Ketika Orang Lain Masih Berbisik


EP da Gomez
Dion, coba kau baca dulu yang saya tulis itu kah. Menurut saya perlu segera dimuat karena masalahnya sedang aktual.

Itu katanya suatu ketika di awal 2000-an ketika masih aktif menulis artikel di Harian Pos Kupang.

Hampir tiap pekan dia kirim artikel untuk rubrik Opini Harian Pos Kupang.

Tema tulisannya sangat kaya perspektif,  umumnya mengenai masalah sosial politik, pemerintahan, pembangunan. Sesekali menyentil masalah ekonomi.

Kalau Pos Kupang agak lama tak menerbitkan  artikelnya,   dia pasti bertanya ke jajaran redaksi.  Saya termasuk yang kerap menerima telepon darinya.


"Coba Om agak bersabar sedikit. Soalnya  yang kirim artikel ke Pos Kupang ini banyak sekali tiap hari. Jadi harus antre." begitu penjelasan saya.

Beliau biasa menerima dengan senang hati. Yang penting baginya adalah penjelasan, termasuk ketika artikelnya sama sekali tidak diterbitkan.
Mungkin karena temanya sudah tidak kontekstual atau kalah cepat dikirim ke redaksi dibandingkan penulis lain.

Ya, dia adalah penulis yang produktif. Masih terus menulis hingga usianya 70-an tahun.

Untuk konsumsi pembaca media massa, artikelnya bertebaran di Harian Pos Kupang dan Harian Flores Pos. Bahkan jauh sebelum itu di Mingguan Dian dan lain-lain.

Hanya belakangan ini pembaca di Nusa Tenggara Timur agak jarang menikmati tulisannya di media massa umum.  Faktor usia kiranya menjadi kendala.

Dia juga produktif  menulis buku. Banyak karyanya. Jumlahnya kurang lebih 29 buku.  Ada buku sejarah, politik, pemerintahan. Juga biografi.

Terakhir bersua dengannya saat peluncuran buku di sebuah hotel di Kota Maumere tahun 2015. Saya menjadi editor buku biografi tersebut.

Sebagaimana biasa, dia banyak memberi catatan kritis terhadap buku tersebut.

Saya senang tak terkira karena meski tubuhnya mulai ringkih, beliau masih berkenan datang ke hotel untuk berdiskusi tentang isi buku.

Dia memang  orang hebat. Sejatinya adalah politisi. Tapi politisi yang tidak hanya cakap berkata-kata tetapi piawai merangkai kata dan kalimat.

Tidak banyak orang seperti dia. Kita lebih sering berjumpa politisi yang banyak omong saja.

Dia seorang pembelajar yang tekun.  Pendidikan formalnya tidak tinggi-tinggi amat.

Setahu saya dia tamat SMAK Syuradikara Ende, sekolah ternama di kampung halaman saya.

Sebagai politisi dia mulai merintisnya sejak bersama Partai Katolik kemudian Partai Demokrasi Indonesia (PDI) - belakangan jadi PDI Perjuangan.

Seperti tulisannya yang to the point kalau mengeritik atau membedah suatu persoalan, di panggung politik pun sama. Bicaranya lantang, langsung ke inti masalah.

Kalau tidak suka maka  akan dia bilang apa adanya. Kalau memuji memang patut dipuji.

Saya selalu ingat kata-katanya demikian. "Ketika orang lain masih berbisik, saya sudah berteriak."

Memang benar adanya. Kata-kata itu menggambarkan sikapnya dalam berpolitik pada  masa Orde Baru yang otoritarian.

Ketika banyak orang memilih bungkam saat itu, dia berani bicara tentang hal-hal yang tak berkenan di tengah kehidupan masyarakat. Baik untuk level  Kabupaten Sikka, NTT bahkan masalah bangsa Indonesia.

Sore ini dapat kabar duka dari Maumere, kota eksotik di pesisir utara Pulau Flores.

Eugenius Paceli Da Gomez, EP da Gomez berpulang.

Selamat jalan Om Epe. Tuhan maharahim mendekapmu dalam damai abadi.
Epangawang (terima kasih)untuk jasamu bagi Bangsa, Gereja dan Tanah Air tercinta.

Turut berduka buat saudaraku Edward Lodovikus da Gomez, Jannes Eudes Wawa dan seluruh keluarga besar Da Gomez di Sikka, Maumere dan di mana pun berada.

Denpasar, 18 Mei 2020
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes