ilustrasi |
Di sana pemerintah kabupaten mengalokasikan dana Rp 33 miliar untuk penanganan Covid-19.
Lumayan besar.
Maklum Bangli sejauh ini mencatat jumlah orang terjangkit virus corona nomor dua terbanyak di Pulau Dewata setelah Kota Denpasar.
Pemerintah mutlak memberi perhatian sungguh-sungguh.
Namun, sampai tanggal 15 April 2020, dari dana yang disiapkan sebesar Rp 33 miliar tersebut baru dicairkan Rp 600 juta. Cuma nol koma nol sekian persen.
Cilik amat. Apa pasal?
Kepada rekanku jurnalis Harian Tribun Bali, M Fredey Mercury, Kepala Badan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BKPAD) Bangli, I Ketut Riang menyebut ada semacam keraguan dari pimpinan dan staf OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
Mereka ragu segera mencairkan dana tersebut untuk penanganan Covid-19. Padahal, menurut Riang, dalam beberapa kali rapat, Bupati Bangli I Made Gianyar sudah memerintahkan OPD segera mencairkan dana mengingat saat ini merupakan kondisi emergency. Darurat!
Bupati Bangli pun sudah menandatangani Peraturan Bupati (Perbup) mengenai refocusing anggaran.
Jadi mengapa takut?
“Yang penting tidak ada penyalahgunaan anggaran untuk memperkaya diri. Rapat hari ini kembali ditegaskan agar PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) maupun Bendaraha OPD agar tidak ragu-ragu gunakan uang yang memang khusus untuk covid. Sehingga anggaran yang tersedia cepat dieksekusi,” kata Riang, Rabu lalu.
Semua pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia hari-hari ini memang menempuh langkah sebangun yaitu mengalihkan anggaran untuk penanganan Covid-19.
Pandemi global ini masuk kategori urusan super prioritas karena soal hidup dan mati. Tak boleh dipandang remeh.
Setiap daerah alokasikan dana dalam jumlah berbeda sesuai kondisi setempat.
Namun, rata-rata angkanya tambun pada level miliar sampai triliunan rupiah.
Presiden Joko Widodo bahkan sudah menginstrusikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menegur daerah yang belum mengalokasikan dana untuk Covid-19.
Pandemi corona yang menelan korban jiwa hari demi hari ini merupakan musibah luar biasa sehingga harus ditangani lewat cara luar biasa pula.
Dana jangan sampai menjadi perintang.
Kira-kira begitu pesan Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI dalam sejumlah kesempatan.
Lalu mengapa OPD ragu-ragu? Sebaiknya tuan jangan buru-buru memvonis pemerintah daerah lamban mengeksekusi.
Sikap tersebut dapat dimaklumi.
Sebab birokrasi di negeri ini punya mekanisme kerja tak seenteng memakai masker pada level implementasi.
Apalagi urusan duit. Salah kelola penjara menanti.
Maka diperlukan payung hukum sahih serta petunjuk teknis operasional yang jelas dan tidak mengangkangi regulasi.
Pun tak abai terhadap pertanyaan, apa urgensi penggunaan dana tersebut?
OPD tentu tidak asal mengajukan proposal atas nama corona.
Prinsip kehati-hatian tetap mereka kedepankan ketika hendak membeli masker,hand santitizer, disinfektan, Alat Pelindung Diri (APD) atau kebutuhan lainnya terkait Covid-19.
Keraguan sejumlah OPD di Kabupaten Bangli tersebut dapat dimengerti konteksnya.
Mungkin suasana batin yang sama juga dialami pimpinan dan OPD di daerah lainnya di Provinsi Bali dan luar Bali.
Oknum Pendompleng
Pandemi Covid-19 memang butuh langkah gesit guna memutus mata rantai penularannya.
Tapi tidak berarti belanja barang sesuka hati. Perlu analisa kebutuhan yang masuk akal agar dana tepat sasaran dan tepat guna.
Prinsip kehati-hatian dalam menggunakan anggaran negara itu penting sebab sejarah sudah membuktikan selalu ada pendompleng alias penumpang tidak sah yang memanfaatkan keadaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengingatkan hal ini.
"Saya tekankan jangan ada pendompleng dari usaha kita untuk melakukan tindakan cepat. Jangan ada korupsi," tandasnya, Jumat 20 Maret 2020.
Kala itu Sri Mulyani menyebut pemerintah telah mengidentifikasi Rp 56 triliun sampai Rp 59 triliun dana desa yang akan dialihkan untuk penanganan virus corona.
