan tidak dilanjutkan," demikian Ryaas Rasyid. (tribunnews/andri malau)
Sumber: Pos Kupang 19-20 Oktober 2015 halaman 1