Tahun ini, total transfer dana desa ke daerah mencapai Rp 850 triliun.
"Ada yang bisa direalokasikan membantu masyarakat untuk penanganan Covid-19," kata Sri Mulyani melalui telekonferensi,
Pesan yang sama dia ulangi pada 2 April 2020 saat mewakili pemerintah menyampaikan Surat Presiden (Supres) tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan ke DPR.
Sri Mulyani menuturkan pemerintah sudah berkomunikasi dengan aparat penegak hukum dalam hal implementasi Perppu tersebut.
Hal ini bertujuan mencegah potensi penyelewengan.
“Pemerintah dalam hal ini KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) bekerja sama dengan Kejaksaan, Kepolisian, dan bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar potensi moral hazard atau penyalahgunaan dari Perppu ini bisa dihindari,” kata Sri Mulyani seperti diwartakan Kompas.Com.
Tepat sekali! Sri Mulyani mewanti-wanti kemungkinan oknum tertentu bakal memanfaatkan situasi darurat pandemi virus corona demi memperkaya diri.
Kaya lewat cara menyalahgunakan wewenang dan jabatan untuk menggarong uang marhaen.
Sebut saja virus OKB alias Orang Kaya Baru.
Pengalaman kehidupan kita berbangsa dan bernegara memperlihatkan selalu ada yang riang bermain di air keruh.
Saat musibah mereka tetap mereken berapa rupiah yang masuk ke rekeningnya.
Apakah tuan dan puan yakin setelah pandemi Covid-19 ini berlalu, urusan keuangan negara pun bersih dari praktik korupsi?
Transparency International Indonesia (TII) juga sejak dini mengingatkan pemerintah pusat mengenai potensi penyalahgunaan dana bantuan sosial penanganan Covid-19 oleh para kepala daerah.
Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan, tidak tertutup kemungkinan kepala daerah memanfaatkan dana bantuan tersebut untuk kepentingan politiknya.
"Bisa jadi ada penumpang gelap, freerider-nya beberapa pejabat daerah memanfaatkan bansos sebagai pork barrell-nya. Jadi penerima bansos itu daerah-daerah kantong pemilihannya dia, ini menarik," kata Wawan dalam sebuah diskusi, Selasa 14 April 2020.
Menurut Wawan, kemungkinan tersebut terbuka mengingat kontestasi Pilkada 2020 yang ditunda membuat kepala daerah petahana cari modal dengan memanfaatkan dana bantuan tersebut.
"Artinya butuh sumber daya publik, penanganan Covid ini bisa jadi penumpang gelapnya masuk ke situ juga," ujar Wawan.
Pemerintah pusat gelontorkan dana tak sedikit untuk Covid-19. Ada stimulus Rp 405 triliun.
Wawan menyebut modus korupsi lainya seperti mark-up anggaran, mark-down pendapatan hingga memberi keuntungan bagi lingkaran terdekat penguasa.
Dalam sebuah diskusi online, Kamis 9 April 2020, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menyebutkan beberapa potensi korupsi dalam penanganan Covid-19.
Potensi korupsi antara lain saat pemerintah menggelontarkan dana bantuan untuk warga yang mengalami pelemahan ekonomi karena pandemi Covid-19.
Boleh jadi jumlah bantuan tak sesuai dengan yang diterima masyarakat.
Selain itu, bisa terjadi pungutan liar hingga dobel pembiayaan akibat data penerima yang amburadul.
Apalagi, kata Misbah, bantuan langsung tunai (BLT) yang sudah diwajibkan dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) juga terdapat dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
Kalau mau litani peluang terjadinya penyelewengan masih panjang daftarnya. Kita cukupkan dulu di sini.
Bagaimana tanggapan pimpinan lembaga anti rasuah?
Hari Minggu yang cerah 22 Maret 2020, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berkata tegas. Lugas dan tandas.
Firli Bahuri mewanti penyelenggara negara tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mencuri uang negara.
Pelaku korupsi saat terjadi bencana seperti saat ini dapat dipidana mati sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati,” kata Firli Bahuri.
Bagus sekali peringatan beliau ini biar oknum pendompleng tahu diri.
Bahwa setiap rupiah pajak hasil keringat marhaen tidak boleh digarong yang kuat kuasa.
Cuma begini Pak Firli, mengapa KPK sampai sekarang belum tahu keberadaan tersangka Harun Masiku dan belum menahannya juga?
Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan bahwa kami masih mendamba KPK yang gigih dan bergigi.
Sekian dan terima kasih. (dion db putra)
Sumber: Tribun Bali